Anda di halaman 1dari 14

By Rizky Pratama Putra

Penulis : Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P.


Penerbit : RajaGrafindo Persada
Cetakan : cetakan ke-3, Maret 2010
Tebal : 237 halaman
 
Bab 1
Ekonomi pada dasarnya dikelompokkan dalam ekonomi makro dan mikro. Yang
mana dalam buku ini mengkaji salah satunya, ekonomi mikro. Ekonomi Mikro
mempelajari tentang perilaku tiap-tiap individu dalam setiap unit ekonomi, yang
berperan sebagai konsumen, pekerja, investor, maupun pemilik sumber daya. Dan
juga menjelaskan perilaku industri dalam menentukan jumlah tenaga kerja, kuantias
da argayag teraik. Dalam pembahasan ekonomi mikro konvensional didasarkan pada
perilaku yang nyata terjadi di setiap unit ekonomi, tanpaadanya batasan syariah, kita
tidak akan pernah menemukan bagaimana perilaku seseorang konsumen apabila ia
emasukkan unsure pelanggaran, bunga dan kewajiban yang semestinya dikeluarkan,
zakat. Mengapa belajar mikro ekonomi Islam ? kita berharap setelah kita
mempelajari mikro ekonomi Islam, keyakinan kita semakin kuat, bahwa mikro
ekonomi Islam itu relevan dan dapat diterapkan dalam dunia nyata dengan tujuan
dapat menguntungkan kita dan tidak mendzolimi orang lain.
Ekonomi konvensional mengartikan bahwa ilmu ekonomi lahir dari adanya tujuan
untuk mengalokasikan sumber daya yang langka. Karena kelangkaan ini maka tiap
individu dihadapkan pada beberapa permasalahan. Bagaimana memproduksi, utuk
siapa, bagaimana mebagi produksi dari waktu ke waktu serta mempertahakan dan
menjaga tingkat pertumbuhan produksi tersebut. Juga adanya keinginan manusia
yang tidak terbatas. Tapi lain halnya dengan ekonomi Islam, para ekonom Muslim
menyatakan tidak selamanya kelangkaan dan ketidak terbatasan keinginan manusia
menjadi masalah dan perdebatan ekonomi. Baqir as-Sadr berpendapat bahwa
sumber daya itu hakikatnya melimpah dan idak terbatas.  Pendapat ini didasarkan
pada dalili yangmenyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan olej Allah dengan
ukuran setepat-tepatnya. Berbeda dengan ekonom Muslim yang menyatakan bahwa
masalah ekonomi meang bersumber dari kelangkaan, tetapi, karena anusia adalah
khalifah maka manusia bertaggung jawab untuk mengelolada mengoptimalkan
sumber daya yang diberikan oleh Allah, sebab akan dimintai pertanggungjawaban di
akhirat kelak.
Bab 2
Sejauh kita memandang antara ekonomi konvensional dan ekonomi Islam, keduanya
tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masing didasari
pada pandangan yang berbeda. Dimana ekonomi konvensional melihat ilmu sebagai
sesuatu yang secular(orientasi hanya pada kehidupan dunia), sementara ekonomi
Islam justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh prinsip-prinsip
religious(orientasi pada kehidupan dunia dan akhirat). Dalam paradigm ekonomi
Islam, para ekonom Muslim tidak menghadapi masalah prbedaan yang berarti.
Namun hal itu tejadi manakala mereka diminta unutk menjelaskan bagaimna konsep
ekonomi Islam itu. Hingga saat ini pemikiran tersebut dibagi dalam 3 madzab.
Madzab Baqir as-Sadr, Mainstream, dan Alternatif-kritis.
Madzab Baqir as-Sadr, ilmu ekonomi tida akan bias sejalan dengan Islam, keduanya
tidak bias disatukan karena adana perbedaan filosofi yang saling konradiktif. Madzab
Baqir menolak tentang masalah ekonomi yang muncul karena adanya keinginan
manusia yang tak terbatas sementara sumber daya untuk memenuhinya terbatas.
Krena menurut mereka Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas
berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Qamar : 49. Juga pada masalah keinginan manusia
yang tidak terbatas, manusia akan berhenti minum apabila dahaganya sudah
terpuasakan. Karena itu pula madzab ini berpendapat sebenarnya keinginan manusia
itu terbatas.  Menurut  mereka, istilah ekonomi Islam itu sendiri adalah salah,
menyesatkan dan kontradiktif dan arusdihetikan. Mereka memberikan solusi untuk
menggantinya dengan “iqtishad” yang secara harfiah berarti equilibrium atau
keseimbangan. Madzab ini berusaha untuk menyusunteori-teori baru dalam ekonomi
yang langsung didasari dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beralih pada teori selanjutnya,
Madzab Mainstream, Madzab ini justru setuju  bahwa asalah ekonomi muncul karena
sumber daya yang terbatas yang dihdapkan pada keinginan manusia yang tidak
terbatas. Mereka mendasari hal tersebut dari dalil di Al-Qur’an surat Al-Baqarah :
155 dan At-Takaatsur : 1-5. Dan dari sabda nabi bahwa manusia tidak akan pernah
puas bila diberikan emas satu lembah maka ia akan meminta dua lembah. Secara
alami konsep atau pandangan madzab ini untuk masalah ekonomi tidak ada bedanya
dengan pandangan konvensional. Namun, cara menyelesaikan masalah ekonomi
tersebut, madzab ini berbeda. Dalam ekonomi konvensional, dalam masalah
sumberdaya yang terbatas dan keinginan yang tak terbatas menuntut manusia
untuk melakukan pilihan atas keinginannya, dan harus bisa memprioritaskan
keinginannya yang palig penting. Pilihan tersebut dilakukan berdasar selera masing-
masing individu, mereka boleh mempertimbangkan tuntutan agama, maupun tidak,
atau secara tidak langsung mereka mempertuhankan hawa nafsunya. Beda dengan
ekonomi Islam, pilihan tersebut tidak dilakukan karena selera atau kemauan, tapi
dipandu oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu tokoh terkenalnya, Umer Chapra
berpendapat bahwa usaha untuk mengembangkan ekonomi Islam bukan berarti
harus menghapus konsep ekonomi konvensional. Karena bahwasanya mengambil
hal-hal baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam
sama sekali tidak diharamkan.Terakhir, madzab Alternatif-Kritis. Madzab yang
mengkritik kedua madzab sebelumnya. Madzab Baqir dikritik sebagai madzab yang
berusaha menemukan sesuatu yang baru yang mestinya sudah ditemuka orang lain,
mengganti teori lama degan teori baru. Sedangkan madzab Mainstream dikritik
sebagai jiplakan ekonomi neoklasik dega menghilangkan variable riba dan
memasukkan variable zakat serta niat. Mereka yang mengikuti madzab Alternatif-
Kritis berpendapat kritik bukan hanya dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi juga terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti
benar tapi tidak untuk ekonomi Islam, karena itu hanyalah hasil tafsiran manusia
atas Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposisi
dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu diuji kebenarannya
sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi konvensional. Walaupun pemikran
para pakar tentang ekonomi Islam terbagi menjadi tiga madzab, pada dasarnya
mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasari, prinsip-prinsip yang
membentuk keseluruhan kerangka ekonomi Islam. Kerangka tersebut didasari atas
lima nilai universal teori ekonomiyang kemudian menadi dasar inspirasi untuk
menyusun proposisi dan teori ekonomi Islam. Namun tiada guna apabila teori-teori
tersebut tidak diterapkan menadi system, al itu menjadika ekonomi Islam hanya
sebagai kajian ilmu saja. Karena itu, dari lima nilaiu nivesal tersebut dibangunlah
tiga prinsip derivatif yang menadi ciri dan cikal bakal ekonomi Islam. Di atas semua
nilai dan prinsip sebelumnya, dibangunlah konsep yang memayungi semuanya, yakni
konsep akhlak. Akhlak menempati posisi puncak, karena inilah ynag menjadi tujuan
Islam dan dakwah para nabi yakni unuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak
inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya.
Adapun nilai–nilai yang menjadi dasar membangun teori ekonomi Islam. Yang
pertama adalah Tauhid atau keesahan Tuhan merupakan fondasi ajaran Islam.
Dengan tauhid, manusia menyadari bahwasanya ada batasan pada dirinya,
bahwasanya hanya Allah-lah yang memiliki segalanya, termasuk manusia itu sendiri
sebagai makhluk ciptaan-Nya. Allah adalah pemilik hakiki, manusia hanyalah diberi
amanah untuk “memiliki” dalam sementara waktu saja. Tujuan diciptakannya
manusia hanya untuk beribadah kepadaNya, karena itu segala aktivitas manusia
dalam hubungannya dengan alam(sumber daya) dan manusia(muamalah) dibingkai
dengan kerangka hubungan dengan Allah. Karena kepadaNya kita akan
mempertanggung jawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan
bisnis. Nilai yang kedua adalah ‘Adl atau keadilan. Allah adalah pencipta segala
sesuatu, dan adil adalah salah satu sifatNya, Dia tidak membeda-bedakan perlakuan
terhadap makhlukNya. Karenanya manusia sebagai khalifah di muka bumi, sudah
mnjadi kewajiban bagi manusia untuk memelihara hokum Allah di bumi. Dalam
Islam adil diartikan sebagai “tidak mendzalimi dan tidak didzalimi”. Dari nilai ini
manusia diajarkan untuk tidak boleh mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
merugikan orang lain. Nilai yang ketiga adalah Nubuwwah atau kenabian. Allah
mengutus para nabi dan rasulNya untuk menyampaikan petunjukNya kepada
manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia. Fungsi rasul adalah
untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia untuk selamat di dunia
dan akhirat. Untuk umat Muslim, Allah telah menciptakan model terbaik, yaitu nabi
Muhammad Saw. Untuk diteladani sampai akhir zaman. Sifat-sifat utama sang model
yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis
pada khususnya, adalah siddiq, amanah, fathanah, tabligh. Bila ekonom Muslim akan
menyusun teori dan proposisinya, maka hal yang harus menjadi pegangan adalah
bahwa semua yang dating dari Allah dan RasulNya pasti benar. Berlanjut pada nilai
keempat, Khilafah atau pemerintahan. Allah berfirman bahwa manusia diciptakan
untuk menjadi khalifah yang berarti menjadi pemimpin dan pemakmur di bumi.
Fungi utama nilai ini adalah untuk menjaga keteraturan interaksi(muamalah) anatar
kelompok termasuk dalam bidangekonomi agar kekacauan dan keributan dapat
dihilangkan. Dalam Islam pemerintah memainkan peranan yang kecil tetapi sangat
penting dalam perekonomian. Yaitu untuk menjamin perekonomian agar berjalan
sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi pelanggaran-
pelanggaran terhadap hak-hak manusia yang keseluruhannyadalam kerangka
mencapai maqashid al-syari’ah(tujuan syariah). Hal yang dapat dicapai dengan
melindungi keimanan, jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia. Kemudian
nilai yang terakhir, Ma’ad atau hasil. Secara harfiah berarti kembali, karena pada
akkanya kita semua akan kembali kepada Allah. Pandangan dunia yang khas dari
seorang Muslim adalah”dunia hanyalah ladang akhirat”. Karena itu Allah melarag kita
untuk terikat pada dunia, sebab jika dibandingkan dengan kesenangan di akhirat,
kesenangan dunia tidaklah seberapa. Ma’ad dapat diartika juga sebagai imbalan,
implikasi  nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya, diformulasikan oleh
Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa para pelaku bisnis adalah untuk
mendapatkan laba. Laba dunia dan akhirat, karena itukonsep profit mendapat
legitimasi dalam Islam.
Kelima nilai yang telah diuraikan dapat menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori
dan proposisi ekonomi Islam. Disamping kelima nilai tersebut, terdapat tiga prinsip
derivatif yang menjadi ciri-ciri sistem ekonomi Islam. Prinsip pertama adalah
Multitype Ownership atau kepemilikan multijenis yang berdasar dari nilai tauhid dan
adil. Dala siste kapitalis, prinsip umum yang berlaku adalah kepemilikan swasta,
dalam sistem sosialis kepemilikan negara, sedangkan dalam Islam belaku prinsip
multijenis yang mengakui bentuk kepemilikan swasta dan negara atau campuran.
Prinsip kedua yakni Freedom to act atau kebebasan bertindak adalah prinsip yang
berdasar pada nilai nubuwwah. Keempat nilai nubuwwah bila digabungkan dengan
nilai keadilan dan khalifah akan melahirkan prinsip freedom to act pada tiap Muslim,
khususnya pelaku bisnis dan ekonomi. Freedom to act bagi tiap individu akan
menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian, karena mekanisme pasar
adalah sebuah keharusan dalam Islam dengan syarat tidak adanya
distorsi(pendzaliman). Distorsi tersebut dapat dikurangi dengan penghayatan nilai
keadilan. Penegakan nilai keadilan dapat dilakukan dengan melarang semua
mafsadah, riba, gharar, tadlis, maysir. Negara minimal bisa meminimalkan market
distorsion ini, dengan demikian Negara atau pemerintah bertindak sebagai wasit
yang megawasi ineraksi para pelaku ekonomi dan bisnis supaya tidak ada pihak
yang didzalimi atau terdzalimi dan akhirya akan tercipta iklim ekonomi dan bisnis
yang sehat. Kemudian prinsip yang terakhir adalah Social justice atau keadilan sosial
yang berasal dari gabungan nilai khilafah dan ma’ad. Dalam Islam,pemerinta
bertanggung jawab menamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan mampu
menciptakan keseimbangan social antara yang kaya dan yang miskin. Semua sistem
ekonomi brtujuan untuk menciptakan system perekonomian yang adil. Sistem yang
baik adalah system yang dengan egas dan konsisten menjalankan keadilan. Dalam
Islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka dan satu pihak tidak mendzalimi
pihak yang lain. Islam menganut system ekonomi pasar, namun tidak semuanya
diserahkan pada mekanisme harga. Karena segala distorsi tidak semuanya dapat
diselesaikan, maka Islam memolehkan adanya inervensi, bak berupa intervensi
harga maupun pasar. Selain itu Islam juga melengkapi perangkat berupa instrumen
kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi segala distorsi yang muncul.
Bab 3
Asumsi Rasional adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional(masuk
akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yan menjadikan mereka
lebih buruk. Apakah makna perilaku rasional? Perilaku rasional punya dua makna,
yaitu sebagai metode dan hasil. Dalam makna metode, perilaku rasional adalah
tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasn, bukan berdasar kebiasaan,
prasangka atau emosi. Sedangkan dalam makna hasil, perilaku rasional adalah
tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai. Terdapat dua
jenis rasionalitas, rasionalitas kepentingan pribadi adalah saat dimana individu-
individu dalam rangka untuk mencapai sesuatu yang menjadikan mereka lebih baik,
pada saat yang sama menjadikan orang di sekelilingnya menjadi lebih baik pula.
Rasional target saat ini adalah teori yang berasumsikan bahwa manusia
menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah aksioma. Namun perspektif Islam
tidaklah langsung menerima teori asumsi rasionalitas tersebut. Pada pendapat
kepentingan pribadi, yang mana diartikan kita berasumsi bahwa individu mengejar
banyak tujuan, bukan hanya memperbanyak kekayaan secara moneter. Sayangnya,
konsep ini terlalu longer sehingga tindaka apapun dari seseorang dapat dijustifikasi
sebagai rasional hanya Karena ia mengklaim bahwa tindakannya didorong oleh
kepentingan pribadi-nya,
Bab 4
Bagaimanakah fungsi utilitas dan konsumsi dalam Islam? Seorang ulama besar,
Imam Al-Ghazali telah memberikan sumbangan yang besar dalam pengembangan
dan pemikiran dalam dunia Islam. Salah satunya adalah fungsi kesejahteraan social
Islam dan pandangannya tentang peran aktivitas ekonomi secara umum.
Sesunggunya seorang penulis telah menyatakan bahwa Al-Ghazali telah menemukan
sebuah konsep fungsi kesejahteraan social yang sulit diruntuhkan dan sangat
dirindukan oleh ekonom-ekonom modern. Dalam meningkatkan kesejahteraan social
Imam Al-Ghazali telah mengelompokkan dan mengidentifikasisemua masalah baik
yang berupa masalih, maupun mafasid dalam meningkatkan kesejahteraan social.
Menurut Al-Ghazali kesejahteraan masyarakat tergantung pada pencarian dan
pemeliaraan lima tujuan dasar, yaitu agama, hidup atau jiwa, keluarga atau
keturunan, harta atau kekayaan, dan akal. Ia menitik beratkan bahwa mencapai
falah adalah tujuan utamanya. Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi
kesejahteraan sosialnya dalam kerangka hierarki utilitas individu dan social ang
meliputi ketuhanan, kesenangan atau kenyamanan, dan kemewahan. Kunci
pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penediaan tingkatan
pertama, yaitu kebutuhan pokok, namun demikian Al-Ghazali menyadari bahwa
kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan
dapat mencangkup bahkan kebutuhan sosiopsikologis. Walaupun keselamatan
merupakan tujuan akhir, Al-Ghazali tidak ingin karena mengutamakan hal itu,
manusia mengabaikan kewajiban-kewajiban duniawinya. Bahkan pencarian kegiatan
ekonomi adalah suatu keharusan bila ingin mencapai keselamatan, karena aktivitas
ekonomi adalah suatu ibadah. Al-Ghazali juga tidak hanya menyadari keinginan
manusia yang ingin mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhan untuk
persiapan di masa depan. Namun ian memperingatka jika semanga ingi lebih ini
menjurus pada keserkahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas
dikutuk, dalam hal ini Al-Ghazali memandang kekayaan adalah sebagai ujian
terbesar.
Dalam ilmu ekonomi, tingkat kepuasan digmbarkan oleh kurva indiferen, dan yang
biasa digambarkan adalah tingkat kepuasan antara dua barang atau asayang kedua
memag disuka oleh konsumen. Dalam pembangunan teori tingkat kepuasan,
digunakan tiga aksioma, yaitu completeness aksioma yang mengatakan tiap individu
dapat menentukan keadaan mana yang lebih disukai diantara dua keadaan.
Kemudian transitivity, aksioma yang memastikan adanya konsistensi internal dalam
diri individu dalam mengambil keputusan. Dan continuity, yaitu keadaan yang
menjelaskan konsistensi dari aksioma transitivity bahwa pengambilan keputusan
tersebut juga untuk menentukan konsistensi hal lain yang lebih rendah. Seperti
dijelaskan sebelumnya, entang teori rasionalitas dalam Islam, bahwasanya tidak
semua komoditas punya sifa yang sama, adayan halal dan ada yang haram. Islam
melarang mengalalkan apa yang sudah ditetapkan sebagai haram dan demikian
sebaliknya. Rasululah Saw., bersabda “Orang beriman yang lebih kuat lebih bak dan
lebih dicintai daripada orang beriman yang lemah”. Jadi dalam konsep Islam pun
diakui bahwa yang lebih banyak(yang halal) lebih baik. Pembagian jenis barang dan
jasa sangat penting dalam Islam, oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk
menggambarkan hal ini dalam tingkat kepuasan. Tingkat kepuasan untuk dua
barang yang salah satunya tidak disukai digambarka dengan tingkat kepuasan yan
terbalik seakan diletakan cermin. Semakin sedikit barang yang tidak disukai aka
memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Segala keinginan pasti ada
konstrain yang membatasinya, tentu batasan ini akan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dan usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan konstrain yang lebih
tinggi. Di Islam Rasulullah pernah menggambarkan hubungan antara cita-cita atau
keinginan manusia dan segala ambatan yang mesti dijumpainya. Ia kemudian
membuat gambar empat persegi panjang, ditangah-tengahnya ditarik satu garis
sampai keluar, dan kemudian beliau meggambar garis pendek-pendek di sebelah
garis yang di tengah-tengah seraya bersabda, “ Ini adalah manusa dan empat
persegi panjang yang megelilingi adalah ajal.  Garis yang di luar adalah cita-cita,
serta garis yang pendek adalah hambatannya. Apabila ia dapat meghadapi hambata
yang satu maka ia akan menghadapi hambatan yang lain. Dan apabila ia dapat
menghadapinya maka ia akan menghadapi hambatan yang satu lagi”. Untuk tetap
semangat dalam mengadapi hambatan tadi, maka ia meengembalikan sepenuhnya
kepada Allah Swt., ia percaya bahwa tiada sesuatu sesuatu yang terjadi di alam ini
taka lain atas kehendak Allah.
Bab 5
Pada  bab sebelumnya ita telah mempelajari teori konsumsi bagaimana
memaksimalkan tingkat kepuasan dengan batasan garis anggaran untuk mencapai
tingkat optimal. Kita mengetahui bahwa pilihan yang optimal dipengaruhi oleh
pendapatan dan harga dari komoditas yang bersangkutanFaktor harga dari
komoditas merupakan variabel dependen yang dapat menentukan berapa umlah
komoditas yang bersangkutan diminta oleh konsumen. Bila kurva harga-konsumsi
kita turunkan maka kita dapat merumuskan kurva permintaan. Dalam konsep Islam
yanharam telah jelas, begitu pula yang halal. Secara logika ekonomi kita telah
menjelaskan bahwa bila kita dhadapkan pada dua pilihan, barang halal dan haram
maka solusi optimalnya adalah mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk
mengonsumsi arang halal. Karena hal itu akan meningatkan kepuasan. Beralih pada
bahasan lain. Apalah artinya tabungan bila tidak dinvestasikan, ia hanya akan
menjadi seonggok harta yang tidak berguna, juga Islam tidak memperbolehkan
adaya penimbunan harta yang sia-sia. Karena larangan penimbunan harta ini untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia itu sendiri.
Bab 6
Dalam bahasan kali ini, penulis membahas bagaimana perilaku perusahaan. Dalam
literature konvensional, teori produksi ditujukan untuk memberikan pemahaman
tentang perilaku perusahaan dalam membeli dan menggunakan masukan(input)
untuk produksi dan menjual produk(output). Seperti teori konsumsi, teori produksi
juga memberkan penjelasan tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan
keuntunganya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Memaksimalkan
keuntungan atau efisiensi produksi tidal akan terlepas dari dua hal, yaitu struktur
biaya produksi dan pendapaa ang didapat. Sehingga untuk memberikan pemahaman
yang lebih dan dapat juga untuk mebedakan konsep syariah dan implikasinya dalam
teori produksi. Maka aka dijelaskan pula dampak pemberlakuan system bunga atau
revenue sharing terhadap stuktur biaya atau pendapatan.Namn kenyataannya sering
seorang produsen beroperasi dari berbagai macam sumber modal. Ada yang berasal
dari qard(pinjaa tanpa kompensasi), syirkah(sebaia menggunaa odaldari piha lain) ,
ada yang berasal dari pinjaman bank yang berbasis bunga dan lain-lain. Ekonom
islam yang cukup kawatir dengan teori produksi adalah Imam Al-Ghazali. Beliau
telah mengurakan factor produksi dan fungsi produksi dalam kehidupan manusia.
Dala uraiannya beliau sering meggunakan kata kashab dan islah yang berarti usaha
fisik yang dikerahkan manusia dan yang kedua adalah upaya manusia untuk
megelola dan mengubah sumberdaya yang tersedia agar menjadi atau memiliki
manfaat yang lebih tinggi. Al-Ghazali memberikan perhatian yang cukup besar ketika
menggambarkan beracam ragam aktivitas produksi dalam masyarakat, termasuk
hierarki dan hakikatnya. Ia mengklarifikasi aktivitas produksi menurut kepentingan
social dan menitikbertakan perlunya kerja sama dan koordinasi karena focus
utamanya adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar-dasar etos kerja
Islam. Al-Ghazali mengaggap pencaharian ekonomi adalah sebagai bagian dari
ibadah individu. Produksi barang-barang kebutuhan dasar secara khusus dipandang
sebagai kewajian social. Jika sekelompok orang sudah berkecimpung dalam
memproduksi barang-barang tersebut dalam jumlah yang sudah mencukupi
kebutuhan masyarakat, maka kewajiban seluruh masyarakat terpenuhi. Namn, jika
tidak ada seorang pun yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut, atau jumlah
yang diproduksi tidak mencukupi, maka semua orang aka dimintai
pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Pada pokoknya, Negara harus
bertanggung jawab dalam menjamin bahwa barangbarang kebutuhan pokok yang
diproduksi dalam jumlah yang cukup. Karena ketidakseimbangan yang menyangkut
barang-barang kebutuhan pokok cenderung menciptakan kondisi kerusakan dalam
masyarakat.
Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan peradaban manusia dan bumi.
Karena produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dan alam. Maka dari itu
Allah menetapkan manusia sebagai khalifah. Bumi adalah lapangan dan medan,
sedangkan manusia adalah pengelola segala apa yang terhampar di muka bumi
untuk dimaksimalkan kegunaan dan manfaatnya. Apa yang diungkapkan para
ekonom tidak akan keluar dari unsur kerja atau upaya manusia. Sistem dan aturan
tak lain hanyalah sebagai perencanaan dan arahan sedangkan modal dalam bentuk
alat dan prasarana diartikan sebagai hasil kerja yang dsimpan. Denga demikian
factor yang dominan dalam produksi adalah kualitas dan kuantitas manusia, system
atau prasarana yang kemudian kita sebut sebagai teknologi dan modal. Tanggung
jawab manusia sebagai khalifah adalah mengelola sumber daya yang telah
disediakan oleh Allah secara efisien dan optimal agar kesejahteraan dan keadilan
dapat ditegakkan. Adalah berbuat kerusakan sesuatu yang harus dihindari oleh
manusia. Nilai universal lain dalam ekonomi Islam tentang produksi adalah adanya
perintah untuk mencari sumber-sumber yang halal dan baik bagi produksi dan
memproduksi serta memanfaatkan output produksi pada jalan kebaikan tanpa
mendzalimi pihak manapun. Dengan demikian, penentuan input dan output dari
produksi haruslah sesuai hokum Islam dan mengarahkannya pada kemaslahatan.
 
Bab 7
Seperti halnya pada permintaan dalam Islam yang diturunkan dar fungsi konsumsi,
maka teori penawaran hakikatnya adalah derivasi dari perilaku individu-individu
perusahaan dalam analisis biayanya. Telah dijelaskan bahwa tidak ada perusahaan
yang bersedia berproduksi ketika tingkat harga yang berlaku lebih kecil dari biaya
variabel rata-rata. Jadi, tiap perusahaan akan berproduksi jika harga yang berlaku
lebih tinggi dari biaya variabel rata-rata. Pada dasarnya terdapat garis harga yang
tak terbatas jumlahnya di atas titik perpotongan antara kurva biaya marginal dengan
kurva biaya variabel rata-rata, dari sinilah dapta ditemukan berapa kuantitas yang
dapat ditawarkan pada tiap tingkatan harga. Pada salah satu bahasannya
menjelaskan tentang pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang
berbeda dibandingkan pengenaan pajak penjualan. Dalam konsep Islam, zakat
perniagaan dikenakan bila terpenuhi dua hal, nisab(batas minimal harta yang
menjadi obyek zakat, yaitu setara 96gram emas) dan haul(batas minimal waktu
harta tersebut dimiliki, yakni satu tahun). Jika nisab dan haul terpenuhi, maka
wajiblah mengeluarkan zakat sebsar 2,5 %. Objek zakat perniagaan adalah barang
yang diperjual belikan. Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi obyek zakat
adalah pendapatan minus beban. Para ulama memiliki dua pendapat, pendapat
pertama biaya tetap boleh diperhitungkan, yang kedua hanya biaya variabel saja
yang boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi pendapat pertama berarti yang
menjadi obyek zakat adalah sewa, sedangkan yang kedua yang menjadi obyek zakat
adalah surplus produser. Pendapat manapun yang digunakan atas obyek zakat ini
sama sekali tidak akan memberikan pengaruh pada biaya total rata-rata, yang
berarti tidak ada pengaruh terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat
perniagaan juga tidak memberikan pengaruh pada biaya marginal, yang berarti tidak
memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran.
Bab 8
Selanjutnya pembahasan tentang mekanisme pasar Islam, catatan paling awal yang
dapat ditemukan mengenai penambahan dan pengurangan produksi akibat
perubahan harga adalah oleh Abu Yusuf. Namun, daripada berusaha untuk membuat
penjelasan mengenai permintaan dan penawaran dan akibatnya terhadap tingkat
harga. Abu Yusuf mengatakan, “ Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan
mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak
bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal
tidak disebabkan oleh kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan
Allah. Tekadag makanan berlimpah tetapi tetap mahal, dan terkadang makanan
sangat sedikit tetapi murah.” Dari kutipan ini nampak jelas bahwa Abu Yusuf
membantah kesan umum dari hubungan negative antara penawaran dan tingkat
harga. Adalah dalam kenyataannya benar bahwa tingkat harga tidak hanya
bergantung pada penawaran semata, dimana permintaan juga adalah hal yang
sangat penting. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan tingkat harga tidak harus
selalu berhubungan dengan kenaikan dan penurunan produksi saja. Bersikeras
dengan hal itu, Abu Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa alas an lainnya, tetapi
ia tidak menyatakan secara jelas, apakah karena alasan yang lain tersebut? Apakah
yang ada di pikiran Abu Yusuf? Harus diselidiki lebih lanjut apakah Abu Yusuf
ataukah ilmuwan lain ang dalam angkatannya pernah membahas permasalahan ini.
Ternyata Ibnu Taimiyah melakukan pembahasan mengenai permasalahan tersebut
secara menyeluruh dan meaukan analisis terhadap al tersebut dari sudut pandang
ekonomi, menjelaskan kekuatan yang menentukan tingkat harga, sejarah pemikiran
yang baru matang pada abad XVIII. Mengenai masalah pengaturan tingkat harga
juga dibahas secara rinci oleh Ibnu Taimiyah. Cukup bermanfaat bahwasanya
panangan Ibnu Taimiyah tentang pengaturan tingkat harga adalah lebih menyeluruh
dibandingkan yang lain. Ibnu Taimiyah mendukung penetapan harga dalam kasus
dimana komoditas kebutuhan pokok yang harganya telah naik akibat dimanipulasi.
Kemudian Ibnu Taimiyah menyarankan adanya suatu penyediaan industri-industri
tertentu oleh pemerintah atau Negara serta memperbaiki tingkat pengupahan jika
hal tersebut tidak terjadi secara memuaskan oleh kekuatan pasar. Alasannya adalah
karena Ibnu Taimiyah seperti juga Al-Ghazali menganggap industri-industri dan jasa-
jasa yang berbeda adalah kewajiban kolektif bagi semua Muslim, dengan implikasi
jika ketersediaan industri-industri dan jasa-jasa tesebut tidak mencukupi, maka
adalah kewajiban bagi Negara untuk mengurusnya. Menggambarkan bahwa industri
dan perdagangan adalah kewajiban bersama religious, Al-Ghazali menyatakan,
”Apabila industri-industri dan perdagangan-perdagangan ditinggalkan, perekonomian
akan runtuh dan manusia akan lenyap.”
Ibnu Taimiyah adalah seorang pelopor dalam penjelasannya tentang penentuan
harga dalam hubungannya dengan penawaran dan permintaan. Ia juga melakukan
pembahasan mengenai pengaturan tingkat harga oleh pemerintah serta juga
memberi perhatian pada monopoli, oligopoly, dan monopsoni. Sebagai tambahannya
Ibnu Taimiyah juga membahas konsep-konsep keuntungan yang adil, upah yang
adil, dan kompensasi yang adil. Masyarakat pada masa Ibnu Taimiyahberanggapan
bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan
melanggar hokum dari pihak penjual atau mungkin karena manipulasi pasar. Dengan
tegas Ibnu Taimiyah membantah, dan menegaskan bahwa harga ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran. Ia mengatakan naik turunnya harga tidak
selalu disebabkan tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terliat transaksi. Bisa
jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produk,
penurunan jumlah impor barang yang diminta ataupun tekanan pasar. Karena itu
jika permintaan barang meningkat, penawaran menurun, maka harga barang
tersebut akan naik, begitu pula sebalikya. Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa
datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan
sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang  yang ditawarkan,
sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar
kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya permintaan dan penawaran. Bila
transaksi sudah sesuai, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah.
Dibedakan pula dua factor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan,
yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual,
misalnya penimbunan. Adapun factor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran antara lain adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaa atau
melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.
Permintaan terhadap barang acapkali berubah. Perubahan yang bergantung pada
jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya, kuat-lemahnya dan besar
kecilnya kebutuhan terhadap barang tersebut. Pada tempat yang lain, Ibnu Taimiyah
mengemukakan relevansi antara kredit terhadap penjualan. Karena itu kita dapat
berkesimpulan bahwa transaksi kredit merupakan hal yang wajar pada saat itu.
Ketika menetapkan harga, para penjual harus memperhatikan ketidakpasian
pembayaran pada masa mendatang. Ia juga menengarai kemungkina penjual
menawarkan diskon untuk transaksi tunai, dengan demikian Ibnu Taimiyah bukan
saja menyadari kekuatan penawaran dan permintaan melainkan juga menyadari
insentif, disintensif, ketidakpastian, dan risiko yang terlibat dalam transaksi pasar.
Ibnu Taimiyah mendukung kebebasan untuk keluar-masuk pasar. Ia misalnya
mengatakan bahwa memaksa orang agar menjual berbagai benda yang tidak
diharuskan untuk menjualnya atau melarang mereka untukmenjual barang-barang
yang diperbolehkan untuk dijual, merupaka hal yang tidak adil dan melangar hukum.
Ibnu Taimiyah juga mengkritik adanya kolusi antara pembeli dan penjual. Ia
menyokong homogenitas dan standarisasi produk dan melarang pemalsuan produk
serta penipuan pengemasan produk untuk dijual. Ibnu Taimiyah menentang
peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk
menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetapmemperhatikan pasar yang tidak
sempurna, ia merekomendasikan bahwa apabila penjual melakukan penimbunan dan
menjual harga yang lebih tinggi dibanding harga normal, padahal orang-orang
membutuhkan barang tersebut maka para penjual akan dipaksa untuk menjual
sesuai harga ekuivalen, yang disebut juga sebagai pengaturan harga yang adil. Dan
apabila terdapat elemen monopoli, pemerinta arus turun tangan melarang monopoli
tersebut.
Dalam konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan
pasar, yaitu permintaan dan penawaran. Pertemuan keduanyaharus terjadi karena
rela sama rela tanpa ada pihak yang merasa terpaksa. Dalam konsep Islam,
monopoli, duopoli, oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual, da
banya penjual tidak dilarang keberadaannya, selama mereka menambil keuntungan
di atas keuntungan normal. Produsen yang beroperasi dengan positif profit akan
mengundang produsen lain untuk masuk ke dalam bisnis tersebut. Sehingga kurva
supply bergeser ke kanan, jumlah output yang ditawarkan bertambah dan harga
akan turun. Produsen baru akan tetap masuk pasar hingga profit untuk produsen
yang ada menjadi nol. Pada keadaan ini produsen yang ada punya insentif untuk
keluar pasar, sebaliknya, produsen yang baru tidak punya insentif untuk masuk
pasar. Islam mengatur agar persaingan di pasar dilaka secara adil. Tiap bentuk yang
menimbulkan ketidakadilan dilarang. Adapun jenisnya seperti, talaqqi rukban
dilarang karena pedangang yang pedagang yang menyongsong di pinggir kota akan
mendapat keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari kampong. Mencegah
pedagang desa ke kota akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif. Mengurangi
timbangan, dilarang karena barang dijual denga harga yang sama untuk jumlah
yang lebih sedikit. Menembunyikan barang cacat dilarang, karena penjual mendapat
harga yang baik untuk kualitas yang buruk. Menukar kurma yang kering dengan
kurma yang basah dilaang, karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak
sama dengan kurma kering yang ditukar. Transaksi Najasy dilarang karena sipenjual
menyuruh orang lain untuk memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi
agar pembeli lain tertarik. Ikhtikar dilarang, karena mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih
tinggi. Dan ghaban faa-hisy dilarang yaitu menjual di atas harga pasar.
Dalam konsep ekonomi Islam cara pengendalian harga ditentukan oleh
penyebabnya. Bila penyeabnya adalah perubahan pada permintaan dan penawaran
maka mekanisme pengendalian dilaukan melalui intervensi pasar. Sedangkan bila
penyebabnya adalah distorsi pasar terhadap permintaan dan penawaran maka
pengendalian dilaukan melalui intervensi pada harga untuk mengembalikan
hargapada keadaan semula. Intervensi pasar inipun perna dilakukan pada zaman
Rasulullah dan Khulafa Rasyidin. Saat itu harga gandum di Madinah naik, maka saat
itu pemerintah melakukan impor gndum dari Mesir. Dalam ekonomi Islam tidak
dikenal sikap mendua, siapapun boleh berbisnis, namun ia tidak boleh melakukan
ikhtikar, istilah ekonominya monopolistic rent. Inilah indahnya Islam, monopoli boleh
tapi monopolistic rent tidak boleh. Bersumber dari sabda Rasul, “Tidaklah orang
melakukan ikhtikar itu kecuali ia berdosa.” Jelaslah Islam menghargai hak penjual
dan pembeli untuk menetapkan harga sekaligus untuk melindungi keduanya.
Bab 9
Struktur pasar dibedakan berdasarkan banyaknya penjual dan pembeli. Secara
mudahnya pasar yang terdri dari banyak penjual dengan barang yang relative
homogen disebut pasar persaingan sempurna. Sedangkan pasar yang terdiri dari
banyak penjual tapi barangnya berbeda satu sama lain disebut pasar bersaing
monopolistic. Dan pasar yang hanya ada satu penjual disebut pasar monopoli, pasar
dengan beberapa penjual disebut oligopoli. Dalam  penerapannya seringkali timbul
pertanyaan seberapa terdiferensiasi barang yang dijual sehingga disebut pasar
persainga monopolistik. Apa batasan beberapa penjual dala definisi pasar oligopoli.
Apakah pasar yang terdiri dari beberapa penjual, naun hanya satu penjual yang
dominan yang menguasai 95% pangsa pasar, dapat dikatakan pasar monopoli atau
oligooli? Dala pasar bersaing sempurna, secara teori enjual tiak dapat menentukan
harga atau disebut price taker, dimana penjual aka menjual barangnya sesuai harga
yang berlaku di pasar. Semakin banyak penjual berarti semakin banyak pilihan
pembeli, penjual yang harganya lebih tinggi tentunya akan ditinggalkan, dan al inilah
yang mendorong penjual untuk menjadi pricetaker. Sedangkan, semakin homogeny
barang yang dijual berarti pembeli semakin tidak memiliki insentif mencari barang di
penjual lain. Hal inilah yang mendorong penjual untuk menjual barangnya sama
dengan harga yang berlaku di pasar, tidak ada alasan pembeli untuk membayar
lebih untuk barang yang sama. Dan apabila semain banyak kelebihan kapasitas
produksi berarti setiap kenaikan permintaan dapat dipenuhi tanpa membuat harga-
harga naik. Inilah yang meahan penjual untuk tidak menaikkan harganya meskipun
ada kenakan permintaan. Karena bila ia menaikkan harganya pembeli akan
membelinya dari penjuallain yang sama-sama memiliki kelebihan kapasitas. Pasar
bersaing monopolistik, terdiferensiasi produk yang dijual memberikan peluang bagi
penjual untuk menjual barangnya dengan harga yang berbeda dengan barang lain
yang ada di pasar. Monopoli, yang berarti pasar yang hanya ada satu penjual. Dalam
Islam keberadaan satu penjual dipasar atau tidak adanya pesaing bukanlah suatu
hal yang dilarang. Siapapun boleh berdagang tanpa peduli apakah ia satunya-
satunya panjual atau adapenjual lain. Jadi dalam artian harfiah, monopoli itu boleh-
boleh saja. Namun apa yang tidak boleh itu ikhtikar. Ikhtikar adalah mengambil
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang
lebih tinggi. Abu Hurairah r.a meriwayatkan hadis Rasulullah sebagai berikut,
“Barangsiapa yang melakukan ikhtikar untuk merusak harga pasar sehingga harga
naik secara tajam, maka ia berdosa.” Di zaman Rasulullah Saw., salah satu cara
melakukan ikhtikar adalah dengan cara menimbun agar harga naik akibat
kelangkaan terebut. Spesifiknya, madzab Syafi’I dan Hanbali mendefinisikan ikhtikar
sebagai, “Menimbun barang yag telah dibeli pada saat harga bergejolak tinggi untuk
menjualnya dengan harga yang lebih tinggi pada saat dibutuhkan oleh penduduk
setempat atau lainnya.” Berbeda dengan oligopoly, dalam pasar oligopoly terdapat
beberapa penjual, dapat dikatakan oligopoly adalah pertengahan dari monopoli dan
persaingan monopolistic. Dalam monopoli, penjual dapat menentukan harga tanpa
harus khawatir reaksi penjual lain. Dalam pasar persaingan monopolistic, penjual
hanya dapatmenentukan harga pada kisaran tertentu karena bila ia menjual di luar
kisaran tersebut, penjual lain yang menjual barang yang mirip akan merebut
pelanggannya. Dalam pasar oligopoly dimana ada sedikit penjual yang menjual
barang yang sama, maka aksi penjual harus memperhatikan reaksi penjual lain. Ada
dua reaksi yang dapat diambil, yaitu dengan menentukan berapa kuantitas yang
akan diproduksinya dan reaksi dengan menentukan berapa harga yang akan
ditawarkan.
Bab 10
            Ketika membahas masalah mekanisme pasar pada bab sebelumnya, kita
telah mengetahui bahwa dalam konsep Islam, penentuan harga dilakukan oleh
kekuatan-kekuatan pasar, yaiu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan
antara keduanyaharus terjadi karena rela sama rela, tanpa ada pihak yang merasa
terpaksa atau tertipu atas suatu transaksi. Degan demikian, Islam menjamin pasar
bebas dimana para pembeli dan para penjual bersaing satu sama lain dengan arus
informasi yang berjalan lancer dalam kerangka keadilan, yakni tidak ada(baik
individu atau kelompok, baik produsen atau konsumen, bahkan pemerintah) yang
dzalim atau didzalimi. Hal di atas tentunya merupakan situasi ideal. Namun pada
kenyaaannya, situasi ideal tersebut tidak selalu tercapai, karena sering kali terjadi
gangguan atau interupsi pada mekanisme pasar yang ideal ini. Gangguan ini kita
sebut sebagai distorsi pasar. Pada garis besarnya, ekonomi Islam mengidentifikasi
tiga bentuk distorsi pasar, yakni rekayasa penawaran dan permintaan,
tadlis(penipuan), dan taghrir(kerancuan, uncertainty).  Secara umum segala kondisi
atau praktik transaksi di pasar baik barang maupun jasa yang akan berdampak pada
tidak tercapainnya mekanisme pasar secara efisien dan optimal maka dapat
dipastikan ada distorsi yang ikut berperan dalam pembentukan harga tersebut.
Dalam bagian ini dijelaskan bahwa distorsi dalam bentuk rekayasa pasar dapat
berasal dari dua sudut, yakni permintaan dan penawaran. Yang pertama Bai’ Najasy,
sebelumnya telah disinggung, bahwa transaksi najasy diharamkan karena si penjual
menyuruh orang lain untuk memuji barangnya atau menawar barangnya pada harga
yang tinggi agar orang lain tertarik pula untuk membelinya. Si penawar sendiri tidak
bermaksud untul benar-benar membeli barang tersebut. Ia hanya ingin menipu
orang lain yang benar-benar ingin membeli. Sebelumnya orang ini telah
mengadakan kesepakatan dengan penjual untuk membeli dengan harga tinggi agar
ada pembeli yang sesungguhnya dengan harga tinggi pula dengan maksud untuk
ditipu. Akibat dari permintaan palsu tersebut tingkat permintaan yang tercipta tidak
dihasilkan secara alamiah. Kemudian ikhtikar, bersumber dari Said bin al-Musayyab
dari Ma’mar bin Abdullah al-Adawi bahwa Rasulullah Saw., bersabda, “Tidaklah
orang yang melakukan ikhtikar itu kecuali ia berdosa.” Ikhtikar sering kali
diterjemahkan sebagai monopoli dan atau penimbunan. Padahal sebenarnya ikhtikar
tidak identik dengan monopoli dan atau penimbunan. Dalam Islam siapapun boleh
berbisnis, siapapun. Menyimpan stok barang untuk keperluan persediaan pun tidak
dilarang. Yang dilarang adalah ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang
lebih tinggi, atau istilah ekonominya monopoly’s rent-seeking. Jadi dalam Islam
monopoli itu boleh tapi monopoli’s rent-seeking tidak. Dilanjutkan lagi tentang
pembahasan distorsi pada sisi penawaran, tindakan yang dilakukan oleh pedagang
kota membeli barang petani yang masih di luar kota, untuk mendapatkan harga
yang lebih murah dari harga pasar yang sesungguhnya. Rasulullah melarang
transaksi ini yang dalam fiqih disebut tallaqi rukban. Transaksi ini dilarang karena
mengandung rekayasa penawaran dengan mencegah masuknya barang ke pasar,
dan mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang berlaku.
Inti dari pelanggaran ini adalah tidak adilnya pedagang dari kota yang dengan
sengaja tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya berlaku di pasar.
Mencari barang dengan hrga lebih murah tidaklah dilarang, namun apabila transaksi
jual beli antara dua pihak dimana yang satu mempunyai informasi lengkap dan pihak
satunya tidak dan kondisi demikian dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang
lebih, maka terjadilah pendzaliman antara pedagang kota dengan petani di luar kota
tersebut, dan inilah yang dilarang.
            Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila penjual dan pembeli mempunyai
informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan. Apabila salah satu
pihak tidak punya informasi seperti yang dimiliki pihak lain, maka salah satu pihak
akan merasa dirugikan dan terjadi penipuan, dan itulah tadlis. Kitab suci al-Qur’an
dengan tegas melarang semua transaksi bisnis yang megandung unsure penipuan
dalam segala bentuk pada pihak lain. Seperti dalm surat al-An’aam : 152, “Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban
kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.” Karena dengan adanya
informasi yang tidak sama antara kedua belah pihak, maka unnsur rela sama rela
dilaggar. Dan kemudian distorsi terakhir, taghrir, dalam bahasa Arab berarti gharar,
yang berarti bencana, bahaya,resiko, dan ketidakpastian. Dalm fiqh muamalah,
taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang
mencukupi, atau mengambil risiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung
risiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah risiko
tanpa memikirkan konsekuensinya. Menurut Ibnu Taimiyah, gharar terjadi bila
seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan jual
beli. Taghrir maupun tadlis keduanya terjadi karena ketidakadanya informasi.
Namun berbed dengan tadlis, dalam taghrir, ketidakadanya informasi tersebut
dialami oleh keduabelah pihak(baik pembeli maupun penjual).
Bab 11
            Akhirnya beranjak pada bab terakhir, hanya sedikit yang akan dijabarkan
mengingat sebagian besar terdir dari penjelasan melalui kurva-kurva. Langsung
beralih pada efisiensi alokasi, Imam Ali r.a. diriwayatkan pernah mengatakan,
“Janganlah kesejahteraan salah seorang di antara kamu meningkat namun pada
saat yang sama kesejahteraan orang lain menurun.”Dalam ekonomi konvensional
keadaan ini dikenal sebagai efisiensi alokasi barang yaitu alokasi barang dikatakan
efisien bila tidak seorang pun dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi
utility orang lain. Efisiensi hanya menjelaskan bahwa bila semua sumberdaya yang
ada habis teralokasi, maka alokasi efisien tercapai. Dalam konsep ekonomi Islam,
adil adalah, tidak mendzalimi dan tidak didzalimi. Bisa jadi sama rasa sama rata
tidak adil dalam pandangan Islam kaena tidak memberikan insentif bagi orang yang
bekerja keras. Berpindah pada bahasan akhir, Jika kia bandingkan ketiga system
ekonomi, kapitalis, sosialis, dan Islam baik dengan endowment yangsama mauun
berbeda jelas bahwa system ekonomi dapat mencapai equity dan efisiensi secra
bersamaan. Hal ini bisa dilihat pada isowelfare dan tingkat produksi dalam ekonomi
Islam yang lebih tinggi dibandingkan kdenga kedua system lainnya.
Pencapaian ini terjadi karena, pertama, dalam system kapitalis klasik, adanya initial
endowment gap, dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada, petani A yang kaya
mendapat marginal satisfaction yang lebih kecil dibandingkan petani B yang miskin.
Kedua, dala sistem sosialis klasik, utility possibility frontier dan production possibility
frontier berada pada tingkat yang lebih rendah karena masalah inefisiensi,
rendahnya produktifitas dan berkurangnya insentif. Dan yang terakhir, dalam sitem
Islam, nilai turunnya satisfaction lebih kecil jika dibandingkan naiknya satisfaction. 
 
Buku ini menjelaskan secara terperinci bagaimana konsep ekonomi mikro dalam sisi
ekonomi Islam, dengan kurva-kurva yang relative mudah dimengerti dan contoh-
contoh simple yang memudahkan pembaca. Di lain sisi, pemberian dalil, baik dari al-
Qur’an dan al-Hadist pun sangat jelas. Juga gambar-gambar(selain kurva) yang
digunakan sebagai main map atau penggabarak suatu peristiwa sangat
memudahkan pembaca. Secara keseluruhan, buku ekonomi mikro Islam ini sangat
bagus, tidak bertele-tele dan mengajarkan pembaca tentang pentingnya
pengetahuan ini mengingat perkembangan ekonomi Islam di Indonesia yang pesat.
Pada bagian tengah dan akhir terdapat kata-kata asing yang susah untuk dimengerti
dan tidak ada artiannya dengan penjelasan yang sangat terbatas, hal ini menjadi
sangat menganggu ketika saya(pembaca) tidak dapat memahamikata tersebut.
Terdapat banyak sekali kata “Islam” yang I nya ditulis dengan huruf kecil,
seharusnya penulisan I dibuat huruf besar.

Anda mungkin juga menyukai