Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Realisasi Penyerapan APBN

OLEH :

ANDI SUCI WAFIQ AZIZAH

210610502053

ILMU HUKUM 02/B

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
Kata Pengantar

Puji kami syukur panjatkan ke hadirat Allah AWT, yang atas limpahan rahmatNya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Realisasi Penyerapan APBN dengan
lancar. Makalah ini disusun penulis sebagai tugas mata kuliah Hukum Pajak
Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kealpaan. Karena itu, kritik dan saran yang membangun akan selalu saya
sambut dengan baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari makalah ini khususnya bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.

Makassar,28 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................................... i

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian APBN........................................................................................................ 3

2.2 Struktur APBN............................................................................................................ 4

2.3 Fungsi APBN.............................................................................................................. 4

2.4 Penyerapan Anggaran................................................................................................ 5

2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan APBN................................................ 10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 12

3.2 Saran........................................................................................................................... 13

Daftar Pustaka................................................................................................................... iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rendahnya tingkat penyerapan anggaran di Indonesia merupakan fenomena yang hampir


selalu terjadi setiap tahun. Kendatipun undang-undang tentang keuangan negara telah
dihasilkan lima tahun yang lalu, dan perangkat undang-undang tentang perbendaharaan
negara yaitu UU No. 1 tahun 2004 telah dipraktekan dalam empat tahun terakhir ini,
namun masalah lambatnya penyerapan dana APBN oleh kementerian negara/lembaga dan
satker-satker di bawahnya masih saja terus terjadi.

Dana yang sudah dianggarkan di APBN-P tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat, hal ini berarti adanya iddle money. Bisa dibayangkan, bila dana
tersebut dapat diserap dengan lebih baik, maka akan dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan mempercepat pembangunan di Indonesia. Rendahnya tingkat realisasi
penyerapan anggaran ini tentu menimbulkan lambatnya penerimaan hasil pembangunan
oleh masyarakat. Lambatnya hasil pembangunan yang diterima masyarakat akan dapat
berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah selaku
pelaksana pembangunan. Menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah akan dapat berdampak terhadap kondisi politik di Indonesia.

Bisa dilihat data tentang penyerapan anggaran di setiap tahun, rata-rata penyerapan
anggaran sangat rendah di awal tahun, bahkan ketika melewati triwulan kedua, realisasi
belanja negara masih rendah. Sayangnya, banyak instansi pemerintah yang terlalu berhati-
hati ketika melakukan pengeluaran anggarannya, terutama untuk belanja modal. Sehingga
terkesan lambat dan tidak optimal dalam memanfaatkan waktu. Tahun anggaran yang dua
belas bulan seakan akan hanya efektif selama 5 - 6 bulan. Banyak satuan kerja yang baru
bekerja pada triwulan kedua, dan ini selalu berulang setiap tahunnya.

Realisasi pendapatan negara dan hibah sampai dengan akhir Mei 2022 telah mencapai
Rp572 triliun, atau 34,3 persen dari target dalam APBN 2022 yang sebesar Rp1.667,1
triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, realisasi pendapatan negara dan hibah baru
mencapai sekitar 32,8 persen atau Rp502,2 triliun, dari target dalam APBN 2021 yang
sebesar Rp1.529,7 triliun.

Sementara itu, dari sisi belanja, hingga akhir Mei 2022, realisasi belanja negara telah
mencapai Rp605,7 triliun. Angka ini sekitar 32,9 persen dari target yang ditetapkan dalam
APBN 2022 sebesar Rp1.842,5 triliun. Sebagai perbandingan, realisasi belanja negara
pada periode yang sama tahun 2021 baru mencapai Rp528,1 triliun, atau sekitar 31,4
persen dari target APBN 2013 yang sebesar Rp1.683 triliun. Dalam hal ini realisasi
pendapatan dan belanja negara pada tahun 2022 lebih baik daripada tahun lalu.

Dalam hal ini, penulis berkeinginan untuk membahas lebih lanjut mengenai realisasi
penyerapan APBN melalui makalah ini. Hal ini diperlukan untuk menambah pemahaman
pembaca dan penulis sendiri tentang penganggaran dan pemanfaatannya dalam aktivitas
pemerintahan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan penyusunan anggaran pemerintah?
2. Bagaimana tingkat penyerapan anggaran di Indonesia?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan anggaran di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan agar pembaca bisa lebih memahami mengenai realisasi
penyerapan anggaran di Indonesia, dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Hal ini dapat
menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi kita mengenai pemanfaatan anggaran kedepannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian APBN
Budget atau anggaran dalam pengertian umum diartikan sebagai suatu rencana kerja untuk
suatu periode yang akan datang yang telah dinilai dengan uang. Kata budget yang
digunakan di Inggris sendiri merupakan serapan dari istilah bahasa Perancis yaitu bouge
atau bougette yang berarti “tas” di pinggang yang terbuat dari kulit, yang kemudian di
Inggris kata budget ini berkembang artinya menjadi tempat surat yang terbuat dari kulit,
khususnya tas tersebut dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk menyimpan surat-surat
anggaran. Sementara di negeri Belanda, anggaran disebut begrooting, yang berasal dari
bahasa Belanda kuno yakni groten yang berarti memperkirakan.
Di Indonesia sendiri, pada awal mulanya (pada jaman Hindia-Belanda) secara resmi
digunakan istilah begrooting untuk menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak
Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, istilah “Anggaran Pendapatan dan Belanja” dipakai
secara resmi dalam pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dan di dalam perkembangan selanjutnya
ditambahkan kata Negara untuk melengkapinya sehingga menjadi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN,
Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan
Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan
APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD
1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai wujud
dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran
rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3
disebutkan apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah
menjalankan APBN tahun lalu.
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih
lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah
berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan
revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan
persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah
dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
2.2 Struktur APBN
Secara sederhana, struktur APBN terdiri atas :
A. Pendapatan dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1. Pengeluaran Rutin
2. Pengeluaran Pembangunan
II. Dana Perimbangan
III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
I. Dalam Negeri
II. Luar Negeri
2.3 Fungsi APBN
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan
negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu
pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-
rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar.
Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar
bisa berjalan dengan lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.4 Penyerapan Anggaran
Para pengamat ekonomi seringkali menyoroti masalah rendahnya tingkat penyerapan
anggaran sebagai salah satu indikator kegagalan birokrasi. Dalam kerangka penganggaran
berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan merupakan target alokasi
anggaran. Perfomance Based Budget lebih menitikberatkan pada kinerja ketimbang
penyerapan itu sendiri. Hanya saja, kondisi perekonomian kita saat ini variabel dominan
pendorong pertumbuhannya adalah faktor konsumsi, sehingga belanja pemerintah yang
merupakan konsumsi pemerintah turut menjadi penentu pertumbuhan tersebut.
Kegagalan target penyerapan anggaran memang akan berakibat hilangnya manfaat belanja.
Karena dana yang telah dialokasikan ternyata tidak semuanya dapat dimanfaatkan yang
berarti terjadi iddle money. Padahal apabila pengalokasian anggaran efisien, maka
keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai
kegiatan strategis. Dalam konsep dasar ilmu ekonomi, basic problem yang dihadapi oleh
manusia adalah keterbatasan sumber dana sebagai alat pemenuhan kebutuhan dihadapkan
pada kebutuhan yang jumlahnya tak terbatas. Basic problem ini juga dihadapi oleh suatu
negara termasuk Indonesia. Sumber-sumber penerimaan negara yang terbatas, dihadapkan
pada kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas, mengharuskan Pemerintah menyusun
prioritas kegiatan dan pengalokasian anggaran yang efektif dan efisien. Oleh sebab itu,
ketika penyerapan anggaran gagal memenuhi target, berarti telah terjadi infesiensi dan
inefektivitas pengalokasian anggaran. Namun, dalam kerangka penganggaran berbasis
kinerja atau Performance Based Budget, pencapaian target penyerapan anggaran bukan
merupakan indikator kinerja (performance indicator).
Apabila kita ilustrasikan negara sebagai suatu perusahaan, maka dalam konsepsi Ekonomi
Mikro, indikator kinerja dapat dipersamakan dengan peningkatan biaya yang harus
dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan atau yang lebih dikenal dengan
istilah Marginal Revenue (MR) yang dirumuskan :

Tentu semua perusahaan menginginkan pencapaian laba maksimum. Dan pencapaian laba
maksimum tersebut ditandai dengan nilai MR = MC (Marginal Cost), dimana besaran MC
dapat diperoleh dari :

Berdasarkan pada teori Ekomoni Mikro diatas, maka kinerja dapat dipersamakan dengan
pencapaian laba maksimum. Dalam konsepsi penyelenggaraan birokrasi, berarti MR = MC
dicapai manakala tambahan manfaat yang diperoleh dari suatu output kegiatan sudah sama
besar dengan tambahan biaya untuk menghasilkan tambahan manfaat output tersebut. Atau
MO (marginal outcome) = MC (marginal cost).

2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyerapan Anggaran


Secara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :
a. Keterlambatan penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di
hampir semua Satker Pusat dan daerah,
b. Reorganisasi,
c. Penyempurnaan business process, dan
d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.
Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :
a. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang,
b. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan
c. Masalah pengadaan lahan/tanah.

Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan anggaran
pada satuan kerja perangkat daerah, faktor geografis dan iklim.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. Secara sederhana, struktur APBN dapat ditunjukkan sebagai Penerimaan Dalam
Negeri.
Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal, alat
politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi, alat untuk
menciptakan ruang publik
Dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, sebenarnya penyerapan anggaran bukan
merupakan target alokasi anggaran. Padahal apabila pengalokasian anggaran efisien, maka
keterbatasan sumber dana yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk mendanai
kegiatan strategis.
Secara garis besar penyerapan belanja kementerian/lembaga dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal kementerian/lembaga, seperti antara lain :
a. Keterlambatan penetapan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pengelola kegiatan di
hampir semua Satker Pusat dan daerah,
b. Reorganisasi,
c. Penyempurnaan business process, dan
d. Faktor kehati-hatian kementerian/lembaga.
Selain itu mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti antara lain :
d. Banyaknya sanggahan dalam proses lelang,
e. Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan, dan
f. Masalah pengadaan lahan/tanah.

Faktor lain seperti keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelolaan anggaran
pada satuan kerja perangkat daerah, dan faktor geografis dan iklim.

Secara umum, tingkat realisasi penyerapan anggaran di Indonesia pada tahun 2014 relatif
masih rendah, dengan rata-rata penyerapan di bawah 50%. Rendahnya penyerapan
anggaran disebabkan pada dasarnya karena keterlambatan pencairan dana, keterlambatan
penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan.Keterlambatan tersebut terjadi hampir di
setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah.
3.2 Saran

Dengan melihat kondisi yang selalu berulang setiap tahun kiranya ada beberapa hal yang
perlu dievaluasi agar kondisi yang demikian tidak terjadi lagi atau minimal dapat
dikurangi. Dalam pelaksanaan program dan anggaran pembangunan, pemerintah telah
berupaya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dibentuknya institusi-institusi yang
bertugas mengurusi hal tersebut (mungkin di Bappenas, Kemenku, atau juga UKP4),
meskipun hasilnya juga masih seperti yang dirilis dalam Laporan Realisasi Semester I.

Institusi yang ada tersebut diyakini telah melakukan pemantauan secara seksama dalam
pelaksanaan penyerapan anggaran APBN. Mereka telah bekerja keras menyukseskan
pelaksanaan program pemerintah, agar pelaksanaannya sesuai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan.

Namun demikian, bagaimanapun para pelaksana program dan anggaran pembangunan


adalah manusia. Sesungguhnya manusia itu berada dalam keadaan merugi. Hal ini bisa
diartikan bahwa manusia tidak akan mau mengerjakan apa-apa atau hanya menghabiskan
waktunya dengan sia-sia, kecuali mereka orang-orang yang taat (beriman), orang-orang
yang mau beramal (saleh), dan orang-orang yang mau saling menasehati supaya saling
mentaati kebenaran. Artinya bahwa apabila melaksanakan pekerjaan, sangat perlu untuk
saling mengingatkan. Kondisi ini termasuk dalam pelaksanaan penyerapan anggaran.

Para pejabat yang terkait perlu lagi memutar otak untuk lebih proaktif dengan
memberdayakan seluruh sumberdaya yang ada untuk selalu dan mengingatkan kepada
para pelaksana khususnya di tingkat K/L. Tidak ada salahnya setiap bulan memanggil dan
mengecek secara langsung bagaimana pelaksanaan dan rencana selanjutnya dalam
penyerapan anggaran di K/L dan bahkan bisa sampai ketingkat para Eselon I, Eselon II
termasuk seluruh level pelaksana di semua institusi.

Controlling tidak hanya dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan program, tetapi yang
paling penting adalah dengan mengawal selama program tersebut dilaksanakan. Selain
diawasi, pelaksanaan program dan penyerapan anggaran sangat penting untuk
dikendalikan. Hal ini tentu sangat baik dilaksanakan. Disamping bermanfaat untuk
mempercepat pelaksanaan program dan penyerapan anggarannya, juga sangat efektif
untuk mengurangi adanya penyimpangan melalui deteksi secara dini selama program
dalam pelaksanaan.

Apabila saat ini dirasakan belum ada institusi yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian pelaksanaan program pembangunan maka tidak ada salahnya jika di negeri
ini dibentuk suatu lembaga yang mengurusi masalah pengendalian tersebut. Lembaga ini
selain mengendalikan pelaksanaan program pembangunan juga berkewajiban mengecek
secara langsung manfaat apa yang diterima oleh masyarakat, serta apa rencana bulan
berikutnya. Setelah adanya jadwal pelaksanaan program dan penyerapan anggaran, maka
jadwal ini harus dijaga betul untuk dapat dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan maka harus
dikonfirmasi mengapa tidak dilaksanakan. Jika ada hambatan maka lembaga tersebut
harus berusaha membantu sehingga program pembangunan segera dapat dilaksanakan
sesuai yang dijadwalkan. Tidak kalah pentingnya adalah mengingatkan tentang apa yang
harus dipersiapkan untuk melaksanakan program pembangunan yang akan dilakukan
bulan berikutnya.

Masyarakat hanya perlu manfaat yang diterimanya, bukan hanya program selesai
dilaksanakan. Pemimpin perlu mengecek sampai dengan outcome, dampak,
dan benefide dari program pembangunan, tidak hanya menerima laporan
tentang output kegiatan. Gagasan ini mungkin tidak seratus persen dapat menyelesaikan
persoalan tetapi setidaknya akan dapat membantu mengurangi persoalan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang APBNP 2022


Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester 1 Tahun 2022
Laporam pemerintah,” Pelaksanaan APBN Semester I Tahun 2022”
Kemenkeu.go.id,”realisasi semester 1 APBN 2022” dalam
https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/realisasi-semester-i-apbn-2022-menjaga-
momentum-pertumbuhan-ekonomi-daya-beli-masyarakat-dan-kesehatan-apbn. Tahun
2022

Anda mungkin juga menyukai