Anda di halaman 1dari 6

Nama: Putri Rizki Alifa

NPM: 183112200750190
Mata Kuliah: Budaya Perusahaan Korea (R.1)

Judul: Nilai-Nilai Agama Buddha yang Mempengaruhi Gaya Kerja di

Perusahaan Korea Saat ini

Agama Buddha pertama kali diperkenalkan ke semenanjung Korea dari Cina pada
tahun 372, ketika negara itu dibagi menjadi tiga kerajaan Baekje, Goguryo dan Silla. Setelah
penyatuan negara oleh kerajaan Silla pada tahun 660-an, agama Buddha berkembang di seluruh
Korea. Pertumbuhan agama Buddha di Korea difasilitasi oleh sejumlah sarjana dan reformis
yang mengesankan. Negara Korea kemungkinan mengadopsi agama Buddha dan aspek lain
dari budaya Tiongkok sebagai cara untuk mengambil hati tetangga mereka yang kuat. Masih
dalam masa pertumbuhan, Tiga Kerajaan menghadapi serangan dari suku Manchuria, satu
sama lain, dan ancaman laten ekspansi Cina lebih lanjut ke semenanjung ketika mereka sudah
memegang komando di utara. Korea, tentu saja, memiliki budaya asli sendiri dan biasanya
menambahkan cap identitasnya sendiri pada pengaruh yang datang dari luar negeri, namun
demikian, gagasan tentang agama, pemerintah, ritual pengadilan, bahasa, arsitektur makam,
produksi keramik, patung, mata uang, dan sastra klasik semuanya berasal dari Cina.

Pada masa Kerajaan Silla, agama Budha disebarkan oleh Biksu Ado dari Goguryeo
pada pertengahan abad ke-5. Agama Budha nampaknya mendapat dukungan penuh dari
penguasa Tiga Kerajaan karena agama ini sangatlah sesuai sebagai penyangga spiritual demi
menciptakan struktur pemerintahan dengan Buddha sebagai objek pemujaan tunggal, seperti
raja yang berfungsi sebagai simbol kekuasaan yang diagungkan. Di bawah perlindungan
kerajaan, banyak kuil dan biara dibangun dan jumlah pemeluk agama Budha meningkat secara
tetap. Sampai abad keenam, para biarawan dan pengrajin bermigrasi ke Jepang dengan
membawa kitab-kitab suci dan artefak-artefak untuk membentuk dasar bagi terciptanya
kebudayaan Budha di sana.

Buddhisme, meskipun agama negara, ada berdampingan dengan tiga agama utama
lainnya yang dianut di Korea: Konfusianisme, Shamanisme, dan Taoisme. Konfusianisme
sebagian besar diamati di ranah pemerintahan, tetapi yang lain tetap populer di kalangan kelas
bawah, dan ada juga banyak peminjaman ikonografi dalam seni dengan lukisan Buddhis yang
menggabungkan elemen perdukunan dan dewa, dan sebaliknya. Namun, agama Buddha,
dengan dukungan negara, menjadi semakin populer, terutama oleh para penguasa dinasti
Goryeo, dimulai dengan pendiri mereka Wang Geon (alias Taejo, memerintah 918-943 M)
yang memuji keberhasilannya dalam mengalahkan musuh-musuh Goryeo. untuk keyakinannya
pada agama Buddha.

Ketika Kerajaan Silla menyatukan seluruh Semenanjung Korea pada tahun 668, agama
Budha telah dijadikan sebagai agama negara, meski sistem pemerintahannya masih
berdasarkan prinsip-prinsip Konfusianisme. Pilihan kaum kerajaan pada agama Budha pada
periode ini menghasilkan perkembangan luar biasa dari kesenian Budha dan arsitektur kuil
Budha, termasuk Kuil Bulguksa dan peninggalan-penginggalan lain di Gyeongju, ibukota
Kerajaan Silla. Pemujaan negara pada agama Budha mulai menurun ketika kaum bangsawan
menerjunkan diri dalam kehidupan yang penuh kemewahan.

Agama Budha kemudian membentuk aliran Seon (Zen) agar berkonsentrasi pada usaha
menemukan kebenaran universal melalui kehidupan yang penuh kesederhanaan. Para penguasa
berikutnya dari Dinasti Goryeo bahkan lebih bersemangat dalam mendukung agama ini. Pada
masa kepemimpinan Dinasti Goryeo, kesenian dan arsitektur Budha terus berkembang dengan
dukungan terang-terangan dari kaum ningrat.

Dengan agama Buddha yaitu agama dan falsafah yang lahir pada tahun 5 SM dimana
Siddartha Gautama (atau Buddha) yang menyebar ke India dan seterusnya menyebar ke tengah,
tenggara dan timur Asia. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa dalam mencari kekayaan, ada
kebijaksanaan yang dipakai untuk menjauhkan diri dari cara yang salah dan jahat. Lalu
kehidupan agama Buddha identic dengan ajaran sang Buddha yang beralirkan pada jalan yang
harmonis. Agama Buddha sendiri mengajarkan bahwa cinta kasih adalah kebutuhan dasar
manusia dan bersifat universal. Dia tidak terbatas hanya untuk orang-orang tertentu, tidak
memandang latar belakang seseorang, dan tidak mengharapkan timbal balik.

Sejak Buddhisme masuk ke Korea, Buddhisme menjadi salah satu agama yang dianut
di Korea mengakibatkan ajaran-ajaran agama Buddha terserap pada budaya Korea secara tidak
langsung. Contohnya nilai ajaran Buddhisme yang membentuk karakter masyarakat Korea. Inti
dari ajaran Buddhisme menekankan pada kesederhanaan dan menyingkirkan keinginan
manusia yang berlebihan dan juga mengajarkan akan arti kesabaran dan ketabahan. Bangsa
Korea menafsirkan sebuah keberhasilan bukanlah sebuah keberuntungan dan prestasi, namun
lebih kepada dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat dan orang banyak. Maka
penderitaan akibat perang menjadikan orang Korea bermental baja. Dan hal ini terbuktikan dari
negara Korea dapat bangkit dari keterpurukan dan meraih keberhasilan yang lebih besar
menjadi negara Korea yang dikenal oleh dunia.

Dengan begitu, ajaran Buddhisme juga masih, walaupun tidak sering, dilakukan
sekarang. Karena Korea merupakan negara yang bangkit dari yang termiskin menjadi salah
satu negara yang maju seperti sekarang, semua ini berkat mental orang Korea yang kuat dan
semangat yang luar biasa. Dari prinsip-prinsip hidup yang mereka tekankan pada diri sendiri,
hal-hal ini terbawa hingga ke gaya kerjanya.

Menurut Cho, D.S, secara keseluruhan perusahaan bisnis Korea menekankan pada dua
aspek yaitu seperti berikut:

1. Keselarasan antar manusia, kesatuan kerjasama, pengabdian, ketekunan,


keaslian, kreativitas dan pembangunan secara menyeluruh.
2. Kejujuran, kepercayaan, efisiensi, kualitas, dan tanggung jawab.
Sebaliknya rasionalitas, manajemen ilmiah dan pelayanan bagi para pelanggan
merupakan nilai-nilai yang kurang mendapatkan penekanan. Nilai-nilai ini sangat
berlawanan dengan nilai-nilai yang dipegang perusahaan barat yang menekankan pada
originalitas, pengembangan, pelayanan terhadap pelanggan dan tanggungjawab sosial
sebagai ideologi manajemen yang unggul.

Dari aspek-aspek diatas adalah aspek yang secara tidak langsung penganut agama
Buddha di Korea lakukan pada kesehariannya. Aspek kesatuan kerjasama, ketekunan atau
pengabdian merupakan hal yang sangat terpancar pada budaya Korea. Dengan Kerjasama,
ketekunan dan pengabdian mereka lah yang membuat negara ginseng, Korea menjadi negara
yang sekarang dunia kenali. Setelah efek dari perang yang melandas negara ini, para penduduk
Korea mereka berbondong-bondong bekerja sangat keras demi mencari solusi untuk
menyelesaikan keterpurukan negara mereka dengan menginovasi produk-produk, infrastruktur
dan lainnya. Kemudian aspek efisiensi, kualitas dan tanggung jawab yang mereka terapkan
pada diri mereka masing-masing juga menjadi sebuah keyakinan mereka, terutama tanggung
jawab dan efisiensi.

Aspek ini dapat terlihat sampai sekarang dari budaya kerja orang Korea. Pertama
mereka sangatlah disiplin dan tepat waktu. Mereka tidak mau ada waktu yang terbuang dengan
cuma-cuma. Maka dalam kehidupan sehari-hari di kantor, tidak ada alasan untuk mereka
datang terlambat terkecuali hal-hal yang emergency dan jika mereka punya janji untuk bertemu
orang lain, selain itu mereka akan datang tepat waktu. Jika karyawan diberikan suatu deadline
untuk suatu projek pekerjaannya, maka karyawan itu akan diingin untuk menyelesaikan projek
itu dengan benar dan berkualitas tapi harus On-Time. Kemudian warga Korea juga sangat
mematuhi peraturan. Namun bagaimana mereka menjaga peraturan ini yaitu melalui kesadaran
masing-masing. Mematuhi peraturan termasuk pada aspek kedisiplinan. Dan sifat kedisiplinan
ini sudah diajarankan kepada mereka sejak umur dini.

Kedua, pola kerja yang cepat tapi tetap berkualitas. Orang Korea sering berkata bahwa

waktu adalah emas. Akibatnya lahir budaya Ppalli-Ppalli (빨리 빨리) yang berarti “cepat-

Cepat”. Semua hal harus dikerjakan dengat cepat-cepat maka tidak ada waktu yang terbuang.
Sejak menduduki bangku sekolah, siswa-siswi Korea sudah diajarkan rutinitas dimana mereka
memiliki banyak target namun harus diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terpapar pada
sistem pembelajaran di sekolah dimana mereka punya jadwal yang padat tapi juga harus
melakukan kegiatan-kegiatan afterschool, semacam bimbel, usai sekolah selesai.

Selanjutnya aspek bertanggup jawab. Kejujuran juga termasuk pada tanggung jawaban
masing-masing. Orang Korea sangat tidak suka dengan tidak kejujuran. Mereka anggap tidak
kejujuran adalah sifat yang sangat tidak baik dan memalukan diri sendiri. Oleh karena itu,
dengan tanggung jawab termasuklah sifat kejujuran. Karena dari kejujuran, kita dianggap
bertanggup jawab dengan perkataan kita. Aspek lainnya adalah pengabdian. Jika seorang Korea
sudah mengabdi pada sesuatu mereka akan mengabdi sepenuhnya. Contohnya jika mereka
menganut agama Buddha, mereka sering pergi ke kuil Buddha untuk menyembah dan berdoa,
lalu mengikuti kegiatan agama seperti ‘108 bowing’. 108 bowing ini semacam cara beribadah
dimana mereka akan bersujud-bangun berdiri-sujud berulang kali sampai melakukan 108 sujud.
Atau temple stays yaitu semacam kegiatan dimana pengunjung akan menginap di kuil dan
mereka akan melakukan kegiatan kehidupan para biksu di kuil selama mereka tinggal disana
temporarily. Kebiasaan ini menjadi salah satu ajaran Buddha yang masih terbawa sampai
modern life ini. Karena orang Korea rasa, ajaran ini adalah keyakinan mereka yang sudah
mereka panuti secara turun-temurun.

Buddhisme datang ke Korea ketika ketiga kerajaan Silla, Bakjae, dan Goguryo saling
memperebutkan kontrol terhadap semenanjung Korea. Pada saat Buddhisme datang ke Korea,
Taoisme dan Agama Khonghucu klasik sudah dianut oleh sebagian masyarakat Korea tetapi
pengaruh kedua sistem kepercayaan tersebut terhadap kehidupan politik masih sangat terbatas.
Dan pada saat itu para penganut Shamanisme memperbolehkan agama Buddha untuk berbaur
ke dalam agama mereka. Meskipun awalnya diterima secara luas, bahkan didukung sebagai
ideologi negara selama periode Goryeo, agama Buddha di Korea mengalami penindasan yang
ekstrem selama Dinasti Joseon, yang berlangsung selama beberapa ratus tahun. Selama periode
ini, ideologi Neo-Konfusianisme mengalahkan dominasi Buddhisme sebelumnya. Akhirnya
penindasan terhadap agama Buddha berhenti pada akhir periode Joseon, setelah Jepang
memperkuat posisinya selama penjajahan yang berlangsung selama tahun 1910-1945. Setelah
Perang Dunia II, aliran Seon Buddhisme Korea sekali lagi diterima.

Sekarang ada sebesar 35% dari penduduk Korea Selatan yang beragama dan menganut
agama Buddha. Kemudian banyak peninggalan dan kuil-kuil Buddha yang dibangun pada masa
Tiga Kerajaan masih bertahan sampai sekarang. Agama buddha yang secara langsung terserap
pada budaya Korea dan banyak ritual dan festival yang berdasarkan pada agama Buddha yang

menjadi sebuah perayaan nasional di Korea. Contohnya Hari Lahir Buddha (부처님 오신 날)

yang merupakan libur nasional yang memperingati kelahiran Buddha dan pada hari ini warha
yang beragama Buddha pergi untuk beribadah ke kuil. Namun hari ini merupakan hari perayaan
maka terbuka untuk semua orang. Dari sini kita bisa lihat bahwa beribadah atau sekedar
mengunjungi kuil untuk berdoa adalah sebuah hal biasa untuk orang Korea, mau mereka
menganut Buddhisme atau tidak. Dengan demikian bisa mengaitkan kebiasaan ini pada budaya
kerja orang Korea. Yang dimaksud dari ini adalah terkadang perusahaan akan mengadakan
acara dimana mereka mengajak karyawan-karyawannya untuk mendatangi kuil demi berdoa
memohon seperti semoga pekerjaan mereka berjalan lancar atau tentang projek yang akan
datang. Kegiatan ini biasa dilakukan demi menjalin hubungan baik dan kerjasamanya antara
karyawan.

Secara kesimpulan, agama Buddha datang ke seluruh Korea pada tahun 372 yang
disebar oleh seorang biksu, meskipun saat iitu Buddhisme berdampingan dengan tiga agama
utama lainnya yang dianut di Korea: Konfusianisme, Shamanisme, dan Taoisme. Agama
Buddha sempat ditentang oleh petinggi di masa Joseon, namun penindasan itu berakhir setelah
penjajahan oleh Jepang dan Buddhisme mulai diterima kembali setelah Perang Dunia II
berakhir. Sekarang agama Buddha menjadi salah satu agama yang erat dianut di Korea dan
banyak ajaran maupun ritual yang terserap dan menjadi pedoman budaya Korea. Akibatnya
Buddhisme menjadi suatu hal yang menggambarkan budaya Korea. Yang kemudian dari
ajaran-ajaran yang telah diamanahkan kepada masyarakat Korea, ajaran Buddhisme melekat
pada prinsip hidup mereka. Maka secara tidak langsung, prinsip hidup tersebut juga
tercerminkan pada budaya kerja mereka. Seperti kedisiplinan, tanggung jawab, kerja samanya,
kejujuran dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai