Disusun Oleh:
Kelompok 1
Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan
Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
pelengkap tugas perkuliahan pada mata kuliah Teori Konseling 2. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Penyusun
untuk menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih tidak lupa Penyusun haturkan
kepada bapak Prof. Dr. Abdul Saman, M.Si. dan ibu Nur Fadhilah
Umar, S.Pd., M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun pokok permasalahan yang
akan dikaji sebagai berikut.
1. Biografi Ivan Pavlov
2. Bagaimana Prinsip Teori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov?
3. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Ivan Pavlov?
4. Biografi Edward Lee Thorndike
5. Bagaimana Prinsip Teori Behavioristik Menurut Edward Lee Thorndike?
6. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Edward Lee Thorndike?
7. Biografi Burrhus Frederic Skinner
8. Bagaimana PrinsipTeori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic
Skinner?
9. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner?
10. Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui Biografi Ivan Pavlov
2. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov
3. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Ivan Pavlov
4. Mengetahui Edward Lee Thorndike
5. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Edward Lee Thorndike
6. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Edward Lee Thorndike
7. Mengetahui Biografi Burrhus Frederic Skinner
8. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic
Skinner
9. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner
10. Memahami Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir tanggal 14 September 1849 di kota Rayzan, Rusia
Tengah. Ivan Petrovich Pavlov merupakan putra dari seorang pendeta yang bernama Peter
Dmitrievich Pavlov. Ivan Pavlov merupakan anak pertama dari 11 bersaudara. Ia di didik
di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov berhasil meraih gelarnya
pada tahun 1875 dan mengawali pendidikan medis, bukan untuk berpraktik sebagai
dokter tetapi berharap dapat mengejar karir dalam riset psikologis. Dia belajar di Jerman
selama 2 tahun, kemudian kembali ke St. Petersburg untuk mengahabiskan waktu selama
beberapa tahun sebagai asisten laboratorium riset (Andriani, 2015)).
Pada tahun 1884 ia menjadi direktur depatemen fisiologi di Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan
Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology of Medicine pada tahun 1904.
Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di
Amerika karya tulisnya adalah Work of Degistive Glands pada tahun 1902 dan
Conditioned Reflexes pada tahun 1927. Meskipun riset laboratorium merupakan minat
paling utama, ia jarang melakukan eksperimen sendiri, dia justru menjadi pengawas untuk
usaha yang dilakukan orang lain. Sejak tahun 1897 sampai 1936, hampir 150 periset
bekerja dibawah pengarahan Ivan Pavlov, dan menghasilkan lebih dari 500 makalah
ilmiah.
Ivan Pavlov melahirkan sebuah teori yang terkenal dengan nama Classical
Conditiong (pengkondisian klasik). Pada waktu itu Pavlov mencoba mengembangkan
sebuah eksperimennya menggunakan anjing sebagai bagian dari penelitian.
Pengkondisian yang dikembangkan oleh Pavlov, menjelaskan bahwa dari hasil
eksperimen menunjukkan bahwa rangsangan secara berulang-ulang ditambah dengan
unsur penguat maka akan menghasilkan suatu reaksi. Menurut Pavlov aktivitas organisme
dapat dibedakan atas aktivitas yang bersifat reflektif dan aktivitas yang disadari.
Pendekatan psikologi yang diciptakan oleh Pavlov dikenal dengan sebutan psikologi
refleks (psychoreflexiologi), yaitu pendekatan yang lebih menekankan kepada berbagai
hal yang berebntuk perilaku yang sifatnya refleks (Pratiwi, 2021).
3
Pada tahun 1928 sampai kematian Pavlov, 28 februari 1936 pada usia ke 86,5
tahun dipenuhi dengan kegiatan atau penelitian ilmiah di bidang baru. Keberanian Pavlov
ditunjukkan oleh keberanian menerapkan konsepnya kepada psikiater setelah berusia 80
tahun. Pavlov belum pernah menjadi seorang ahli klinik, namun tidak ada pengalaman
atau pengetahuan tentang psikiatri klinis sejak masa belajarnya yang tidak dia ingat sama
sekali. Dengan demikian, dengan catatan bahwa ia telah melewati batas tahun keempat, ia
mulai mempelajari pshychiatry secara serius, yang ia lanjutkan hingga akhir hidupnya.
Beberapa kali dalam seminggu ia mengunjungi rumah sakit jiwa dan membahas kasus-
kasus dengan para psikiater. (Pratiwi, 2021).
Ivan Pavlov adalah seorang ilmuan yang membaktikan dirinya untuk penelitian
sampai akhir hayatnya. Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang
berbagai masalah pada manusia dan hewan. Menurut Ivan Pavlov, peran dari seorang
ilmuan adalah membuka dan mepelajari rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-
hukum yang ada pada alam. Disamping itu, seorang ilmuan juga harus mencoba
memahami bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya
manusia belajar. Oleh karena itu, Pavlov terus melakukan eksperimen (penelitian) dan
kemudian menerapkan konsep teorinya hingga ia meninggal.
Ivan Pavlov mempunyai peran yang sangat besar dalam ilmu psikologi, karena
studinya mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi
behaviorisme. Pandangan yang paling mendasar adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
adalah rangkaianrangkaian refleks belaka. Maka dari itu, untuk mempelajari aktivitas
psikis, cukup mempelajari refleks-refleksnya saja (Pratiwi, 2021).
4
Dalam percobaan ini, daging disebut sebagai stimulus yang tidak dikondisikan
(unconditioned stimulus). Sedang air liur (saliva) yang dikeluarkan anjing tersebut
dinamakan respons yang tidak dikondisikan (unconditioned response), karena keluarnya
saliva tersebut secara otomatis tanpa dikondisikan atau dilakukan latihan sebelumnya.
5
stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan
penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan
berfungsi sebagai penguat (Jelita Dkk, 2023).
6
unconditioned response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned response
(CR).
a) Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam
eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, makanan (daging) adalah US.
b) Unconditioned Response (UR) merupakan respons yang tidak dipelajari, yang
secara otomatis dihasilkan oleh US (unconditioned stimulus), UR disini adalah
air liur anjing yang keluar ketika melihat daging.
c) Conditioned Stimulus (CS) adalah stimulus yang tidak dapat langsung
menimbulkan respons atau stimulus yang sebelumnya bersifat netral. Agar
dapat menghasilkan CR (conditioned response) maka perlu dipasangkan
dengan US (unconditioned stimulus) secara terusmenerus. Misalnya bunyi
lonceng akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur, jika ketika lonceng
dibunyikan selalu diserta/ dipasangkan dengan daging.
d) Conditioned Response (CR) merupakan respons yang dipelajari, yaitu respons
terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pemasangan
US (unconditione stimulus) – CS (conditioned stimulus).
2) Konsep Classical Conditioning
Dari hasil percobaan Ivan Pavlov dengan menggunakan anjing tersebut, Ivan
Pavlov akhirnya menemukan beberapa konsep pengkondisian, yaitu pemerolehan
(acquisition), penghapusan (extinction), generalisasi (generalization), deskriminasi
(discrimination), dan kondisioning tandingan. berikut pemaparan konsep classical
conditioning:
a) Pemerolehan (Acquisition) Setiap penyajian berpasangan antara stimulus yang
dikondisikan (lonceng) dan stimulus yang tidak terkondisikan
(daging/makanan) proses itu disebut sebuah percobaan, dan periode selama
organisme belajar mengasosiasikan antara kedua stimulus (stimulus netral
dengan stimulus tak bersyarat) secara berulang-ulang sehingga muncul respons
bersyarat, proses itu dinamakan tahap pemerolehan pengkondisian (acquisition
stage of conditioning). Teori ini merupakan sebuah prosedur penciptaan
refleks-refleks baru dengan cara memberikan stimulus (rangsangan) sebulum
terjadinya refleks tersebut.
b) Penghapusan (Extinction) dan Pemulihan Eksperimen yang dilakukan, Ivan
Pavlov melihat ketika bunyi lonceng (CS) berulang-ulang diberikan tanpa
disertai (daging/makanan), maka tanggapan terkondisi pada anjing yang berliur
7
terhadap bunyi lonceng secara perlahan akan melemah dan akhirnya
menghilang. Proses ini disebut penghapusan/ pemunahan (extinction). Akan
tetapi tanggapan yang hilang bisa kembali secara spontan, apabila rangsangan
terkondisi diberikan lagi ke organisme, proses ini dinamakan pemulihan
spontan. Ivan Pavlov mengamati ketika lonceng (CS) dan daging/makanan
(US) dipasangkan lagi setelah terjadi penghapusan/ pemunahan, respon
cenderung dipelajari secara lebih cepat dibanding pada pengkondisian semula.
c) Generalisasi (Generalization) Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Ivan
Pavlov, terdapat istilah generalisasi. Generalisasi adalah proses inti dari transfer
belajar, dimana respons yang terkondisi mentransfer ke rangsangan lain yang
serupa dengan rangsangan terkondisi aslinya. Generalisasi digunakan untuk
menjelaskan transfer suatu respons dari satu situasi ke situasi lainnya. Pada
generalisasi terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan yaitu:
pertama, pengkondisian terhadap rangsangan terjadi, maka keefektifannya tidak
terbatas pada rangsangan itu saja, yang kedua, begitu rangsangan kurang serupa
dengan penggunaan aslinya, maka kemampuannya untuk menghasilkan respons
akan berkurang.
d) Deskriminasi (Discrimination) Dikriminasi merupakan kebalikan dari
generalisasi. Diskriminasi adalah suatu proses belajar yang dilakukan untuk 62
menciptakan satu respons terhadap satu stimulus dan proses membedakan
respons atau bukan respons terhadap beberapa stimulus. Diskrimiknasi dalam
pengkondisiaan ditimbulkan/dimunculkan melalui penguatan dan pemadaman
yang bersifat selektif. Dalam classical conditioning, dikriminasi terjadi ketika
organisme merespon stimuli tertentu tetapi tidak merespon stimuli yang
lainnya. Atau biasa dikatakan, diskriminasi berlaku apabila individu dapat
menbedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan satu dengan rangsangan
yang lainnya, meskipun rangsangan itu berbentuk hampir sama/mirip.
3) Hukum-hukum Classical Conditioning
Dalam eksperimen yang dilakukan, Ivan Pavlov memperoleh kesimpulan
ternyata air liur yang bersifat alamiah dapat dikondisikan, jika prosesnya dilakukan
berulang-ulang. Dan dari eksperimen itu, Ivan Pavlov menemukan dua hukum
belajar, yaitu Law of Respondent Conditioning dan Law of Respondent Extincion.
Berikut pemaparan dari hukum-hukum belajar classical conditioning :
a) Law of Respondent Conditioning Hukum ini merupakan hukum pembiasaan
yang dituntut atau diharuskan. Apabila dua macam stimulus(rangsangan)
8
dihadirkan secara bersama/serentak (salah satunya berfungsi sebagai reinforce
atau penguat), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Menurut
Hintzman, maksud dari Law of Responding conditioning adalah jika dua
macam ( CS dan UCS) stimulus atau rangsangan dihadirkan secara simultan
yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer (penguat), maka refleks ketiga
(antara CS an CR) yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan
stimulus yang lainnya akan meningkat.
b) Law of Respondent Extinction Hukum ini merupakan hukum pemusnahan yang
bersifat dituntut. Apabila suatu refleks yang telah diperkuat melalui Respondent
Conditioning dimunculkan kembali tanpa menghadirkan reinforce (penguat),
maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin melemah. Para peneliti sering
kali membuat stimulus netral, bersama dengan stimulus bersyarat atau berbeda
beberapa detik selisih waktu pemberiannya, dan kemudian menghentikanya
secara bersamaan.
4) Prinsip Pembelajaran Classical Conditioning
Dari eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Petrovich Pavlov terhadap seekor
anjing, Pavlov menemukan beberapa prinsip belajar menurut Classical Conditioning,
yaitu sebagai berikut :
a) Belajar adalah proses pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan
stimulus (rangsangan) yang bersifat lebih kuat dengan stimulus (rangasangan)
yang lebih lemah.
b) Proses belajar akan terjadi jika ada interaksi atau hubungan antara organisme
dengan lingkungan.
c) Belajar merupakan suatu proses perubahan yang karena adanya syaratsyarat
(Conditions) atau adanya stimulus yang kemudian menimbulkan respons. Atau
dengan kata lain belajar merupakan suatu upaya untuk mengondisikan
pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
d) Belajar mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konsep penguatan
kembali. Konsep penguatan kembali atau pengulangan sangat penting dalam
proses pembelajara, karena dengan adanya proses belajar yang dilakukan secara
berulang-ulang akan menimbulkan sebuah kebiasaan.
e) Setiap stimulus US (unconditioned stimulus) dan CS (conditioned stimulus)
akan menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US
(unconditioned stimulus) bersifat lebih dominan dari pada yang ditimbulkan
oleh CS (conditioned stimulus).
9
B. Edward Lee Thorndike
1. Biografi Edward Lee Thorndike
Edward Lee Thorndike lahir pada 31 Agustus 1874 dan meninggal
pada 9 Agustus 1949, ia adalah seorang ahli psikologi asal Amerika Serikat
yang berkarir di Columbia University (Ali Makki, 2019). Thorndike lahir di
Williamsburg, Massachusetts. Ia merupakan anak dari seorang pendeta
Metodis di Lowell, Massachusetts. Ia lulus dari The Roxbury (1981), di West
Roxbury, Massachusetts dan Wesleyan University (1895). Ia kemudian
mendapatkan gelar M.A. di Harvard University pada tahun 1897. Pada tahun
1898, ia menyelesaikan Ph.D. di Columbia University (Chairul Anwar, 2017).
Ali Makki (2019) berpendapat bahwa teori belajar yang paling tua
adalah teori asosiasi, yakni hubungan antara stimulus dan respon. Hubungan
itu bertambah kuat apabila sering diulangi dan respon yang tepat diberi
ganjaran berupa makanan atau pujian dan cara lain yang memberi kepuasan
dan kesenangan. Chairul Anwar (2017) menyebutkan bahwa Edward Lee
Thorndike merupakan tokoh yang mengembangkan dan memopulerkan teori
koneksionisme. Dalam teorinya, ia mengemukakan kalau proses belajar hewan
10
memiliki kesamaan dengan proses belajar manusia. Kesamaannya terletak
pada hubungan (koneksi atau asosiasi) antara kesan yang ditangkap oleh
pancaindra (stimulus) dengan perbuatan (respon). Oleh karenanya, teori ini
disebut dengan teori stimulus (S)-respone (R).
11
Dalam konteks pendidikan, salah satu hal penting yang bisa dilakukan
pendidik adalah mengkondisikan keadaan peserta didiknya terlebih
dahulu agar mereka siap sebelum menerima materi pelajaran. Pendidik
bisa memberikan stimulus seperti motivasi belajar atau berkisah
kepada anak agar suasana belajar tidak kaku dan menegangkan.
Pendidik juga harus memperhatikan kondisi masingmasing peserta
didiknya apakah saat itu ada yang sedang sakit, pusing, belum makan,
dan lain sebagainya. Kondisi mental individu dalam belajar dapat
mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.
2. Hukum latihan (law of exercise)
12
bersifat rasional-empiris, akan tetapi juga memberikan perhatian yang bersifat
normatif-kualitatif.
Teori belajar behavioristik seperti yang dicetuskan oleh Edward Lee
Thorndike mendefiniskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
bisa diamati secara langsung sebagai akibat dari adanya stimulus-stimulus dan
respon-respon menurut prinsip mekanistik yang bisa dilihat dari metode
belajar trial and error. Selain itu, Edward Lee Thorndike juga menggunakan
reinforcement (peneguh)/satisfiyer (pembawa kepuasan). Artinya individu
akan belajar jika ia mendapatkan reinforcement, jika tidak ada reinforcement
yang akan didapatkan, maka belajar tidak jadi dilakukannya.
Teori belajar Behavioristik yang didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Edward Lee Thorndike secara implisit bersifat materialistik.
Artinya, binatang yang dijadikan bahan penelitiannya mau melakukan usaha
trial and error karena ingin mendapatkan makanan yang ada di luar kotak
(reinforcement). Dengan demikian, teori belajar yang dicetuskan oleh Edward
Lee Thorndike selain dalam rangka pembentukan kebiasaan, juga bisa
dikatakan bersifat materi. Meski demikian, hasil penelitian yang dihasilkan
oleh Edward Lee Thorndike ini tidak ditolak begitu saja. Karena dengan
adanya reinforcement bisa digunakan sebagai motivasi atau pendorong bagi
individu untuk belajar.
Dalam teori belajar behavioristik peran guru sangat dominan dalam
pembelajaran (teacher center learning). Artinya seorang guru harus memiliki
kesiapan dan bekal ilmu yang mencukupi untuk mendidik anak -anak nya.
Ibarat teko dan gelas, teko harus berisi terlebih dahulu untuk bisa mengisi
gelas tersebut, dan gelas agar bisa diisi haruslah dalam keadaan terbuka. Agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru dan anak harus sama-sama dalam
keadaan siap untuk melakukan proses pembelajaran (law of readiness).
Hukum law of readiness dalam belajar sesuai dengan pemikiran Al
Ghazali bahwa seorang pendidik haruslah memiliki pengetahuan yang baik
(kompeten) agar bisa merumuskan metode dan materi yang sesuai dengan
intelektual peserta didiknya.
13
Anak yang memiliki kemuan kuat untuk mencari ilmu ibarat gelas
terbuka yang sudah siap diisi air. Terbuka di sini bukan hanya terbuka tanpa
tutup secara fisik, tetapi niat atau motivasi juga benar-benar telah ada. Anak
yang dikatakan siap menuntut ilmu bukan sekedar datang secara fisik, tetapi
datang dengan segenap kesadaran untuk menuntut ilmu.
Dalam Islam selalu dianjurkan untuk berdoa terlebih dahulu sebelum
menuntut ilmu, hal ini selain memohon ilmu yang bermanfaat pada Allah,
berdoa juga sebagai upaya untuk menghadirkan kesadaran individu ketika
menuntut ilmu. Dengan demikian, tujuan pendidikan seperti yang disebutkan
oleh Al Ghazali, yakni untuk mendekatkan diri pada Allah bisa direalisasikan.
Dalam banyak hal, belajar tidak cukup hanya dilakukan satu kali. Seperti saat
pertama kali seseorang belajar mengendarai sepeda, mula-mula ia akan
terjatuh, tetapi dengan kegigihan untuk tidak mudah menyerah walau berulang
kali terjatuh, akhirnya kemampuan untuk bisa mengendarai sepeda dapat
dikuasai. Dalam Islam, untuk dapat bersikap ramah (friendly) kepada sesama
haruslah dibiasakan setiap hari. Contonya seperti tersenyum, orang yang tak
biasa tersenyum kepada sesama saat bertemu tentu akan sulit melakukannya
saat tiba-tiba diminta tersenyum, atau ia tersenyum namun senyumnya
tersebut terlihat kalau dibuat-buat. Dari contoh sederhana ini menunjukkan
pentingnya membiasakan hal-hal baik dalam pembelajaran (law of exercise).
Untuk dapat menumbuhkan dan menjaga motivasi belajar agar tetap tinggi,
maka sangat perlu adanya reward atau stimulus yang membantu anak untuk
tetap bersemangat dalam menuntut ilmu. Reward atau hadiah tidak melulu
harus berbentuk barang, tetapi bisa berupa apresiasi dan hati yang pandai
menghargai setiap potensi. Dalam Islam, selain motivasi reward akhirat
(tsawab al-akhirah), reward di dunia (tsawab ad-dunya) juga penting diberikan
kepada anak agar tidak mudah patah semangat. Dengan adanya motivasi (law
of effect) ini diharapkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Hasil dari
pembelajaran yang telah dilakukan dengan baik akan terlihat dari adanya
perubahan perilaku anak menjadi lebih baik pula. ALGhazali terhadap
pendidikan bahwasanya dalam mendidik anak hendaknya pendidikan selalu
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak seperti perkembangan
14
kognitif dan moralnya. Karena pendidikan merupakan proses yang sinergis
antara pendidik, peserta didik, metode dan materi.
C. Burhuss Frederic Skinner
15
Lebih lanjut Mustaqim menjelaskan, Skinner mengadakan pendekatan
behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner
menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Teori
Perilaku Sosial biasa juga disebut Teori belajar dalam Ilmu Psikologi. Konsep
dasar dari teori ini adalah penguat/ganjaran (reward). Teori ini lebih
menitikberatkan pada tingkah laku aktor dan lingkungan.
16
b) proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar;
c) materi pelajaran, digunakan sistem moduldalam proses pembelajaran,
tidak digunakan hukuman. untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman;
d) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri;
e) tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan menngunakannya jadwal variabel rasio rein
force;
f) menggunakan pendekatan shaping (Shahbana, Farizqi, & Satria,
2020).
Prinsip yang cukup terkenal dari B.F Skinner yang telah diuraikan
pada pembahasan kotak Skinner sebelumnya yaitu Operant Conditioning
(Pembiasaan Perilaku Respon). Respon dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respon tertentu (Rufaedah, 2018).
3. Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner
17
(reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah
konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Penguatan boleh jadi
kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua bagian, yakni penguatan positif dan penguatan negatif
(Mustaqim, 2016).
18
dapat diamati, dan tidak memperhatikan keberadaan pengaruh pikiran ataupun
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori
behaviorisme juga cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, tidak
produktif dan tidak kreatif. Pandangan teori ini yang mengatakan bahwa
belajar merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal, banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar
(Shahbana, Farizqi, & Satria, 2020).
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori behavioristik,
belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respons. Tokoh aliran behavioristik ini yang sangat
terkenal yaitu Thorndike dengan "koneksionisme", menurut teori ini tingkah
laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau
stimulus-respons.
Pavlov dengan "Conditioning", menurut teori ini belajar merupakan
suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku ataurespons
terhadap sesuatu. Skinner dengan "Operant conditioning", yaitu tipe perilaku
belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan. Dengan
demikian, maka tujuan dari teori Behavioristik ini sebenarnya adalah untuk
menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru
yang dipengaruhi oleh lingkungan
B. Saran
Adapun makalah yang penulis susun ini didasari dari referensi-
referensi yang penulis dapatkan baik dari buku maupun pengetahuam dari
online. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dari makalah ini, penulis harap
kritik/saran dari pembaca, guna untuk mewujudkan perubahan lebih baik di
kemudian harinya
20
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, F. (2015). Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang
Behavioristik. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam, 6 (2), 165-180.
Jelita, M., Ramadhan, L., Pratama, A. R., Yusri, F., & Yarni, L. (2023). Teori Belajar
Behavioristik. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 5(3), 404-411.
Lu, Y. Hamu, Y.A. (2022). Teori Operant Conditioning Menurut Burrhusm Frederic
Skinner. Jurnal Teologi dan Misi. 5 (1). 22-39.
Mustaqim. (2016). Paradigma Perilaku Sosial Dengan Pendekatan Behavioristik (Telaah
Atas Teori Burrhusm Frederic Skinner).
Nahar, N. I. (2016). Penerapan Teori Belajar Behaviorisitik Dalam Proses Pembelajaran.
Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. 1. 64-74.
Pratiwi, I. (2021). Teori Behaviorisme Ivan Petrovich Pavlov Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo).
Rufaedah, E. A. (2018). Teori Belajar Behavioristik Menurut Perspektif Islam. Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam. 4 (1). 14-30.
Shahbana, E. B. Farizqi, F. K. Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar Behavioristik
Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan. 9 (1). 24-33.
Solvia, I. (2014). Teori Belajar Behavioristik. Universitas Pendidikan Indonesia.
Makki, Ali. 2019. Mengenal Sosok Edward Lee Thorndike Aliran Fungsionalisme
dalam Teori Belajar. Pancawahana: Jurnal Studi Islam. Vol. 14. No.1.
Anwar, Chairul. 2017. Buku Terlengkap Teori-teori Pendidikan Klasik hingga
Kontemporer. Yogyakarta: IRCiSoD.
Hermansyah. 2020. Analisis Teori Behavioristik (Edward Thorndike) dan
Implementasinya dalam Pembelajaran SD/MI. Modeling: Jurnal Program
Studi PGMI. Vol. 7. No. 1.
Kolis, Artini (2022). STUDI KOMPERATIF : TEORI EDWARD LEE
THORNDIKE DAN IMAM AL GHAZALI DALAM
IMPLEMENTASINYA DIPEMBELAJARAN ABAK USIA DINI.
ABATA (Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini) VOL (2), NO(1), Edisi
Maret 2022
Hermansyah. 2020. Analisis Teori Behavioristik (Edward Thorndike) dan
Implementasinya dalam Pembelajaran SD/MI. Modeling: Jurnal Program
Studi PGMI. Vol. 7. No. 1.
21
22