Kelompok 7 - Pertemuan 10 - Konsep Hukuman
Kelompok 7 - Pertemuan 10 - Konsep Hukuman
Makalah yang ditujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana Islam
Dosen Pengampu :
H. AH Fajruddin Fatwa
Disusun Oleh :
1. Devi Wulandari [05010221003]
2. Abdul Jamil [05020221029]
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Teori Konsep Hukuman..............................................................................................................6
1. Pengertian Konsep Hukuman................................................................................................6
2. Dasar Hukuman.....................................................................................................................7
3. Sejarah Hukuman...................................................................................................................8
4. Jenis Hukuman.....................................................................................................................10
B. Pelaksanaan Hukuman Dalam Hukum Pidana Islam................................................................12
1. Konsep Jarimah Hudud........................................................................................................12
2. Konsep Jarimah Qisas..........................................................................................................17
3. Konsep jarimah ta’zir...........................................................................................................19
C. Keberlakuan Hukuman Dalam Hukum Pidana Islam Yang Ada Di Masyarakat.....................21
1. Menjunjung tinggi Prinsip Kemanusiaan dan Keadilan........................................................21
2. Tujuan Hukuman dalam islam..............................................................................................23
3. Penerapan Hukuman dalam Masyarakat.............................................................................24
BAB III....................................................................................................................................27
PENUTUP...............................................................................................................................27
A. Kesimpulan..............................................................................................................................27
B. Saran........................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam merupakan hukum yang sudah jelas kebenarannya, sehingga hukum
Islam tidak dapat diragukan lagi oleh umat muslim. Hukum Islam bersumber dari wahyu
Allah SWT yaitu Alqur'an. Hukum Islam didalamnya mengatur hubungan manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia yang lain. Dalam praktek kehidupan
bermasyarakat, ada beberapa pandangan yang mengatakan bahwa hukum islam tidak cocok
dalam kehidupan modern karena hukum Islam bersifat statis sehingga tidak cocok untuk
masyarakat tertentu dan waktu tertentu. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa hukum
islam juga besifat universal dan dinamis. Bahwa hukum islam mampu menjawab tangtangan
permasalahan yang ada di masyarakat. Sehingga disetiap negara memiliki perbedaan dalam
menerapkan hukum islam.
Didalam hukum islam semua hukuman bersandar pada oleh karena itu, hal ini
menyebabkan banyak dari masyarakat salah dalam memahami al-qur’an dalam menetapkan
sebuah hukum contohnya seperti qisas hukum potong tangan. Banyak dari masalah itu orang-
orang menganggap hukum islam sangatlah miris jika diterapkan. Namun, pada kenyataanya
Konsep hukuman sangat tepat jika diformulasikan dengan Al-qur’an, karena Al-qur’an sangat
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan nilai keadilan. Hak asasi manusia juga dipentingkan
didalam Alqur’an. Sehingga, penulis membahas sedikit mengenai konsep hukuman dalam
islam agar para masyarakat dapat memahami hukuman yang ada dihukum islam dengan
formulasi Alqur’an.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
4
Tujuan Penulisan dan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami seputar
hukuman dalam hukum islam yang diformulasikan dengan Alqu’an. Seperti halnya
memahami konsep hukuman yaitu dengan cara memahami pelaksanaan konsep hukuman
serta mengetahui aplikasi penerapannya pada masyarakat.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata hukuman adalah siksa dan
sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar hukum atau undang-undang
dan sebagainya. Arti lainnya dari hukuman adalah keputusan yang dijatuhkan oleh hakim
kepda orang yang melanggar hukum atau undang-undang tersebut.
Hukuman secara etimologi berarti sanksi atau dapat pula dikatakan balasan atas suatu
kejahatan/pelanggaran, yang dalam bahasa Arab disebut ‘uqubah. Lafadz ‘uqubah
menurut bahasa berasal dari kata ‘aqoba, yang memiliki sinonim; ‘aqobahu bidzanbihi
au‘ala dzanbihi, yang mengandung arti menghukum, atau dalam sinonim lain; akhodzahu
bidzanbihi, yang artinya menghukum atas kesalahannya. 3 Sementara dalam bahasa
Indonesia hukuman berarti siksaan atau pembalasan kejahatan (kesalahan dosa). Secara
1
Putut Wijaya dan S.T., “Konsep Adalah: Pengertian Konsep, Peta Konsep Dan Contohnya,” 15 Agustus 2022,
https://www.ukulele.co.nz/pengertian-konsep-adalah/.
2
Ismail K. Usman, “konsep hukum islam dalam Al-Qur’an (antara keadilan dan kemanusian),” 2–3, diakses 22
Oktober 2022, https://media.neliti.com/media/publications/240302-konsep-hukum-islam-dalam-al-quran-
antara-34d0d8de.pdf.
3
“BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian, Dasar Hukum dan Tujuan Hukuman 1. Pengertian Hukuman - BAB II
Penjara,” diakses 18 Desember 2022, https://id.123dok.com/document/q021er9y-landasan-teori-pengertian-
tujuan-hukuman-pengertian-hukuman-penjara.html.
6
istilah, dalam hukum pidana Islam disebutkan, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh
Abdul Qodir Audah sebagai berikut ;
Sehingga disimpulkan dalam sebuah pengertian hukuman merupakan timpaan derita atau
kesengsaraan bagi pelaku kejahatan sebagai balasan dari apa yang telah
dilakukan/diperbuatnya kepada orang lain atau balasan yang dilakukan si pelaku akibat
pelanggaran. Hukuman sama halnya dengan pidana. Sudarto mengatakan pidana adalah
penderitaan yang dengan sengaja dikenakan kepada orang yang melakukan perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang dengan sengaja ditimbulkan oleh negara atas
perbuatan delik tersebut.
2. Dasar Hukuman
Islam selalu menjaga umatnya dari berbagai permasalahan yang berdasarkan pada Al-
Qur’an, Hadis Nabi. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya menyelamatkan manusia
dari ancaman kejahatan. Dasar-dasar penjatuhan hukuman tersebut ada didalam firman
Allah SWT. Qs. As-Sad ayat 264
َضلُّون
ِ َك ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ ۚ ِإ َّن الَّ ِذينَ ي ِ ق َواَل تَتَّبِ ِع ْالهَ َو ٰى فَي
َ َُّضل ِّ اس بِ ْال َح ِ ْيَا دَا ُوو ُد ِإنَّا َج َع ْلنَاكَ َخلِيفَةً فِي اَأْلر
ِ َّض فَاحْ ُك ْم بَ ْينَ الن
ِ ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ لَهُ ْم َع َذابٌ َش ِدي ٌد بِ َما نَسُوا يَوْ َم ْال ِح َسا
ب
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.
4
Usman, “BAB II LANDASAN TEORI,” 17, Diakses 23 Oktober 2022,
Http://Repository.Radenintan.Ac.Id/2869/4/BAB_II_Penjara.Pdf.
7
Surat Al-Hasyr Ayat 7
ًين َوا ْب ِن ال َّسبِي ِل َك ْي اَل يَ ُكونَ دُولَةِ َما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن َأ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِك
ِ بَ ْينَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُ›د ْال ِعقَا
ب
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan,
supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang
diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.
QS. An-Nisa’ 59
ِ ُول َوُأ ۟ولِى ٱَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى ٱهَّلل ِ َوٱل َّرس
ُول ِإن َ ُوا ٱل َّرس ۟ ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع
۟ ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع
َ
ْأ ٰ
ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َءا ِخ ِر ۚ َذلِكَ خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَ ِوياًل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
Hadist nabi
"Hukuman bagi mukatab sama dengan hukuman seorang budak hingga ia telah merdeka”.
(HR. Darimi: 2878)
3. Sejarah Hukuman
Ajaran Islam mengatur secara jelas berbagai aspek kehidupan manusia. Penegakan
hukum dan keadilan merupakan bagian kehidupan yang juga diatur dan mendapat perhatian
dalam ajaran Islam. Termasuk di antaranya masalah hukum pidana yang diatur melalui
hukum pidana Islam. Hukum pidana Islam tumbuh lebih cepat dibanding hukum pidana
konvensional. Menurut Abdul Qadir Audah dalam At-Tasyri al-Jinai al-Islamy Muqaran bil
bil Qanunil Wad’iy, hukum pidana konvensional tak ubahnya seperti bayi yang baru lahir,
tumbuh dari kecil dan lemah lalu tumbuh besar dan bertambah kuat sedikit demi sedikit.
8
“Sedangkan hukum pidana Islam tidak dilahirkan laksana anak kecil yang kemudian tumbuh
dan berkembang, tetapi dilahirkan langsung laksana pemuda, yang diturunkan langsung dari
Allah SWT kepada Rasulullah SAW secara sempurna dan komprehensif” ujar Audah.
Mustafa Zarqa, seperti dikutip dalam membagi pertumbuhan dan perkembangan hukum
Islam ke dalam tujuh periode. Pertama, periode risalah, yakni selama hidup Rasulullah SAW.
Kedua, periode al-Khulafa ar-Rasyidun (empat khalifah utama) sampai pertengahan abad
pertama Hijriyah. Ketiga, dari pertengahan abad pertama Hijriyah sampai permulaan abad
kedua Hijiriyah. Keempat, dari awal abad kedua Hijriyah sampai pertengahan abad keempat
Hijiriyah. Kelima, dari pertengahan abad keempat Hijriyah sampai jatuhnya Baghdad pada
pertengahan abad ketujuh Hijriyah. Kenam, dari pertengahanan abad ketujuh Hijriyah sampai
munculnya Majallah al-Ahkam al-Adliyah (Kodifikasi Hukum Perdata Islam) di zaman Turki
Usmani. Ketujuh, sejak munculnya kodifikasi hingga era modern. Hukum Islam
diperuntukkan bagi seluruh manusia yang berbeda-beda kecendrungannya, berlainan
kebiasaan, tradisi, dan sejarahnya.5 Singkatnya, hukum Islam adalah hukum bagi seluruh
keluarga, kabilah, masyarakat, dan negara. Sedangkan hukum konvensional diciptakan oleh
suatu masyarakat sesuai dengan kebutuhan dalam mengatur kehidupan antarmereka. Dengan
demikian, hukum konvensional dapat berkembang dengan cepat manakala tatanan
masyarakatnya juga berkembang dan maju dengan cepat. Sebagai agama yang sempurna,
ajaran Islam mengatur secara jelas berbagai aspek kehidupan manusia. Penegakan hukum dan
keadilan merupakan bagian kehidupan yang juga diatur dan mendapat perhatian dalam ajaran
Islam. Termasuk di antaranya masalah hukum pidana yang diatur melalui Al-Ahkam al-
Jinayah (hukum pidana Islam). Menurut Audah, hukum Islam, termasuk di dalamnya hukum
pidana Islam, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam masa yang pendek, yakni
dimulai sejak masa kerasulan Nabi Muhammad SAW dan berakhir dengan kewafatannya
atau berakhir ketika Allah SWT menurunkan firman-Nya,
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-
Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu." (QS Al-Maidah [5]: 3)
"Hukum Islam diturunkan bukan untuk suatu golongan atau sebagian kaum ataupun sebagian
negara, melainkan untuk seluruh manusia, baik orang Arab maupun orang dari etnis lainnya,
baik di Barat maupun di Timur" papar Audah. Hukum Islam diperuntukkan bagi seluruh
5
Heri Ruslan.2012. Sejarah Hukum Pidana Islam. https://www.republika.co.id/berita/ly83mw/mengenal-
sejarah-hukum-pidana-islam diakses pada 5 November 2022 pukul 15.37
9
manusia yang berbeda-beda kecenderungannya, berlainan kebiasaan, tradisi, dan sejarahnya.
Singkatnya, hukum Islam adalah hukum bagi seluruh keluarga, kabilah, masyarakat, dan
negara. Sedangkan hukum konvensional diciptakan oleh suatu masyarakat sesuai dengan
kebutuhan dalam mengatur kehidupan antarmereka. Dengan demikian, hukum konvensional
dapat berkembang dengan cepat manakala tatanan masyarakatnya juga berkembang dan maju
dengan cepat. Para ahli hukum sepakat bahwa awal mula berkembangnya hukum
konvensional berawal dari sebuah keluarga dan kabilah. Seperti hukum keluarga yang
dipimpin oleh seorang kepala keluarga, hukum kabilah dipimpin oleh seorang kepala suku
atau kabilah. Hukum ini terus berkembang hingga akhirnya membentuk sebuah negara yang
merupakan penyatuan antara hukum-hukum keluarga dan kabilah, di mana hukum
antarkabilah atau hukum antarkeluarga berbeda satu sama lain. Di sinilah peran negara untuk
menetapkan suatu hukum yang harus dipatuhi oleh seluruh individu, keluarga, dan kabilah
yang masuk ke dalam wilayah suatu negara hukum meskipun hukum tiap negara biasanya
berbeda. Perbedaan antarhukum negara terus berlangsung hingga akhir abad ke-18 M
(Revolusi Perancis) ketika munculnya teori filsafat, ilmu pengetahuan dan sosial. Sejak itu
sampai kini hukum konvensional mengalami perkembangan besar, di antaranya berdiri di atas
dasar yang tidak dimiliki oleh hukum-hukum konvensional sebelumnya. Menurut Audah,
berbeda dengan hukum konvensional, hukum Islam lahir dengan sempurna, tidak ada
kekurangan di dalamnya bersifat komprehensif, yakni menghukumi setiap keadaan dan tidak
ada keadaan yang luput dari hukumnya mencakup segala perkara individu, masyarakat, dan
negara. Hukum Islam dibuat untuk tidak terpengaruh oleh perkembangan dan perubahan
waktu, yang tidak menuntut adanya pengubahan kaidah-kaidah umumnya dan teori-teori
dasarnya. Karena itu, seluruh kaidah dasarnya terdiri atas nas-nas yang bersifat umum dan
fleksibel yang dapat menghukumi setiap kondisi dan kasus yang baru meskipun kesempatan
terjadinya tidak dimungkinkan.
4. Jenis Hukuman
Hukuman dalam kajian hukum pidana Islam (fiqh jinayah) dikelompokkan dalam beberapa
jenis, yaitu:
Hukuman dilihat dari pertalian hukuman yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini ada
empat macam:6
6
Siti Jahro, “REAKTUALISASI TEORI HUKUMAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM” (Jurusan Jinayah Siyasah
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, t.t.).
10
a) Hukuman pokok, yaitu hukuman yang diterapkan secara definitif, artinya hakim
hanya menerapkan sesuai apa yang telah ditentukan oleh nash. Dalam fiqh jinayah
hukuman ini disebut sebagai jarimah hudud.
c) Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang menyertai hukuman pokok tanpa adanya
keputusan hakim tersendiri. Misalnya bagi pelaku qazaf diberlakukan hukuman
berupa hilangnya hak persaksian dirinya, dan hilangnya hak pewarisan bagi pelaku
pembunuhan.
Firman Allah SWT:
11
ٌ اخ َر ِة َولَ ُه ْم َع َذ
اب َع ِظي ٌم ۟ ُت لُ ِعن
ِ وا فِى ٱل ُّد ْنيَا َوٱ ْل َء ِ َت ٱ ْل ٰ َغفِ ٰل
ِ َت ٱ ْل ُمْؤ ِم ٰن ِ َص ٰن
َ ِإنَّ ٱلَّ ِذينَ يَ ْر ُمونَ ٱ ْل ُم ْح
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang
besar”.(QS An Nur [24] 23)
d) Hukuman pelengkap, yaitu tambahan hukuman pokok dengan melalui keputusan
hakim secara tersendiri. Misalnya selain dipotong tangannya bagi pelaku pencurian
juga diberi tambahan hukuman dengan dikalungkannya tangan di lehernya.
Hukuman dilihat dari kewenangan hakim dalam memutuskan perkara. Dalam hal ini ada dua
macam:
a) Hukuman yang bersifat terbatas, yakni ketentuan pidana yang ditetapkan secara pasti
oleh nash, atau dengan kata lain, tidak ada batas tertinggi dan terendah. Misalnya
hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina dan hukuman dera 80 kali bagi pelaku
penuduh zina.
b) Hukuman yang memiliki alternatif untuk dipilih
Hukuman dilihat dari obyeknya. Dalam hal ini ada tiga macam:
1) Qazaf
Qadhaf menurut bahasa adalah melempar. Menurut istilah syara‘ adalah menuduh orang lain
telah berzina (baik yang dituduh itu laki-laki atau perempuan), seperti perkataan; hai penzina,
atau dengan perkataan; “ ﻟﺴﺖ ﻷﺑﯿﻚkamu bukan anak bapakmu”, perkataan seperti ini tuduhan
7
Jahro.
8
Misran Misran, “Mekanisme Pelaksanaan Hukuman Cambuk Dalam Sistem Hukum Pidana Islam” (Dosen
Fakultas Syari’ah Dan Hukum Uin Ar-Raniry, T.T.).
12
bukan ditujukan kepada yang mendengarnya (mukhatab) tetapi kepada ibunya. Qadzaf
(penuduh zina) dengan tidak mendatangkan empat orang saksi dijilid delapan puluh kali
berdasarkan surat an-Nur 4:9
َاسقُون َ ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوا بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِدُوهُ ْم ثَ َمانِينَ َج ْل َدةً َواَل تَ ْقبَلُوا لَهُ ْم َشهَا َدةً َأبَدًا ۚ َوُأو ٰلَِئ
ِ َك هُ ُم ْالف َ َْوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح
ِ صنَا
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan
mereka itulah orang-orang yang fasik.
2) Zina
Zina adalah melakukan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang belum
memiliki ikatan nikah, yaitu dengan memasukkan zakar ke dalam faraj yang haram tanpa ada
syubhat dan secara naluri mengundang syahwat. Menurut Ensiklopedi hukum Islam, zina
adalah “hubungan seksual antara seorang laki laki dengan seorang perempuan yang tidak atau
belum diikiat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguan dalam hubungan seksual
tersebut.3 Zina secara harfiyah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengartian
istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu
sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan.10
Menurut al-mazhab dari kalangan mazhab Hanbali, yang dimaksud dengan zina adalah
hubungan intim melalui lubang anus laki-laki dan perempuan sama seperti melalui lubang
vagina perempuan dalam kasus perzinaan. zina adalah hubungan sementara yang tidak
disertai tanggung jawab. Karenanya, zina benar-benar merupakan perilaku binatang yang
tidak mungkin dilakukan oleh orang yang terhormat. Ringkasnya, sudah banyak bukti ilmiah
yang tidak dapat disangkal tentang besarnya bahaya zina. Zina dipandang sebagai kejahatan
undang-undang yang pantas dijatuhi hukuman yang paling berat, karena dampaknya sangat
buruk dan menimbulkan sebagai keburukan dan kejahatan lainnya. Hubungan mesra dan
hubungan seksual tanpa ikatan resmi adalah ancama serius yang dapat memudarkan dan
memusnahkan masyarakat, selain itu tentu saja merupakan perbuatan kotor yang sangat nista.
Zina merupakan penyebab langsung tersebarnya berbagai penyakit berbahaya yang sangat
mematikan dan menular melalui faktor keturunan dari orang tua kepada anak hingga cucu,
9
Misran, “Mekanisme Pelaksanaan Hukuman Cambuk Dalam Sistem Hukum Pidana Islam,” T.T., Diakses 18
Desember 2022.
10
Misran, “Mekanisme Pelaksanaan Hukuman Cambuk Dalam Sistem Hukum Pidana Islam.”
13
seperti panyakit syphilies, saluran kencing, dan kulit. Zina juga salah satu faktor yang
mendorong pembunuhan, karena kecemburuan merupakan naluri manusia. Seorang suami
yang baik atau istri yang menjaga kehormatan diri, sulit sekali menerima terjadinya
perselingkuhan. Bahkan, suami tidak menemukan jalan yang tepat untuk membersihkan noda
yang mencoreng diri dan keluarganya selain darah. Dalam bukunya Minhaj Muslim, zina
adalah hubungan seksual yang di haram baik melalui qubul (kemaluan) atau dubur (lubang
anus).11
Menurut Syafi’iyah sebagaimana dikutip oleh Abdul Qadir Audah zina adalah: Artinya: Zina
adalah memasukan zakar ke dalam farji yang diharamkan karena zatnya tanpa ada syubhat
dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat. Sedangkan, menurut Hanabilah isinya adalah
melakukan perbuatan keji (persetubuhan), baik terhadap qubul (farji) maupun dubur. Menurut
Hanafiyah, zina adalah nama bagi persetubuhan yang haram dalam qubul (kemaluan) seorang
perempuan yang masih hidup dalam keadaan ikhtiar (tanpa paksaan) di dalam negeri yang
adil yang dilakukan oleh orang-orang kepadanya berlaku hukum Islam, dan wanita tersebut
bukan miliknya dan tidak ada syubhat dalam miliknya. Menurut Malikiyah, zina adalah
persetubuhan yang dilakukan oleh orang Mukallaf terhadap farji manusia (wanita) yang
bukan miliknya yang disepakati dengan kesengajaan. Apabila kita perhatikan maka keempat
pendapat para mazhab, definisi tersebut berbeda dalam redaksi dan susunan kalimatnya,
namun dalam intinya sama, yaitu bahwa zina adalah hubungan kelamin antara seorang laki-
laki dan perempuan di luar nikah. Hanya kelompok Hanabilah yang memberikan definisi
yang singkat dan umum, yang menyatakan bahwa zina adalah setiap perbuatan keji yang
dilakukan terhadap qubul atau dubur. Dengan demikian, Hanabilah menegaskan dalam
definisinya bahwa hubungan kelamin terhadap dubur dianggap sebagai zina yang dikenakan
hukuman had.12
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perzinaan adalah suatu
hubungan seksual melalui pertemuan dua alat vital antara pria dan wanita di luar ikatan
pernikahan untuk keduanya. Dalam hukum Islam perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan
yang sangat terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini disepakati oleh ulama,
kecuali perbedaan hukumannya. Menurut sebagian ulama tanpa memandang pelakunya, baik
dilakukan oleh orang yang belum menikah atau orang yang telah menikah, selama
persetubuhan tersebut berada di luar kerangka pernikahan, hal itu disebut sebagai zina dan
11
Misran, “Mekanisme Pelaksanaan Hukuman Cambuk Dalam Sistem Hukum Pidana Islam.”
12
Misran.
14
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Juga tidak mengurangi nilai kepidanaannya,
walaupun hal itu dilakukan secara sukarela atau suka sama suka. Meskipun tidak ada yang
merasa dirugikan, zina dipandang oleh Islam sebagai pelanggaran seksualitas yang sangat
tercela, tanpa kenal prioritas dan diharamkan dalam segala keadaan. Hukuman terhadap
pelaku zina adalah dicambuk seratus kali berdasarkan firman Allah swt. surat an-Nur ayat 2:13
ۖ ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِي ِدي ِن هَّللا ِ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر
َطاِئفَةٌ ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِين
َ َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.
Untuk menentukan seseorang telah melakukan zina harus terlebih dahulu dibuktikan di
hadapan pengadilan. Oleh karena itu hakim mempunyai peran penting untuk menghadirkan
bukti-bukti yang mengarah kepada seseorang telah melakukan zina. Adapun alat bukti zina
adalah keterangan saksi (syahadah) dan pengakuan (iqrar).
3) Khamar
Khamar adalah sebuah istilah Islam untuk "sari anggur yang difermentasikan" atau arak.
Istilah tersebut terkadang secara garis yang lebih besar ditujukan kepada hal yang
memabukkan secara umum, seperti candu. Nabi Muhammad menyatakan: setiap hal yang
memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar diharamkan. Khamar adalah segala sesuatu
yang memabukkan baik itu benda padat ataupun cair digolongkan ke dalam jenis khamar
yang hukumnya adalah haram. Surat Al-Ma'idah Ayat 9014
َصابُ َواَأْل ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيطَا ِن فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون
َ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواَأْل ْن
ﻛﻞ ﻣﺴﻜﺮ ﺧﻤﺮ وﻛﻞ ﺧﻤﺮ ﺣﺮام: أن رﺳﻮ ل اﻟﻠﮭﺼﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل:ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ
13
Misran.
14
Hamidullah Mahmud, “HUKUM KHAMR DALAM PERSPEKTIF ISLAM,” t.t.
15
Artinya: Dari Ibnu Umar r.a.bahwa Rasulullah bersabda, setiap yang memabukkan adalah
khamar dan setiap khamar adalah haram. (H.R. Muslim).15
Menurut Malik B. Badri dalam bukunya Islam dan Alkoholisme, hukuman terhadap perilaku
minum dalam Islam dibuat tidak pasti karena hal tersebut sangat bergantung pada kondisi
masyarakatnya. Ketika kebanyakan muslim yang ada dalam suatu negara memiliki motivasi
tinggi untuk melawan konsumsi alkohol seperti masyarakat Madinah di zaman Nabi
Muhammad SAW., lebih banyak tekanan kelompok dan lebih sedikit hukuman aversi yang
dibutuhkan. Kelompok seperti itu akan menjadi seperti sebuah alcoholic-anonymous yang
besar yang sedang menekan sejumlah pelaku penyimpangan untuk kembali berpantang.
Bagaimana pun, ketika kelompok muslim menjadi kurang bermotivasi seperti halnya dalam
kasus membengkaknya negara muslim dari daerah kecil penuh berkah, Madinah dan
kemudian meliputi seluruh semanjung Arab, Mesir, Iraq, dan Palestina, dalam beberapa tahun
dalam pemerintahan Umar ibn Khattab, maka tidak pelak lagi dibutuhkan lebih banyak
penolakan. Jadi hukuman berubah menjadi delapan puluh cambukan. Oleh karenanya
merupakan sebuah kebijaksanaan besar untuk membuat hukuman tetap menjadi tidak pasti.
Terlepas dari perselisihan jumlah dera yang akan diterima oleh pemabuk baik itu empat puluh
maupun delapan puluh, maka menurut hemat penulis semuanya sepakat bahwa peminum
khamr memiliki konsekwensi hukum sehingga harus dijahui. Hadits-hadits tersebut
menunjukkan ditetapkannya hukuman minum khamr. Dan hukuman dera itu tidak kurang
dari 40 kali. Dan tidak ada riwayat yang menerangkan, bahwa Nabi SAW membatasi 40 kali.
Dimana terkadang beliau mendera dengan pelepah kurma, di lain waktu dengan sandal, atau
secara bersamaan dengan pelepah kurma dan sandal, atau dengan pelepah kurma, sandal serta
pakaian dan terkadang dengan tangan dan sandal. Oleh karena itu bisa dipahami, menyangkut
alat apa yang akan digunakan diserahkan kepada Hakim.
Secara umum dapat dikatakan semua orang sepakat setiap perbuatan yang berefek satu sanksi
hukum, sudah barang tentu ia adalah termasuk perbuatan yang menyalahi kemaslahatan dan
kepentingan umum. Masalahnya karena ia menimbulkan kerugian-kerugian bagi masyarakat,
maka sanksi-sanksi hukum di sini menentukan sebagai kendali pencegahan. Tanpa harus
menggunakan analisa yang dalam jelas bahwa hadis-hadis di atas mengharapkan adanya
sinergi antara pemerintah yang diwujudkan dengan penerbitan undang-undang, serta
pemberlakukan hukum yang tegas terhadap pemabuk. Ketika telah terbangun sinergi antar
pemerintah dengan masyarakat maka jumlah peminum-minuman keras dapat dikurangi.
15
Mahmud.
16
Sebaliknya jika dibiarkan maka akan menimbulkan patologi sosial dimana terjadinya sikap
patologis tidak terlepas dari pranata sosial yang tidak fungsional atau berjalan sesuai
fungsinya. Jadi pendekatan preventif beroreintasi pada perwujudan dan integritas diri yaitu
dengan mengawasi, mengurangi, dan menghidarkan diri dari perbuatanperbuatan buruk yang
dapat mendatangkan dosa dan maksiat.16
صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ۖ ْالحُرُّ بِ ْال ُح ِّر َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواُأْل ْنثَ ٰى بِاُأْل ْنثَ ٰى ۚ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن َأ ِخي ِه َش ْي ٌء َ ِب َعلَ ْي ُك ُم ْالق َ ِيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت
ك فَلَهُ َع َذابٌ َألِي ٌم َ ِيف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗ فَ َم ِن ا ْعتَد َٰى بَ ْع َد ٰ َذل ٌ ِك ت َْخف َ ِان ۗ ٰ َذل
ٍ ُوف َوَأدَا ٌء ِإلَ ْي ِه بِِإحْ َس
ِ ع بِ ْال َم ْعر ٌ فَاتِّبَا
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-
orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi
maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
hukuman yang dijatuhkan adalah sesuai dengan perbuatan yang di lakukan. Apabila
perbuatan yang dilakukan adalah membunuh, maka sanksi yang dijatuhkan adalah dibunuh.
Hal tersebut hanya berlaku pada pembunuhan sengaja. Kemudian bentuk qisas yang lain
diterapkan pada penganiayaan secara sengaja. Dalam perbuatan ini, qisas dilakukan setara
dengan akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. Sebagai contoh apabila dalam
penganiayaan tersebut mengakibatkan patahnya kaki kanan korban, maka pelaku juga akan
dijatuhi hukuman yang sama yaitu dipatahkan kaki kanannya. Penjatuhan hukuman tersebut
tidak serta merta dilakukan korban atau keluarganya, namun harus melalui putusan
16
Mahmud.
17
Marfuatul Latifah, “Upaya Transformasi Konsep Jarimahqisash-Diyat Pada Hukum Positif Melalui Ruu Kuhp,”
1 Desember 2022.
17
pengadilan dan dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berhak melaksanakan eksekusi
tersebut.18
a) Pembunuhan sengaja Dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana nasional
terdapat kesamaan ancaman pidana pokok bagi pembunuhan sengaja yaitu hukuman
mati
b) Pembunuhan semi sengaja Dalam hukum pidana Islam hukuman qisas tidak boleh
dilaksanakan pada pembunuhan jenis ini sebab, pembunuhan yang terjadi bukan
lantaran kesengajaan. Sehingga hukumannya dapat dialihkan menjadi diyat, bisa juga
kifarat dan ta’zir.
c) Pembunuhan sengaja Dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana nasional
terdapat kesamaan ancaman pidana pokok bagi pembunuhan sengaja yaitu hukuman
mati.
d) Pembunuhan karena kesalahan Dalam hukum pidana Islam hukuman qisas tidak boleh
dilaksanakan pada pembunuhan jenis ini sebab, pembunuhan yang terjadi bukan
lantaran kesengajaan. Sehingga hukumannya dapat dialihkan menjadi diyat, bisa juga
kifarat dan ta’zir.
e) Penganiayaan karena sengaja Dalam penganiayaan sengaja hukumannya adalah qisās
yang dapat diganti dengan diyat apabila korban atau walinya menginginkan diyat.
f) Penganiayaan tidak sengaja Dalam Pidana Islam, hukumannya bukan qisas ataupun
diyat melainkan hukuman dalam bentuk lain seperti dipenjara dalam kurun waktu
tertentu sesuai dengan keputusan pengadilan.19
1) khalwat
khalwat berarti sunyi atau sepi. Secara istilah yaitu keadaan tempat seseorang yang tersendiri
dan jauh dari pandangan orang lain. Istilah khlawat dapat mengacu kepada hal-hal yang
negatif, yaitu seorang pria dan wanita berada di tempat sunyi dan sepi serta terhindar dari
18
Paisol Burlian, Implementasi hukuman qishash di Indonesia, Cetakan pertama (Rawamangun, Jakarta: Sinar
Grafika, 2015).
19
Burlian.
20
Latifah, “Upaya Transformasi Konsep Jarimahqisash-Diyat Pada Hukum Positif Melalui Ruu Kuhp.”
18
pandangan orang lain, sehingga sangat memungkinkan mereka berbuat maksiat. Dan dapat
pula mengacu kepada hal-hal yang positif, yaitu seseorang sengaja mengasingkan diri di
tempat sepi untuk mensucikan diri dan beribadah sebanyak mungkin dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah swt. Dasar hukum terdapat pada Qs. Al-Isra’ ayat 221
َاب َو َج َع ْلنَاهُ هُدًى لِبَنِي ِإ ْس َراِئي َل َأاَّل تَتَّ ِخ ُذوا ِم ْن دُونِي َو ِكياًل
َ َوآتَ ْينَا ُمو َسى ْال ِكت
Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk
bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku,
2) Maysir/Judi
Maysir Secara etimologi berarti “mudah” atau “kekayaan”. Sedangkan menurut
terminologi yaitu suatu bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan yang
menang berhak mendapatkan taruhan tersebut. Perbuatan tersebut dapat dikatakan maysir
jika memenuhi beberapa syarat berikut :
a) Ada pihak yang bertaruh terdiri dari dua orang atau lebih yang bertaruh.
b) Ada barang atau uang atau barang yang dipertaruhkan dalam permainan tersebut.
c) Ada unsur keuntungan salah satu pihak menyebabkan kerugian pada pihak lain.
21
Ahmad Rofiq, Pujiyono Pujiyono, Dan Barda Nawawi Arief, “Eksistensi Tindak Pidana Ta’zir Dalam Kehidupan
Masyarakat Indonesia,” Journal Of Judicial Review 23, No. 2 (23 Desember 2021): 241,
Https://Doi.Org/10.37253/Jjr.V23i2.4957.
22
Rofiq, Pujiyono, dan Arief.
19
Dasar hukum tentang haramnya maisir (perjudian) tercantum dalam Al-Qur’an surat Al
Baqarah ayat 219 sebagai berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir,
Konsep Hukuman Maysir, adalah diancam dengan hukuman cambuk di depan umum
maksimal khusus 12 kali dan minimal khusus 6 kali cambuk. Hukuman cambuk dilakukan di
tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan
dokter yang telah ditunjuk. Pencambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter satu
sentimeter, panjang satu meter. Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala,
wajah, leher, dada, dan kemaluan. Kadar cambukan tidak sampai melukai. Lainnya, menurut
Hukum Pidana Islam (HPI) ketentuan sanksi tersebut sudah sesuai, karena dalam Hukum
Pidana Islam (HPI) sanksi perjudian termasuk dalam Jarīmah ta’zīr yakni setiap orang yang
melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban
membayar kafarat harus di ta’zīr. Prinsip penjatuhan ta’zīr menjadi wewenang penuh ulil
amri, baik bentuk maupun jenis hukumannya diserahkan kepada pemerintah.23
3) Saksi palsu
kesaksian palsu merupakan seseorang yang berpura-pura atau dengan sengaja mengakui
bahwa dirinya mengetahui semua kejadian/peristiwa/kasus tertentu. Saksi palsu termasuk
perbuatan yang dilarang oleh syara‘ , hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Hajj ayat
30 :
ِ َس ِمنَ اَأْلوْ ث
ان َ ْت لَ ُك ُم اَأْل ْن َعا ُم ِإاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم ۖ فَاجْ تَنِبُوا الرِّج ِ ٰ َذلِكَ َو َم ْن يُ َعظِّ ْم ُح ُر َما
ْ َّت هَّللا ِ فَهُ َو َخ ْي ٌر لَهُ ِع ْن َد َربِّ ِه ۗ َوُأ ِحل
ور
ِ الز ُّ َواجْ تَنِبُوا قَوْ َل
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di
sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi
kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya,
23
Rofiq, Pujiyono, Dan Arief.
20
maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta.24
Khalifah ‘Umar ibn Khattab pernah menjatuhkan hukuman 40 kali jilid kepada saksi
palsu, kemudian dicat mukanya dengan warna hitam serta dicukur rambutnya, lalu beliau
menyuruh keliling pasar. Fuqaha’ lain mengatakan bahwa saksi palsu hukumannya ialah
tidak boleh menjadi saksi selama-lamanya, tetapi jika ia tobat, maka terserah kepada
Allah
1. اإلنصاف: yang berarti memberikan hak kepada yang berhak dan mengambil yang tidak
berhak.
2. المثل والنظير: yaitu serupa dan sama
3. الجزاء: yaitu balasan
4. الفداء: yaitu tebusan
Menurut ulama’ sesorang dapat dikatakan adil jika memenuhi ciri-ciri berikut :
Ketiga : adil berati رعاية وإعطاء حق المستحقmenjaga hak dan memberikan-nya kepada yang
berhak.
Sehingga, Pengertian adil menurut jumhur ulama adil adalah sifat lebih dari pada berislam,
dengan senantiasa melakukan kewajiban syariat dan ha-hal yang dianjurkan, serta menjauhi
24
Misran, “Kriteria Jarimah Takzir” (Uin Ar-Raniry, T.T.).
25
Rudi Irawan, “Analisis Kata Adil Dalam Al-Qur’an,” Rayah Al-Islam 2, No. 02 (25 Oktober 2018): 232–47,
Https://Doi.Org/10.37274/Rais.V2i02.74.
21
ha-hal yang diharamkan dan dimakruhkan. Al-qur’an juga menengaskan mengenai perintah
adil diantaranya ada didalam ayat-ayat berikut
َِإ َّن هَّللا َ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواِإْل حْ َسا ِن َوِإيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَوَّا ِمينَ بِ ْالقِ ْس ِط ُشهَدَا َء هَّلِل ِ َولَوْ َعلَ ٰى َأ ْنفُ ِس ُك ْم َأ ِو ْال َوالِ َدي ِْن َواَأْل ْق َربِينَ ۚ ِإ ْن يَ ُك ْن َغنِيًّا َأوْ فَقِيرًا فَاهَّلل ُ َأوْ لَ ٰى
ْرضُوا فَِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِيرًا ِ بِ ِه َما ۖ فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ َو ٰى َأ ْن تَ ْع ِدلُوا ۚ َوِإ ْن ت َْل ُووا َأوْ تُع
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.26
Melihat dari beberapa pengertian adil dan berdasarkan pada firman Allah SWT maka jelas
berdasarkan syariat islam prinsip keadilan wajib diterapkan dalam praktek hukuman. Dengan
menerapkannya sikap adil pada hukum islam, maka orang-orang akan menganggap bahwa
hukum islam bertindak objektif dalam memaknai suatu kebenaran. Bukan hanya sikap adil,
prinsip kemanusiaan juga harus dijunjung tinggi dalam memberlakukkannya suatu hukuman.
26
Irawan.
27
Khusnul Khotimah, “Hukuman Dan Tujuannya Dalam Perspektif Hukum Islam” (Dosen Fakultas Syari’ah Dan
Ekonomi Islam Iain Bengkulu, T.T.).
22
1) Aspek Ganti Rugi/Balasan Hukuman
Balasa atau ganti rugi yang dimaksud bukan semata-mata untuk kekerasan karena yang
sesungguhnya dibutuhkan bagi pelanggar hukum adalah “pengobatan” (treatment)
ketimbang hukuman yang berat. Artinya, hukuman yang diberikan kepada pelaku
kriminal itu semestinya tidak bersifat penyiksaan akan tetapi sekedar mengobati “sakit”
yang ia derita. Di sisi lain, para ahli dengan pandangan yang berbeda memandang bahwa
hukuman yang berat itu diperlukan untuk mencegah meningkatnya angka kriminalitas
yang cenderung tinggi. Jadi, lebih merupakan tujuan fungsional. Hal ini berdasarkan pada
ayat al-qur’an surat Asy-syura ayat 40.
ََو َج َزا ُء َسيَِّئ ٍة َسيَِّئةٌ ِم ْثلُهَا ۖ فَ َم ْن َعفَا َوَأصْ لَ َح فََأجْ ُرهُ َعلَى هَّللا ِ ۚ ِإنَّهُ اَل يُ ِحبُّ الظَّالِ ِمين
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
2) Aspek Penjeraan (Deterrence) Hukuman
Sifat pokok dari penjeraan ini adalah menumbuhkan rasa takut terhadap hukuman. seperti
hukuman untuk perzinahan, misalnya, harus dilakukan di depan orang banyak. Tujuan
penjeraan yang umum kepada publik, yaitu agar takut berbuat hal yang serupa, tentunya
menjadi alasan rasional dibalik ketetapan ini. hal ini berdasarkan pada Qs. An-Nur ayat 2
ۖ ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِي ِدي ِن هَّللا ِ ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر
ََو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَاِئفَةٌ ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِين
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman.
3) Aspek Menjaga Keamanan Masyarakat (prevensi umum)
Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya agar menjadi orang
baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Dia diajarkan bahwa perbuatan yang
dilakukannya telah mengganggu hak orang lain, baik materil ataupun moril dan
merupakan perkosaan terhadap hak orang lain. Maksudnya yaitu menyelamatkan
masyarakat dari perbuatannya. Pelaku sendiri sebenarnya bagian dari masyarakat, tetapi
demi kebaikan masyarakat yang banyak, maka kepentingan perseorangan dapat
dikorbankan. Sebagaimana ketentuan umum (kaidah), kepentingan yang lebih banyak
23
harus didahulukan daripada kepentingan perseorangan. Oleh karena itulah, hukuman
mengorbankan kesenangan perseorangan untuk menciptakan kesenangan orang banyak.
4) Aspek pendidikan dan pengajaran (ta’dib dan tahdzib)
Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya agar menjadi orang
baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Dia diajarkan bahwa perbuatan yang
dilakukannya telah mengganggu hak orang lain, baik materil ataupun moril dan
merupakan perkosaan terhadap hak orang lain.28
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع
َزي ٌز َح ِكي ٌم ُ َّار
ِ ق َوالس ِ َوالس
Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Dalam ayat tersebut ditafsirkan bahwa ayat tersebut mengandung perintah wajib dilakukan
potong tangan terhadap pencuri yang mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi
untuk menimbulkan efek jera bagi pelakunya.
Kedua adalah negara islam sekuler atau negara yang menggunakan sitem hukumnya
meninggalkan syariat islam. Negara dengan konsep sekulerisme dimana negara tersebut
netral terhadap suatu agama. Sehingga negara tidak dapat masuk kedalam kehidupan pribadi
agama setiap warganya. Semua warga negara sederajat walaupun berbeda agama jadi negara
memisahkan dan mencegah urusan agama ikut campur dalam masalah pemerintahan serta
mencegah agama menguasai kekuatan politik. Ngara yang menggunakan konsep ini adalah
negara turki, Tajikistan, Niger, Azerbaijin dan Albania.30
28
Khotimah.
29
Ismail K. Usman, “konsep hukum islam dalam Al-Qur’an (antara keadilan dan kemanusian),” 6–7.
30
“Contoh Negara Sekuler - Kompas.com,” diakses 23 Oktober 2022,
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/03/09/02000091/contoh-negara-sekuler.
24
Ketiga adalah negara dengan mayoritas muslim, mereka mengikuti perkembangan sekuler
akan tetapi memasukkan sedikit hukum islam kedalam produk hukum atau undang-undang
yang telah mereka buat. Negara ini mengkombinasi antara hukum islam denga hukum barat
negara yang menganut sistem hukum ini adalah negara mesir, sudan, Pakistan dan maroko.31
Melihat ketiga model negara islam tersebut, dapat difahami bahwa setiap negara berbeda-
beda dalam menerapkan hukum islam. Melihat contoh negara islam yang menerapkan sistem
ideal mereka melakukan hukum potong tangan bagi sesorang pencuri, hal tersebut terdengar
miris dan menakutkan. Namun, Pada dasranya didalam Al-Qur'an sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa ketentuan qisas sangat jelas dan mengandungsisi keadilan
disamping tidak menyudutkan nilai-nilai kemanusiaan seperti QS. Al-Baqarah (2): 178-179.
صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى ۖ ْالحُرُّ بِ ْال ُح ِّر َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواُأْل ْنثَ ٰى بِاُأْل ْنثَ ٰى ۚ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن َأ ِخي ِه َش ْي ٌء َ ِب َعلَ ْي ُك ُم ْالق َ ِيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت
ك فَلَهُ َع َذابٌ َألِي ٌم َ ِيف ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗ فَ َم ِن ا ْعتَد َٰى بَ ْع َد ٰ َذل ٌ ِك ت َْخف َ ِان ۗ ٰ َذل
ٍ ُوف َوَأدَا ٌء ِإلَ ْي ِه بِِإحْ َس
ِ ع بِ ْال َم ْعر ٌ فَاتِّبَا
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. (QS.
Al-Baqarah (2): 178)
Artinya : “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-
orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah (2): 179)
Dengan demikian yang dimaksud dengan qisas adalah akibat yang sama yang dikenakan
kepada seorang yang kehilangan jiwa dan anggota badan orang lain setimpal dengan
perbuatan yang diperbuatnya, jika keluarga korban menghendaki dan pada dasarnya dalam
Al-Qur'an hanya bersifat prefentitif yaitu untuk mencegah permusuhan diataranya manusia.
keterangan mengenai hukum potong tangan ini mempunyai ketektuan-ketentuan antara lain:
31
Asrizal Saiin, Hasbi Umar, dan Hermanto Harun, “PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI MESIR DAN SUDAN:
STUDI KOMPARASI,” JISRAH: Jurnal Integrasi Ilmu Syariah 2, no. 3 (28 Desember 2021): 3,
https://doi.org/10.31958/jisrah.v2i3.4954.
25
Pertama, hukum potong tangan dijatuhkan kepada orang dewasa berakal. Kedua, hukum
potong tangan dikenakan kepada pencuri benda trejaga, terpelihara dan terpagar. Ketiga,
hukum potongtangan dikenakan apabila ada tuntutan dari pemilik barang atau pencuri itu
harus disaksikan oleh dua orang atau atas pengakuannya sendiri. Keempat, hukum potong
tangan ditetapkan apabila pencuri itu terlepas dari syubhat, maka maksudnya tidak termasuk
pencurian anak terhadap barang ayahnya, pencurian hamba terhadap tuannya, pencurian
karena kelaparan, bukan mengejar kekayaan.32
Berdasarkan pada permasalahan tersebut dapat diambil suatu pemahaman bahwa dalam
penerepan hukum Islam selalu menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keadilan dan
kemanusiaan yang diformulasikan dengan Alqur'an. Bahwa pada esensinya Alqur’an
diperlukannya perkembangan agar mampu menjawab tantangan permasalahan yang ada.
32
Ismail K. Usman, “konsep hukum islam dalam Al-Qur’an (antara keadilan dan kemanusian),” 8.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukuman merupakan timpaan derita atau kesengsaraan bagi pelaku kejahatan sebagai
balasan dari apa yang telah dilakukan / diperbuatnya kepada orang lain atau balasan yang
dilakukan si pelaku akibat pelanggaran. Menurut agama islam konsep hukuman sangat
beragam. Hukuman anatara jarimah satu dengan jarimah lainnnya berbeda-beda. Konsep
hukuman yang berdasarkan pada agama islam sudah termuat pada Al-Qur’an hadist nabi
maupun sumber hukum islam lainnnya. Konsep hukuman islam memanng terlihat berat
namun, hal itu tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemanusian. Hukuman yang
diterapkan tersebut juga memiliki beberapa tujuan dantaranya : (1) sebagai aspek ganti rugi
atau balasan hukuman (2) sebagai aspek penjeraan hukuman (3) sebagai aspek menjaga
keamanan masyarakat (4) sebagai aspek Pendidikan dan pengajaran. Penerapan konsep
hukuman sangat berbeda tiap daerah. Ada beberapa negara yang menerapkan konsep
hukuman secara penuh. Konsep hukuman islam tidak harus negara islam yang
menerapkannya, akan tetapi ada beberapa negara yang mencampurkan antara hukum positif
negaranya dengan hukum islam.
B. Saran
Demikian makalah terkait Konsep Hukuman, terimakasih kami ucapkan kepada para
pembaca. Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan baik
dari segi pembahasan maupun bahasa, maka dari itu kami selaku penyusun makalah
memohon saran dan juga masukan guna kesempurnaan makalah kami kedepannya.
27
DAFTAR PUSTAKA
28