Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru merupakan salah satu organ dalam tubuh yang sifatnya

vital kerena fungsinya yang begitu amat penting, yakni sebagai tempat

bertukarnya oksigen dan karbon dioksida, yang mana proses ini disebut

dengan respirasi. Organ yang satu ini letaknya dibagian dada. Paru-paru

merupakan organ sistem pernapasan dan termasuk kedalam sistem kitaran

vertebrata yang bernapas. Fungsi Paru-paru adalah organ tubuh yang

berperan dalam sistem pernapasan (respirasi) yaitu proses pengambilan

oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas, melalui saluran napas

(bronkus) dan sampai di dinding alveoli (kantong udara) O2 akan ditransfer

ke pembuluh darah yang di dalamnya mengalir antara lain sel-sel darah

merah untuk dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi

dalam proses metabolisme. Pada tahap berikutnya setelah metabolisme

maka sisa-sisa metabolisme itu terutama karbondioksida (CO2) akan dibawa

darah untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui paru pada saat

membuang napas (Syahruddin, 2006).

Ketika bagian paru mengalami masalah dan kerusakan, maka

dampaknya akan berbahaya. Adapun dampak yang paling umum yang bisa

menandakan jika bagian paru mengalami masalah adalah timbulnya sesak

atau kesulitan bernapas.


2

Sama halnya dengan penyakit kanker lainnya, kanker paru-paru

adalah kondisi kesehatan yang berbahaya bila tidak segera diatasi dan dicari

solusinya. Hal ini dikarenakan hubungannya erat dengan bagian pernapasan.

Nah untuk mengetahui seperti apa penjelasan lebih lanjut mengenai penyakit

kanker paru-paru yang bisa menyerang Carsinoma paru dapat menyebar

(metastasis) ke setiap organ di dalam tubuh, terutama kelenjar adrenal, hati,

otak, dan tulang.

Untuk menegakkan diagnosisCarsinomaparu melalui beberapa

pemeriksaan klinis, laboratorium (sputum sitologi), foto thorax PA dan

Lateral, CT Scan thorax. Untuk mencari metastasis dari Ca paru dilakukan

pemeriksaan imagingseperti :CT Scan otak, CT Scan abdomen atau USG,

bonescaning dan MRI (Jusuf dkk, 2009).

CT Scan adalah salah satu modalitas utama dalam mendiagnosis

Carsinoma paru. Pemeriksaan CT Scan thoraxsangat berarti dalam menilai

nodul soliter parenkim paru serta keadaan mediastinum. CT Scan thoraxjuga

dapat memperlihatkan hubungan Carsinomaparu dengan dinding thorax,

bronkus dan pembuluh darah besar dengan jelas. Karena berbagai

keunggulannya pemeriksaan CT Scan thoraxpenting sebagai alat diagnosa

untuk penderajatan (staging) Ca paru berdasarkan sistem TNM (Tumor,

Nodul,Metastasis). Akurasi CT Scan dalam mendiagnosaCarsinomaparu

cukup tinggi. Namun hal tersebut tergantung kepada jenis dan kualitas alat

serta teknik pemeriksaan yang tepat (Wasripin, 2007).

Adapun media kontras yang sering digunakan dalam pemeriksaan CT-

Scan adalah media kontras positif yang mengandung iodium karena lebih

mengatenuasi sinar X sehingga membuat struktur yang dilewatinya terlihat


3

lebih padat (enhance). Derajad enhance yang dihasilkan merupakan

kombinasi beberapa faktor yang kompleks, yaitu jumlah (Volume), dan

konsentrasi media kontras, waktu scan, scan delay, cardiac output, expansi

plasma, extravascular radistribusi, filtrasi ginjal,dan ekskresi media kontras

(Rasad, 2005).

Bolus tracking adalah suatu teknik yang digunakan dalam pencitraan

computed tomography yangmemperlihatkan real time monitoring

(penempakan langsung) penyangatan kontras media pada satu area scan

yang dituju setelah beberapa saat kontras media disuntikan kedalam

pembuluh darah. Area ini disebut region of interest (ROI). Nilai HU yang

ditempatkan pada ROI menunjukkan nilai enhance/titik tertinggi atau puncak

dari penyangatan kontras (post kontras) dari kritikal anatomi yang ditetapkan,

dan dapat menvisualisasikan gambaran pembuluh darah dengan lebih

optimal (BaeKyongtae, 2006). Enhanchment vaskular dapat berpengaruh

pada kontras resolusi yangakan mempengaruhi kualitas citra radiograf, dan

perubahan nilai HU akan berdampak pada enhanchment pembuluh darah,

sehingga faktor-faktor diatas saling berkaitan dan mempengaruhi interpretasi

radiolog dalam membaca radiograf tersebut

Bolus tracking dilakukan dengan cara memilih lokasi target dari scout

topogram, kemudian tentukan nilai trigger / ROI yang diinginkan (rata - rata

100 HU), lalu tempatkan trigger / ROI pada struktur pembuluh darah aorta

ascenden. Kemudian diinjeksi media kontras (80-150cc), lalu diamati

atenuasi pada ROI. Scanning akan dimulai jika telah mencapai threshold

(titik puncak) tertentu (BaeKyongtae, 2006).


4

Menurut Yaqoob J (2004) pada pemeriksaan MSCT

Thoracoabdominal untuk pemberian media kontras intravena menggunakan

teknik biphase, yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh arterial

phase setelah 20 detik dan delay 50-60 detik untuk memperoleh venous

phase, setelah injeksi media kontras intravena, volume media kontras 100-

120 ml kontras iodin dengan flow rate 4-5 ml/detik. Delay phase dilakukan

pada kasus-kasus yang melibatkan carsioma.

Sedangkan untuk protokol pemeriksaan MSCT Thoracoabdominal

yang dilakukan di RSU Haji Surabaya, untuk area scan dimulai dari Cervical

4 (cartilago thyroid) hingga sampai ke Umbilicus, dengan slice thickness

7 mm, menggunakan teknik triphase, start delay 25-30 detik (arterial phase),

60-70 detik (venous phase), flow rate 3-4 ml/detik, volume media kontras

80-100 ml, delay 300 detik.

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang

prosedurpemeriksaan MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru

metastasis ke hepar dan mengangkat dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah

dengan judul ”PROSEDUR PEMERIKSAAN MSCT THORACOABDOMINAL

TRIPLE PHASE DENGAN BOLUS TRACKING PADA PASIEN

CARSINOMA PARU METASTASIS KE HEPAR DI RSU HAJI SURABAYA”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Prosedur pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya ?

2. Mengapa pada pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya

menggunakan Triple Phase dengan Bolus Tracking?


5

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada

pasien Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya

2. Untuk mengetahui alasan menggunakan teknik triple phase dengan Bolus

Trackingpada pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Dapat dijadikan sebagai sumber pustaka untuk menambah pengetahuan

dan sebagai referensi tentang teknik pemeriksaan MSCT

thoracoabdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke hepar di

RSU Haji Surabaya, serta dapat menambah informasi dan wawasan

bagi pembaca.

2. Manfaat Praktis

Dapat digunakan sebagai masukan bagi instalasi Radiologi RSU Haji

Surabaya dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan radiologi

terutama pada pemeriksaan sinus paranasal.

E. Keaslian Penelitian

1. Anwar (2007), tentang “Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax pada

Kasus Massa Paru di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Banyumas”. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang CT

Scan thorax, jenis penelitian dan metode penelitian. Perbedaannya pada

lokasi penelitian, serta modalitas yang digunakan juga berbeda. Anwar


6

(2007), membahas tentang alasan tidak menggunakan media kontras

pada pemeriksaan CT Scan thorax dengan kasus massa paru.

2. Wasripin (2007), tentang “Teknik Pemeriksaan CT Scan thorax Pada

Kasus Kanker Paru”. Persamaan adalah sama-sama membahas tentang

CT Scan thorax pada kasus Carsinoma paru. Perbedaannya yaitu

Wasripin (2007), membahas tentang keunggulan CT Scan dalam

mendiagnosa Carsinoma paru.

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan membahas tentang alasan

penggunaan teknik triple phasedengan Bolus Tracking pada pemeriksaan

MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke

hepar.

3. Kitamaru dkk (2008) jurnal penelitian yang berjudul “Detection of

Hypervascular Hepatocellular carcinoma with Multidetector- Row CT :

Single Arterial-Phase Imaging With Computer-Assisted Automatic Bolus-

Tracking Technique Compared With Double Arterial-Phase Imaging”.

Persamaan pada penelitian ini adalah sama sama mengunakan teknik

bolus tracking serta letak area ROI juga sama yaitu pada Aorta

Abdominalis serta melakukan penilaian enhance citra pada salah satu

fase arteri yaitu fase late arteri. Perbedaannya terletak pada obyek citra

yang dianalisis serta phase yang digunakan, peneliti mebahas tentang

analisis citra kanker paru yang metastasis ke hepar sedangkan pada

jurnal membahas hepatocellular carcinoma.

4. Rubiyanto (2008) tentang Teknik pemeriksaan CT Scan thorax pada

kasus biopsi tumor paru di Instalasi Radiodiagnostik RSU DR. Sutomo

Surabaya. Persamaan karya tulis tersebut dengan penelitian peneliti yaitu


7

: keduanya sama-sama meneliti CT Scan thorax. Perbedaan Karya Tulis

tersebut dengan penelitian peneliti yaitu lokasi penelitian, kasus yang

diteliti.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Anatomi dan Fisiologi Thorax

Thorax Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai

panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang

berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua

kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung

Bud.

Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus

dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung

dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal

bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah

embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang

setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur

8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan

perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan

paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan

somatic berhenti. adalah daerah tubuh yang terletak antara leher dan

abdomen. Di superior thorax berhubungan dengan leher melalui

apertura thoracic superior dan di inferior dipisahkan dari abdomen oleh

diafragma (Snell, 1995).

a. Rangka Dada

Rangka dada atau thorax terdiri dari tulang dan tulang rawan.

Thorax tersusun atas 12 vertebra thorakal, 12 pasang iga dan


9

sebuah tulang sternum. Enam iga yang teratas bersendi langsung

dengan vertebra thorakal disebelah posterior dan dengan sternum

di sebelah anterior (Basmajian dan Slonecker, 1995).

Di dalam rongga thorax terdapat rongga pleura kanan dan kiri,

paru-paru kanan dan kiri, serta mediastinum (Basmajian dan

Slonecker, 1995).

b. Mediastinum

Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada antara

kedua paru-paru yang berisi jantung dan pembuluh-pembuluh

darah besar, oesofagus, duktus torasikus, aorta descenden dan

vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar

kelenjar limfe (Pearce, 2001).

c. Paru-paru

Paru-paru adalah organ berbentuk pyramid seperti spons dan

berisi udara, terletak dalam rongga thorax. Paru kanan memiliki tiga

lobus dan paru kiri memiliki dua lobus (Sloane, 2003). Paru

merupakan bagian dari sistem pernapasan yang sebagian besar

terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Gelembung alveoli ini

terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Di alveoli inilah terjadi

pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan

dari darah sebelum ke jantung untuk kembali diedarkan ke seluruh

tubuh (Syaifuddin, 1997).

Paru terletak pada rongga thorax yang dibungkus oleh pleura.

Pleura dibagi menjadi dua yaitu pleura viseral yang langsung

membungkus paru dan pleura parietal yaitu selaput yang melapisi


10

rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga

yang disebut cavumpleura (Syaifuddin, 1997).

Paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan, kiri

dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah

besar dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.

Pembuluh darah dalam paru-paru terdiri dari arteri pulmonalis

yang membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari

ventrikel kanan jantung ke paru-paru. Cabang-cabang arteri

pulmonalis menyentuh saluran-saluran bronkhial, bercabang dan

bercabang lagi menjadi arteriola halus, arteriola itu membelah dan

membentuk jaringan kapiler. Kapiler paru-paru bersatu menjadi

pembuluh darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonalis

meninggalkan paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium

kiri jantung untuk di distribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta

(Pearce, 2001).

Keterangan :
1. Trachea
2. Right bronchus
3. Left bronchus
4. Right lung
4a.Lobe (upper)
4b.Lobe Middle
4c.Lobe lower
5. Left lung
5a.Lobe (upper)
5b.Lobe lower
6. Fissura oblique
7. Fissura horizontalis
8. Arteri pulmonalis
Gambar 2.1. Anatomi Paru-paru (Edelhart, 2006)
11

1) Lobus paru-paru.

Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh

fisura, paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri

dua lobus. Paru-paru kanan terdiri dari lobus superior, lobus

medius, dan lobus inferior yang dipisahkan oleh fisura

horisontalis dan fisura oblique. Sedangkan paru-paru kiriterdiri

dari lobus superior dan inferior yang dipisahkan oleh fisura

oblique (Basmajian dan Slonecker, 1995).

Setiap lobus pada paru-paru tersusun oleh lobulus, diantara

lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang

berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf,

dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus, bronkiolus ini

bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut

duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus

yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 1997).

2) Hilus paru-paru.

Hilus paru-paru dibentuk oleh struktur arteri pulmonali, yang

mengembalikan darah tanpa oksigen ke dalam paru-paru untuk

diisi oksigen, vena pulmonalis yang mengembalikan darah berisi

oksigen dari paru-paru ke jantung. Bronkus yang bercabang dan

beranting membentuk pohon bronkhial merupakan jalan utama

udara. Arteri bronkhialis keluar dari aorta dan mengantarkan

darah arteri ke jaringan paru-paru. Vena bronkhialis

mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena cava

superior, dan pembuluh limfe yang masuk keluar paru-paru


12

sangat banyak, persarafan paru-paru mendapat pelayanan dari

saraf vagus dan saraf simpati (Pearce, 2001).

B. Anatomi dan Fisiologi Abdomen

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong

dan meluas dari diafragma sampai pelvis. Rongga abdomenterdiri dari 2

bagian, yaitu rongga sebelah atas dan pelvis yaitu rongga sebelah

bawah.

Didalam rongga abdomensebagian besar terdapat organ saluran

pencernaan yaitu lambung, usus halus dan usus besar. Hati menempati

bagian kanan atas terletak di bawah diafragma serta menutupi lambung

dan bagian pertama usus halus, kandung empedu terletak di bawah hati,

pancreasterletak di belakang lambung dan limpa terletak dekat ujung

pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada di atas dinding posterior

abdomen, limpaberjalan melalui abdomendari ginjal. Aorta abdominalis,

vena cava inferior dan sebagian dari saluran torasica terletak di dalam

abdomen (Pearce, 2001).

Untuk tujuan klinik, biasanya abdomendibagi dalam 9 region oleh 2

garis vertikal dan 2 garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui

pertengahan antara spina iliaca anterior posterior dan symphysis pubis.

Garis horizontal yang atas dinamakan bidang subcostalis,

menghubungkan titik terbawah pinggir corta satu sama lain. Titik ini

merupakan pinggir rawan inferior tulang costa X dan terletak

berseberangan dengan vertebra lumbalis III. Garis horizontal yang

bawah, sering dinamakan bidang intertubercularis, menghubungkan


13

tuberculum pada crista illiaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebra

lumbalis V (Snell, 1995).

Keterangan:
1. Diaphragm
2. Stomach
3. Transverse colon of
large intestine
4. Descending colon of
large intestine
1
5. Initial part of sigmoid
7 colon
2
8 6. Urinary bladder
3
9
7. Liver
4 8. Galbladder
10
9. Ascending colon of
11 large intestine
12 5
10. Small intestine
11. Cecum
6
12. appendix

Gambar 2.2. Region Abdomen(Pearce, 2001)

Organ-organ yang berada dirongga abdomen adalah sebagai

berikut :

1. Lambung

Lambung adalah organ berongga berbentuk J, terletak pada

bagian superior kiri rongga abdomen di bawah diafragma. Ukuran

dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu lain (Sloane,

2003).

Lambung terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup dalam

keadaan normal. Sfingter menghalangi masuknya kembali isi

lambung ke dalam kerongkongan.


14

2. Usus Halus

Usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfingter

pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus

besar. Diameter usus halus ± 2,5 cm dan panjangnya 3-5 meter saat

bekerja. Bagian-bagian dari usus halus yaitu duodenum, jejunum dan

ileum (Sloane, 2003).

3. Usus Besar

Usus besar atau colon dalam anatomi adalah bagian usus

antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah

menyerap air dari feses.Colon terdiri dari colonascending,

colontransverse, colondescending, colonsigmoid dan rektum.

Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan makanan atau

absorpsi makanan. Bila usus halus mencapai sekummaka semua zat

makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan di

dalam usus besar atau colon isinya menjadi semakin padat karena air

diabsorpsi dan ketika mencapai rektum maka feses bersifat padat

dan lunak. Peristaltik di dalam colon sangat lamban. Diperlukan

waktu kira-kira 16-20 jam bagi isinya untuk mencapai flexura sigmoid

(Pearce, 2001).

4. Hati

Hati adalah alat tubuh terbesar, beratnya 1200-1600 gram pada

orang dewasa dan menempati hampir seluruh bagian kanan atas

rongga abdomen, mulai dari sela interkostal kelima sampai pada

lengkung iga. Hati terdiri atas lobus kanan, lobus kiri, lobus qaudatus

dan lobus quadratus. Lobus kanan ialah yang terbesar, kira-kira 3/5
15

hati, lobus kiri 3/10 hati dan sisanya 1/10 hati ditempati oleh lobus

qaudatus dan lobus quadratus. Hati memperoleh darah dari

venaporta dan arteria hepatica. Darah ini disalurkan keluar hati

melalui vena hepatica. Empedu disalurkan dari hati ke duodenum

melalui saluran empedu intra dan ekstra hepatik. Vena porta, arteria

hepatica dan saluran empedu berkumpul dalam daerah yang dinamai

portahepatis. Hati ialah alat tubuh yang tersering mengalami

kerusakan oleh berbagai hal baik karena trauma, radang karena

infeksi virus, maupun tumor (Sutisna, 1995).

3 4

2
5
1
6

Gambar 2.3. Anatomi hati (Netter, 1998)

Keterangan :
1. Right Lobe 5. Lobus kiri hepar
2. Right Triangular Lig. 6. Falciform lig
3. Diapragm 7. Ligamentum teres
4. Left Triangular Lig 8. Gallbladder

Fungsi utama hati adalah sekresi empedu yang bersifat emulsi

dan absorpsi lemak. Selain itu, hati juga berperan dalam metabolisme

protein, lemak dan karbohidrat tercerna. Hati menyimpan mineral


16

seperti zat besi dan tembaga serta vitamin yang larut dalam lemak (A,

D, E dan K). Hati melakukan detoksifikasi dengan cara inaktivasi

hormon dan dektosifikasi toksin dan obat. Hati memfagosit eritrosit

dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah. Hati merupakan

reservoar untuk sekitar 30% curah jantung dan bersama dengan

limpa mengatur jumlah darah yang diperlukan tubuh (Sloane, 2003).

Sel-sel darah merah dirombak di dalam hati. Hemoglobin yang

terkandung di dalamnya dipecah menjadi zat besi, globin dan heme.

Zat besi dan globin didaur ulang, sedangkan heme dirombak menjadi

bilirubin dan biliverdin yang bewarna hijau kebiruan. Di dalam usus,

zat empedu ini mengalami oksidasi menjadi urobilin sehingga warna

feces dan urine kekuningan. Apabila saluran empedu di hati

tersumbat, empedu masuk ke peredaran darah sehingga kulit

penderita menjadi kekuningan.

Hati juga menghasilkan enzim arginase yang dapat mengubah

arginin menjadi ornintin dan urea. Ornintin yang terbentuk dapat

mengikat NH3 dan CO2 yang bersifat racun. Fungsi dari hati adalah

mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dikeluarkan dalam

empedu dan urine serta mengubah glukosa yang diambil dari darah

menjadi glikogen yang disimpan di sel-sel hati. Glikogen akan

dirombak kembali menjadi glukosa oleh enzim amilase dan

dilepaskan ke darah sebagai respons meningkatnya kebutuhan

energi oleh tubuh (Sloane, 2003).


17

5. Kandung Empedu atau Gall Bladder

Kandung empedu ialah sebuah kantong berbentuk terong dan

merupakan membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di

sebelah permukaan bawah hati, sampai di tepi bawah hati.

Panjangnya 8-12 cm dan dapat menampung cairan empedu kira-kira

60 cc. Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, corpus

(badan)dan neck (leher) serta terdiri atas 3 pembungkus yaitu :

a. Di sebelah luar, pembungkus serosa peritoneal,

b. Di sebelah tengah, jaringan berotot tak bergaris dan

c. Di sebelah dalam, membran mukosa.

Kandung empedu berfungsi sebagai tempat persediaan cairan

empedu. Selain itu, kandung empedu juga membuat pekat cairan

empedu yang ada di dalamnya. Cairan empedu dikeluarkan menuju

duodenum dengan cara sfinkter oddi mengendur segera setengah

jam setelah makanan masuk dari lambung ke duodenum (Pearce,

2001).

6. Pancreas

Pancreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan

dasar, yakni asini yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan

kelenjar pulau pancreasyang menghasilkan hormon. Enzim-enzim

pencernaan dihasilkan oleh sel-sel asini dan mengalir melalui

berbagai saluran ke dalam duktus pankreatikus. Duktus pankreatikus

akan bergabung dengan saluran empedu pada sfinkter oddi, dimana

keduanya akan masuk ke dalam duodenum. Enzim yang dilepaskan


18

oleh pancreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak

(Sloane, 2003).

Pancreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,

yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan

asam lambung. Tiga hormon yang dihasilkan oleh pancreas adalah

(Sloane, 2003) :

a. insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah

b. glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah

c. somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua

hormon lainnya yaitu insulin dan glucagon.

7. Limpa

Limpa merupakan massa yang lunak, rapuh dari jaringan

limfatik yang terletak pada bagian atas kiri abdomenantara lambung

dan diafragma. Limpaterletak pada regionhipochondricum kiri

sepanjang sumbu panjang iga X kiri (Snell, 1995).

Limpa terletak pada sisi kiri atas dari abdomen. Limpa

menyaring darah dengan cara menyingkirkan sel darah yang telah

rusak atau sudah tua. Limpa juga membantu sistem imun tubuh

dalam menghancurkan bakteri dan substansi asing lainnya. Limpa

menyimpan sel darah lebih yang bisa dilepaskan pada sistem

sirkulasi jika dibutuhkan (Snell,1995).

8. Ginjal

Ginjal merupakan 2 organ berwarna coklat kemerah-merahan

yang terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, di kanan dan di

kiri columna vertebralis. Ginjal kiri terletak sedikit lebih tinggi


19

dibandingkan ginjal kanan. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi

sebagian besar zat sampah metabolisme. Ginjal memegang peranan

penting mengatur keseimbangan air dan elektrolit di dalam tubuh dan

mempertahankan keseimbangan asam-basa darah. Zat-zat sampah

meninggalkan ginjal dalam bentuk urine, yang berjalan turun melalui

limpamenuju kandung kemih (vesica urinaria) yang terletak di dalam

pelvis. Urine meninggalkan tubuh melewati uretra (Snell, 1995).

9. Peritoneum

Peritoneum merupakan membran serosa tipis yang membatasi

dinding abdomen dan rongga pelvis dan meliputi viscera abdomen

dan pelvis. Ruang yang terdapat di antara lapisan parietale dan

visceral peritoneum dinamakan rongga peritoneal. Pada pria rongga

ini tertutup dan pada wanita terdapat hubungan dengan dunia luar

melalui tuba uterina, uterus dan vagina (Snell,1995).

C. Patologi Carsinoma Paru

Carsinoma paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang

mengalami proliferasi dalam paru. Carsinoma paru (karsinoma

bronkhogenik) timbul di epitel saluran pernafasan, merupakan tumor

ganas yang ada hubungannya dengan zat karsinogen. Carsinoma ini

dapat bersifat primer atau akibat sekunder (penjalaran / metastasis) dari

Carsinoma di bagian tubuh yang lain. Penyebab yang paling sering yaitu

zat karsinogen. Zat karsinogen antara lain asap rokok, asap pabrik, asap

mobil, asap tambang debu radioaktif zat kimia (Dirmanto, 2008).


20

Jenis sel Carsinoma paru secara garis besar dibagi atas 2

kelompok (Syahruddin, 2006) :

1. Carsinoma paru jenis karsinoma sel kecil merupakan 20% dari

seluruh Carsinoma paru, bersifat lebih agresif tetapi sangat responsif

dengan pengobatan.

2. Carsinoma paru jenis bukan sel kecil yang terbanyak yaitu sekitar

80% dari Carsinoma paru-paru. Ada beberapa jenis Carsinoma paru

jenis Carsinoma bukan sel kecil yang dapat dikenali diantaranya :

1) Carsinoma epidermoid (disebut juga karsinoma sel skuamosa).

2) Adenokarsinoma, adalah jenis sel Carsinoma terbanyak dan

terutama pada perokok.

3) Carsinoma sel besar.

4) Lain-lain : merupakan jenis yang jarang ditemukan misalnya

karsinoid, karsinomabronco alveolar.

Staging (penderajatan atau tingkatan) Carsinoma paru dibagi

berdasarkan jenis histologis Carsinoma paru. Staging ini penting untuk

menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien.

Staging berdasarkan ukuran dan lokasi tumor primer, keterlibatan organ

dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kelenjar getah bening (N),

atau penyebaran jauh (M), (Syahruddin, 2006) :

1. Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil

a. Staging / tingkatan terbatas.

b. Tumor ditemukan didalam satu paru dan penjelaran ke kelenjar

getah bening dalam paru yang sama.

c. Staging / tingkatan luas.


21

d. Tumor telah menyebar keluar dari satu paru atau ke organ lain

diluar paru.

2. Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan SelKecil

a. Staging / tingkat I A/B

Satu tumor ukuran kurang atau lebih dari 3 cm pada satu lobus

paru.

b. Staging / tingkat II A/B

Satu tumor dalam lobus paru melekat ke dinding dada atau

menyebar ke kelenjar getah bening di dalam paru yang sama.

c. Staging / tingkat III A

Tumor yang menyebar ke kelenjar getah bening di dalam area

trakeal memasuki dinding dada dan diafragma.

d. Staging / tingkat III B

Tumor yang menyebar ke nodes getah bening pada paru atau di

dalam leher.

e. Staging / tingkat IV

Tumor yang menyebar kebagian lain paru atau organ lain di luar

paru.

D. Metastasis

Carsinoma paru dapat menyebar (metastasis) ke setiap organ di

dalam tubuh, terutama kelenjar adrenal, hati / hepar, otak, ginjal dan

tulang (Jusuf dkk, 2009).

Jika Carsinoma telah menyerang saraf, dapat menimbulkan nyeri

bahu hingga bagian luar lengan (pancoast sindrome) atau kelumpuhan

pita suara menyebabkan suara serak. Invasi kerongkongan dapat


22

menyebabkan kesulitan menelan (disfagia). Jika napas terhambat,

menyebabkan infeksi (abses, radang paru-paru) di daerah yang

terhambat. Gejala yang terkait dengan metastasis Carsinoma paru yang

telah menyebar ke tulang dapat menghasilkan/ mengakibatkan rasa sakit

yang hebat di tulang. Sedangkan Carsinoma yang telah menyebar ke

otak dapat menyebabkan sejumlah gejala neurologis seperti penglihatan

kabur, sakit kepala, kejang, atau gejala stroke seperti kelemahan atau

hilangnya sensasi di bagian tubuh.

Metastasis adalah kemampuan sel tumor untuk berpindah ke

tempat yang jauh dari tumor primer sehingga bila masuk ke organ

tersebut maka akan tumbuh atau berkembang di organ yang baru

ditempatinya. Oleh sebab itu metastasis menyebabkan peningkatan

angka kesakitan dan bahkan kematian. Kejadian tersebut juga

merupakan salah satu tanda utama tumor ganas, sebab tumor jinak tidak

mengalami metastasis (Bandaso, 2003).

Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh

darah, namun demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya

rongga abdomen dan melalui cairan tubuh misalnya liquor cerebro

spinalis. Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel

kanker untuk melakukaninvasi ke dalam jaringan sekitarnya dan

seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya

metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel

ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan sel, pertambahan

motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk

pembuluh darah baru (angiogenesis). Walaupun suatu tumor ganas yang


23

terdiri dari berjuta-juta sel, ternyata tidak semua sel mempunyai

kemampuan untuk ber metastasis (Bandaso, 2003).

E. Komponen Dasar CT Scan

MSCTmerupakan perpaduan antara teknologi sinar-X, komputer

dan televisi. Prinsip kerjanya yaitu berkas sinar-X yang terkolimasi dan

adanya detektor. Di dalam komputer terjadi proses pengolahan dan

perekonstruksian gambar dengan penerapan prinsip matematika atau

yang lebih dikenal dengan rekonstruksi algorithma. Setelah proses

pengolahan selesai, maka data yang telah diperoleh berupa data digital

yang selanjutnya diubah menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar

monitor. Gambar yang ditampilkan dalam layar monitor selanjutnya

diubah menjadi data analog untuk ditampilkan ke layar monitor. Gambar

yang ditampilkan dalam layar monitor berupa informasi anatomis irisan

tubuh.

Prinsip kerja pada MSCT adalah hanya dapat menggambarkan

tubuh dengan irisan melintang atau irisan aksial. Namun dengan

memanfaatkan teknologi komputer maka gambaran aksial yang telah

didapatkan dapat direformat kembali sehingga didapatkan gambaran

coronal, sagital, oblik. diagonal bahkan bentuk 3 dimensi dari objek

tersebut (Rasad, 2000).

1. Prinsip Kerja MSCT

Sejak tahun 1990an ada tipe baru dari jenis scanner yang

dikembangkan, yang biasa disebut MSCT Volume (Spiral). Dengan

sistem ini pasien secara terus menerus bergerak lambat melewati

aperture selama perputaran 360o dari tabung sinar X dan detektor,


24

menghasilkan helical atau gulungan data akuisisi. Dengan cara ini

volume dari sebuah jaringan dapat dievaluasi dan dapat tersimpan

daripada slice individu pada sistem lain.

Sistem ini terdapat tiga sampai empat generasi detektor,

tergantung dari pabrikan. Perkembangan dari slip ring yang

memindahkan tekanan tinggi dari tabung sinar x yang menyediakan

rotasi tabung yang kontinyu, seperti kebutuhan scanning tipe helical.

Gambar 4. Multislice Scan dengan rotasi 360o dari tabung dan


detektor dengan pergerakan pasien kedalam dan keluar (Bontrager,
2001)

Perkembangan dari teknologi slip ring adalah dengan

menyediakan rotasi tabung yang continue, yang dikombinasikan

dengan pergerakan pasien yang membentuk scan tipe helical atau

spiral dengan total waktu scanning setengah atau kurang dari

generasi ketiga atau keempat dari MSCT.

a. Keuntungan MSCT

Kecepatan imejing adalah keuntungan dari multislice CT,

terlebih ketika pergerakan pasien dapat dikurangi. Misalkan,

empat slice dalam waktu 0,5 detik, scaning bersamaan untuk 4


25

slice yang dapat memperoleh data hingga 8 kali lebih cepat

daripada single slice CT. kecepatan dalam imejing ini

memungkinkan CT cardiovascular, CT anak, dan kasus lain yang

membutuhkan waktu eksposi yang cepat.

Keuntungan kedua dari kecepatan adalah kemampuan

memperoleh jumlah yang besar dari irisan yang tipis secara cepat.

Sebagai contoh, memungkinkan CT angiografi dengan kontras

media yang sedikit atau CT abdomen yang lengkap

memungkinkan irisan yang sangat kecil yaitu 2 hingga 3 mm

dengan pemeriksaan yang cepat.

b. Kekurangan MSCT

Satu kekurangan dari multislice CT adalah harga yang

tinggi. Ada juga beberapa keterbatasan hasil gambaran yang

memerlukan sistem interpolasi data yaitu merubah data spiral

menjadi irisan.

2. Komponen MSCT

MSCT memiliki 2 komponen dasar yang sangat penting yaitu

unit scan dan unit consul, kedua komponen tersebut adalah hal yang

wajib dan pasti ada dalam sebuah MSCT. Kedua unit tersebut

terdapat dalam ruangan yang berbeda dimana unit scan berada dalam

suatu ruangan guna pemeriksaan CT, sedangkan unit konsul berada

diluar ruang pemeriksaan menghindari paparan radiasi yang ada.


26

a. Scan unit terdiri dari:

1) Gantry

Di dalam MSCT, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan

meja tersebut dapat bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri

dari beberapa perangkat keras yang keberadaannya sangat

diperlukan untuk menghasilkan suatu gambaran. Perangkat

keras tersebut antara lain tabung sinar-X, kolimator, dan

detektor.

2) Tabung Sinar-X

Berdasarkan strukturnya tabung sinar-X sangat mirip dengan

tabung sinar-X konvensional, namun perbedaannya terletak

pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang

tinggi. Panas yang cukup tinggi dengan elektron-elektron yang

menumbuknya. Ukuran fokal spot yang cukup kecil (kurang dari

1 mm) sangat dibutuhkan untuk menghasilkan resolusi yang

tinggi.

3) Kolimator

Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur,

membatasi jumlah sinar-X yang sampai ke tubuh pasien serta

untuk meningkatkan kualitas gambar, tidak seperti pada

pesawat radiografi konvensional. MSCT menggunakan 2 buah

kolimator. Kolimator pertama diletakkan pada rumah tabung

sinar-X yang disebut pre pasien kolimator dan kolimator yang

kedua diletakkan antara pasien dan detektor yang disebut pre

detektor kolimator atau post pasien kolimator.


27

4) Detektor

Selama eksposi, berkas sinar-X (foton) menembus pasien dan

mengalami perlemahan (attenuasi). Sisa-sisa foton yang telah

terattenuasi kemudian ditangkap oleh detektor. Ketika detektor

menerima sisa-sisa foton tersebut, foton berinteraksi dengan

detektor dan memproduksi sinyal dengan arus yang kecil yang

disebut sinar output analog. Sinyal ini besarnya sebanding

dengan intensitas radiasi yang diterima. Kemampuan

penyerapan detektor yang tinggi akan berakibat kualitas

gambar yang dihasilkan menjadi lebih optimal. Detektor memiliki

2 tipe yaitu detektor solid stete dan detektor irisan gas.

5) Meja Pemeriksaan (Couch)

Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan

pasien. Meja ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan

adanya bahan ini maka sinar-X yang menembus pasien tidak

terhalangi jalannya untuk menuju detektor. Meja ini harus kuat

dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh pasien

selama meja bergerak ke dalam gantry.

6) Unit Console

Unit Console tersedia dalam berbagai variasi. MSCT generasi

awal masih menggunakan 2 sistem konsul yaitu untuk

pengoperasian MSCT sendiri dan untuk perekaman dan

pencetakan gambar. Model yang terbaru sudah memiliki banyak

kelebihan dan banyak fungsi. Bagian dari sistem konsul ini


28

yaitu :sistem kontrol, sistem pencetakan gambar, sistem

perekaman gambar.

Gambar 5. Scaning Unit dan Console Unit, Courtesy Philip


Medical System (Bontrager, 2001)

3. Parameter MSCT

Gambaran pada MSCT dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-

berkas sinar-X yang mengalami perlemahan serta menembus obyek,

ditangkap detektor, dan dilakukan pengolahan di dalam komputer.

Penampilan gambar yang baik tergantung dari kualitas gambar yang

dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat

dimanfaatkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosa.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam MSCT dikenal

beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar

yang optimal.

a. Slice Thickness

Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari

obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 - 10 mm

sesuai dengan keperluan klinis. Pada umumnya ukuran yang tebal


29

akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah,

sebaliknya yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail

yang tinggi.

b. Range

Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari

beberapa slice thickness. Sebagai contoh untuk MSCT thorax,

range yang digunakan adalah sama yaitu 5-10 mm mulai dari apeks

paru sampai diafragma. Pemanfaatan dari range adalah untuk

mendapatkan ketebalan irisan yang sama pada satu lapangan

pemeriksaan.

c. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA)

dan waktu eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih

secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Namun kadang-

kadang pengaturan tegangan tabung diatur ulang untuk

menyesuaikan ketebalan objek yang akan diperiksa (rentangnya

antara 80 – 140 kV). Tegangan tabung yang tinggi biasanya

dimanfaatkan untuk pemeriksaan paru dan struktur tulang seperti

pelvis dan vertebra. Tujuannya adalah untuk mendapatkan resolusi

gambar yang tinggi sehubungan dengan letak dan struktur

penyusunnya.

d. Field of View (FoV)

Field of View adalah maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada


30

rentang 12-50 cm. FoV yang kecil maka akan mereduksi ukuran

pixel (picture element), sehingga dalam proses rekonstruksi matriks

gambarannya akan menjadi lebih teliti. Namun, jika ukuran FoV

terlalu kecil maka area yang mungkin dibutuhkan untuk keperluan

klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

e. Gantry tilting

Gantry tilting adalah sudut yang dibentuk antara bidang

vertikal dengan gantry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang

penyudutan –250 sampai + 250. Penyudutan dari gantry bertujuan

untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang harus

dihadapi.

f. Rekonstruksi Matriks

Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom pada

picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar.

Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512 x 512 (5122)

yaitu 512 baris dan 512 kolom. Rekonstruksi matriks ini

berpengaruh terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan.

Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusi

yang akan dihasilkan.

g. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis

(algorithma) yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil

dan karakteristik dari gambar MSCT tergantung pada kuatnya

algorithma yang dipilih. Sebagian besar MSCT sudah memiliki

standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala, abdomen,


31

dan lain-lain. Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih, maka

semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan. Dengan

adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan

jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar

monitor.

h. Window setting

Window Width adalah rentang nilai computed tomography

yang akan dikonversi menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam

TV monitor.

Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui

rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi

menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai

computedtomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield

Unit) yang diambil dari nama penemu MSCT kepala pertama kali

yaitu Godfrey Hounsfield.

Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih


Otot +50 Abu-abu
Materi putih +45 Abu-abu menyala
Materi abu-abu +40 Abu-abu
Darah +20 Abu-abu
CSF +15 Abu-abu
Air 0
Lemak -100 Abu-abu gelap ke
Paru -200 hitam
Udara -1000 Abu-abu gelap ke
hitam
Hitam

Tabel 1. Berikut ini tabel nilai CT pada jaringan yang berbeda


penampakannya pada layar monitor (Bontrager, 2001)
32

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk

tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai + 3000 HU.

Sedangkan untuk kondisi udara nilai ini adalah air dengan yang

dimiliki – 1000 HU. Diantara rentang tersebut merupakan jaringan

atau substansi lain dengan nilai berbeda-beda pula tergantung pada

tingkat perlemahannya. Dengan demikian penampakan tulang

dalam monitor menjadi putih dan penampakan udara hitam.

Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu

yang bertingkat yang disebut Gray Scale. Khusus untuk darah yang

semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi

putih jika diberi media kontras Iodine.

i. Window Level

Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan

untuk penampakan gambar. Nilainya dapat dipilih tergantung pada

karakteristik perlemahan dari struktur objek yang diperiksa. Window

level ini menentukan densitas gambar yang akan dihasilkan.CT

guiding (Somatom Sensation 64, Siemens) menerapkan protokol

khusus untuk CT biopsi thorax.

kVp 120
mAs 200
Matriks 512 x 512
Kolimasi 64 x 0,625 mm
Slice Thickness 5 mm
Tabel 2: Parameter Pemeriksaan MSCTTTB (Manhire A., 2003)

Selama prosedur dilakukan, teknik low dose 5 mm scan axial

yang biasanya cukup untuk memantau kemajuan jarum dan untuk


33

mendeteksi komplikasi. Penurunan tabung saat ini untuk 30-50 mAs

menghasilkan pengurangan total radiasi dosis untuk pasien . Selama

pemeriksaan scan, setidaknya satu superior dan satu bagian CT low

dose penusukan ujung jarum diperlukan. (Manhire A,, et al 2003.)

F. Prosedur Pemeriksaan MSCT Thoraco Abdominal Pada Pasien

Carsinoma Paru Metastasis Ke Hepar

1. Persiapan Pasien

persiapan pasien pada pemeriksan MSCT thorako abdominal

pada pasien Ca paru metastasis ke hepar sesuai dengan teori

menurut Neseth (2000).

Persiapan pasien pada pemeriksaan MSCT thorako abdominal

pada pasien Ca paru metastasis ke hepar yaitu puasa ± 6 jam, cek

ureum creatinin, melepas benda-benda yang bisa menimbulkan

artefak pada area yang akan diperiksa (thorax abdomen), pasien

mengisi informed concent sebelum pemeriksaan dimulai, serta

memberikan penjelasan secara singkat mengenai prosedur

pemeriksaan.

2. Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan alat dan bahan yang dilakukan pada pemeriksan

MSCT thorax abdomen pada pasien Carsinoma paru metastasis ke

hepar menurut Neseth (2000).

Persiapan alat dan bahan pada pemeriksaan MSCT thorax

abdomen adalah sebagai berikut : Pesawat MSCT 64 slice, injektor,

selimut, oksigen sentral, standar infus, alat fiksasi (straps), printer fuji,
34

film CT Scan, media kontras ultravist ± 90 ml, Nacl 100 ml, obat anti

histamin, abocath no 20, kapas/ kassa alkohol.

3. Persiapan Media Kontras

Menurut Siemens medical (2008), menggunakan persiapan

media kontras oral dan intravena. Pemberian media kontras intra

vena menggunakan teknik biphase dengan flow rate 4-5 ml/detik.

4. Prosedur Pemeriksaan MSCT Thoracoabdominal Pada Pasien

Carsinoma Paru Metastasis ke Hepar

a. Posisi Pasien dan Posisi Objek

Posisi pasien pada pemeriksaan MSCT thorax abdomen

pada pasien Ca Paru metastasis ke hepar yaitu posisi pasien

supinediatas meja pemeriksaan dengan posisi feet first dan

kedua tangan berada di atas kepala lalu pasien diselimuti dan

dipasang alat fiksasi (straps) pada tubuh pasien. Mid sagital plane

(MSP) diatur sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan mid

coronal plane (MCP) sejajar dengan lampu indikator horisontal.

(Yaqoob J, 2004).

b. Teknik Scanning

Teknik Scanning pada pemeriksaan MSCT thorako

abdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke hepar

Parameter MSCT thorako abdominal menurut Yaqoob J (2004),

area scan dimulai dari apeks paru sampai symphysis pubis, slice

thickness 5 mm, menggunakan teknik biphase.

Teknik scanning pada pemeriksaan MSCT thorako

abdominal pada pasien Ca paru metastasis ke hepar dengan


35

menggunakan biphase yaitu dimulai dengan pembuatan

scannogram, dengan parameter scan: kV 120, mA 30, area scan

apeks paru sampai symphysis pubis, WW 1500, WL 20.

Dilanjutkan scanning pre kontras dengan parameter scan: kV

120, mA 463, slice thickness 7 mm, area scan dari apeks paru

sampai sympisis pubic, WW 360, WL 60. Langkah selanjutnya

dilakukan scanning post kontras, menggunakan teknik biphase.

Phase artery ± 25 detik post injeksi, dengan parameter scan: kV

140, mA 396, area scan dari apeks paru sampai symphysis pubis,

slice thickness 7 mm, flow rate 3 ml/ detik, WW 360, WL 60.

Phase portal ± 50 detik post injeksi, dengan parameter scan: kV

140, mA 396, area scan dari apeks paru sampai symphysis pubis,

slice thickness 7 mm, flow rate 3 ml/ detik, WW 360, WL 60.

c. KriteriaGambar

Berikut adalah 6 contoh irisan axial thorax abdomen pada

pemeriksaan CT Scan thorax dan abdomen (Moeller, 2001).

1) Potongan axial 1
36

Gambar 2.6. Potongan axial 1 setinggi thoracic vertebra 2 dan bidang


scanning-nya (Moeller, 2001)
Keterangan :

A. Internal jugular vein F. Left lung


B. Internal carotid artery G. Supraspinatus muscle
C. Thoracic vertebra 2 H. Scapula
D. Spinal cord I. Trachea
E. Esophagus J. Thyroid gland

2) Potonganaxial 2

Gambar 2.7. Potongan axial 2 setinggi carina dan bidang scanning-


nya (Moeller, 2001)

Keterangan :
A. Infraspinatus muscle F. Esophagus
B. Right lung G. Left main stem bronchus
C. Superior vena cava H. Descending aorta
D. Right main stem bronchus I. Pulmonary trunk
E. Right pulmonary artery J. Ascending aorta
3) Potonganaxial 3

3) Potongan Axial 3
37

Gambar 2.8. Potongan axial 3 setinggi vertebra thoracal 11 dan


bidang scanning-nya (Moeller, 2001)

Keterangan :
A. Liver (right lobe) E. Descending aorta
B. Right lung F. Spleen
C. Erector spinae muscle G. Stomach
D. Inferior vena cava H. Liver (left lobe)

4) Potongan axial 4

Gambar 2.9. Potongan axial 4 setinggi vertebra thoracal 12 dan


bidang scanning-nya (Moeller, 2001)

Keterangan :

F. Liver (right lobe) A. Stomach


G. Caudate lobe of liver B. Pancreas
H. Hepatic portal vein C. Spleen
I. Inferior vena cava D. Descending colon
J. Abdominal aorta E. Left lobe of liver

5) Potongan axial 5
38

Gambar 2.10. Potongan axial 5 setinggi vertebra lumbal 3 dan bidang


scanning-nya (Moeller, 2001)

Keterangan :

A. Liver F. Abdominal aorta


B. Renal cortex G. Vertebra lumbal
C. Renal pelvis H. Renal vein
D. Gallbladder I. Descending colon
E. Inferior vena cava J. SMA and SMV

6) Potongan axial 6

Gambar 2.11. Potongan axial 6 setinggi sacrum dan bidang scanning-


nya (Moeller, 2001)
Keterangan :

A. Gluteus medius muscle


B. Ilium (body)
C. Urinary bladder
D. Rectum
E. Sigmoid colon
F. Iliopsoas muscle

G. Pemeriksaan CT Scan Dengan Tehnik Bolus Tracking

Dengan menggunakan pesawat MSCT Scan 64 Slice, peranan

bolus tracking adalah untuk memaksimalkan dalam penggunaan kontras

media untuk memvisualisasikan organ dan selain itu teknik bolus tracking
39

untuk membantu penggunaan saat scan klinis hal ini dilakukan dengan

scan locator dan tracker, scan locator digunakan untuk mencari dan

membantu untuk mendapatkan gambaran dengan memperlihatkan

penyegatan kontras media, setelah mendapatkan penyegatan bahan

kontras pada area yang telah ditempatkan ROI, proses scanning akan

berjalan secara otomatis, paa dasarnya tahapan yang dilakukan pada

teknik bolus tracking terdiri dari tiga tahapan yaitu locator, tracker, dan

klinis. Locator dan tracker di scan pada posisi yang sama sebagai garis

tunggal pada surview

a) Scan locator sebagai penentuan lokasi ROI sebelum pemberian

kontras media

b) Scan tracker memonitor konsentrasi zat kontras yang telah ditetapkan

ROI scan tracker dapat dihentikan secara manual dengan mengklik

“Start Klinik Scan” dialog box, sebelum mencapai threshold.

Fungsi bolus tracking memberikan keuntungan sebagai berikut :

1) Melakukan tracking secara otomatis

2) Praktis dalam kaitan mengatur kontras media

3) Kemampuan untuk meningkatkan diferensation antara fase ( seperti

fase – fase vena portal dan arteri )

4) Scan otomatis berdasarkan nilai threshold

5) Scan mulai didasarkan pada monitor injector

6) Protocol perencanaan dan modifikasi untuk bolus tracking awal scan

locator, tracker, dan klinis

7) Ambang batas kontras adalah 150 HU

8) Penundaan waktu diprogram antara awal injeksi dan awal scan


40

Bolus tracking merupakan suatu fitur software yang memperlihatkan

real time monitoring (penampakan langsung) penyengatan kontras pada

suatu area scan yang dituju yaitu ketika sudah mencapai nilai 100-200

HU. Setelah beberapa saat kontras media disuntikan ke dalam pembuluh

darah. Area ini disebut dengan region of interest (ROI) (Dubai Health

Radiologi, 2010)

Fase – fase bolus tracking memiliki 3 macam fase penting, yakni :

a) Fase baseline (baseline phase) merupakan fase pengambilan satu

gambar un-enhanche pada organ / anatomi yang dikehendaki, untuk

selanjutnya akan ditentukan sebagai daerah ROI dan menjadi titik

pengamatan penyegatan kontras media.

b) Fase Monitoring (monitoring phase) merupakan fase pengamatan

mulai terjadinya penyegatan di daerah ROI, ditandai dengan sekitar

20% kontras media yang disuntikan telah mencapai area tersebut

c) Fase scan (scan Phase) merupakan fase dimana petugas operator

CT Scan mengintruksikan pasien untuk tahan napas, ketika daerah

ROI menunjukkan enhancement maksimal dan grafik menunjukkan

nilai HU tertinggi, selanjutnya dilakukan proses scanning

pengambilan gambar.

a. Prosedur pemberian media kontras intra vena

Pemberian media kontras intra vena bertujuan untuk menampakkan

enhance struktur vaskuler seperti aorta abdominalis, arteri-arteri dan vena

di abdomen (Nesseth, 2000). Media kontras yang digunakan 100-150 ml.


41

Kontras iodine dengan flow rate 3 ml/s, scan delay yang digunakan untuk

fase arteri awal antara 20 sampai 30 detik dan untuk fase arteri tunda 15

detik, setelahnya sedangkan fase vena 60-80 detik. Untuk fase nefrografi

dengan 40-60 detik ( Seeram, 2001)

Terdapat dua teknik penentuan contrast arrival time atau TCMT

(Contrast Media Transit Time) dalam pemeriksaan MSCT yaitu :

1. Metode Tes Bolus

Metode tes bolus menggunakan injeksi media kontras dalam jumlah

kecil dan multiple scan dosis rendah pada arteri tertentu sampai

media kontras tervisualisasi pada arteri tersebut. Tes ini akan

memberikan nilai waktu yang akurat, kapan media kontras akan

mengisi arteri tersebut. TCMT adalah waktu peak enhancement

mdeia kontras pembuluh darah. Scan delay ditentukan dengan

menambah beberapa detik dari nilai TCMT media kontras

(Lipson,2006)

ada 4 metode tes bolus pemasukkan media kontras (Seeram, 2001)

a) Single Bolus

Media kontras intravaskuler disuntikan secara bolus 60-100

ml yang bertahan sekitar 20-40 detik dan setelah itu kontras

masuk ke ekstravaskuler. Metode ini digunakan pada daerah

tertentu dengan dynamic scanning.

b) Drip Infusion

Teknik ini adalah teknik alternatif jika intravena tidak

dimungkinkan. Media kontras disuntikan melalui infus dan

bertahan sekitar 3-5 menit


42

c) Bolus followed by drip infusion

Pertama 30 ml kontras dimasukkan secara bolus injection ,

kemudia diikuti secara cepat melalui infus. Volume kontras

seluruhnya adalah 150 ml. Scanning dimulai 1 menit setelah

pemasukan dan mampu bertahan 10-15 menit. Teknik ini

digunakan untuk melihat vaskuler hepar dan soft tissue.

d) Drip infusion followed by bolus injcetion

Teknik ini biasanya digunakan untuk menilai pancreas dan

ginjal. Media kontras 150 ml dimasukkan dengan cepat melalui

infus. Untuk bolusnya tergantung kebutuhan dan area yang

diperiksa.

2. Metode bolus tracking

Tes ini tidak menggunakan tes injeksi. Media kontras

diinjeksikan menggunakan injektor otomatis, dan pesawat CT Scan

melakukan scanning pada pembuluh darah tertentu. Nilai TCMT

akan didapat secara otomatis setelah nilai HU tersebut dicapai

(Lipson,2006)

Beberapa modalitas CT Scan memiliki program ini dalam

sistemnya, region of interest (ROI) lingkaran diletakkan pada

pembuluh darah tertentu, pada gambar pre kontras. Seril scan

monitoring dilakukan pada daerah ROI bersamaan media kontras

diinjeksikan dan penyegatan pada ROI tervisualisasi pada layar

monitor. Nilai TCMT merupakan waktu tercapainya nilai penyengatan

media kontras pada ROI, (contoh 100 HU) dan scanning penuh

dilakukan 2-8 detik setelah batas HU tercapai, sesuai dengan jenis


43

pesawat CT Scan yang digunakan dan jarak longitudinal dari daerah

monitoring ROI dan batas awal area scanning. Metode ini merupakan

teknik yang praktis dan tepat untuk pemeriksaan rutin dan

mempunyai keuntungan tidak membutuhkan tes injeksi media kontras

( D. Fleischmann, 2006 )

Bolus Tracking Principle


Pre Start Monitoring Spiral
monitoring injection scan scan
scan

15s 7s

ROI
Adjust 100 MU
Patient individual start of
the spiral scan

Gambar 2.12 flow chart teknik bolus tracking, siemens manual Book,
(2008)

H. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana persiapan pasien pada pemeriksaan MSCT

thoracoabdominal pada pasien carsinoma paru metastasis ke hepar

di RSU Haji Surabaya?

2. Alat dan bahan apa saya yang diperlukan untuk pemeriksaan MSCT

thoracoabdominal pada pasien carsinoma paru metastasis ke hepar

di RSU Haji Surabaya?

3. Berapa Volume media kontras yang digunakan dalam pemeriksaan

MSCT thoracoabdominal pada pasien carsinoma paru metastasis ke

hepar di RSU Haji Surabaya?


44

4. Mengapa pada pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya volume

media kontras yang diinjeksikan 70-80 ml ?

5. Mengapa pada pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya

menggunakan triple phase dengan Bolus Tracking?

6. Mengapa pada pemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya

menggunakan waktu scan 60 – 70 detik (venous phase) ?

7. Bagaimana informasi citra yang dihasilkan padaprosedur

pelaksanaan MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru

metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya?

8. Apakahpemeriksaan MSCT thoracoabdominal pada pasien

Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji Surabaya

menggunakan triple phase dengan Bolus Tracking lebih menegakkan

diagnosa ?

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
45

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

B. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari tiga radiografer dan tiga dokter

Spesialis Radiologi yang terlibat dalam pemeriksaan MSCT

thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU

Haji surabaya.

C. Lokasi Penelitian

Pengambilan data yang menunjang penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

dilakukan di RSU Haji surabaya..

D. Waktu Pengambilan Data

Waktu pengambilan data awal dilakukan pada bulan April sampai

dengan Juni 2017 .

E. Metode Pengambilan Data

1. Observasi

Penulis mengamati secara langsung prosedur pemeriksaan

MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke

di RSU Haji surabaya.

2. Wawancara Mendalam

Untuk melengkapi data yang menunjang penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini, maka penulis juga melakukan wawancara langsung kepada

Radiografer dan Dokter Spesialis Radiologi, berkenaan dengan

subyek masalah penelitian ini.

3. Dokumentasi
46

Mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan teknik

pemeriksaan MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru

metastasis ke hepar di RSU Haji surabaya., seperti rekam medis, hasil

expertise, gambar CT Scan dan lain-lain.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini yaitu : pedoman observasi, pedoman wawancara, tape recorder,

kamera digital dan alat tulis.

G. Analisis Data

Analisis data dimulai dengan melakukan pengolahan data yang di

peroleh melalui observasi secara langsung terhadap jalannya pemeriksaan,

pada teknik pemeriksaan MSCT thorakoabdominal pada pasien Carsinoma

paru metastasis ke hepar di RSU Haji surabaya. Dari hasil pengamatan

tersebut penulis menemukan masalah yang melatar belakangi dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Kemudian penulis mengumpulkan

berbagai data-data pendukung dengan melakukan wawancara dengan

radiografer dan dokter Spesialis Radiologi yang berkaitan dengan

pemeriksaan tersebut.

Data yang telah terkumpul dalam bentuk transkrip wawancara

kemudian dilakukan reduksi data. Setelah dilakukan reduksi data maka

dilakukan sistem koding terbuka dengan menganalisis berdasarkan hasil

wawancara dengan responden dan pengambilan data dari observasi.

Koding terbuka dilakukan untuk meningkatkan validitas dari data yang

terkumpul. Data yang telah terkumpul selanjutnya disajikan dalam bentuk


47

kuotasi yaitu hasil observasi dan pendapat-pendapat responden, sehingga

dapat diambil kesimpulan.

H. Alur Penelitian

Teknik Pemeriksaan MSCT Thorakoabdominal pada Pasien Carsinoma Paru


Metastasis ke Hepar

Prosedur pemeriksaan MSCT Prosedur pemeriksaan MSCT


thorakoabdominal secara teori thorakoabdominal pada pasien
Carsinoma paru metastasis ke
hepar
di RSU Haji surabaya.

Rumusan Masalah :
1. Bagaimana teknik pemeriksaan MSCT thorakoabdominal pada pasien
Carsinoma paru metastasis ke hepar di RSU Haji surabaya. ?
2. Mengapa menggunakan teknik triple phase pada pemeriksaan MSCT
thorakoabdominal pada pasien Carsinoma paru metastasis ke hepar di
RSU Haji surabaya?
3. Mengapa Prosedur MSCT menggunakan waktu scan 60 -70 detik ( Vase
Venous) ?
4. Mengapa media kontras yang digunakan 70 – 80 ml ?

Pengumpulan data

Pengolahan data
DAFTAR PUSTAKA

Analisis data dan


pembahasan

Kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2007. Teknik Pemeriksaan CT Scan Toraks Pada Kasus Massa Paru
di Instalasi Radiologi Rumah sakit Umum Banyumas. Politeknik
Kesehatan Semarang.
48

Bandaso, R. 2003. Aspek Patobiologi Metastasis. Departmental Periodic


Scientific Meeting.

Basmajian, J.V. And Slonecker, C. 1995. “Grant’s Method of Anatomy 11th ed “,


Binapura Aksara : Jakarta.

Bontrager, K.L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning and Related


Anatomy. Edisi V. Mosby Inc : Missiouri.

Brado, D. 2009. Komputer dan konsul. Akses tanggal 20 Mei 2010.

Dirmanto. 2008. Pemeriksaan Darah Guna Mendeteksi Kanker Paru. http://blog-


indonesia.com. Akses tanggal 20 Mei 2010.

Edelhart, K. 2006. Lung Anatomy. Akses tanggal 20 Mei 2010.

Galanski and Prokop. 2003. Principles and Techniques of Images Reconstruction


with CT-Scan in Cerebral Computed Tomography. WB. Saunders
Company, Second Edition.

Hasan, Z. 2006. Teknik Pemeriksaan CT Scan Liver Pada Kasus Metastasis di


Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung.
Politeknik Kesehatan Semarang.

Jusuf, A. Dkk. 2009. Kanker paru jenis   karsinoma bukan sel kecil . Pedoman
nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI
dan POI : Jakarta.

Moeller. 2001. Pocket Atlas of Sectional Anatomy CT and MRI Volume 2: Thorax,
Abdomen and pelvis. New York.

Nagel, H. 2004. Multislice CT Technology, Germany, www.multislice.com. Akses


Mei 2010.

Netter, F. 1998. Atlas of Clinical Anatomy. Novartis : USA.

Neseth, W. 2000. Procedures and Documentation for CT and MRI. Mc Graw Hill
Medical Publishing Division : Kansas.

Pearce, E.C. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic. PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.

Politeknik Kesehatan Semarang Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Penulisan
Tugas Akhir : Semarang.

Saunders, E. 2006. Multislice CT Principles and Protocols. First edition :


Calipornia.
49

Seeram, E. 2001. Computed Tomography : Physical Principles, Clinical


Applications, and Quality Control, WB. Saunders Company : USA.

Siemens medical. 2007. Somatom Sensation 40/64 Application Guide Protocols


Principles helpful Hints Sofware Version syngo CT 2007S.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC : Jakarta.

Snell, S.1995. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC : Jakarta.

Sutisna, H. 1995. Patologi. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Syahruddin, E. 2006. Characteristic patients in Indonesian association for the


study of lung cancer data. In Proceeding book. The 4th Scientific
Respiratory Medicine Meeting. PIPKRA 2006. Departement of
Pulmonology and respiratory Medicine, faculty of Medicine, University of
Indonesia : Jakarta.

Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat.Edisi I. EGC : Jakarta.

Tortorici, M.R and Patrick, J.A. 1995. Advanced Radiographic and Angiographic
Procedures with an Introduction to Specialized Imaging. FA. Davis
Company : Philadelphia.

Wasripin. 2007. Teknik Pemeriksaan CT Scan Thorax pada Kasus Kanker Paru.
Akses tanggal 20 Mei 2010.

Anda mungkin juga menyukai