Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TEORI KONSELING 2

TEORI DAN TEKNIK PENDEKATAN BEHAVIORISTIK


PAVLOV, THORNDIKE, SKINNER
Tugas ini diajukan untuk memenuhi mata kuliah Teori Konseling 2
Oleh Dosen: Prof. Dr. Abdul Saman, M.Si. & Nur Fadhilah
Umar, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 1

A. Fajrul Islam (210404500007)


Putri Sabrina Arzam (210404501021)
Thezalonika Maudy Adonia (210404502037)
Balqis Sayidina Alatas (210404502031)
Fauziah Vania (210404501043)
Whal Fadilah S. (210404502056)
Siti Khairunnisa (210404502041)

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kita panjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan
Karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
pelengkap tugas perkuliahan pada mata kuliah Teori Konseling 2. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung Penyusun
untuk menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih tidak lupa Penyusun haturkan
kepada bapak Prof. Dr. Abdul Saman, M.Si. dan ibu Nur Fadhilah
Umar, S.Pd., M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah ini.

Penulis telah berusaha menyusun tugas ini dengan sebaik mungkin.


Namun. tentunya Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Sehingga. dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan tambahan ilmu pengetahuan serta informasi yang bermanfaat bagi
semua pihak. khususnya bagi Penulis pribadi.

Makassar, 04 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. Ivan Pavlov ......................................................................................... 3


1. Biografi Ivan Pavlov ...................................................................... 3
2. Prinsip Teori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov.......................... 4
3. Metode Teori Behavioristik Ivan Pavlov ....................................... 6
B. Edward Lee Thorndike...................................................................... 3
1. Biografi Edward Lee Thorndike .................................................... 6
2. Hukum-Hukum Teori Edward Lee Thorndike ............................... 7
3. Metode Teori Behavioristik Edward Lee Thorndike...................... 8
C. Burrhus Frederic Skinner ................................................................. 3
1. Biografi Burrhus Frederic Skinner ................................................. 9
2. Prinsip Teori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic Skinner .... 9
3. Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner .................. 9
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik ............................ 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11

A. Kesimpulan .......................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori belajar merupakan gabungan prinsip yang saling berhubungan dan


penjelasan atas sejumlah fakta serta penemuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar. Penggunaan teori belajar dengan langkah-langkah
pengembangan yang benar dan pilihan materi pelajaran serta penggunaan
unsur desain pesan yang baik dapat memberikan kemudahan kepada siswa
dalam memahami sesuatu yang dipelajari. Selain itu, suasana belajar akan
terasa lebih santai dan menyenangkan. Proses belajar pada hakikatnya adalah
kegiatan mental yang tidak tampak. Artinya, proses perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat disaksikan dengan jelas,
tetapi dapat dilihat dari gejala-gejala perubahan perilaku (Nahar, 2016)

Teori behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan


perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori behavioristik,
belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respons. Tokoh aliran behavioristik ini yang sangat
terkenal yaitu Thorndike dengan "koneksionisme", menurut teori ini tingkah
laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau
stimulus-respons (Silpia, 2014)

Pavlov dengan "Conditioning", menurut teori ini belajar merupakan


suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku ataurespons
terhadap sesuatu. Skinner dengan "Operant conditioning", yaitu tipe perilaku
belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan. Dengan
demikian, maka tujuan dari teori Behavioristik ini sebenarnya adalah untuk
menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru
yang dipengaruhi oleh lingkungan (Silpia, 2014).

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun pokok permasalahan yang
akan dikaji sebagai berikut.
1. Biografi Ivan Pavlov
2. Bagaimana Prinsip Teori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov?
3. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Ivan Pavlov?
4. Biografi Edward Lee Thorndike
5. Bagaimana Prinsip Teori Behavioristik Menurut Edward Lee Thorndike?
6. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Edward Lee Thorndike?
7. Biografi Burrhus Frederic Skinner
8. Bagaimana PrinsipTeori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic
Skinner?
9. Apa Saja Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner?
10. Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui Biografi Ivan Pavlov
2. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov
3. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Ivan Pavlov
4. Mengetahui Edward Lee Thorndike
5. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Edward Lee Thorndike
6. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Edward Lee Thorndike
7. Mengetahui Biografi Burrhus Frederic Skinner
8. Memahami PrinsipTeori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic
Skinner
9. Mengetahui Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner
10. Memahami Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ivan Pavlov

1. Biografi Ivan Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov lahir tanggal 14 September 1849 di kota Rayzan, Rusia
Tengah. Ivan Petrovich Pavlov merupakan putra dari seorang pendeta yang bernama Peter
Dmitrievich Pavlov. Ivan Pavlov merupakan anak pertama dari 11 bersaudara. Ia di didik
di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov berhasil meraih gelarnya
pada tahun 1875 dan mengawali pendidikan medis, bukan untuk berpraktik sebagai
dokter tetapi berharap dapat mengejar karir dalam riset psikologis. Dia belajar di Jerman
selama 2 tahun, kemudian kembali ke St. Petersburg untuk mengahabiskan waktu selama
beberapa tahun sebagai asisten laboratorium riset (Andriani, 2015)).
Pada tahun 1884 ia menjadi direktur depatemen fisiologi di Institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan
Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology of Medicine pada tahun 1904.
Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di
Amerika karya tulisnya adalah Work of Degistive Glands pada tahun 1902 dan
Conditioned Reflexes pada tahun 1927. Meskipun riset laboratorium merupakan minat
paling utama, ia jarang melakukan eksperimen sendiri, dia justru menjadi pengawas untuk
usaha yang dilakukan orang lain. Sejak tahun 1897 sampai 1936, hampir 150 periset
bekerja dibawah pengarahan Ivan Pavlov, dan menghasilkan lebih dari 500 makalah
ilmiah.
Ivan Pavlov melahirkan sebuah teori yang terkenal dengan nama Classical
Conditiong (pengkondisian klasik). Pada waktu itu Pavlov mencoba mengembangkan
sebuah eksperimennya menggunakan anjing sebagai bagian dari penelitian.
Pengkondisian yang dikembangkan oleh Pavlov, menjelaskan bahwa dari hasil
eksperimen menunjukkan bahwa rangsangan secara berulang-ulang ditambah dengan
unsur penguat maka akan menghasilkan suatu reaksi. Menurut Pavlov aktivitas organisme
dapat dibedakan atas aktivitas yang bersifat reflektif dan aktivitas yang disadari.
Pendekatan psikologi yang diciptakan oleh Pavlov dikenal dengan sebutan psikologi
refleks (psychoreflexiologi), yaitu pendekatan yang lebih menekankan kepada berbagai
hal yang berebntuk perilaku yang sifatnya refleks (Pratiwi, 2021).

3
Pada tahun 1928 sampai kematian Pavlov, 28 februari 1936 pada usia ke 86,5
tahun dipenuhi dengan kegiatan atau penelitian ilmiah di bidang baru. Keberanian Pavlov
ditunjukkan oleh keberanian menerapkan konsepnya kepada psikiater setelah berusia 80
tahun. Pavlov belum pernah menjadi seorang ahli klinik, namun tidak ada pengalaman
atau pengetahuan tentang psikiatri klinis sejak masa belajarnya yang tidak dia ingat sama
sekali. Dengan demikian, dengan catatan bahwa ia telah melewati batas tahun keempat, ia
mulai mempelajari pshychiatry secara serius, yang ia lanjutkan hingga akhir hidupnya.
Beberapa kali dalam seminggu ia mengunjungi rumah sakit jiwa dan membahas kasus-
kasus dengan para psikiater. (Pratiwi, 2021).
Ivan Pavlov adalah seorang ilmuan yang membaktikan dirinya untuk penelitian
sampai akhir hayatnya. Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang
berbagai masalah pada manusia dan hewan. Menurut Ivan Pavlov, peran dari seorang
ilmuan adalah membuka dan mepelajari rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-
hukum yang ada pada alam. Disamping itu, seorang ilmuan juga harus mencoba
memahami bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya
manusia belajar. Oleh karena itu, Pavlov terus melakukan eksperimen (penelitian) dan
kemudian menerapkan konsep teorinya hingga ia meninggal.
Ivan Pavlov mempunyai peran yang sangat besar dalam ilmu psikologi, karena
studinya mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi
behaviorisme. Pandangan yang paling mendasar adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya
adalah rangkaianrangkaian refleks belaka. Maka dari itu, untuk mempelajari aktivitas
psikis, cukup mempelajari refleks-refleksnya saja (Pratiwi, 2021).

2. Prinsip Teori Behavioristik Menurut Ivan Pavlov

Studi Ivan Pavlov mengenai refleks-refleks merupakan dasar bagi


perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Dalam beberapa tahun terakhir dari abad ke
19 sampai permulaan abad ke-20, Ivan Pavlov mempelajari dan melakukan penelitian
pada anjing dengan tujuan untuk melihat hubungan antara stimulus dengan respons.
Dalam eksperimennya, Ivan Pavlov mengkaji keterkaitan antara rangsangan tidak
terlazim (respons natural), dan kemudian melihat keterkaitan antara rangsangan terlazim
(conditioning stimulus) dengan respons tertentu. Dalam percobaannya itu, Ivan Pavlov
secara rutin meletakkan meletakkan daging didepan mulut anjing, yang menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur. Hal ini terjadi karena daging telah menyebabkan rangsangan
terhadap anjing, sehingga ketika anjing melihat daging secara otomatis anjing itu akan
mengeluarkan air liur (saliva) tanpa dilakukan latihan atau dikondisikan sebelumnya.

4
Dalam percobaan ini, daging disebut sebagai stimulus yang tidak dikondisikan
(unconditioned stimulus). Sedang air liur (saliva) yang dikeluarkan anjing tersebut
dinamakan respons yang tidak dikondisikan (unconditioned response), karena keluarnya
saliva tersebut secara otomatis tanpa dikondisikan atau dilakukan latihan sebelumnya.

Jika daging dapat menimbulkan anjing mengeluarkan air liur tanpa


pembelajaran atau latihan dulu sebelumnya, maka stimulus lain seperti lonceng tidak
dapat menghasilkan air liur (saliva). Karena stimulus tersebut tidak menghasilkan
respons, maka bel tersebut disebut dengan stimulus netral (neutral stimulus). Berdasarkan
eksperimen Ivan Pavlov, jika stimulus netral (lonceng) dipasangkan dengan stimulus yang
tidak terkondisikan (daging) dan dilakukan secara berulang-ulang, maka stimulus netral
akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (conditioning stimulus), dan memiliki
kekuatan yang sama untuk mengarahkan respon anjing seperti ketika anjing melihat
daging. Oleh karena itu ketika anjing mendengarkan bunyi lonceng, maka anjing akan
mengeluarkan air liur (saliva) sebagai tanda bahwa anjing merespons stimulus atau
rangsangan yang diberikan oleh bunyi lonceng. Ivan Pavlov menyadari bahwa asosiasi
terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe pembelajaran yang
sangat penting (Pratiwi, 2021).

Sebelum ia memperkenalkan penemuannya (penelitian) kepada dunia, pavlov


harus menemukan seperangkat istilah untuk menjelaskan teori yang ia kembangkan yaitu
tentang teori refleks, teori ini mengatakan bahwa anjing memiliki “respons tanpa syarat”
terhadap makanan. Makanan adalah “stimulus tanpa syarat”, sesuatu dalam lingkungan
yang memicu respon refleksis. Air liur sebagai tanggapan terhadap makanan terjadi tanpa
ada yang mengajari anjing untuk melakukannya. Sebaliknya, pemolesan refleks dari air
liur dan rongga lambung sebagai tanggapan dalam menanggapi suara adalah “respons
kondisional”. Proses ini kemudian dikenal sebagai pengkondisian klasik atau biasa
disebut Classical Conditioning (Jelita Dkk, 2023).

Teori belajar pengkondisian klasik merujuk pada sejumlah prosedur pelatihan


karena satu stimulus dan rangsangan muncul untuk menggantikan stimulus lainnya dalam
mengembangkan suatu respon. Prosedur ini disebut klasik karena prioritas historisnya
seperti dikembangkan Pavlov. Kata clasical yang mengawali nama teori ini semata-mata
dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang
conditioning (upaya pengkondisian) dan untuk membedakannya dari teori conditioning
lainnya. Perasaan orang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respon perlu
adanya suatu stimulus tertentu, sedangkan mengenai penguat menurut pavlov bahwa

5
stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan
penguatan. Stimulus itu yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan
berfungsi sebagai penguat (Jelita Dkk, 2023).

Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam pancingan dengan


sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku tersebut. Dari eksperimen ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan
berulang-ulang dengan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan
melakukan semacam pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku
tersebut.

3. Metode Behavioristik Ivan Pavlov

Teori Pavlov dikenal dengan responded-conditioningatau teori classical


conditioning. Menurut Pavlov, pengkondisian yang dilakukan pada anjing tersebut dapat
juga berlaku pada manusia karena itu teori Pavlov dikenal dengan responded-
conditioning atau teori classical conditioning (Andriani, 2015).

1) Pengertian Classical Conditioning


Pengkondisian (Conditioning) adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan
timbulnya respons tertentu dari suatu organisme terhadap suatu rangsangan yang
sebelumnya tidak menimbulkan respons tersebut. Dengan kata lain Conditioning
merupakan suatu proses untuk menciptakan berbagai respons dalam bentuk refleks
perilaku tertentu, yang akhirnya menjadi tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang.
Dalam buku psikologi konsepsi dan aplikasi, pengkondisian klasik (classical
conditiong) merupakan proses pembelajaran dimana rangsangan yang sebelumnya
netral kemudian mendatangkan respons yang identik atau mirip dengan awal mula
respons dimunculkan oleh rangsangan lain sebagai hasil dari perpasangan dua
rangsangan. Teori ini menjelaskan bentuk paling sederhana dalam proses belajar dan
pembelajaran.
Pengkondisian klasik memaksudkan tanggapan fisiologis yang tidak disengaja
terhadap rangsangan seperti air liur anjing. Teori perilaku memperluas prinsip
pengkondisian klasik untuk menerapkan prinsip perilaku. Sebuah rangsangan memicu
refleks, dan respon motorik (gerakan) semisal memberikan rangsangan lagi. Para
kaum behaviorisme percaya bahwa semua perilaku dapat dikondisikan dengan
stimulus dan respon. Untuk memahami teori classical conditiong, sebelumnya harus
memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons : unconditioned stimulus (US),

6
unconditioned response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned response
(CR).
a) Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam
eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, makanan (daging) adalah US.
b) Unconditioned Response (UR) merupakan respons yang tidak dipelajari, yang
secara otomatis dihasilkan oleh US (unconditioned stimulus), UR disini adalah
air liur anjing yang keluar ketika melihat daging.
c) Conditioned Stimulus (CS) adalah stimulus yang tidak dapat langsung
menimbulkan respons atau stimulus yang sebelumnya bersifat netral. Agar
dapat menghasilkan CR (conditioned response) maka perlu dipasangkan
dengan US (unconditioned stimulus) secara terusmenerus. Misalnya bunyi
lonceng akan menyebabkan anjing mengeluarkan air liur, jika ketika lonceng
dibunyikan selalu diserta/ dipasangkan dengan daging.
d) Conditioned Response (CR) merupakan respons yang dipelajari, yaitu respons
terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pemasangan
US (unconditione stimulus) – CS (conditioned stimulus).
2) Konsep Classical Conditioning
Dari hasil percobaan Ivan Pavlov dengan menggunakan anjing tersebut, Ivan
Pavlov akhirnya menemukan beberapa konsep pengkondisian, yaitu pemerolehan
(acquisition), penghapusan (extinction), generalisasi (generalization), deskriminasi
(discrimination), dan kondisioning tandingan. berikut pemaparan konsep classical
conditioning:
a) Pemerolehan (Acquisition) Setiap penyajian berpasangan antara stimulus yang
dikondisikan (lonceng) dan stimulus yang tidak terkondisikan
(daging/makanan) proses itu disebut sebuah percobaan, dan periode selama
organisme belajar mengasosiasikan antara kedua stimulus (stimulus netral
dengan stimulus tak bersyarat) secara berulang-ulang sehingga muncul respons
bersyarat, proses itu dinamakan tahap pemerolehan pengkondisian (acquisition
stage of conditioning). Teori ini merupakan sebuah prosedur penciptaan
refleks-refleks baru dengan cara memberikan stimulus (rangsangan) sebulum
terjadinya refleks tersebut.
b) Penghapusan (Extinction) dan Pemulihan Eksperimen yang dilakukan, Ivan
Pavlov melihat ketika bunyi lonceng (CS) berulang-ulang diberikan tanpa
disertai (daging/makanan), maka tanggapan terkondisi pada anjing yang berliur

7
terhadap bunyi lonceng secara perlahan akan melemah dan akhirnya
menghilang. Proses ini disebut penghapusan/ pemunahan (extinction). Akan
tetapi tanggapan yang hilang bisa kembali secara spontan, apabila rangsangan
terkondisi diberikan lagi ke organisme, proses ini dinamakan pemulihan
spontan. Ivan Pavlov mengamati ketika lonceng (CS) dan daging/makanan
(US) dipasangkan lagi setelah terjadi penghapusan/ pemunahan, respon
cenderung dipelajari secara lebih cepat dibanding pada pengkondisian semula.
c) Generalisasi (Generalization) Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Ivan
Pavlov, terdapat istilah generalisasi. Generalisasi adalah proses inti dari transfer
belajar, dimana respons yang terkondisi mentransfer ke rangsangan lain yang
serupa dengan rangsangan terkondisi aslinya. Generalisasi digunakan untuk
menjelaskan transfer suatu respons dari satu situasi ke situasi lainnya. Pada
generalisasi terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan yaitu:
pertama, pengkondisian terhadap rangsangan terjadi, maka keefektifannya tidak
terbatas pada rangsangan itu saja, yang kedua, begitu rangsangan kurang serupa
dengan penggunaan aslinya, maka kemampuannya untuk menghasilkan respons
akan berkurang.
d) Deskriminasi (Discrimination) Dikriminasi merupakan kebalikan dari
generalisasi. Diskriminasi adalah suatu proses belajar yang dilakukan untuk 62
menciptakan satu respons terhadap satu stimulus dan proses membedakan
respons atau bukan respons terhadap beberapa stimulus. Diskrimiknasi dalam
pengkondisiaan ditimbulkan/dimunculkan melalui penguatan dan pemadaman
yang bersifat selektif. Dalam classical conditioning, dikriminasi terjadi ketika
organisme merespon stimuli tertentu tetapi tidak merespon stimuli yang
lainnya. Atau biasa dikatakan, diskriminasi berlaku apabila individu dapat
menbedakan atau mendiskriminasi antara rangsangan satu dengan rangsangan
yang lainnya, meskipun rangsangan itu berbentuk hampir sama/mirip.
3) Hukum-hukum Classical Conditioning
Dalam eksperimen yang dilakukan, Ivan Pavlov memperoleh kesimpulan
ternyata air liur yang bersifat alamiah dapat dikondisikan, jika prosesnya dilakukan
berulang-ulang. Dan dari eksperimen itu, Ivan Pavlov menemukan dua hukum
belajar, yaitu Law of Respondent Conditioning dan Law of Respondent Extincion.
Berikut pemaparan dari hukum-hukum belajar classical conditioning :
a) Law of Respondent Conditioning Hukum ini merupakan hukum pembiasaan
yang dituntut atau diharuskan. Apabila dua macam stimulus(rangsangan)

8
dihadirkan secara bersama/serentak (salah satunya berfungsi sebagai reinforce
atau penguat), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Menurut
Hintzman, maksud dari Law of Responding conditioning adalah jika dua
macam ( CS dan UCS) stimulus atau rangsangan dihadirkan secara simultan
yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer (penguat), maka refleks ketiga
(antara CS an CR) yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan
stimulus yang lainnya akan meningkat.
b) Law of Respondent Extinction Hukum ini merupakan hukum pemusnahan yang
bersifat dituntut. Apabila suatu refleks yang telah diperkuat melalui Respondent
Conditioning dimunculkan kembali tanpa menghadirkan reinforce (penguat),
maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin melemah. Para peneliti sering
kali membuat stimulus netral, bersama dengan stimulus bersyarat atau berbeda
beberapa detik selisih waktu pemberiannya, dan kemudian menghentikanya
secara bersamaan.
4) Prinsip Pembelajaran Classical Conditioning
Dari eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Petrovich Pavlov terhadap seekor
anjing, Pavlov menemukan beberapa prinsip belajar menurut Classical Conditioning,
yaitu sebagai berikut :
a) Belajar adalah proses pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan
stimulus (rangsangan) yang bersifat lebih kuat dengan stimulus (rangasangan)
yang lebih lemah.
b) Proses belajar akan terjadi jika ada interaksi atau hubungan antara organisme
dengan lingkungan.
c) Belajar merupakan suatu proses perubahan yang karena adanya syaratsyarat
(Conditions) atau adanya stimulus yang kemudian menimbulkan respons. Atau
dengan kata lain belajar merupakan suatu upaya untuk mengondisikan
pembentukan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
d) Belajar mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konsep penguatan
kembali. Konsep penguatan kembali atau pengulangan sangat penting dalam
proses pembelajara, karena dengan adanya proses belajar yang dilakukan secara
berulang-ulang akan menimbulkan sebuah kebiasaan.
e) Setiap stimulus US (unconditioned stimulus) dan CS (conditioned stimulus)
akan menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang ditimbulkan US
(unconditioned stimulus) bersifat lebih dominan dari pada yang ditimbulkan
oleh CS (conditioned stimulus).

9
B. Edward Lee Thorndike
1. Biografi Edward Lee Thorndike
Edward Lee Thorndike lahir pada 31 Agustus 1874 dan meninggal
pada 9 Agustus 1949, ia adalah seorang ahli psikologi asal Amerika Serikat
yang berkarir di Columbia University (Ali Makki, 2019). Thorndike lahir di
Williamsburg, Massachusetts. Ia merupakan anak dari seorang pendeta
Metodis di Lowell, Massachusetts. Ia lulus dari The Roxbury (1981), di West
Roxbury, Massachusetts dan Wesleyan University (1895). Ia kemudian
mendapatkan gelar M.A. di Harvard University pada tahun 1897. Pada tahun
1898, ia menyelesaikan Ph.D. di Columbia University (Chairul Anwar, 2017).

Edward Lee Thorndike berpendapat bahwa dasar belajar adalah


asosiasi antara kesan pancaindra (sense impresion) dengan implus untuk
bertindak. Asosiasi yang demikian disebut connecction (koneksi) atau bond.
Hal itulah yang menjadikan lebih kuat atau lemah dalam terbentuknya
pembelajaran atau hilangnya kebiasaankebiasaan. Karena prisnsip itulah teori
Edward Lee Thorndike disebut dengan connection atau bond psykology
(Hermansyah, 2020). Thorndike mengemukakan bahwa tipe pembelajaran
yang paling fundamental adalah pembentukan asosiasiasosiasi (koneksi-
koneksi) antara pengalaman inderawi (persepsi terhadap stimulus atau
peristiwa) dan implus-implus saraf (respon-respon) yang memberikan
manifestasinya dalam bentuk perilaku. Edward Lee Thorndike meyakini
bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkain eksperimen trial and error
(Hermansyah, 2020).

Ali Makki (2019) berpendapat bahwa teori belajar yang paling tua
adalah teori asosiasi, yakni hubungan antara stimulus dan respon. Hubungan
itu bertambah kuat apabila sering diulangi dan respon yang tepat diberi
ganjaran berupa makanan atau pujian dan cara lain yang memberi kepuasan
dan kesenangan. Chairul Anwar (2017) menyebutkan bahwa Edward Lee
Thorndike merupakan tokoh yang mengembangkan dan memopulerkan teori
koneksionisme. Dalam teorinya, ia mengemukakan kalau proses belajar hewan

10
memiliki kesamaan dengan proses belajar manusia. Kesamaannya terletak
pada hubungan (koneksi atau asosiasi) antara kesan yang ditangkap oleh
pancaindra (stimulus) dengan perbuatan (respon). Oleh karenanya, teori ini
disebut dengan teori stimulus (S)-respone (R).

Edward Lee Thorndike melakukan percobaan terhadap seekor kucing


sebagai subjek penelitiannya. Kucing itu lalu dimasukkan kedalam sebuah
kotak dengan konstruksi pintu kurungan yang sedemikian rupa. Ketika kucing
menyentuh tombol tertentu, pintu kurungan tersebut akan terbuka. Pada tes
pertama, kucing dikondisikan dalam keadaan lapar dan diberikan sepotong
makanan yang diletakkan di luar kotak. Setelah itu kucing tersebut
menunjukkan respon yang agresif sampai akhirnya kucing itu menyentuh
tombol kurungan dan keluar untuk menyantap makanan. Pada tes selanjutnya,
kondisi kucing dibuat sama dengan saat tes pertama kali. Hasilnya kucing
tersebut dapat keluar kotak lebih cepat dari tes pertama dan berhasil
menyantap makanan. Berdasarkan percobaan tersebut, Edward Lee Thorndike
berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon.
Itulah sebabnya teori koneksionisme juga disebut S-R bond theory dan S-R
psychology of learning atau keduanya dikenal dengan trial and error learning.
Eksperimen Edward Lee Thorndike terhadap kucing tersebut membuat kita
mengetahui dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Berkaitan dengan hal ini maka dapat
dipastikan bahwa motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat
penting dalam belajar. Kedua, tersedianya makanan di depan pintu kotak
merupakan efek positif yang dicapai oleh respon dan menjadi dasar timbulnya
hukum belajar (law of effect).

2. Hokum-Hukum Teori Edward Lee Thorndike


1. Hukum kesiapan (law of readiness)
Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan tentang kesiapan
individu untuk melakukan suatu perbuatan. Penelitian yang dilakukan
Thorndike terhadap kucing lapar tersebut menunjukkan bahwa kucing
yang sedang lapar akan mudah bereaksi ketika melihat makanan yang
diletakan di luar kotak tempat di mana kucing tersebut dikurung.

11
Dalam konteks pendidikan, salah satu hal penting yang bisa dilakukan
pendidik adalah mengkondisikan keadaan peserta didiknya terlebih
dahulu agar mereka siap sebelum menerima materi pelajaran. Pendidik
bisa memberikan stimulus seperti motivasi belajar atau berkisah
kepada anak agar suasana belajar tidak kaku dan menegangkan.
Pendidik juga harus memperhatikan kondisi masingmasing peserta
didiknya apakah saat itu ada yang sedang sakit, pusing, belum makan,
dan lain sebagainya. Kondisi mental individu dalam belajar dapat
mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.
2. Hukum latihan (law of exercise)

Berdasarkan penelitian Edward Lee Thorndike terhadap kucing dapat


ditarik sebuah kesimpulan bahwa hubungan antara stimulus dan respon
akan menguat apabila ada latihan yang semakin sering dilakukan.
Sebaliknya, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin lemah
jika tidak ada latihan. Dalam proses belajar, semakin sering materi
pelajaran diulang-ulang atau dipelajari, maka akan semakin kuat pula
materi pelajaran itu melekat dalam diri peserta didik. Oleh karenanya
variasi dalam proses pembelajaran sangat penting untuk diterapkan
agar anak tidak mengalami kejenuhan atau kebosanan saat mengulang
materi pelajaran yang telah diberikan.

3. Hukum akibat (law of effect)

Hukum akibat (law of effect) menunjukkan bahwa suatu perbuatan


yang menimbulkan rasa puas atau senang akan cenderung dilakukan
berulang kali. Sebaliknya, suatu perbuatan yang tidak menimbulkan
rasa senang akan cenderung tidak diulang lagi.

3. Metode Behavioristik Edward Lee Thorndike


Teori belajar Edward Lee Thorndike lebih menekankan pada
peristiwa belajar yang bisa diterima oleh akal dan dapat dibuktikan melalui
pancaindera (rasional-empiris). Sedangkan teori belajar yang diusung oleh Al
Ghazali tidak hanya memberikan perhatian pada peristiwa belajar yang

12
bersifat rasional-empiris, akan tetapi juga memberikan perhatian yang bersifat
normatif-kualitatif.
Teori belajar behavioristik seperti yang dicetuskan oleh Edward Lee
Thorndike mendefiniskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
bisa diamati secara langsung sebagai akibat dari adanya stimulus-stimulus dan
respon-respon menurut prinsip mekanistik yang bisa dilihat dari metode
belajar trial and error. Selain itu, Edward Lee Thorndike juga menggunakan
reinforcement (peneguh)/satisfiyer (pembawa kepuasan). Artinya individu
akan belajar jika ia mendapatkan reinforcement, jika tidak ada reinforcement
yang akan didapatkan, maka belajar tidak jadi dilakukannya.
Teori belajar Behavioristik yang didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Edward Lee Thorndike secara implisit bersifat materialistik.
Artinya, binatang yang dijadikan bahan penelitiannya mau melakukan usaha
trial and error karena ingin mendapatkan makanan yang ada di luar kotak
(reinforcement). Dengan demikian, teori belajar yang dicetuskan oleh Edward
Lee Thorndike selain dalam rangka pembentukan kebiasaan, juga bisa
dikatakan bersifat materi. Meski demikian, hasil penelitian yang dihasilkan
oleh Edward Lee Thorndike ini tidak ditolak begitu saja. Karena dengan
adanya reinforcement bisa digunakan sebagai motivasi atau pendorong bagi
individu untuk belajar.
Dalam teori belajar behavioristik peran guru sangat dominan dalam
pembelajaran (teacher center learning). Artinya seorang guru harus memiliki
kesiapan dan bekal ilmu yang mencukupi untuk mendidik anak -anak nya.
Ibarat teko dan gelas, teko harus berisi terlebih dahulu untuk bisa mengisi
gelas tersebut, dan gelas agar bisa diisi haruslah dalam keadaan terbuka. Agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai, guru dan anak harus sama-sama dalam
keadaan siap untuk melakukan proses pembelajaran (law of readiness).
Hukum law of readiness dalam belajar sesuai dengan pemikiran Al
Ghazali bahwa seorang pendidik haruslah memiliki pengetahuan yang baik
(kompeten) agar bisa merumuskan metode dan materi yang sesuai dengan
intelektual peserta didiknya.

13
Anak yang memiliki kemuan kuat untuk mencari ilmu ibarat gelas
terbuka yang sudah siap diisi air. Terbuka di sini bukan hanya terbuka tanpa
tutup secara fisik, tetapi niat atau motivasi juga benar-benar telah ada. Anak
yang dikatakan siap menuntut ilmu bukan sekedar datang secara fisik, tetapi
datang dengan segenap kesadaran untuk menuntut ilmu.
Dalam Islam selalu dianjurkan untuk berdoa terlebih dahulu sebelum
menuntut ilmu, hal ini selain memohon ilmu yang bermanfaat pada Allah,
berdoa juga sebagai upaya untuk menghadirkan kesadaran individu ketika
menuntut ilmu. Dengan demikian, tujuan pendidikan seperti yang disebutkan
oleh Al Ghazali, yakni untuk mendekatkan diri pada Allah bisa direalisasikan.
Dalam banyak hal, belajar tidak cukup hanya dilakukan satu kali. Seperti saat
pertama kali seseorang belajar mengendarai sepeda, mula-mula ia akan
terjatuh, tetapi dengan kegigihan untuk tidak mudah menyerah walau berulang
kali terjatuh, akhirnya kemampuan untuk bisa mengendarai sepeda dapat
dikuasai. Dalam Islam, untuk dapat bersikap ramah (friendly) kepada sesama
haruslah dibiasakan setiap hari. Contonya seperti tersenyum, orang yang tak
biasa tersenyum kepada sesama saat bertemu tentu akan sulit melakukannya
saat tiba-tiba diminta tersenyum, atau ia tersenyum namun senyumnya
tersebut terlihat kalau dibuat-buat. Dari contoh sederhana ini menunjukkan
pentingnya membiasakan hal-hal baik dalam pembelajaran (law of exercise).
Untuk dapat menumbuhkan dan menjaga motivasi belajar agar tetap tinggi,
maka sangat perlu adanya reward atau stimulus yang membantu anak untuk
tetap bersemangat dalam menuntut ilmu. Reward atau hadiah tidak melulu
harus berbentuk barang, tetapi bisa berupa apresiasi dan hati yang pandai
menghargai setiap potensi. Dalam Islam, selain motivasi reward akhirat
(tsawab al-akhirah), reward di dunia (tsawab ad-dunya) juga penting diberikan
kepada anak agar tidak mudah patah semangat. Dengan adanya motivasi (law
of effect) ini diharapkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik. Hasil dari
pembelajaran yang telah dilakukan dengan baik akan terlihat dari adanya
perubahan perilaku anak menjadi lebih baik pula. ALGhazali terhadap
pendidikan bahwasanya dalam mendidik anak hendaknya pendidikan selalu
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak seperti perkembangan

14
kognitif dan moralnya. Karena pendidikan merupakan proses yang sinergis
antara pendidik, peserta didik, metode dan materi.
C. Burhuss Frederic Skinner

1. Biografi Burhuss Frederic Skinner

Burrhusm Frederic Skinner ialah seorang tokoh yang menemukan teori


Operant Conditioning (pengkondisian operan). Skinner ialah nama
populernya. Ia lahir di Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada 20
Maret 1904. Ayahnya ialah seorang pengacara. Sedangkan ibunya ialah
seorang ibu rumah tangga yang memiliki kepribadian dan kecerdasan yang
kuat (Irham & Wiyani dalam Lu & Hamu, 2022) Ia kuliah di Universitas
Harvard dan meraih gelar master dalam bidang psikologi (1930) dan doktoral
(1931). Kemudian ia memutuskan menetap di Harvard sampai 1936 untuk
melakukan berbagai penelitian. Pada tahun 1936, Skinner pindah ke
Minneapolis untuk mengajar di University of Minnesota, dan menikah dengan
dengan Yvonne Blue kemudian dikaruniai dua orang putri. Pada tahun 1945,
Skinner menjadi kepala Departemen Psikologi di Indiana University dan
kemudian ia kembali mengajar di Harvard dan menghabiskan waktunya
disana dan banyak melakukan penelitian.24 Pada 18 Agustus 1990, Skinner
meninggal dunia akibat leukimia, Ia tetap dikenang sebagai psikolog paling
terkenal setelah Sigmund Freud (Boeree dalam Lu & Hamu, 2022).

Skinner menempuh pendidikan dalam bidang Bahasa Inggris dari


Hamilton College. Beberapa tahun kemudian, Skinner menempuh studi dalam
bidang psikologi di Universitas Harvard. Pada tahun 1936, Ia mengajar di
Universitas Minnesota, dan pada tahun 1948, ia mengajar di Universitas
Harvard sampai akhir hayatnya. Salah satu buku terbaik dalam bidang
psikologi yang ditulisnya adalah Walden II. Paradigma perilaku sosial
memusatkan perhatiannya kepada antar hubungan antara individu dan
lingkungannya. Lingkungan itu terdiri atas bermacam-macam obyek sosial
dan bermacam-macam obyek non sosial (Mustaqim, 2016).

15
Lebih lanjut Mustaqim menjelaskan, Skinner mengadakan pendekatan
behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner
menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Teori
Perilaku Sosial biasa juga disebut Teori belajar dalam Ilmu Psikologi. Konsep
dasar dari teori ini adalah penguat/ganjaran (reward). Teori ini lebih
menitikberatkan pada tingkah laku aktor dan lingkungan.

2. PrinsipTeori Behavioristik Menurut Burrhus Frederic Skinner

Skinner adalah seorang psikolog dari Harvard yang telah berjasa


mengembangkan teori perilaku Watson.Pandangannya tentang kepribadian
disebut dengan behaviorisme radikal. Behaviorisme menekankan studi ilmiah
tentang respon perilaku yang dapat diamati dan determinan lingkungan.
Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, sadar atau tidak sadar, tidak diperlukan
untuk menjelaskan perilaku dan perkembangan. Menurut Skinner,
perkembangan adalah perilaku. Oleh karena itu para behavioris yakin bahwa
perkembangan dipelajari dan sering berubah sesuai dengan pengalaman-
penglaman lingkungan. Untuk mendemontrasikan pengkondisian operan di
laboratorium, Skinner meletakkan seekor tikus yang lapar dalam sebuah
kotak, yang disebut kotak Skinner. Di dalam kotak tersebut, tikus dibiarkan
melakukan aktivitas, berjalan dan menjelajahi keadaan sekitar. Dalam
aktivitas itu, tikus tanpa sengaja menyentuh suatu tuas dan menyebabkan
keluarnya makanan. Tikus akan melakukan lagi aktivitas yang sama untuk
memperoleh makanan, yakni dengan menekan tuas. Semakin lama semakin
sedikit aktivitas yang dilakukan untuk menyentuh tuas dan memperoleh
makanan. Disini tikus mempelajari hubungan antara tuas dan makanan.
Hubungan ini akan terbentuk apabila makanan tetap merupakan hadiah bagi
kegiatan yang dilakukan tikus (Desmita dalam Nahar, 2016).
Bentuk bentuk penguatan positif dapat berupa hadiah, perilaku, atau
penghargaan sedangkan bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda
atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau
menunjukkan perilaku tidak senang. Beberapa prinsip Skinner antara lain:
a) hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguatan;

16
b) proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar;
c) materi pelajaran, digunakan sistem moduldalam proses pembelajaran,
tidak digunakan hukuman. untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk
menghindari adanya hukuman;
d) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri;
e) tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan menngunakannya jadwal variabel rasio rein
force;
f) menggunakan pendekatan shaping (Shahbana, Farizqi, & Satria,
2020).
Prinsip yang cukup terkenal dari B.F Skinner yang telah diuraikan
pada pembahasan kotak Skinner sebelumnya yaitu Operant Conditioning
(Pembiasaan Perilaku Respon). Respon dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh
reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respon tertentu (Rufaedah, 2018).
3. Metode Teori Behavioristik Burrhus Frederic Skinner

Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa proses belajar tunduk


kepada dua hukum, yaitu: (1) Law of operant conditioning, yaitu jika
timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus reinforcer, maka
kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Artinya tingkah laku yang
ingin dibiasakan akan meningkat dan bertahan apabila ada reinforcer. (2) Law
of operant extinction, yaitu jika timbulnya tingkah laku operant tidak diiringi
dengan stimulus respon, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun
bahkan musnah. Ini bermakna bahwa tingkah laku yang ingin dibiasakan tidak
akan eksis, apabila tidak ada reinforcer. Selain itu, Skinner juga memberikan
konsekuensi tingkah laku yaitu ada yang menyenangkan (reward) dan tidak
menyenangkan (punishment) (Rufaedah, 2018).

Asumsi dasar teori ini adalah: 1. Behavior is lawful (perilaku memiliki


hukum tertentu); 2. Behavior can be predicted (perilaku dapat diramalkan);
dan 3. Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol). Menurut
Skinner, unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan

17
(reinforcement) dan hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah
konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan
terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Penguatan boleh jadi
kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua bagian, yakni penguatan positif dan penguatan negatif
(Mustaqim, 2016).

Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa


frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen,
kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk
menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai
A, Juara 1 dsb). Penguatan negatif adalah penguatan berdasarkan prinsip
bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan
stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan
negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening
berkerut, muka kecewa dll) (Mustaqim, 2016).

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik

Adapun kekurangan dan kelemahan dari teori behaviorisme seringkali


dikritik karena tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks. Teori
ini selalu menyederhanakan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan
atau belajar sekedar pada hubungan stimulus dan respon saja serta tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
hubungan stimulus dan respon itu sendiri. Selain itu, teori behaviorisme ini
juga kurang mampu menjelaskan tentang adanya variasi tingkat emosi siwa,
meskipun mereka memiki pengalaman penguatan yang sama. Teori ini tidak
dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Jadi teori ini hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang

18
dapat diamati, dan tidak memperhatikan keberadaan pengaruh pikiran ataupun
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut. Teori
behaviorisme juga cenderung mengarahkan siswa berpikir linier, tidak
produktif dan tidak kreatif. Pandangan teori ini yang mengatakan bahwa
belajar merupakan proses pembentukan, yaitu membawa siswa menuju atau
mencapai target tertentu, menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan
berimajinasi. Padahal, banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar
(Shahbana, Farizqi, & Satria, 2020).

Sedangkan kelebihan dan kekuatan memiliki kontribusi nyata untuk


membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab. Kedisiplinan dan tanggung
jawab merupakan elemen penting dalam proses belajar dan pembelajaran.
Kedisiplinan dan tanggung jawab juga merupakan karakter manusia yang
utama (Shahbana, Farizqi, & Satria, 2020)..

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori behavioristik merupakan teori belajar yang sangat menekankan
perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati. Menurut teori behavioristik,
belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respons. Tokoh aliran behavioristik ini yang sangat
terkenal yaitu Thorndike dengan "koneksionisme", menurut teori ini tingkah
laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau
stimulus-respons.
Pavlov dengan "Conditioning", menurut teori ini belajar merupakan
suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku ataurespons
terhadap sesuatu. Skinner dengan "Operant conditioning", yaitu tipe perilaku
belajar yang dipengaruhi oleh adanya penguatan-penguatan. Dengan
demikian, maka tujuan dari teori Behavioristik ini sebenarnya adalah untuk
menghilangkan tingkah laku yang salah dan membentuk tingkah laku baru
yang dipengaruhi oleh lingkungan
B. Saran
Adapun makalah yang penulis susun ini didasari dari referensi-
referensi yang penulis dapatkan baik dari buku maupun pengetahuam dari
online. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dari makalah ini, penulis harap
kritik/saran dari pembaca, guna untuk mewujudkan perubahan lebih baik di
kemudian harinya

20
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, F. (2015). Teori Belajar Behavioristik Dan Pandangan Islam Tentang
Behavioristik. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan Dan Pranata Islam, 6 (2), 165-180.
Jelita, M., Ramadhan, L., Pratama, A. R., Yusri, F., & Yarni, L. (2023). Teori Belajar
Behavioristik. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 5(3), 404-411.
Lu, Y. Hamu, Y.A. (2022). Teori Operant Conditioning Menurut Burrhusm Frederic
Skinner. Jurnal Teologi dan Misi. 5 (1). 22-39.
Mustaqim. (2016). Paradigma Perilaku Sosial Dengan Pendekatan Behavioristik (Telaah
Atas Teori Burrhusm Frederic Skinner).
Nahar, N. I. (2016). Penerapan Teori Belajar Behaviorisitik Dalam Proses Pembelajaran.
Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. 1. 64-74.
Pratiwi, I. (2021). Teori Behaviorisme Ivan Petrovich Pavlov Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo).
Rufaedah, E. A. (2018). Teori Belajar Behavioristik Menurut Perspektif Islam. Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam. 4 (1). 14-30.
Shahbana, E. B. Farizqi, F. K. Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar Behavioristik
Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan. 9 (1). 24-33.
Solvia, I. (2014). Teori Belajar Behavioristik. Universitas Pendidikan Indonesia.
Makki, Ali. 2019. Mengenal Sosok Edward Lee Thorndike Aliran Fungsionalisme
dalam Teori Belajar. Pancawahana: Jurnal Studi Islam. Vol. 14. No.1.
Anwar, Chairul. 2017. Buku Terlengkap Teori-teori Pendidikan Klasik hingga
Kontemporer. Yogyakarta: IRCiSoD.
Hermansyah. 2020. Analisis Teori Behavioristik (Edward Thorndike) dan
Implementasinya dalam Pembelajaran SD/MI. Modeling: Jurnal Program
Studi PGMI. Vol. 7. No. 1.
Kolis, Artini (2022). STUDI KOMPERATIF : TEORI EDWARD LEE
THORNDIKE DAN IMAM AL GHAZALI DALAM
IMPLEMENTASINYA DIPEMBELAJARAN ABAK USIA DINI.
ABATA (Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini) VOL (2), NO(1), Edisi
Maret 2022
Hermansyah. 2020. Analisis Teori Behavioristik (Edward Thorndike) dan
Implementasinya dalam Pembelajaran SD/MI. Modeling: Jurnal Program
Studi PGMI. Vol. 7. No. 1.

21
22

Anda mungkin juga menyukai