PENDAHULUAN
P a g e 1 | 41
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
LBM II
ANAK RAMBUT JAGUNG
Unyil, laki-laki umur 8 tahun, berat badan 15 kg, dibawa oleh ibunya ke Puskesmas
karena dikeluhkan kaki unyil bengkak, perutnya buncit, unyil juga tampak acuh tak acuh,
gerak badannya kurang stabil dan kulit terluarnya sering terkelupas. Sehari-hari juga unyil
kerap mengalami mencret. Latar belakang unyil berasal dari keluarga tidak mampu dan
jarang makan sayuran dan lauk pauk yang bergizi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ekspresi wajah apatis, edema anasarka, dan
rambut kemerahan seperti rambut jagung dan mudah rontok.
Dokterpun melakukan pemeriksaan laboratorium sampel darah dan diperoleh hasil
Gula darah puasa 70 mg/dL, Hb 7 g/dL, albumin 2,5 g/dL, Na+ 110 mEq/L, K +3 mEq/L
Kondisi apakah yang dialami unyil dan bagaimana penatalaksanaannya ?
2.2 Terminologi
1. Wajah Apatis: Kurangnya emosi, motivasi atau entusiasme, apati istilah psikologi untuk
keadaan cuek atau acuh tak acuh. Dimana seseorang tidak tanggap atau cuek terhadap
aspek emosional, sosial atau kehidupan fisik.
2. Edema Anasarka: Pembengkakan umum pada tubuh, yang merupakan gejala pada
orang yang sakit parah atau penimbunan cairan pada jaringan sub-cutan biasanya terjadi
hampir sebagian tubuh.
P a g e 4 | 41
Gambar 1. Mekanisme edema
b. Wajah Apatis terjadi karena kurangnya asupan protein pada anak tersebut yang
dimana protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel
jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekusor untuk neurotransmitter yang
mendukung perkembangan otak, sehingga pada kwashiorkor terjadi gangguan
perkembangan otak yang menyebabkan perubahan mental pada anak.
c. Diare terjadi karena kekurangan kadar protein dalam serum yang menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan sel pada mukosa usus yang
menyebabakan terjadinya atrofi mukosa usus sehingga gagal melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus yang menimbulkan diare, diare juga dapat terjadi karena
terganggunya proses pembentukan antibodi sehingga sistem imunitas rendah yang
menyebabkan anak tersebut mudah terkena infeksi yang mengakibtkan diare.
d. Rambut kemerahan mudah rontok terjadi karena kurangnya protein menyebabkan
degenerasi pada rambuut dan kutikula yang rusak. Rambut terdiri dari keratin
(senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada
rambut.
3. Berapa berat badan ideal anak usia 8 tahun dan bagaimana cara menghitung BB ideal
anak sesuai umur
P a g e 5 | 41
Pada scenario didapatkan data yaitu Levi, anak laki-laki umur 8 tahun, berat badan 15
Kg.Status gizi anak dapat dihitung menggunakan beberapa metode salah satunya yaitu
dengan metodez-score, tetapipada data yang adahanyaterdapatumurdan juga beratbadan,
dimana pada perhitungan status gizi dengan metode z-score harus terdapat data tinggi
badan anak tetapi pada kasus di scenario tidak terdapat. Dengan kata lain, perhitungan
status gizi anak dengan metode z-score tidak dapat digunakan. Pada kasus tersebut dapat
digunakan perhitungan untuk berat badan ideal anak umur 1-10 tahun yaitu dengan rumus
Berat Badan Ideal (BBI) = ( umur dalam hitungan tahun x 2 ) + 8. Sehingga data
pada kasus di scenario dapat kita kalkulasikan sebagai berikut:
Berat Badan Ideal (BBI) = ( umur dalam hitungan tahun x 2 ) + 8
= (8 x 2) + 8
= 24 Kg
P a g e 6 | 41
Kadar gula darah normal
Kadar gula darah : 70-150 mg/dL
Kadar gula darah puasa : 72-126 mg/dL
Kadar gula darah 2 jam setelah makan: <180 mg/dL
P a g e 8 | 41
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagiibunya
berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandudan kebersihan,
meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebihsehat.Unsur pendidikan
perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhananak.Sebaliknya sebagian anak
yang gizi buruk ternyata diasuh olehnenek atau pengasuh yang juga miskin dan
tidak berpendidikan.Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk
mencari kerja dikota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan
anakmenderita gizi buruk.
Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan atau adat istiadat masyarakattertentu
yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikananak. Misalnya
kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih,memberikan makanan
padat terlalu dini, berpantang pada makanan tertentu( misalnya tidak memberikan
anak anak daging, telur, santan dll) , hal inimenghilangkan kesempatan anak
untuk mendapat asupan lemak, proteinmaupun kalori yang cukup.
b. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara-negara
terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimanakesadaran akan
kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancamanendemisitas penyakit
tertentu, khususnya infeksi kronik seperti misalnyatuberkulosis (TBC) masih sangat
tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi sepertilayaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkaitdan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan meyebabkan kurang gizi dankondisi malnutrisi sendiri akan memberikan
dampak buruk pada system pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
P a g e 9 | 41
Gambar.2 Etiologi KEP
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, klasifikasi
demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
P a g e 10 | 41
makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau
karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital.Gangguan berat setiap sistem
tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan
berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan
kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak
subkutan hilang.
Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk
beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan
berkeriput.Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan
mudah dilihat.Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni.Suhu biasanya subnormal,
nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun.Mula-mula
bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi
biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja
berisi mucus dan sedikit.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya.Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar.
P a g e 11 | 41
Gambar 3 .Gambaran anak dengan Marasmus
P a g e 12 | 41
dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.Ciri dari Kwashiorkor antara lain:
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis).
- Wajah membulat dan sembab (Moon Face).
- Pandangan mata sayu.
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
sakit, rontok.
- Perubahan status mental, seperti apatis dan rewel.
- Pembesaran hati (Hepatomegaly).
- Otot mengecil (Hipotrofi).
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis).
- Sering disertai penyakit infeksi umumnya akut, anemia, dan diare.
P a g e 14 | 41
Klasifikasi tersebut didasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat
badan yang diharapkan pada anak sehat seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil
50 baku Harvard.
Table 2. Modifikasi RI
Cara Wellcome Trust dapat dipraktekkan dengan mudah, tidak diperlukan penentuan
gejala klinis maupun laboratoris, dan dapat dilakukan oleh tenaga para medis setelah
diberi latihan seperlunya. Untuk survei lapangan guna menentukan prevalensi tipe-tipe
KEP banyak gunanya. Akan tetapi jika cara Wellcome Trust diterapkan pada penderita
yang sudah beberapa hari dirawat dan dapat pengobatan diet, maka adakalanya dapat
dibuat diagnosa yang salah.
P a g e 15 | 41
6. Klasifikasi kualitatif menurut McLaren, dkk (1967)
Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita:
0 – 3 angka = marasmus
4 – 8 angka = kwashiorkor marasmik
9 – 15 angka = kwashiorkor
Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan cara
Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan
laboratorium.
P a g e 16 | 41
7. Klasifikasi Waterlow
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau
berpendapat, bahwa defisit berat terhadap tinggi mencerminkan gangguan gizi yang akut
dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering), sedangkan deficit tinggi menurut
umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang
disebut belakangan ini mengganggu melajunya tinggi badan, hingga anak menjadi
pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting maupun stunting
dalam 3 kategori.
DIAGNOSIS
KWASHIORKOR
Definisi
P a g e 17 | 41
ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak yang secara tetap
bergizi baik
Etiologi
P a g e 20 | 41
Karena terjadi kekurangan protein dalam serum akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin oleh hepar.Sehingga kekurangan protein pada hati
menyebabkan infiltrasi glikogen dan trigliserida.Kekurangan energi pada hati juga
bisa menyebabkan infiltrasi glikogen dan trigliserida dan atrofi hati. Kedua-dua
ini akan menyebabkan hepatomegali.
Karena terjadi hipoproteinemia menyebabkan kekurangan produksi
eritropoietin.Produksi eritrosit berkurang. Hipoproteinemia juga bisa
menyebabkan stem sel tidak berkembang, sehingga akan mengakibatkan anemia.
Kekurangan protein juga bisa menyebabkan edema saluran nafas dan
meningkatkan sekresi bronkus dan menimbulkan gejala sesak napas, takipnue,
sianosis dan ronki basah halus.
Kekurangan protein juga dapat menyebabkan miodegenerasi yang dapat
mengurangi kontraksi jantung. Ini menyebabkan cardiac output menurun dan akan
menyebabkan hipotensi dan penurunan oksigen arterial. Ini akan menimbulkan
hipoksia yang dapat dilihat pada sianosis pada anak ini.
Kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi mukosa.Malnutrisi energi
protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus sehingga GFR menurun.
Massa otot berkurang karena kurangnya protein.Protein juga dibakar
untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
Pada penderita kwashiorkor terdapat kelainan pada rambut yaitu rambut
mudah tercabut, rambut tampak kusam, kering dan berubah warna menjadi
putih.Rambut yang mudah dicabut terjadi karena kurangnya protein menyebabkan
degenerasi pada rambuut dan kutikula yang rusak. Rambut terdiri dari keratin
(senyawa protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada
rambut.
Pada penderita kwashiorkor mudah terkena infeksi karena sistem imun
yang lemah, karena terjadi gangguan pembentukan antibodi akibatnya terjadi
defek umunitas seluler dan gangguan sistem komplime yang disebabkan karena
kekurangnya protein.
Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel
jaringan tubuh.Protein juga merupakan prekusor untuk neurotransmitter yang
P a g e 21 | 41
mendukung perkembangan otak, sehingga pada kwashiorkor terjadi gangguan
perkembangan otak yang menyebabkan perubahan mental pada anak.
Manifestasi Klinis
Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan malnutrisi energi
protein kwashiorkor, antara lain :
1. Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada
ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada
tanda moon face dari akibat terjadinya edema. Penampilan anak kwashiorkor
seperti anak gemuk (sugar baby).
2. Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu.Selain berat badan, tinggi
badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3. Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.Pada stadium
lanjut bisa menjadi apatis.Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif.Perubahan mental bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi.Gizi
buruk dapat mempengaruhi perkembangan mental anak.
4. Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun
berat.Edemanya bersifat pitting.
5. Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture),
maupun warnanya.Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut
kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor
lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna
menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang.
6. Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar.Sering ditemukan hiperpigmentasi dan
P a g e 22 | 41
persisikan kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein.Pada
sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit
kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak
putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang
sering mendapat tekanan.Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai
kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea,
lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya.Perubahan kulit demikian
dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat
bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam.Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh
tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.Kurangnya nicotinamide dan
tryptophan menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.
P a g e 23 | 41
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus.Perlemakan
hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.
9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka
dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya
nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat, B6).Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia
atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi
menahun.Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem
kekebalan tubuh.Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan
sistem komplimen.
P a g e 25 | 41
Gambar 7. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk
Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat berbagai
komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada
ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1
(RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: Letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak
50ml
P a g e 26 | 41
3. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB setiap
pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana III, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan
berat badan (NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang
harus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-2), fase transisi (Hari 3 – 7), fase
rehabilitasi (Minggu ke 2 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 24). Dimana
tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sebagai berikut:
P a g e 27 | 41
*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1
minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
P a g e 28 | 41
berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼
bagian dari jatah untuk 2 jam). Lalu berikan antibiotika. Secepatnya berikan
makan setiap 2 jam, siang dan malam.
Pemantauan yang dilakukan bila kadar glukosa darah rendah, ulangi
pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
Diobati sekali saja, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit. Bila gula
darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai
stabil. Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan atau
kesadaran menurun. Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah,
anggaplah setiap anak gizi buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera
dengan ditatalaksana seperti tersebut di atas.
Pencegahan yang dilakukan mulai segera pemberian makan setiap 2 jam,
sesudah dehidrasi yang ada dikoreksi. Selalu memberikan makanan sepanjang
malam.
P a g e 29 | 41
Pencegahan yang dilakukan segera beri makan atau formula khusus
setiap 2 jam, sepanjang malam selalu beri makan, selalu diselimuti dan hindari
keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur), hindari paparan langsung
dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).
P a g e 30 | 41
Pemantauan yang dilakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi
setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam
selanjutnya dengan memantau denyut nadi, pernafasan, frekuensi kencing,
frekuensi diare / muntah. Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan
ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda
bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada gizi buruk perubahan ini
seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan
denyut nadi yang cepat dan menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya
infeksi atau kelebihan cairan. Frekuensi pernafasan dan nadi meningkat,
edema dan pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda
tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam.4,17
Pencegahan yang dilakukan bila diare encer berlanjut, teruskan
pemberian formula khusus, ganti cairan yang hilang dengan Resomal atau
pengganti (jumlah + sama). Sebagai pedoman, berikan Resomal atau
pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali buang air besar cair . Bila masih
mendapat ASI, teruskan.
P a g e 31 | 41
Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi
Pada gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak. Karenanya pada semua gizi buruk
secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas, Vaksinasi Campak bila umur
anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi
pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik. Beberapa ahli
memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai
tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa
usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat
pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pemilihan antibiotik spektrum luas bila tanpa komplikasi bisa
diberikan kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 kali perhari
selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg). Bila anak sakit berat (apatis,
letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran
nafas atau saluran kencing) bisa diberikan Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. –
setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15
mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan
ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral dan Gentamicin 7.5 mg
/Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak terdapat
kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam
selama 5 hari. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan
antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan
darah untuk malaria positif. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan
antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
P a g e 33 | 41
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan
dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan. Ganti formula khusus
awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula
khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam
jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur atau makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200
ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi adalah frekuensi nafas, frekuensi
denyut nadi. Bila terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi
>25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti
di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi makanan anak formula
dengan jumlah tidak terbatas dan sering dengan komposisi energi : 150-220
Kkal/kgBB/hari, protein 4-6 gram/kgBB/hari. Bila anak masih mendapat ASI,
teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi, kemajuan dinilai berdasarkan
kecepatan pertambahan berat badan, timbang anak setiap pagi sebelum diberi
makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan berat badan
kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh. Cek apakah asupan
makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi. Bila
kenaikan berat badan baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan.
P a g e 34 | 41
naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat
memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari:
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10
mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12
bulan : 100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat
dipastikan anak sudah mendapat suplementasi vitamin A pada 1
bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi vitamin A, berikan
vitamin dosis terapi.
C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan
berat badan:
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat
terjadi kematian
Dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia,
sepsis yang terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi
kurang tepat.
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau
pemilihan formula tidak tepat
Malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut
kurang memadai, tidak diberi makan, perubahan konsentrasi
formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian
kenaikan Berat Badan:
P a g e 37 | 41
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang : <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara
lain:
Pemberian makanan tidak adekuat
Defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
Masalah psikologik.
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan
sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan
membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,17
Pedoman pemberian cairan :
P a g e 38 | 41
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)
dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan
pemberian Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula
khusus (F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal
ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan
transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3
jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai
distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi
dengan jumlah yang sama.
Beri furosemid 1 mg/kgBB secara intravena pada saat transfusi
dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,
syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap <
4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
P a g e 39 | 41
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Jadi dari hasil diskusi kami anak laki-laki pada kasus di skenario
mengalami kekurangan energi protein, yang dimana KEP berdasarkan klinisnya
dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashirkor.
Anak laki-laki pada skenario lebih mengarah ke kwashiorkor. Kwashiorkor adalah
satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa
dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan.
Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan
yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa
karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi,
hyperkeratosis.
.
P a g e 40 | 41
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis kesehatan Anak. Edisi Pertama.
Jakarta: IDAI. 2004.
2. Lauralee Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC 1998.
Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC
3. World Health Organization. 2009. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit.
4. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak.
Edisi 4 2000.
5. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
6. M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC
7. Rudolph, Abraham M. dkk. 2006. Buku Ajar Pediatrik Rudolph. Jakarta: EGC
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak
Gizi Buruk: Buku II. Jakarta: Departemen Kesehatan.
P a g e 41 | 41