Anda di halaman 1dari 2

RESPONSE PAPER

Nama : Ahlil Surgawi

Kelas : SA-2

Prodi : Sosiologi Agama

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu sejarah Agama

Pertemuan ke : 4

Dosen : Aulia Kamal,MA

Konseptualisasi Agama di Indonesia

Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama (आगम) yang berarti "Cara Hidup". Kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Agama di Indonesia yang diakui oleh negara terdiri dari enam, yakni Islam, Kristen Protestan,
Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu.

Dalam sensus resmi yang dilirik oleh Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, penduduk
Indonesia berjumlah 273,32 juta jiwa dengan 86,93% beragama Islam, 10,55% Kristen (7,47%
Kristen Protestan, 3,08% Kristen Katolik), 1,71% Hindu, 0,74% Buddha, 0,05% Konghucu,
dan 0,03% agama lainnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian agama


adalah sistem yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada
Tuhan serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan lingkungannya.
Dengan demikian agama berarti tidak pergi atau tetap di tempatnya. K.H. Taib Abdul Muin,
juga memberi pendapat bahwa kata agama berasal dari bahasa sansekerta, yang mana A
berarti tidak, dan Gama berarti kocar kacir. Jadi agama berarti tidak kocar kacir, dalam artian
agama itu teratur
Secara politis, WRP semakin hegemonik melalui Pancasila, lalu dikonstruksi seturut
kebijakan kehidupan beragama dari masa kolonial hingga Orde Baru. Jadi definisi dan
kategori agama lebih ketat dan politis. Kedua, konstruksi ini berimplikasi pada: (1)
Monoteistik menjadi ciri standar pengakuan “agama”, sehingga eksklusif dan
diskriminatif. (2) Agar diakui negara, Hindu, Budha, dan Konghucu dipaksa untuk
memonoteistifikasi konsep teologinya, tunduk kepada Pancasila. (3) Pemerintah
secara gegabah mereduksi berbagai praktik lokal ke dalam "aliran kepercayaan". (4)
Agama menjadi identitas utama dalam kewarganegaraan, yang mengarah pada
diskriminasi dan stigmatisasi penghayat kepercayaan. (5) Secara akademis, WRP juga
mempengaruhi paradigma dalam studi agama. Artikel ini merekomendasikan perlunya
identifikasi ulang kategori agama secara akademis, di luar kepentingan politik. Selain
itu, perlu membedakan agama pribumi dari aliran kepercayaan karena meskipun tidak
identik dengan agama dunia, namun ia tidak sesederhana sebagai praktik kebatinan.
Dalam praktiknya, fungsi agama dalam masyarakat antara lain:

 Berfungsi Edukatif.
 Berfungsi Penyelamat.
 Berfungsi Sebagai Penyedia Rasa Damai.
 Berfungsi Sebagai Sosial Kontrol.
 Berfungsi Menjadi Pengikat Rasa Solidaritas.
 Berfungsi Transformatif.
 Berfungsi Kreatif.
 Berfungsi Sublimatif.

Refrensi :

Anda mungkin juga menyukai