Anda di halaman 1dari 52

Laporan Kasus

Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang Dengan Hipokalemia Berat

HALAMAN JUDUL

Oleh:

Merdayana, S.Ked
NIM 2230912320100

Pembimbing:
dr. Rina Yuniarti, Sp.PD

BAGIAN/ KSM ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2023
Laporan Kasus

HALAMAN PENGESAHAN

Diare Akut Dehidrasi Ringan-Sedang Dengan Hipokalemia Berat

Oleh

Merdayana, S. Ked

Pembimbing

dr.Rina Yuniarti, Sp.PD

Banjarmasin, Mei 2023

Telah setuju diajukan

dr.Rina Yuniarti, Sp.PD

Telah selesai dipresentasikan

dr.Rina Yuniarti, Sp.PD

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
A. Diare Akut..................................................................................................2
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................14
A. Identitas Pasien........................................................................................14
B. Anamnesis................................................................................................14
C. Pemeriksaan Fisik....................................................................................16
D. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................19
D. Resume Data Dasar..................................................................................22
E. Diagnosis Kerja........................................................................................24
F. Daftar Masalah.........................................................................................24
G. Rencana Awal..........................................................................................25
H. Follow Up................................................................................................27
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................28
BAB V PENUTUP.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang

umum dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati

sendiri oleh penderita. Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik

menyebabkan morbiditas dan mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya

telah diketahui dengan baik serta prosedur diagnostiknya juga semakin baik.1

Nilai normal kandungan air dalam tinja adalah sekitar 10 mL/kg/hari pada

bayi dan anak kecil atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa. Diare adalah

peningkatan kadar air dalam tinja karena ketidakseimbangan fungsi normal proses

fisiologis usus kecil dan besar yang bertanggung jawab untuk penyerapan

berbagai ion, substrat lain, dan akibatnya air. Diare akut digambarkan sebagai

onset akut dari tiga atau lebih tinja encer atau berair sehari yang berlangsung

selama 14 hari atau kurang. Namun, diare kronis atau persisten diberi label jika

episode berlangsung lebih dari 14 hari.2

Infeksi biasanya menyebabkan diare akut. Etiologi tidak menular menjadi

lebih umum karena durasi diare menjadi kronis. Pembedaan ini penting karena

pengobatan dan penatalaksanaan didasarkan pada durasi dan etiologi spesifik.

Terapi rehidrasi merupakan aspek penting dari pengelolaan setiap pasien dengan

diare. Pencegahan diare menular termasuk mencuci tangan yang benar untuk

mencegah penyebaran infeksi.3,4

1
2

Etiologi yang paling umum adalah gastroenteritis virus, penyakit yang

sembuh sendiri. Peningkatan perjalanan, komorbiditas, dan penyakit bawaan

makanan menyebabkan lebih banyak kasus diare akut yang berhubungan dengan

bakteri. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengevaluasi faktor risiko dan

tanda diare inflamasi dan/atau dehidrasi berat dapat mengarahkan pengujian dan

pengobatan yang diperlukan.

Berikut akan disajikan laporan kasus seorang laki-laki yang dirawat di

bangsal penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis diare akut

dehidrasi ringan sedang dengan hipokalemia berat dengan parafaresis inferior dan

perubahan EKG.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare Akut

1. Definisi & Epidemiologi

Nilai normal kandungan air dalam tinja adalah sekitar 10 ml/kg/hari pada

bayi dan anak kecil atau 200 g/hari pada remaja dan dewasa. Diare adalah

peningkatan kadar air dalam tinja karena ketidakseimbangan fungsi normal proses

fisiologis usus kecil dan besar yang bertanggung jawab untuk penyerapan

berbagai ion, substrat lain, dan akibatnya air.2

Diare akut didefinisikan sebagai tinja dengan peningkatan kadar air,

volume, atau frekuensi yang berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronis atau

persisten diberi label jika episode berlangsung lebih dari 14 hari. Infeksi biasanya

menyebabkan diare akut. Etiologi tidak menular menjadi lebih umum karena

durasi diare menjadi kronis. Pembedaan ini penting karena pengobatan dan

penatalaksanaan didasarkan pada durasi dan etiologi spesifik. Terapi rehidrasi

merupakan aspek penting dari pengelolaan setiap pasien dengan diare.

Pencegahan diare menular termasuk mencuci tangan yang benar untuk mencegah

penyebaran infeksi.2,5

Penyakit diare menyebabkan 2,5 juta kematian per tahun di seluruh dunia.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 48 juta penyakit diare bawaan makanan terjadi

setiap tahunnya, mengakibatkan lebih dari 128.000 rawat inap dan 3.000

kematian. Di negara berkembang, penyebab infeksi diare akut sebagian besar

3
4

terkait dengan makanan dan persediaan air yang terkontaminasi. Di negara maju,

kemajuan teknologi dan peningkatan produksi makanan secara massal telah secara

paradoks berkontribusi pada kegigihan penyakit bawaan makanan, meskipun

standar produksi makanan lebih tinggi.5

2. Etiologi

Diare dikategorikan menjadi akut atau kronis dan menular atau tidak

menular berdasarkan durasi dan jenis gejala. Diare akut didefinisikan sebagai

episode yang berlangsung kurang dari dua minggu. Infeksi paling sering

menyebabkan diare akut. Sebagian besar kasus adalah akibat dari infeksi virus,

dan perjalanan penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Diare kronis

didefinisikan sebagai durasi yang berlangsung lebih dari dua minggu dan

cenderung tidak menular. Penyebab umum meliputi malabsorpsi, penyakit radang

usus, dan efek samping pengobatan.

Berikut adalah beberapa pertimbangan penting yang harus dilakukan saat

mendiagnosis dan mengelola diare karena identifikasi agen etiologi merupakan

hal yang sangat penting:

- Karakteristik feses bervariasi antara penyebab yang berbeda, seperti

konsistensi, warna, volume, dan frekuensi

- Ada atau tidak adanya gejala usus terkait, seperti mual/muntah, demam,

dan sakit perut

- Paparan tempat penitipan anak di mana patogen yang biasa ditemui adalah

rotavirus, astrovirus, calicivirus; Spesies Shigella, Campylobacter,

Giardia, dan Cryptosporidium


5

- Riwayat menelan makanan yang terinfeksi, seperti makanan mentah atau

terkontaminasi

- Riwayat paparan air dari kolam renang, berkemah, atau lingkungan laut

- Riwayat perjalanan sangat penting karena patogen umum memengaruhi

wilayah tertentu; Enterotoksigenik Escherichia coli adalah patogen utama

- Paparan hewan secara historis dikaitkan dengan diare, seperti

anjing/kucing muda: Campylobacter; penyu: Salmonella

- Faktor predisposisi seperti rawat inap, penggunaan antibiotik,

imunosupresi2

4. Klasifikasi dan Patofisiologi

Diare infeksi akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non-inflamasi dan diare infalamasi.6

Diare adalah hasil dari berkurangnya penyerapan air oleh usus atau

peningkatan sekresi air. Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh etiologi

infeksi. Diare kronis umumnya dikategorikan menjadi tiga kelompok; berair,

berlemak (malabsorpsi), atau menular. Cara lain untuk mengklasifikasikan

patofisiologi diare adalah diare sekretoris dan osmotik.7

Diare osmotik terjadi ketika zat terlarut yang dapat diserap, seperti laktosa,

tidak diserap dengan baik dan menahan air di lumen usus. Infeksi yang merusak

sel epitel usus baik secara langsung (rotavirus) maupun oleh toksin (Shigella spp.)

menyebabkan malabsorbsi dan diare osmotik. Diare sekretorik terjadi akibat

sekresi air aktif yang dimediasi toksin ke dalam lumen usus. Hal ini diamati

selama kolera, dan infeksi oleh spesies Escherichia coli dan Shigella penghasil
6

toksin Shiga. Rotavirus juga menghasilkan enterotoksin virus, glikoprotein

nonstruktural (NSP4). Terakhir, diare dapat terjadi akibat peradangan usus yang

dimediasi infeksi. Setelah menelan, organisme enterik menjajah epitel usus

dengan mengikuti enterosit. Salah satu dari dua jalur umumnya diikuti tergantung

pada organisme penyebab, baik invasi mukosa atau produksi enterotoksin.3,7

Intoleransi laktosa adalah jenis diare cair yang menyebabkan peningkatan

sekresi air ke dalam lumen usus. Pasien biasanya memiliki gejala kembung dan

perut kembung bersamaan dengan diare berair. Laktosa dipecah di usus oleh

enzim laktase. Produk sampingan mudah diserap oleh sel epitel. Ketika laktase

berkurang atau tidak ada, laktosa tidak dapat diserap, dan tetap berada di lumen

usus. Laktosa aktif secara osmotik, dan menahan serta menarik air yang

menyebabkan diare berair. Penyebab umum diare berlemak termasuk penyakit

celiac dan pankreatitis kronis. Pankreas melepaskan enzim yang diperlukan untuk

pemecahan makanan. Enzim dilepaskan dari pankreas dan membantu pencernaan

lemak, karbohidrat, dan protein. Setelah dipecah, produk tersedia untuk diserap di

usus. Pasien dengan pankreatitis kronis memiliki pelepasan enzim yang tidak

mencukupi yang menyebabkan malabsorpsi. Gejalanya sering berupa nyeri perut

bagian atas, perut kembung, dan tinja pucat yang berbau busuk karena

malabsorpsi lemak.2

Dalam bentuk sekretorik, infeksi bakteri dan virus adalah penyebab umum.

Dalam hal ini, feses yang encer adalah hasil dari cedera pada epitel usus. Sel

epitel melapisi saluran usus dan memfasilitasi penyerapan air, elektrolit, dan zat

terlarut lainnya. Etiologi infeksi menyebabkan kerusakan pada sel epitel yang
7

menyebabkan peningkatan permeabilitas usus. Sel-sel epitel yang rusak tidak

mampu menyerap air dari lumen usus yang menyebabkan tinja encer.2

5. Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau demam,

tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung

beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan kematian

karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau

karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan

menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi

menonjol, turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini

disebabkan deplesi air yang isotonik.6

Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini akan

merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat dan lebih

dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam

karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik

yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base

excess sangat negatif.6

Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa renjatan

dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tidak

terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan

kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria; bila tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
8

tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik

menjadi lebih berat, akan terjadi pemusatan sirkulasi paru-paru dan dapat

menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena

tanpa alkali.6

6. Diagnosis

Diagnosis pasien diare akut infeksi bakteri memerlukan pemeriksaan

sistematik dan cermat. Perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang, dan

lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat

perjalanan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Riwayat pasien

meliputi onset, dirasi, frekuensi, progresivitas, volume diare, adanya BAB disertai

darah, dan muntah. Selain itu perlu diketahui riwayat penggunaan obat, riwayat

penyakit dahulu, penyakit komorbid, dan petunjuk epidemiologis. Pemeriksaan

fisik meliputi berat badan, suhu tubuh, denyut nadi, dan frekuensi nafas, tekanan

darah, dan pemeriksaan fisik lengkap.6

a. Anamnesis

Onset, durasi, keparahan, dan frekuensi diare harus dicatat, dengan

perhatian khusus pada karakter feses (misalnya, berair, berdarah, berisi lendir,

bernanah, empedu). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda dehidrasi, termasuk

penurunan output urin, haus, pusing, dan perubahan status mental. Muntah lebih

mengarah pada penyakit virus atau penyakit yang disebabkan oleh konsumsi

toksin bakteri yang terbentuk sebelumnya. Gejala yang lebih mengarah pada diare

bakteri (radang) invasif meliputi demam, tenesmus, dan tinja yang sangat

berdarah.2
9

Riwayat makanan dan perjalanan sangat membantu untuk mengevaluasi

potensi paparan. Anak-anak di penitipan anak, penghuni panti jompo, penjamah

makanan, dan pasien yang baru dirawat di rumah sakit berisiko tinggi terkena

penyakit diare menular. Wanita hamil memiliki peningkatan risiko listeriosis 12

kali lipat, yang terutama tertular dengan mengonsumsi daging dingin, keju lunak,

dan susu mentah. Kontak sakit baru-baru ini dan penggunaan antibiotik serta obat

lain harus diperhatikan pada pasien dengan diare akut. Praktik seksual yang

mencakup kontak reseptif anal dan oral-anal meningkatkan kemungkinan

inokulasi rektal langsung dan transmisi fecal-oral. Anamnesis juga harus

mencakup penyakit atau pembedahan gastroenterologi; penyakit endokrin; radiasi

ke panggul; dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko imunosupresi, termasuk

infeksi virus HIV, penggunaan steroid jangka panjang, kemoterapi, dan defisiensi

imunoglobulin A. Temuan riwayat yang terkait dengan penyebab diare dirangkum

dalam gambar 2.1, dan gambaran klinis berdasarkan patogen dirangkum dalam

gambar 2.2.2
10

Gambar 2.1. Petunjuk Diagnosis Diare Akut


11

Gambar 2.2. Presentasi Klinis Diare Akut Disebabkan Berbagai Patogen

b. Pemeriksaan Fisik

Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai tingkat dehidrasi

pasien. Umumnya tampak sakit, selaput lendir kering, waktu pengisian kapiler

tertunda, denyut jantung meningkat, dan tanda-tanda vital ortostatik abnormal

dapat membantu dalam mengidentifikasi dehidrasi yang lebih parah. Demam lebih

mengarah pada diare inflamasi. Pemeriksaan perut penting untuk menilai nyeri

dan proses perut akut. Pemeriksaan dubur dapat membantu dalam menilai darah,

nyeri dubur, dan konsistensi feses.2

c. Pemeriksaan Penunjang

Sebagian besar idare cair merupakan self-limiting disease dan dapat sembuh

sendiri, pemeriksaan biasanya tidak diindikasikan. Secara umum, pemeriksaan

diagnostik khusus dapat disediakan untuk pasien dengan dehidrasi berat, penyakit
12

yang lebih parah, demam terus menerus, atau imunosupresi, dan untuk kasus yang

diduga merupakan infeksi nasokomial atau wabah.2

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari

pemeriksaan fese. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada maka

dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non-infeksi.

Sampel harus diperiksa sesegera mungkin karena neutrofil dapat dengan cepat

berubah. Sensitivitas leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella,

Shigella, dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari

45% - 95% tergantung pada jenis patogennya.6

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan neutrofi,

keberadaannya dalam feses menunjukkan infl amasi kolon. Positif palsu dapat

terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses dideteksi

menggunakan uji aglutinasi lateks komersial, sensitivitasnya 83-93% dan spesifi

sitas 61-100% terhadap Salmonella, Campylobacter, atau Shigella spp, yang

dideteksi dari biakan kotoran.5,6

Biakan feses harus dilakukan pada setiap pasien tersangka atau menderita

diare inflamasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, pemeriksaan leukosit feses

atau laktoferin positif, atau keduanya. Pada diare berdarah harus dilakukan kultur

feses untuk EHEC O157: H7. Pada pasien diare berat dengan demam, nyeri

abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium,

klorida, ureum, kreatinin, analisis gas darah, dan pemeriksaan darah lengkap.
13

Pemeriksaan radiologis, seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya, biasanya

tidak membantu evaluasi diare akut infeksi.6

Pendekatan pasien dewasa dengan diare akut antara lain:

1. Melakukan penilaian awal

2. Terapi rehidrasi

3. Mencegah dehidrasi pada pasien tanpa tanda dehidrasi menggunakan

cairan atau larutan rehdrasi oral

a. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan

rehdrasi oral dan koreksi dehidrasi berat dengan larutan

intravena yang tepat

b. Memberikan hdrasi menggunakan larutan rehidrasi oral

c. Mengobati gejala

4. Stratifikasi manajemen

a. Petunjuk epidemiologis, makanan, antibiotik, aktivitas seksual,

perjalanan wisata, penyakit lainnya, wabah, musin

b. Petunjuk klinis : diare berdarah, nyeri abdomen, disentri,

penurunan berat badam, infalamasi fekal

5. Mengambil spesimen fekal untuk analisis: Jika diare berat, inflamasi,

berdarah atau persisten, dan pada saat awal wabah atay epidemik

6. Mempertimbangkan terapi antimikrobial untuk patogen spesifik

Pendekatan umum diare akut infeksi bakteri, baik diagnosis maupun

terapeutik, dapat dilihat pada gambar 2.3.6


14

Gambar 2.3. Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi

7. Tata Laksana

a. Penggantian Cairan dan Elektrolit

Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan

keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral,

yang harus dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau

diare hebat membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya,


15

cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram natrium

bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan

seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang mudah disiapkan dengan

dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral

pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh

baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir

jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut

sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena

diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau

ringer laktat, suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah. Status

hidrasi harus dipantau dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,

pernapasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus

diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.6

b. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,

karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian

antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare

infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi

dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,

diare pada pe lancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik

dapat secara empiris), tetapi terapi antibiotik spesii k diberikan berdasarkan kultur

dan resistensi kuman

c. Anti Diare
16

- Kelompok Anti-Sekresi Selektif

Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas

racecadotril yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase,

sehingga enkephalin dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan

menormalkan sekresi elektrolit, sehingga keseimbangan cairan dapat

dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti-diare

dapat pula digunakan dan lebih aman pada anak

- Kelompok Opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta

kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-

60 mg 3x sehari, loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat

tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan,

sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekuensi

diare. Bila diberikan dengan benar cukup aman dan dapat mengurangi

frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak dianjurkan pada diare akut

dengan gejala demam dan sindrom disentri

- Kelompok Absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau

smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap

bahan infeksius atau toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus

terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi

elektrolit

- Zat hidrofililik
17

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium,

Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk

koloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi

dan konsistensi feses, tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan

elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air

atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.6

- Probiotik

Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bii dobacteria atau

Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya di saluran cerna akan

memiliki efek positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor

saluran cerna. Untuk mengurangi/ menghilangkan diare harus diberikan

dalam jumlah adekuat.6

9. Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,

kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok

hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya

hipokalemia dan asidosis metabolik.6

Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok

hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut

ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
18

bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak

tercapai.6

Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh

EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni

12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan

penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik

masih kontroversial.6

Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut,

merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40%

pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya.

Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi

mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.

Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena

Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.6l

10. Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di

Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.

Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan

dengan sindrom uremik hemolitik6


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. AD

Umur : 27 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Banjar

Status : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Karyawan buruh

Alamat : Jl. Geriya, Gg. Bambum RT.9, Kel. Kelayan Timur,

Banjarmasin

MRS : 26 April 2023

No. RMK : 01-53-xx-xx

Ruangan/Bed : Gedung Tulip Lt. III RSUD Ulin Banjarmasin/PDP9

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis degan pasien pada tanggal 27

April 2023 pukul 14.00 WITA di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin

Banjarmasin Gedung Tulip III.

1. Keluhan Utama

BAB cair

19
20

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin dengan keluhan BAB cair

sejak 2 hari SMRS, dengan frekuensi >10 x/hari, dan volume setiap BAB cair

sekitar 1 gelas minum. Menurut pasien, BAB cair berwarna kuning, masih ada

ampas dan tidak berlendir, tidak ada bercak darah, tidak berwarna hitam, dan tidak

berbusa. Pasien merasa rasa ingin BAB muncul tanpa ada pemicu, diawali dengan

perut terasa mulas. Faktor memperberat dan memperingan keluhan tidak ada.

Pada 1 hari SMRS pasien merasa badan sangat lemas, disertai dengan

kelemahan pada kedua kaki. Pasien mengatakan keluhan muncul perlahan dengan

diawali badan terasa lemas seperti tidak ada tenaga, dan kedua kaki menjadi

lemah namun masih bisa digerakkan, masih dapat merasakan sentuhan baik

sentuhan kasar maupun sentuhan halus, tidak ada rasa baal maupun kesemutan

pada anggota tubuh. Kelemahan juga dirasakan terjadi pada kedua tangan.

Pasien juga mempunyai keluhan batuk sejak 5 hari SMRS. Batuk dirasakan

sesekali saja tidak sering, batuk tidak disertai dengan dahak dan lendir, tidak

disertai dengan sesak. Keluhan lain seperti demam, penurunan kesadaran, nyeri

kepala, mual muntah, nyeri BAK disangkal oleh pasien. Nafsu makan pasien

masih baik, pasien masih bisa makan dan minum dengan porsi normal, makanan

selalu dihabiskan. Pasien sering merasa haus. Riwayat hipertensi, DM, hipertiroid

disangkal oleh pasien.

Saat sakit, pasien memeriksakan diri ke mantri di sekitar tempat tinggal

pasien, oleh mantri diberikan obat loperamid, almacon, dan obat suntik (obat

suntik tidak diketahui pasien), keluhan sempap membaik namun kembali muncul,
21

disertai dengan kelemahan pada badan sehingga pasien membawa diri ke IGD

RSUD Ulin Banjarmasin

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa (BAB cair dan/ atau kelemahan) sebelumnya

disangkal oleh pasien. Riwayat rawat inap di rumah sakit tidak ada. Riwayat

trauma tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa pada keluarga (BAB cair dan/ atau kelemahan)

diabetes melitus, hipertensi, riwayat penyakit ginjal di keluarga disangkal oleh

pasien.

5. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien merupakan seorang pekerja buruh. Lingkungan tempat tinggal berada

pada lingkungan padat penduduk dengan sanitasi yang kurang baik Air minum di

rumah menggunakan air PDAM yang dimasak. MCK menggunakan air sungai.

Rumah pasien jauh dari tempat pembuangan sampah maupun pabrik. Pasien

seorang perokok aktif. Riwayat minum jamu setiap hari (jamu sachet, disajikan di

rumah). Riwayat sakit dengan keluhan serupa pada lingkungan sekitar tidak

diketahui oleh pasien.

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis dengan

GCS E4V5M6, berat badan 65 kg, tinggi badan 177 cm, IMT 22,23 kg/m2 dengan
22

status gizi normal. Pada tanda vital didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg,

denyut nadi 117 kali/menit, kuat angkat, regular, frekuensi napas 22 kali/menit,

irama regular, suhu aksila 37.2 °C, saturasi oksigen 98% on room air. Pada

pemeriksaan umum warna kulit sawo matang, tubuh pasien terlihat tidak kuning,

turgor kulit baik (cepat kembali <2 detik), tidak ada petekie maupun hematom.

Pada pemeriksaan kepala: bentuk kepala normosefali, tidak terdapat benjolan,

bekas trauma, sikatrik, nyeri tekan, maupun alopesia. Rambut terdistribusi merata,

berwarna hitam dan putih, tidak mudah rapuh dan tidak rontok. Pada pemeriksaan

mata: mata tampak cekung (sunken eyes), konjungtiva pucat (-), sklera tidak

ikterik, tidak ditemukan edema palpebra. Refleks cahaya langsung (+/+), refleks

cahaya tidak langsung (+/+), isokor 3 mm/3 mm. Pada pemeriksaan telinga:

serumen minimal, tidak ditemukan adanya secret, darah, tanda-tanda infeksi dan

massa. Nyeri tekan tidak ada. Pada pemeriksaan hidung: mukosa hidung merah

muda, tidak ditemukan deviasi septum, perdarahan dan polip, mapun nyeri tekan.

Pemeriksaan bibir dan mulut: bibir dan mukosa oral kering, tidak terdapat

hiperemis, atrofi papil lidah, leukoplakia, ulkus, sariawan, tumor, gusi berdarah,

tanda-tanda infeksi, maupun pembesaran tonsil.

Pada pemeriksaan leher: tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah

bening dan tiroid, tidak ada deviasi trakea maupun bruit. Pemeriksaan Jugular

Venous Pressure (JVP) didapatkan hasil 5+0 cm H2O. Pemeriksaan toraks:

inspeksi didapatkan bentuk dada normal, gerakan dinding dada simetris, laju

pernapasan 2 kali/menit irama reguler, tidak terdapat retraksi interkostal, spider

nevi, benjolan, tanda-tanda peradangan, luka maupun bekas operasi. Iktus kordis
23

tidak terlihat. Pada palpasi, tidak ada thrill. Nyeri tekan (-), emfisema subkutis (-),

fremitus vokal normal simetris kanan dan kiri. Pada perkusi didapatkan suara

sonor di seluruh lapang paru, batas paru hepar berada di ICS VI linea

midclavicula dextra, batas paru gaster berada di ICS VI linea axilaris anterior

sinistra, batas kanan jantung berada di ICS V linea parasternal dextra, batas kiri

jantung berada di ICS V linea midclavikula sinistra, pinggang jantung berada di

ICS III linea parasternal sinistra. Pada auskultasi didapatkan suara nafas dasar

vesikuler di semua lapang paru, tidak terdapat rhonki ataupun wheezing. Pada

auskultasi jantung didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak ditemukan bunyi jantung

tambahan.

Pada pemeriksaan abdomen: inspeksi didapatkan bentuk abdomen tampak

datar, umbilicus tidak menonjol, tidak terdapat benjolan, striae, kaput medusa,

bekas luka, maupun tanda - tanda peradangan. Pada auskultasi didapatkan bising

usus ± 11 kali/menit, tidak terdapat bruit. Pada perkusi didapatkan timpani di

seluruh regio abdomen, nyeri ketok costovertebra angle (-), shifting dullness (-).

Pada palpasi nyeri tekan di regio epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba,

Murphy’s sign (-), nyeri tekan titik McBurney (-), pemeriksaan ballotement (-).

Pemeriksaan posterior, nyeri ketok ginjal (-).

Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan telapak tangan pucat (-/-), akral

teraba hangat (+/+)., Capillary Refill Time (CRT) normal kurang dari 2 detik.

Pada pemeriksaan neurologi didapatkan motorik ekstremitas atas (5/5),

ekstremitas bawah (3/3); sensorik ekstremitas atas dan bawah normal, refleks
24

fisiologis: bisep (+2/+2) trisep (+2/+2) patela (+2/+2) achilles (+2/+2), refleks

patologis: babinski (-/-) disartria (-), afasia (-).

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 26 April 2023 didapatkan hasil

sebagai berikut :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 15.7 14.0-18.0 g/dl

Lekosit 19.6 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 5.89 4.10-6.00 juta/ul

Hematokrit 46.9 42.0-52.0 %

Trombosit 450 150-450 ribu/ul

RDW-CV 12.6 12.1-14.0 %

MCV,MCH, MCHC

MCV 82.4 80-92 fl

MCH 27.6 28-32 pg

MCHC 33.5 33-37 %

HITUNG JENIS

Basofil% 0.2 0-1 %

Eosinofil% 0.0 1-3 %

Neutrofil% 77.5 50-81 %


25

Limfosit% 13.9 20-40 %

Monosit% 8.4 2-8 %

Basofil# 0.03 <1 ribu/ul

Eosinofil% 0.00 <3 ribu/ul

Neutrofil# 15.18 50-81 ribu/ul

Limfosit# 2.73 20-40 ribu/ul

Monosit# 1.65 2-8 ribu/ul

DIABETES

Glukosa Darah Sewaktu 155 <200 Mg/dl

HATI DAN PANKREAS

SGOT 32 5-34 U/L

SGPT 49 0-55 U/L

GINJAL

Ureum 20 0-50 mg/dl

Kreatinin 1.06 0.72-1.25 mg/dl

ELEKTROLIT

Natrium 138 136-145 Meq/L

Kalium 2.0 3.5-5.1 Meq/L

Chlorida 110 98-107 Meq/L

Kesimpulan : Leukositosis (19.600 /ul) dan Hipokalemia (2.0 Meq/L)

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada tanggal 27 April 2023 di RSUD

Ulin Banjarmasin didapatkan hasil sebagai berikut :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


26

Hematologi
Hemoglobin 15.6 14.0-18.0 g/dl
Lekosit 11.7 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 5.68 4.10-6.00 juta/ul
Hematokrit 45.9 42.0-52.0 %
Trombosit 334 150-450 ribu/ul
RDW-CV 12.8 12.1-14.0 %
MCV,MCH, MCHC
MCV 80.8 80-92 fl
MCH 27.5 28-32 pg
MCHC 34.0 33-37 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.4 0-1 %
Eosinofil% 1.0 1-3 %
Neutrofil% 61.2 50-81 %
Limfosit% 24.1 20-40 %
Monosit% 13.3 2-8 %
Basofil# 0.05 <1 ribu/ul
Eosinofil% 0.12 <3 ribu/ul
Neutrofil# 7.16 50-81 ribu/ul
Limfosit# 2.83 20-40 ribu/ul
Monosit# 1.56 2-8 ribu/ul
ELEKTROLIT
Natrium 136 136-145 Meq/L
Kalium 4.1 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 99 98-107 Meq/L
Kesimpulan : Lab dalam batas normal

2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (26 April 2023)


27

Pada pemeriksaan EKG di RSUD Ulin Banjarmasin tanggal 31 Maret 2023

didapatkan:

Rhythm : Sinus takikardia

Rate : 115 bpm (1500:13) (Regular)

Frontal Axis : Normoaxis

Precordial Axis : Normal rotation

P Wave : Durasi 0.2 s, amplitudo 0.3 mV. P Mitral (-). P Pulmonal (+)

PR Interval : Normal (0.2 s)

QRS Complex : Narrow (< 0.12 s)

ST Segment : ST Elevation (-). ST Depression (+) in lead I, II, aVF, V1,

V2, V3, V4, V5

QTc : Prolonged (0.32÷√0.52=443 ms) (Bazett's Formula)


28

T Wave : T Flat (+) in Limb Leads and III. T Inversion (-)

Others : U wave (-)

Kesimpulan : Regular Sinus tachycardia, 115 bpm, Normoaxis, Normal

rotation, increase P wave amplitudo, widespread ST

depression and flattened T wave

D. Resume Data Dasar

Indentitas : Tn.AD / Laki-Laki / 27 tahun

KU : BAB cair

Subjektif :

- BAB cair onset 2 hari SMRS, frekuensi >10 x/hari, volume ± 100-120 cc.

Feses konsistensi cair, warna kdeuning, ampas (+), lendir (-), darah (-).

Rasa ingin BAB tidak dipicu oleh makan ataupun minum, tidak ada faktor

memperberat dan memperingan.

- Kelemahan pada kedua kaki onset 1 hari SMRS. Kaki lemah muncul

perlahan dengan diawali badan terasa lemas. Kedua kaki masih bisa

digerakkan, sensorik baik, baal (-), kesemutan (-)

- Batuk (+) onset 5 hari SMRS. Batuk tidak berdahak dengan frekuensi

jarang-jarang, lendir (-), darah (-)

- Nafsu makan baik, mual muntah (-), demam (-), neyri kepala (-),

penurunan kesadaran (-), nyeri BAK (-), nyeri perut (-). Riw HT, DM,

Hipertiroid (-)
29

- Riwayat berobat ke mantri, mendapat loperamid, almacon, dan injeksi (inj

tidak diketahui pasien), keluhan menetap

- RPD (-), RPK (-), Riw. sosial pasien seorang karyawan buruh, sumber air

minum dengan air PDAM yang dimasak

Objektif :

Pemeriksaan Fisik (26 April 2023)

- GCS : E4V5M6

- TD : 130/80 mmhg

- HR : 117 x/Menit, reguler,kuat angkat

- RR : 22 x/menit

- T : 37.2 C

- Spo2 : 98% on room air

- BB/TB/IMT : 65kg/177cm/22,23kg/m² (normoweight)

- Kepala dan leher : Konjungtiva anemis (-/-)

- Thorax pulmo/cor : dalam batas normal

- Abdomen : Datar, BU (+) 11 x/m, nyeri tekan (-), H/L/M tidak teraba

- Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema tungkai (-/-),

- Neurologis : motorik ekstremitas superior (5/5) inferior (3/3), sensorik

dalam batas normal

Pemeriksaan penunjang:

- Laboratorium 25/4/2023: Hb 15,7 / MCV 82,4 / MCH 27,6 / Lekosit

19.600/ N% 77,5 /L% 13,9 / Trombosit 450.000 / GDS 155 / SGOT 32 /

SGPT 49 / Ureum 20 / Creatinin 1,06 / Na 138/ K 2,0 /Cl 110


30

- Pemeriksaan EKG : Regular Sinus tachycardia, 115 bpm, Normoaxis,

Normal rotation, increase P wave amplitudo, widespread ST depression

and flattened T wave

E. Diagnosis Kerja

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, maka

dapat ditegakkan diagnosis penyakit pasien ini adalah :

1. Acute watery diarrhea with mild moderate dehydration

2. Severe hypokalemia with paraparesis inferior + ECG changes

F. Daftar Masalah

No Daftar Masalah Data Pendukung

1 Acute watery diarrhea with Subjektif

mild moderate dehydration - BAB cair onset 2 hari SMRS, frekuensi >10

x/hari, volume ± 100-120 cc.

1.1. Bacterial infection - Feses konsistensi cair, warna kdeuning, ampas

(+), lendir (-), darah (-).

1.2. Food intolerance - Rasa ingin BAB tidak dipicu oleh makan

ataupun minum, tidak ada faktor memperberat

dan memperingan.

- RPO : berobat ke mantri, diberikan obat

loperamid dan almacon, keluhan tidak

membaik

- R. Sosial : lingkungan rumah padat, sumber

air minum air PDAM yang dimasak


31

Obbjektif

- Kes: kompos mentis, GCS E4V5M6

- TD 130/80 mmHg - HR 117 x/m

- RR 22 x/m - T 37.2 C

- SpO2 98% RA

- BB/TB/IMT 65 kg/177 cm/22.23

(normoweigth)

- K/L konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-),

- Thorax pulmo/cor : dalam batas normal

- Abdomen : Datar, BU (+) 11 x/m, nyeri tekan

(-), H/L/M tidak teraba

- Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema

tungkai

2 Severe hypokalemia with Subjektif

paraparesis nferior + ECG - Kelemahan pada kedua kaki onset 1 hari

changes SMRS.

- Kaki lemah puncul perlahan dengan diawali

2.1. GI loss badan terasa lemas.

- Kedua kaki masih bisa digerakkan, masih

2.2. Renal loss dapat merasa sentuhan kasar dan halus,

kesemutan (-), baal (-)

Obbjektif
32

Pemeriksaan fisik

- Neurologis : motorik ekstremitas superior

(5/5) inferior (3/3), sensorik dalam batas

normal

Pemeriksaan elektrolit 25/4/2023

- K 2.0 Meq/L

Pemeriksaan EKG 26/4/2023

- Regular Sinus tachycardia, 115 bpm,

Normoaxis, Normal rotation, increase P wave

amplitudo, widespread ST depression and

flattened T wave

G. Rencana Awal

Dafta Rencan Rencan Renca


N r a a na
o Masal Diagnos Rencana Terapi Monitori Eduka
. ah is ng si
1 Acute - Analis IVFD - Monitori - Edukasi
watery is - Loading ng UO pasien dan
diarrhea feses RL 1000 keluarga
/24 jam,
cc
with mild lengka balans mengenai
threeway
moderate p dengan cairan, kondisi
dehydratio koreksi diuresis pasien
n hipokalem - Edukasi
ia pasien dan
1.1. Farmakolo keluarga
Bacterial gi mengenai
infection - Inj pengobatan
omeprazol
1.2. Food - Edukasi
e 40 mg/24
intolerance jam pasien dan
- PO keluarga
attapulgite mengenai
2 tab/bab diare dan
cair (max pencegahan
33

2 tab/hari) penyakit
- PO L-bio
sach 3 x 1
sac
2 Severe - Non- - Evaluasi - Edukasi
hypokalem farmakologi SE pasien dan
ia wth - Diet tinggi keluarga
(kalium)
kalium 1400
ECG post mengenai
kkal/hari
changes - Ekstra pisang koreksi kondisi
2.1. GI 2 buah/hari kalium pasien
loss - Edukasi
- Monitori
2.2. Renal Farmakologi pasien dan
ng EKG
loss Koreksi keluarga
hipokalemia post
mengenai
- Drip KCL 50 koreksi
pengobatan
meq dalam kalium
NS 500 cc, - Edukasi
habis dalam 6 pasien dan
jam, sebanyak keluarga
2 siklus, untuk
selanjutnya banyak
RL : KN 2:2 = mengonsu
2000 ml/24
msi
jam
- PO KSR 2 x makanan
600 mg yang tinggi
kandungan
kalium
34

H. Follow Up

27 April 2023
Subjective Objective Assesment Planning
- BAB cair (-) • Kesadaran: 1. Acute watery • Cek feses lengkap
- BAB beampas (+) Tampak sakit diarrhea with mild • Cek SE post
- Nyeri perut ringan moderate koreksi KCL
• GCS E4V5M6 dehydration • Monitor UO, Bc/24
• TTV (perbaikan) jam
- TD : 110/90 1.1. Bacterial • Rencana blpl bila
mmHg infection K >3.0
1.2. Food intolerance
- HR : 72 x/m
- RR : 24 x/m Instruksi
2. Severe
- T : 36.8 C • Diet tinggi kalium
hypokalemia with
- SpO2 : 97% RA paraparesis inferior
1400 kkal/hari
• Input ekstra pisang 2
+ ECG changes
- minum 2000 cc biji/hari
(perbaikan)
- IV 2000 cc 2.1. GI loss
• RL : KN2 2:2 
• Output 2.2. Renal loss 2000 cc/24 jam
Post koreksi KCL
- UO : 600 cc
- IWL : 975 cc • Inj omeprazole 40
mg/24 jam IV
- BAB 1800 cc
• PO KSR 2 x 600
• BC : + 625 cc/24
mg
jam
• PO loperamid 1 tab
• GDS : 78 mg/dl
/BAB cair
• Kepala & leher • PO L-bio 3 x 1
- Konjungtiva sach
pucat (-)
- Sklera Ikterik (-)
• Pulmo
- Suara napas
(vvv/vvv),
- ronkhi (---/---),
- wheezing (---/---)
• Cor
- Bunyi jantung I-
II tunggal
- murmur (-)
• Abdomen
- Perut datar, BU
(+), sofle, NT (-),
H/L/M tidak
teraba
• Ekstremitas
- Akral hangat
(+/+)
- edema (+/+)
BAB IV

PEMBAHASAN

Dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 27 tahun dengan keluhan utama

BAB cair yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin

dengan diagnosis acute watery diarrhea with mild moderate dehydration dengan

severe hypokalemia with parafaresis inferior + ECG changes dt GI loss. Diare

akut merupakan sebuah sindrom klinis yang tidak dibedakan oleh agen etiologi

tertentu. Spektrum evolusi yang luas bervariasi dari penyakit yang bersifat self-

limiting disease hingga berujung kematian. Diare didefinisikan sebagai buang air

besar dengan feses yang tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan

frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Durasi diare sangat menentukan

diagnosis, dimana apabila diare berlangsung kurang dari 2 minggu (14 hari)

disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2-4 minggu atau lebih maka

digolongkan pada diare persistent, dan diare kronis jika durasi lebih dari 4

minggu.1,4 Secara etiologi, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, intoksikasi

(poisoning), alergi, reaksi obat-obatan, dan juga faktor psikis.1

Pasien datang dengan keluhan BAB cair yang dirasakan sejak 2 hari SMRS.

Keluhan BAB cair dengan frekuensi >10 x/hari, dan volume setiap BAB cair

sekitar 1 gelas minum. Menurut pasien, BAB cair berwarna kuning, masih ada

ampas dan tidak berlendir, tidak ada bercak darah, tidak berwarna hitam, dan tidak

berbusa. Pasien merasa rasa ingin BAB muncul tanpa ada pemicu, diawali dengan

perut terasa mulas. Faktor memperberat dan memperingan keluhan tidak ada.

35
36

Keluhan penyerta lain yang juga dialami pasien adalah kelemahan pada kedua

kaki dengan onset 1 hari SMRS. Keluhan muncul perlahan, kaki masih bisa

digerakkan, masih bisa merasa sentuhan baik sentuhan kasar maupun sentuhan

halus. Rasa baal, kesemutan disangkal oleh pasien. Berdasarkan teori, diare atau

mencret adalah gejala dan tanda gangguan kesehatan yang hampir semua orang

pernah mengalaminya selama kehidupannya, sehingga anamnesis adalah hal yang

paling utama dilakukan oleh dokter untuk mengenal jenis dan etiologinya,

sebelum pemeriksaan fisik dan laboratorium dilakukan. Dalam anamnesis

terhadap pasien diare akut perlu ditanyakan adalah:

- kapan diare pertama kali

Diare yang dialami kurang dari 2 minggu digolongkan dalam diare akut,

sedangkan diare yang dialami lebih dari 2 minggu digolongkan pada diare

kronik. Diare kronik memerlukan penjajakan yang lebih mendalam untuk

mencari etiologinya, karena biasanya ada penyakit lain sebagai penyebab

diare tersebut yang membutuhkan penanganan khusus, seperti tuberkulosis

usus, diabetess, karsinoma saluran cerna, malabsorbsi, efek samping terapi

radiasi, dan lain sebagainya

- frekuensi diare

Dikatakan diare apabila frekuensi terjadinya diare >2x/hari. Yang sering

ditemukan di klinik dan praktik sehari-hari adalah BAB dengan konsistensi

feses encer, air lebih banyak dari ampas, dan frekuensi >2x/hari dan

berlangsung lebih dari 1 hari

- volume feses
37

Data terhadap volume feses dapat membantu dalam mengarahkan proses

kelainannya. Apabila diare dengan dominan cair (watery diarrhea)

mengarahkan dugaan proses patologi terjadi pada usus halus, sedangkan

sebaliknya bila dominan ampas, dugaan kita kelainan patologisnya di kolon.

Selain itu, dengan menanyakan pasien taksiran volume setiap BAB akan

membantu memberi taksiran berapa volume cairan tubuh yang keluar melalui

diare yang sudah berlangsung, dan membantu memberikan perkiraan

kebutuhan cairan yang akan diberikan melalui pasien, bila pasien telah

mengalami dehidrasi.

- Warna feses

Warna feses dapat mengarahkan kepada etiologi. Feses yang berwarna putih

seperti air cucian beras dengan volume yang banyak adalah khas pada diare

akibat kolera (eltor). Feses yang berwarna coklat seperti sup kacang (pea soup

stool) adalah bentuk feses yang biasa ditemukan pada diare yang disebabkan

salmonella (salmonellosis). Feses yang berwarna merah biasanya akibat

bercampur dengan darah bisaa disebabkan hematockezia sebagai komplikasi

dari demam tifoid. Feses yang berwarna hitam seperti aspal dan lengket bila

disiram, biasanya akibat melena yang disebabkan perdarahan pada saluran

cerna bagian atas.

- Bau feses

Feses encer berwarna putih seperti air cucian beras dan berbau amis seperti

bau sperma, merupakan karakteristik pada diare akibat kolera


38

Apabila diare akut disertai dengan demam, biasanya ada infeksi sistemik

oleh virus seperti influenza, campak, varisela atau bakteri seperti shigella. Tidak

jarang infeksi akut viral disertai dengan diare. Demam disertai dengan myalgia

yang menyertai diare dengan lendir darah, sering sebagai manifestasi gejala toksik

pada disentri basiler. Tenesmus yaitu rasa nyeri pada anus saat BAB merupakan

tanda khas pada diare akut inflamasi yang disebabkan oleh disentri basiler ataupun

amoeba. Muntah dapat menyertai diare dan memerlukan perhatian khusus karene

berhubungan dengan keberhasilan rehidrasi oral, sehingga perlu pemmeberian

cairan parenteral untuk mengatasi dehidrasi yang timbul, sambil mencari etiologi

diare.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang

dengan kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), tekanan darah 130/80 mmHg,

dengan frekuensi nafas 22 kali/menit, pada pemeriksaan head-to-toe didapatkan

bibir dan mukosa mulut kering, dengan turgor kulit kembali cepat <2 detik.

Temuan klinis berikut sesuai dengan teori dimana temuan klinis yang terdapat

pada pasien adalah tanda-tanda dehidrasi, dan penatalaksanaan utama pada diare

adalah melakukan rehidrasi atau penggantian cairan melalui oral maupun

parenteral.4,8

SKOR PENILAIAN KLINIS DEHIDRASI (SKORING DALDIYONO)


KLINIS SKOR NILAI
Rasa haus/muntah 1 -
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1 -
Tekanan darah sistolik <60 mmHg 2 -
Frekuensi nadi >120x/menit 1 -
Kesadaran apati 1 -
39

Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2 -


Frekuensi napas >30x/menit 1 1
Facies cholerica 2 2
Vox cholerica 2 -
Turgor kulit menurun 1 -
Washer woman’s hand 1 -
Ekstremitas dingin 1 -
Sianosis 2 -
Umur 50-60 tahun 1 -
Umur >60 tahun 2 -

KEBUTUHAN CAIRAN = ( SKOR/15 ) X 10% X KgBB x 1liter

= (3/15) x 10% x 65kg x 1 L

= 1,3 kg/L

NB :

1. BILA SKOR KURANG DARI 3 DAN TIDAK ADA SYOK, MAKA


HANYA DIBERIKAN CAIRAN PERORAL (SEBANYAK MUNGKIN
SEDIKIT DEMI SEDIKIT)
2. BILA SKOR LEBIH ATAU SAMA DENGAN 3 DISERTAI SYOK
DIBERIKAN CAIRAN PER INTRAVENA

PEMBERIAN CAIRAN DEHIDRASI TERBAGI ATAS :

1. DUA JAM PERTAMA (TAHAP REHIDRASI INISIAL) : JUMLAH


TOTAL KEBUTUHAN CAIRAN MENURUT SKOR DALDIYONO
DIBERIKAN LANGSUNG DALAM 2 JAM INI AGAR TERCAPAI
REHIDRASI OPTIMAL
2. SATU JAM BERIKUT /JAM KE-3 (TAHAP KEDUA) PEMBERIAN
DIBERIKAN BERDASARKAN KEHILANGAN CAIRAN SELAMA 2
JAM PEMBERIAN CAIRAN REHIDRASI INISIAL SEBELUMNYA.
BILA TIDAK ADA SYOK ATAU SKOR DALDIYONO KURANG
DARI 3 DAPAT DIGANTI CAIRAN PERORAL
3. JAM BERIKUTNYA PEMBERIAN CAIRAN DIBERIKAN
BERDASARKAN KEHILANGAN CAIRAN MELALUI TINJA DAN
INSENSIBLE WATER LOSS
40

Derajat dehidrasi pasien secara klinis adalah dehidrasi ringan-sedang (tabel 4.1.).

Tabel 4.1. Tanda Klinis Dehidrasi9

Pemeriksaan fisik lainnya yang juga menjadi temuan bermakna pada pasien

adalah kelamahan motorik pada ekstremitas inferior (parafaresis inferior) dengan

kekuatan otot +3 pada kedua sisi. Tanda klinis berikut dapat disebabkan oleh

defisit neurologis yang berasal dari sistem saraf (kompresi medulla spinalis oleh

HNP, spine tumor, myelitis, multiple sklerosis, Guillain barre syndrome), maupun

berasal dari sistemik karena hiper/hipokalemia.10 Paralisis yang terjadi pada pasien

hipokalemia diduga terjadi karena adanya defek permeabilitas membran sel

terhadap kalium sehingga menurunkan kadar kalium ekstraseluler. Salah satu

komplikasi dari diare adalah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, salah

satunya kadar kalium serum karena kebocoran di traktus gastrointestinal (tabel

4.2.).
41

Hipokalemia dapat terjadi sebagai akibat dari penurunan asupan kalium,

pergeseran transelular (peningkatan penyerapan intraseluler) atau peningkatan

kehilangan kalium (kehilangan kulit, gastrointestinal, dan ginjal). Penurunan

asupan kalium, secara terpisah, jarang menyebabkan hipokalemia karena

kemampuan ginjal untuk meminimalkan ekskresi kalium secara efektif. Namun,

asupan yang berkurang dapat menjadi kontributor hipokalemia dengan adanya

penyebab lain, seperti malnutrisi atau terapi diuretik. Penyerapan seluler kalium

dipromosikan oleh alkalemia, insulin, stimulasi beta-adrenergik, aldosteron dan

xantin, seperti kafein. Sebagian besar kasus hipokalemia disebabkan oleh

gangguan gastrointestinal (GI) atau ginjal. Kehilangan kalium ginjal berhubungan

dengan peningkatan stimulasi reseptor mineralokortikoid seperti yang terjadi pada

hiperreninisme primer dan aldosteronisme primer. Peningkatan pengiriman

natrium dan/atau ion yang tidak dapat diserap (terapi diuretik, defisiensi

magnesium, sindrom genetik) ke nefron distal juga dapat menyebabkan

pemborosan kalium ginjal. Kehilangan GI adalah penyebab umum hipokalemia

dengan diare berat atau kronis menjadi penyebab hipokalemia ekstrarenal yang

paling umum.16-18

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada pasien adalah pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan EKG. Pada pemeriksaan EKG didapatkan Regular

Sinus tachycardia, 115 bpm, Normoaxis, Normal rotation, increase P wave

amplitudo, widespread ST depression and flattened T wave. Pada pemeriksaan

penunjang laboratorium didapatkan hasil berupa leukositosis (leukosit 11.700 /ul)

dan hipokalemia (K 2.0 Meq/L).


42

Subba Rao et al melaporkan angka kejadian penyerta hipokalemia pada

pasien diare ditemukan pada 24% kasus diare dengan dehidrasi. Kehilangan

elektrolit bersamaan dengan kalium sering terjadi pada diare. Gangguan kalium

menyebabkan spektrum presentasi yang luas seperti hipotonia, penurunan

kekuatan dan hiporefleksia. Hipokalemia merusak kemampuan otot untuk

depolarisasi yang penting untuk kontraksi otot. Semua efek tersebut dapat

menyebabkan kelemahan otot.11 Pasien dengan hipokalemia yang lebih berat

(kalium serum <3 mmol/L) biasanya datang dengan kelemahan generalisata,

fatigue, dan konstipasi. Dalam beberap kasus dapat terjadi aritmia jantung yang

dapat mengancam jiwa. Hipokalemia sedang dan berat dapat menginduksi

perubahan elektrokardiografi, termasuk gelombang U yang menonjol, gelombang

T datar, dan kompleks QRS yang melebar.12

Tabel 4.2. Penyebab hipokalemia13


43

Penegakan diagnosis pasien berdasarkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan dan didapat diagnosis acute

watery diarrhea with mild moderate dehydration (diare akut dengan dehidrasi

ringan sedang) dengan hipokalemia berat dengan parafaresis inferior dan

perubahan EKG. Pasien diberikan terapi rehidrasi dan koreksi kalium, serta

diberikan injeksi omperazole 40 mg IV, per oral loperamid 1 tab diberikan setiap

BAB cair, probiotik L-Bio 3 x 1, KSR 2 x 600 mg.

Terapi cairan yang diberikan pada pasien adalah IVFD RL 1000 ml/24 jam.

Berdasarkan teori aspek palling penting adalah menjaga hidrasi dan keseimbangan

elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus

dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat

membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi

oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5

gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia

secara komersial dalam paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika

sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat

dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4

sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan

untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin

sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat

diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat,

suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus

dipantau dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan


44

urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan

rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai

dengan jumlah cairan yang keluar.

Pada hipokalemia, indikasi koreksi kalium tebagi menjadi 3 indikasi, yaitu:

- Indikasi mutlak pemberian kalium segera diberikan yaitu pada keadaan

pasien sedagn dalam pengobatan digitalis, pasien dengan KAD, pasien

dengan kelemahan otot pernafasan dan pasien dengan hipokalemia

berat (K <2.0 Meq/L)

- Indikasi kuat dimana kalium harus diberikan dalam waktu yang tidak

terlalu lama yaitu pada keadaan insuffisiensi coroner/iskemia jantung

ensefalopati hepatik dan pasien menyebabkan perpindahan kalium ke

intrasel

- Indikasi sedang dimana pemberian kalium tidak perlu segera, seperi

pada hipokalemia ringan (Kn3-3.5 mL).

Menurut EIMED PAPDI pemberian kalium intravena dengan KCl melalui

vena perifer 10 mEq/jam, atau melalui vena sentral 20 mEq/jam atau lebih pada

keadaaan tertentu. Konsentrasi cairan infus kalium bila melalui vena central. KCl

maksimal 40 mEq dilarutkan dalam NaCl isotonic 100 ml. Pada keadaan aritmia

yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot pernafasan, KCl dapat diberikan

dengan kecepatan 40 – 1000 Meq/L, KCI dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100

ml NaCl isotonik.14

Gambar 4.4. Terapi Hipokalemia13


45

Selama periode diare, dibutuhkan intake kalori yang cukup bagi penderita

yang berguna untuk energi dan membantu pemulihan enterosit. Kelompok

absorbent diantaranya arang aktif, attapulgite, bismut, subsalisilat, pektin, kaolin,

atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan

infeksius atau toksin-toksin dan melalui efek tersebut maka sel mukosa usus

terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat mernagsang sekresi

elektrolit. Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria

bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang

positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat

penggunaan dan keberhasilannya untuk mengurangi/menghilangkan diare harus

diberikan dalam jumlah yang adekuat. Mahen et al dalam penelitiannya

melaporkan probiotik dapat meningkatkan recovery dan mengurangi masa infeksi

diare akut pada dewasa, dengan efek samping yang tidak ada ditemukan, dan

merekomendasikan penggunaan probiotik pada orang dewasa dengan diare akut.15

Pasien direncanakan untuk dilakukan analisis feses lengkap dan cek ulang

serum elektrolit post koreksi. Pada hasil analisis feses ulang dan cek laboratorium

didapatkan hasil analisis feses dalam batas normal, serta kadar kalium serum
46

dalam batas normal. Status hidrasi pasien dan keluhan berkaitan dengan

hipokalemia menghilang sehingga pasien dibolehkan untuk pualng dan

melanjutkan perawatan secara rawat jalan. Pasien dan keluarga diberikan edukasi

mengenai diare dan pentingnya melakukan pencegahan terhadap diare.


47

BAB V

PENUTUP

Dilaporkan kasus seorang laki-laki usia 27 tahun dengan keluhan utama

BAB cairr yang dirawat di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin.

Penegakkan diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang sehingga didapatkan diagnosis acute watery diarrrhea

with mild moderate dehydration + severe hypokalemia with paraparesis inferior +

ECG changes.

Pasien diberikan tatalaksana non-farmakologis berupa diet tinggi kalium

1400 kkal/hari dengan ekstra pisang 2 biji, terapi cairan rehidrasi 1000 kkal/hari,

koreksi kaliumm, dan antidiare attalpulgite per oral diberikan setiap ada keluhan

Bab cair, serta probiotik L-Bio 3 x 1 sachet. Pasien dirawat selama 2 hari, dan

setelah hasil analisis feses lengkap dan laboratorium darah evaluasi post koreksi

dalam batas normal, pasien dibolehkan pulang .


DAFTAR PUSTAKA

1. Zein U. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa. Univ Stuttgart. 2004;5(Tabel


1):1-8. https://www.mendeley.com/catalogue/543c724d-2cc1-3291-bb4e-
a0746daabdbc/.

2. Activity CE. Diarrhea. 2023:1-14.

3. Chowdhury F, Khan AI, Faruque ASG, Ryan ET. Severe, acute watery
diarrhea in an adult. PLoS Negl Trop Dis. 2010;4(11).

4. Wiryan N, Wibawa I. Pendekatan Diagnostik Dan Terapi Diare Kronis. J


Intern Med. 2007;8(1):66-78.

5. Meisenheimer ES, Epstein C, Thiel D. Acute Diarrhea in Adults. Am Fam


Physician. 2022;106(1):72-80.

6. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Rev Med Suisse. 2018;14(622):1790-


1794.

7. Drancourt M. Acute Diarrhea. Infect Dis 2-Volume Set. 2017;


(January):335-340.e2.

8. Zein U. Diare Akut Dewasa. J Akunt Multiparadigma JAMAL.


2015;6(59):350-361.

9. Meyers RS. Pediatric Fluid and Electrolyte Therapy. J Pediatr Pharmacol


Ther. 2009;14(4):204-211.

10. Modi HN, Shreshtha U, Lakhani O. Hypokalemic Paraparesis Progressing


to Quadriparesis in a Case of Intradural Spinal Tumor. J Orthop Case
Reports. 2020;10(9):47-51.

11. Mushtaq A, Naz S, Shehram M, Lodhi AM. Frequency of clinical


presentations of hypokalemia in Diarrhoea. Pakistan J Med Heal Sci.
2020;14(1):309-311.

12. Lim S. Approach to hypokalemia. Acta Med Indones. 2007;39(1):56-64.

13. Kardalas E, Kardalas E, Paschou SA, Anagnostis P, Muscogiuri G, Siasos


G. Hypokalemia : a clinical update. Endocr Connect. 2018;7(2):135-146.

14. Nugroho P. Hipokalemia dan hiperkalemia. In: Setyohadi B, Arsana PM,


Soeroto AY, Suryanto A, Abdullah M, eds. EIMED PAPDI:
Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Buku I. ; 2016.
49

15. Mahen M, Rizka A. The Efficacy of Probiotic in Adults with Acute


Infectious Diarrhea. eJournal Kedokt Indones. 2017;5(1).

16. Brown HD, Tran RH, Patka JH. Efek Pemberian Insulin Bolus Diikuti oleh
Infus Insulin Berkelanjutan pada Manajemen Ketoasidosis Diabetik.
Farmasi (Basel). 07 Desember 2018; 6 (4)

17. Shao W, Ayub S, Drutel R, Heise WC, Gerkin R. Perpanjangan QTc


Terkait Dengan Obat Psikiatri: Sebuah Studi Cross-Sectional Retrospektif
Pasien Rawat Inap Dewasa. J Clinic Psychopharmacol. Jan/Feb 2019; 39
(1):72-77.

18. Cunha TDS, Heilberg IP. Sindrom Bartter: penyebab, diagnosis, dan
pengobatan. Int J Nephrol Renovasc Dis. 2018; 11 :291-301.

Anda mungkin juga menyukai