Anda di halaman 1dari 26

Antisipasi Kejadian Luar Biasa Difteri

Dr. I Made Gede Dwi Lingga Utama,Sp.A(K)


SUBBAGIAN INFEKSI DAN PENYAKIT TROPIS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FK UNUD/RSUP SANGLAH
Profil Kesehatan Indonesia 2016
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Pos Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat atau Public Health Emergency Operating Center (PHEOC), telah dipaparkan Mapping KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri
sampai dengan minggu ke-44 di bulan November 2017. Dari data tersebut, ditemukan sejumlah kasus Difteri di hampir seluruh
provinsi di Indonesia.
Read more at https://kumparan.com/andarinovianti/kematian-akibat-difteri-terjadi-karena-gerakan-menolak-
imunisasi#SLAzv7U5517bWqgF.99
BATASAN

• Deskripsi klinis : kasus difteri adalah penyakit yang ditandai


dengan laringitis atau faringitis atau tonsilitis, dan membran
adheren (tidak mudah lepas) pada tonsil, faring dan/atau
hidung.
• Kriteria laboratorium untuk diagnosis difteri:
Isolasi Corynebacterium diphteriae dari spesimen klinis, atau
antibodi serum meningkat 4 kali atau lebih (hanya bila kedua
sampel serum diperoleh sebelum pemberian toxoid difteri
atau antitoxin).
GEJALA DIFTERI

Gejala dan tanda pasien Difteri :


• Demam ringan
• Suara Serak
• Tenggorok terasa sakit
• Nyeri saat menelan
• Kesulitan bernapas
• Pembengkakan di leher
• Ada bercak putih keabu-abuan di
saluran pernafasan atas
• Pernah kontak dengan penderita
difteri (< 2 minggu)
Klasifikasi Difteri

Suspek difteri adalah orang dengan gejala


faringitis, tonsilitis, laringitis, trakeitis (atau
kombinasi), tanpa demam atau kondisi subfebris
disertai dengan adanya pseudomembran putih
keabu-abuan/ kehitaman pada salah satu atau
kedua tonsil yang berdarah bila terlepas dan
dilakukan manipulasi. Sebanyak 94% kasus difteri
mengenai tonsil dan faring.

• Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu)


• Status imunisasi tidak lengkap, termasuk belum
Probable difteri adalah orang dengan gejala dilakukan booster
laringitis, nasofaringitis, atau tonsilitis ditambah • Stridor dan bullneck
pseudomembran putih keabu-abuan yang tidak • Perdarahan submukosa atau petekie pada kulit
mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring, • Gagal jantung toksik, gagal ginjal akut
tonsil (susp. Difteri) ditambah salah satu dari : • Miokarditis dan/ atau kelumpuhan motorik 1 s/d 6
minggu setelah onset
• Meninggal
• Semua kasus yang memenuhi kriteria suspek
difteri harus diperlakukan sebagai difteri
sampai terbukti bukan
PENGOBATAN

• Tujuan pengobatan penderita difteri :


– inaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya
– eliminasi C. diphtheriae untuk mencegah penularan
– mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal
– mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteri.
ISOLASI
• Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut dengan jarak
24 jam
• Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu
• Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang adekuat.
Antitoksin: Anti Diphtheria Serum (ADS)

Note:
Uji kepekaan dengan pemberian 1 tetes antitoksin pengenceran 1:10 pada konjungtiva atau 0,02 ml penyuntikan
intradermal pengenceran 1:1000.
ADS
• Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau
100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam.
• Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat
dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam
berikutnya.
• Monitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum
sickness).
ADS
• Antitoksin(ADS) diberikan segera setelah ditegakkan
diagnosis difteri.
• Dengan pemberian antitoksin pada hari pertama, angka
kematian pada penderita kurang dari 1%
• Dengan penundaan lebih dari hari ke-6, angka kematian ini
bisa meningkat sampai 30%.
Kortikosteroid

• Kasus difteri yang disertai dengan gejala obstruksi saluran


napas bagian atas ( disertai atau tidak bullneck)
• Terdapat penyulit miokarditis.
• Dosisi prednison 2 mg/kgBB/hari selam 2 minggu kemudian
diturunkan bertahap
ALUR PENANGANAN DIFTERI
TATALAKSANA PETUGAS MEDIS YANG
KONTAK DENGAN KASUS DIFTERI

Petugas medis yang kontak erat


dengan tersangka difteri

• Lakukan swab tenggorok


• Lakukan surveilens selama 7 hari
• Diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari dibagi 4
dosis selama 14 hari atau Azitromisin 10-12
mg/kg tiap 24 jam,
• maksimal 500 mg/ hari selama 7 hari
Antisipasi Kejadian Luar Biasa Difteri
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Alur Penanganan Pasien Difteri (UGD)
Pasien datang ke IGD (Fast track) Demam ringan
Suara Serak
Tenggorok terasa sakit
Tersangka difteri Nyeri saat menelan
Kesulitan bernapas
Pembengkakan di leher
Ruang isolasi IGD Ada bercak putih keabu-abuan di saluran pernafasan atas
(Hubungi residen chief anak)*
Pernah kontak dengan penderita difteri (< 2 minggu)

Confirm diagnosis klinis difteri

TATALAKSANA: Ruang isolasi Nusa Indah


• Stabilisasi (Pastikan Airway, Breathing dan Circulation aman)** dirawat selama 2-3 minggu
• Berikan anti difteri serum Evaluasi swab tenggorok setelah 2 minggu pemberian antibiotika. Jika hasil negatif
• Jika terdapat warning signs (stridor, napas cepat, tarikan dinding dada, 2 x berturut-turut dalam rentang waktu 24 jam Pasien boleh keluar dari ruang
gelisah/letargi, bullneck, CRT memanjang, takikardia, sianosis sentral dan isolasi
ekstremitas dingin berikan antibiotik penicilline procaine (PP) 25.000 U/kg tiap 6
jam selama 14 hari, ketika pasien sudah mampu menelan, dapat diubah ke Keterangan:
antibiotik oral hingga hari ke 14. * Notifikasi internal ke DPJP jaga  DPJP Infeksi Tropis
• Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali. ** Hubungi TS THT dan Anestesi untuk tatalaksana patensi jalan napas
• Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam.
(Jika terdapat gangguan patensi jalan napas, rawat di ruang isolasi
• Jika tidak ditemui warning sign dapat antibiotik oral selama 14 hari.
intensif)
• Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali.
• Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam.
*** Hubungi TS THT/ mikrobiologi untuk pengambilan SWAB tenggorokan
• Lakukan SWAB*** **** Notifikasi ke DINKES
• Lapor Dinkes****
Alur Penanganan Pasien Difteri (Poli Anak)
Pasien datang ke Poli
Anak
Demam ringan
Suara Serak
Tersangka pasien
Tenggorok terasa sakit
difteri*
Nyeri saat menelan
Kesulitan bernapas
Confirm diagnosis klinis difteri
Pembengkakan di leher
Ada bercak putih keabu-abuan di saluran pernafasan atas
Pernah kontak dengan penderita difteri (< 2 minggu)
Ruang Isolasi Nusa Indah

• TATALAKSANA: Keterangan:
• Stabilisasi (Pastikan Airway, Breathing dan Circulation aman)** * Notifikasi internal ke DPJP poli  DPJP
• Berikan anti difteri serum Infeksi Tropis
• Jika terdapat warning signs (stridor, napas cepat, tarikan dinding dada, gelisah/letargi, bullneck, CRT memanjang, takikardia, sianosis
** Hubungi TS THT dan Anestesi untuk
sentral dan ekstremitas dingin berikan antibiotik penicilline procaine (PP) 25.000 U/kg tiap 6 jam selama 14 hari, ketika pasien sudah
tatalaksana patensi jalan napas (Jika
mampu menelan, dapat diubah ke antibiotik oral hingga hari ke 14.
• Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali.
terdapat gangguan patensi jalan napas,
• Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam. rawat di ruang isolasi intensif)
• Jika tidak ditemui warning sign dapat antibiotik oral selama 14 hari. *** Hubungi TS THT untuk pengambilan
• Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali. SWAB tenggorokan dan kirim sampel ke
• Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam. bagian mikrobiologi klinik.
• Lakukan SWAB*** **** Notifikasi ke DINKES
• Lapor Dinkes****
• Pasien dirawat selama 2-3 minggu
• Evaluasi swab tenggorok setelah 2 minggu pemberian antibiotika. Jika hasil negatif 2 x berturut-turut dalam rentang waktu 24 jam Pasien
boleh keluar dari ruang isolasi
Alur Penanganan Pasien Difteri (Rujukan)
Tersangka/Terbukti pasien difteri dirujuk ke Cek list: Keterangan:
RSUP Sanglah melalui telpon • Hubungi admission * Notifikasi internal ke DPJP Infeksi-tropis
untuk kesiapan ruang
** Hubungi TS THT dan Anestesi untuk tatalaksana
isolasi di Nusa Indah
Hubungi Chief IKA* • Siapkan APD Lengkap patensi jalan napas (Jika terdapat gangguan patensi
jalan napas, rawat di ruang isolasi intensif)
*** Hubungi TS THT/ mikrobiologi untuk pengambilan
Pasien datang langsung menuju SWAB
ruang isolasi Nusa Indah **** Notifikasi ke DINKES

TATALAKSANA:
Pemeriksaan klinis (buka tenggorok: apakah ada pseudomembran)
Stabilisasi (Pastikan Airway, Breathing dan Circulation aman)**
Berikan anti difteri serum
Jika terdapat warning signs (stridor, napas cepat, tarikan dinding dada, gelisah/letargi, bullneck, CRT memanjang, takikardia, sianosis sentral dan ekstremitas dingin berikan
antibiotik penicilline procaine (PP) 25.000 U/kg tiap 6 jam selama 14 hari, ketika pasien sudah mampu menelan, dapat diubah ke antibiotik oral hingga hari ke 14.
Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali.
Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam.
Jika tidak ditemui warning sign dapat antibiotik oral selama 14 hari.
Eritromisin 10 mg/kg tiap 6 jam. Maksimum 500 mg per kali.
Azitromisin 10 mg/kg tiap 24 jam.
Lakukan SWAB***
Lapor Dinkes****
Pasien dirawat selama 2-3 minggu
Evaluasi swab tenggorok setelah 2 minggu pemberian antibiotika. Jika hasil negatif 2 x berturut-turut dalam rentang waktu 24 jam Pasien boleh keluar dari ruang isolasi
Note:
Uji kepekaan dengan pemberian 1 tetes antitoksin pengenceran 1:10 pada konjungtiva atau 0,02 ml penyuntikan
intradermal pengenceran 1:1000.
Alur Penanganan Specimen Difteri
Suspek pasien difteri

Swab (di bawah membran) Identitas


pasien

Masukkan ke dalam plastik ber- Tanggal&Jam


Pengambilan
klip dan kontainer khusus difteri

Kirim ke lab 24 jam (PPDS Jaga


Patologi Klinik)

Simpan dalam refrigerator spesimen


(kontainer khusus difteri)

Petugas pengirim spesimen ke Litbangkes


mengambil dari Lab 24 jam (dari PPDS Jaga
Patologi Klinik)

Kirim ke Litbangkes
TATALAKSANA PETUGAS MEDIS YANG
KONTAK DENGAN KASUS DIFTERI

Petugas medis yang kontak erat


dengan tersangka difteri

• Lakukan swab tenggorok


• Lakukan surveilens selama 7 hari
• Diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari dibagi 4
dosis selama 14 hari atau Azitromisin 10-12
mg/kg tiap 24 jam,
• maksimal 500 mg/ hari selama 7 hari
Alur Pengadaan ADS
Confirm diagnosis klinis
difteri

Kartu Identitas Obat


(KIO)

Perawat jaga
(amprah obat)

Farmasi

Anda mungkin juga menyukai