Aktivitas Pembelajaran
Pertemuan ke-1 : Literasi dan Numerasi
Pertemuan ke-2 : Literasi dan Numerasi,
Pertemuan ke-3 : Literasi dan Numerasi
Pertemuan ke-4 : Literasi dan Numerasi
Pembagian Alokasi Waktu :
Pertemuan ke-1 : 2 x 45 menit
Pertemuan ke-2 : 2 x 45 menit
Pertemuan ke-3 : 2 x 45 menit
Pertemuan ke-4 : 2 x 45 menit
;
PERTEMUAN 1 - 4 :
1.Peserta didik membuat rangkuman / simpulan ● Naskah Soal Latihan Pertemuan I-2
terkait dengan materi yang dipelajari pada hari
ini dengan penuh antusias, cermat dan tepat
KOLOM KOMENTAR
PERTEMUAN 5 - 8
-Load line,keselamatan kerja dan SOLAS II. KEGIATAN DISKUSI DAN PRESENTASI
sebagai konektivitas terhadap materi yang 5. Peserta didik berdiskusi tentang hasil
KOLOM KOMENTAR
LAMPIRAN
BAB I
HUKUM MARITIM
Hukum maritim (Maritime Law ) adalah hukum yang mengatur tentang pelayaran dalam arti
transportasi laut dan kegiatan yang terkait dengan pelayaran atau kenavigasian, baik yang termasuk
hukum perdata maupun hukum publik. Sesuai dengan kamus hukum “Black’s Law Dictionary”, bahwa
maritime law itu adalah the body of law governing marine commerce and navigation, the transportation
of persons ad property and marine affairs in general; the rules governing contract, tort and workers’
compensation claims arising out of commerce on or over water. Also termed admiralty law ( Black’s Law
Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner, Editor In Chief halaman 982). Bahwa dalam pengertian ini
tidak termasuk hukum laut dalam arti tthe Law of the Sea.
Hukum Laut dalam arti the Law of the Sea sebagaimana tercantum dalam The United Nation
Convention On The Law Of The Sea 1982 , bahwa laut beserta potensi yang terkandung didalamnya
sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of mankind) dimana laut sebagai obyek yang
ditaur oleh negara-nagara termasuk negara tidak berpantai (landlock countries).
Hukum maritim adalah hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan orang
melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana / moda transportasi laut termasuk
aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait langsung dengan perdagangan melalui laut yang
diatur dalam hukum perdata / dagang maupun yang diatur dalam hukum publik .
Namun bukan berarti tidak ada kaitan sama sekali antara hukum maritim dengan hukum laut dalam arti
the Law of the Sea sebab beberapa pasal dari the Law of the Sea seperti pasal 91, 92 dan pasal 94
berkaitan dengan hukum yang mengenai kebangsaan kapal, pendaftaran kapal dan kewajiban negara
bendera untuk mengawasi kapal-kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut, adalah termasuk
dalam hukum maritim.
Bab IX: tentang asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya di laut dan bahaya-
bahaya perbudakan .
Mengatur mengenai bentuk dan isi perjanjian pertanggungan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban
penanggung dan tertanggung, abandonmen, hak-hak dan kewajiban perantara pertanggungan laut dan
hal-hal yang berkaitan dengan pertanggung laut.
Bab X:Pertanggungan terhadap bahaya-bahaya pada pengg\angkutan di darat dan di sungai-
sungai dan perairan pedalaman.
Mengatur secara khusus pertanggungan dalam pengangkutan barang di darat dan di sungai ,
Economic Regulation
Hal-hal yang berkaitan langsung dengan kebijakan langsung dengan ekonomi nasional secara
menyeluruh, selain kebijakan bidang lainnya sebagai petunjuk (Guide Line).
Safety
Mencakup: keselamatan jiwa di laut; pengukuran tonase kapal; kapal-kapal yang tidak laik laut atau
tidak laik berlayar; garis muat dan dokumen-dokumen kapal.
Navigation
Mencakup : sarana bantu navigasi; pemanduan; pencegahan tubrukan di laut ; komunikasi maritim
melalui satelit dan keselamatan navigasi ; serta pencarian dan penyelamatan di laut (SAR).
Manning (Pengawakan)
Mencakup : tingkat (level) dan sertifikat kewenangan / kemampuan ; persyaratan dan kondisi
penempatan pelaut di kapal ; nakhoda dan persyaratan kebangsaan.
Marine Insurance
Sebagaimana dalam Buku II KUHD, merupakan pengaturan khusus asuransi terhadap kapal maupun
asuransi terhadap barang yang diangkut terhadap bahaya di laut.
Accidents at Sea
Mengenai kecelakaan di laut termassuk tubrukan
Pollution
Adalah polusi yang berasal dari kapal sebagaimana di atur dalam konvensi yang di kenal dengan MARPOL
convention
Maritime Investigation
Pada umumnya maritime Investigation ini lebih banyak mengenai pemeriksaan kecelakaan kapal yang
terjadi.
Resolution of Disputes
Masalah ini berkaitan dengan yurisdiksi (kewenangan) suatu pengadilan karena kekhususan perkara di
bidang maritim ini, dan kemungkinan pembentukan arbitrase maritim.
Admiralty Court adalah sistim peradilan yang khusus mengadili perkara – perkara yang timbul dari
perselisihan dalam hukum maritim, atau perkara perkara sebagai akibat pelanggaran terhadap hukum
(publik) maritim. Perlu adanya batasan apa yang disebut hukum maritim untuk menentukan yurisdiksi
pengadilan umum atau pengadilan khusus (Admiralty Court). Kenyataannya di Amerika Serikat sendiri
dalam hukum modern kecenderungan peranan hukum maritim sebagai hukum khusus (specialized law)
tambah lama makin berkurang, sebaliknya bagian – bagian hukum maritim menjadi hukum perdata
umum (commercial law) semakin meluas (Maritime Law versus Commercial Law, By Grant Gilmore,
Yale University Law School, INTERNATIONAL ENCYCLOPEDIA).
Bagi Indonesia yang menganut sistim Statutory Law sebagai bagian dari sistim hukum kontinental tidak
mengenal apa yang disebut Admiralty Court. Tapi dilihat dari sistim hukum nasional Indonesia mengenal
hukum khusus (Lex Specialist) dan hukum umum (Lex Generalist), bahwa hukum maritim merupakan
lex specialist terhadap hukum dagang umum dan hukum dagang secara umum merupakan lex specialist
terhadap hukum perdata umum.
1. The International Convention for the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading
yang ditetapkan di Brussels tahun 1924 yang di kenal dengan nama Hague Rules 1924.
Konvensi ini sudah beberapa kali dirubah dan di tambah oleh Visby Protocol 1968 dan terakhir
di ubah lagi dengan protocol of Visby Protocol 1979 dan mulai berlaku tahun 1985. Hague Rules
ini mengatur mengenai ketentuan – ketentuan yang harus di muat dalam Bill of Lading yang
berlaku secara Internasional.
2. York–Antwerp Rules 1924, yang telah beberapa kali diubah, tahun 1974, tahun 1990 dan terakhir
tahun 1994. Konvensi ini mengatur mengenai penyatuan bentuk kerugian di laut (General
Average) yang berlaku secara Internasional.
3. United Nations Convention On The Carriage Of Goods By Sea 1978. Konvensi ini memuat cukup
lengkap dan rinci mengenai kegiatan pengangkutan di laut dan dimaksudkan akan
menggantikan Hague Rules1924 yang dirasakan sudah ketinggalan dalam hal materi yang di
atur.
4. Convention on Limitation of Liability for Maritime Claims 1976, atau dikenal juga sebagai London
Convention dan Protocol 1979.
5. Athena Convention Relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by Sea 1974 Jo
protocol to the Athena Convention Relating to the Carriage of Passengers and their Luggage by
Sea of 13 December 1974, Jo protocol of 1990 to amend the Athena Convention Relating to the
Carriage of Passengers and their Luggage by Sea 1974 ( London 29 March 1990). Konvensi ini
mengatur mengenai tanggung jawab pengangkut dalam angkutan penumpang Internasional.
6. United Nations Convention on the Liability of Operator of Transport Terminal in International
trade 1991
7. The International Convention for the Unification of Certain Rules of Law Relating to
Maritime Liens and Mortgages 1926 jo Convention for the Unification of Certain Rules Relating
to Maritime Liens and Mortgages 1967.
8. International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993, yang ditetapkan di Geneva,
May 1993.
9. International Convention on the Arrest of Ships 1999, yang ditetapkan di Geneva, March 1999.
Di Bidang publik terdapat cukup banyak konvensi yang menyangkut berbagai aspek :
Aspek keselamatan :
1. SOLAS 1960, Konvensi ini telah beberapa kali di rubah dan terakhir dengan 1983 amendments
to the International Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS 74), yang disetujui
oleh the Maritime Safety Committee of IMO pada sidangnya yang ke 48 (Juni 1983)
2. International Convention on Load Line 1966 dan Protocol 1988
3. International Convention on Tonnage Measurements of Ships 1969
4. Convention on the International Regulation for Preventing Collisions at Sea 1972 (Colreg.1972)
5. International Convention on Standard of Training , Certification and Watchkeeping for Seafarers
1978 (STCW 1978)
6. International Maritime Dangerous Goods Code (IMDG Code)
7. International Safety Management (ISM)
8. Port State Control (PSC)
9. International Ships and Port Facilities Security Code (ISPS Code)
1. United Nation Convention on the Law of the Sea 1982, khususnya bab II Protection and
Reservation of the Marine Environment.
2. International Convention for the Prevention of Pollution From Ship’s 1973 / 78 atau MARPOL
73/78
3. International Convention Relating to Intervention on the High Seas in cases of Oil Pollution
casualties, Brussels 1987.
4. International Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and other
Matter, London 1972 and protocol 1996.
5. International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation, London
1996.
6. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 and 1976 Protocol.
7. International Convention on Liability and Compensation for Damage in connection with the
Carriage of Hazardous and Noxious Substances by Sea, London 1990.
8. International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil
Pollution Damage, Brussels 1971
BAB II
HUKUM LAUT
law ( Black’s Law Dictionary, Seventh Edtion / Bryan A. Garner, Editor In Chief halaman 982). Bahwa
dalam pengertian ini tidak termasuk hukum laut dalam arti tthe Law of the Sea.
Hukum Laut dalam arti the Law of the Sea sebagaimana tercantum dalam The United Nation
Convention On The Law Of The Sea 1982 , bahwa laut beserta potensi yang terkandung didalamnya
sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of mankind) dimana laut sebagai obyek yang
ditaur oleh negara-nagara termasuk negara tidak berpantai (landlock countries).
Hukum Laut dalam arti luas adalah hukum yang mengatur mengenai dunia pelayaran dan ketentuan
ketentuan yang mengatur laut dalam berbagai aspek dan fungsi baik ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam Buku II KUHD maupun ketentuan-ketentuan hukum yang terkait dengan beberapa konvensi
Hukum Laut International. Seperti yang tercantum didalam UNCLOS yang ditanda tangani di Montego
Bay tahun 1982.
Hukum Laut Dalam arti sempit yaitu yang terbatas pada ketentuan ketentuan yang tercantum dalam
Buku II KUHD dengan judul Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang terbit dari pelayaran , dengan
penekanan dalam hukum yang mengatur mengenai pengangkutan barang dan orang melalui laut. Jadi
hukum laut ini adalah hukum laut yang termasuk bidang hukum dagang sebagai lex spesialist yang
merupakan bagian dari hukum perdata sebagai lex generalist.
Hukum Laut adalah hukum yang mengatur laut sebagai obyek yang diatur dengan mempertimbangkan
seluruh aspek kehidupan dan kepentingan seluruh negara termasuk negara yang tidak berbatasan
dengan laut secara fisik (Landlock Countries) guna pemanfaatan laut dengan seluruh potensi yang
terkandung didalamnya bagi umat manusia sebagaimana yang tercantum dalam UNCLOS 1982, beserta
konvensi-konvensi Internatioanal yang terkait langsung dengan nya.
Sertifikat Lambung Timbul sesuai Internasional Load Line Convention (ILLC 1966) yang berlaku untuk
kapal samudera yang berlayar di daerah tropis, subtropis maupun perairan yang bermusim dingin.
Sertifikat ini berlaku 5 (lima) tahun. Lambung timbul adalah tanda pada lambung kapal yang
menunjukkan batas pemuatan kapal, merupakan salah satu pertimbangan sahbandar sebelum
menerbitkan surat izin berlayar.
Lambang lambung timbul berupa lingkaran beserta beberapa garis yang menunjukkan batas pemuatan
pada beberapa jenis/daerah yang dilalui, hal ini penting karena berat jenis air di sungai akan berbeda
dengan laut di daerah tropis ataupun di daerah yang bersuhu dingin.
Sertifikat garis muat kapal berbendera Indonesia yang dikeluarkan Badan Klasifikasi Nasional atau
Badan Klasifikasi Asing yang diberi kewenangan pemerintah, harus mencantumkan format berbahasa
Indonesia mulai 1 Februari 2018.
Hal itu ditegaskan oleh Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Kewajiban
mencantumkan format berbahas Indonesia itu diatur dalam Surat Edaran No. 003/3/11/DJPL-18 yang
ditandatangani Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo pada 12 Januari 2018 yaitu pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Nomor 39/2016 tentang Garis Muat Kapal dan Pemuatan.
Adapun formatnya merupakan lampiran contoh 8 Permenhub No 39 Tahun 2016 tentang Garis Muat
Kapal dan Pemuatan.
Hal tersebut menunjukan komitmen Indonesia sebagai anggota IMO dalam mendukung kebijakan
internasional untuk keselamatan pelayaran.
Adapun ratifikasi Protocol 1988 related LOADLINES dituangkan melalui Peraturan Presiden No.
84/2017 pada tanggal 21 Agustus 2017, yang mengatur harmonisasi sertifikat pemeriksaan batas garis
muat kapal yang aman bagi keselamatan kapal, pencegahan kelebihan muatan dan keselamatan
lambung timbul, keselamatan platform serta peningkatan stabilitas kapal.
Sebagai informasi, sertifikat Garis Muat kapal atau Load Line Certificate adalah suatu sertifikat yang
diterbitkan oleh Pemerintah Negara Kebangsaan kapal, berdasarkan perjanjian internasional tentang
garis muat dan lambung timbul (free board) yang memberikan pembatasan garis muat untuk tiap-tiap
musim atau daerah atau jenis perairan di mana kapal tersebut berlayar.
Maksud dan tujuan dari sertifikat garis muat itu adalah agar kapal tidak dimuati lebih dari garis muat
yang diijinkan, sehingga kapal tetap memiliki daya apung cadangan (reserve of buoyance).
Isi dari sertifikat garis muat kapal meliputi nama kapal, nama panggilan kapal, nama pelabuhan
pendaftaran, berat isi kotor, dan ukuran serta susunan lambung timbul kapal.
KONVENSI HUKUM LAUT
■ Yurisprudensi : putusan pengadilan baik nasional maupun international terhadap suatu perkara yang
tidak/belum diatur dalam UU dapat dijadikan dasar hukum/keputusan pengadilan berikutnya pada
perkara yang sama.
contoh; putusan mahkamah international(international court of justice) tahun 1958 tentang sengketa laut
antara Inggris dan Norway.
■ Konvensi international :
1. Konv hukm laut adh konvensi Jenewa 1958 mengatur ;
- Laut territorial,laut yg diukur dr grs pangkal selebar 3 mil mengikuti liku 2 pantai.
- Contigeouse Zone(zona tambhn),laut yg diukur dari garis pangkal darimana laut territorial diukur
selebar 6 mil.
- Right of Innocent ( damai ).
- Hot Persuit.
UNCLOS 1982 ( United Nation On the Law of the Sea ) / ( Yamaica Convention 1982
)
■ Laut Territorial : laut yang berbatasan dengan negara pantai yang diukur dari garis pangkal selebar 12
mil.
■ Laut Pedalaman : laut diantara pulau negara pantai yang karen sifat alamnya menjadi 1 kesatuan dengan
pulau negara pantai.
■ Contigeus Zone ( zona tambahan ) : laut yg berbatasan dengan negara pantai yg diukur dari garis pangkal
dimana laut territorial diukur selebar 24 mil.
■ Economic Exclusive Zone : laut yang berbatasan dengan negara pantai yang diukur darr garis pangkal
dimana laut territorial diukur selebar 200 mil.
■ High Seas ( laut bebas ) : laut yg diukur diluar kekuasaan oleh suatu negara.
■ Berwenang untuk memasang sarana Bantu Navigasi (SBN) dan pencegahan,pengurangan dan
pengendalian pencemaran.
■ Negara pemakai dan negara yang berbatasan dengan selat dapat melakukan kerja sama dalam
pengadaan dan pemeliharaan sarana bantu navigasi.
■ Negara pantai berwenang utuk melakukan usaha pencegahan,pengurangan dan pengendalian
pencemaran dari kapal.
■ Laut lepas (high sea) yaitu laut diluar kekuasaan suatu negara dan terbuka untuk semua negara dalam
hal :
- Kebebasan berlayar.
- Kebebasan penerbangan.
- Memasang kabel dan pipa bawah laut.
- Menangkap ikan.
- Research Ilmiah.
■ Didalam laut territorial dan laut pedalaman negara pantai mempunyai kedaulatan mutlak”Mutlak”(dapat
membuat pulau buatan) dan tidak mengganggu lintas laut (alur laut).
■ ZEE negara pantai dapat membuat pulau buatan yang digunakan untuk penelitian ilmiah untuk
memberikan keamanan,maka negara pantai mempunyai hak untuk melakukan pengamanan sejauh
radius 500 meter tetapi bukan sebagai laut terrtorrial.
■ Adalah : alur dari laut bebas menuju laut bebas/dari laut bebas kepelabuhan negara lain dan sebaliknya
melalui laut teritorial/laut pedalman negara lain.
■ Lintas damai sepanjang tidak mengganggu keamanan,ketertiban negara lain tersebut.
■ Lintas kapal asing dianggap tidak damai jika :
- Setiap ancaman/yg mempergunakan kekuasaan terhadap kedaulatan.
- Setiap latihn dengan senjata.
- Setiap perbutan spoinase/propaganda.
- Peluncurn/pendrtn pesawat udara.
- Bongkar muat komoditi (melanggr bea cukai,fiscal & imigrasi).
- Pencemrn laut dengan sengaja.
- Kegiatan riset & perikanan.
- Mengganggu sistim komunikasi.
- Setiap kegiatan perikanan.
Alat, Bahan dan Sumber
Alat Penilaian
a. Analisa Kompetensi
b. Analisis Penilaian
Jenis Tugas
Indikator
Sikap Kognitif Psikomotorik
3.Perusahaanpelayaran,pengusaha,pe
milik kapal mampu diterangkan Test essay
Test Essay Tertulis
a. Indikator : - Hukum di laut dapat diterapkan
- Tugas dinas jaga di kapal dapat dilaksanakan
- Perusahaanpelayaran,pengusaha,pemilik kapal mampu diterangkan
b. Butir Soal
1. Apa yang dimaksud Hukum Laut?
2. Apa saja Tugas perusahaan pelayaran yg berkaitan dng pelaksanaan STCW 7 amandemen 95
yg berkaitan dg persyaratan pelaut dan Nakhoda?
3. Jelaskan tanggung jawab perusahaan pelayaran sesuai dgn STCW 1978 amandemen 1995 !
4. Apa yang dimaksud pengusaha kapal?
5. Apa yang dimaksud pemilik kapal
c. Pedoman Penskoran
No Kunci Jawaban Skor
2 Nakhoda : 20
− Mempunyai kemampuan sbg pimpinan & memberikan
perintah.
− Memahami benar sms perusahaan.
− Diberi dukungan sepenuhnya sehingga tugas & tanggung
jawabnya dpt terlaksana dg baik.
Awak kapal :
− Setiap kapal hrs diawaki oleh orang2 yg mempunyai
kemampuan & terlatih.
− Memiliki sertifikat sesuai ketentuan nasional kapal niaga
STCW 1995
3 - Perusahaan pelayaran bertanggung jawab sbg pengangkut 20
sesuai peraturan perundang – undangan yg berlaku atau
persyaratan perjanjian pengangkutan atau kelaziman yg
berlaku dalam bidang pelayaran.
4 Pengusaha kapal adalah : 20
Orang yg memakai kapal untuk pelayaran di laut dng
mengemudikan nya sendiri atau dikemudikan seorang
Nakhoda yg bekerja kepadanya.
II. Penilaian
Penilaian Presentasi
Kelompok :
Kelas :
Tanggal :
Skor Skor x
No Aspek yang diukur Bobot
1 2 3 4 bobot
1 Isinya 6
2 Kerapihan laporan 3
3 Banyak lembar 3
4 Tata bahasa 5
5 Ketepatan waktu 3
6 Sistematika penulisan 5
Jumlah 25
Total skor
Jumlah skor
Nilai
REMIDI DAN PENGAYAAN
a.Pengayaan
b.Remidi
1. Peserta yang nilainya kurang dari 75 agar memperdalam lagi ringkasan materi dan
membuat video penjelasan terkait struktur kurikulum dan implementasi Profil Pelajar
Pancasila
2. Peserta didik yang nilainya lebih dari atau sama dengan 75 mempelajari modul
selanjutnya
GLOSARIUM
AFF Certificate Advanced Fire Fighting Certificate, yaitu Sertifikat Diklat Pemadam
Kebakaran
Tingkat Lanjut
Annual survey Inspeksi tahunan yang dilakukan oleh petugas khusus untuk mengecek
keadaan kapal.
Ballast Pemberat pada kapal yang biasanya digunakan oleh kapal-kapal
pengangkut kargo setelah kargo tersebut dibongkar. Sehingga kapal
tidak kehilangan keseimbangan saat melaju tanpa muatan. Kapal kargo
yang tanpa muatan biasanya memasukkan air laut untuk pemberat,
kondisi ini dinamakan “ballast”.
BLGT Certificate Basic Training for Liquid Gas Tanker Certificate, yaitu Sertifikat Diklat
Dasar Kapal Tangki Gas
BOCT Certificate Basic Training for Oil and Chemical Tanker Certificate, yaitu Sertifikat
Diklat Dasar Kapal Tangki Minyak dan Kimia
BST Certificate Basic Safety Training Certificate, yaitu Sertifikat Diklat Dasar
Keselamatan
Classification Pengelompokan, klasifikasi. Setiap kapal harus memasuki komunitas
klasifikasi jenis kapal tertentu untuk kemudahan asuransi dan
perekrutan tenaga kerja pada kapal. Komunitas klasifikasi ini
merupakan badan independen di bawah pengawasan para professional
perkapalan. Untuk mempertahankan klasifikasi, kapal harus
memenuhi standar dan diinspeksi oleh komunitas klasifikasi yang
bersangkutan.
Commercial dokumen nota/ faktur penjualan barang ekspor/impor yang
Invoice diterbitkan oleh penjual/ eksportir/ pengirim barang
COMSAR
DOC “Document of Compliance”, atau Sertifikat DOC
Dokumen EIR Yaitu dukumen sah yang menerangkan kondisi fisik petikemas secara
(Equipment detil, dinilai sulit diterapkan secara optimal di terminal peti kemas
Interchange Pelabuhan.
Receipt)
Farewell Buoy Pelampung untuk digunakan pada tepi laut yang diberikan dari
dermaga.
Freight Perusahaan yang bergerak di jasa pengangkutan barang secara
forwarding keseluruhan, freight forwarding dapat berfungsi sebagai
EMKL,Pelayaran,Jasa kepabeanan ,bahkan pengiriman door to door.
Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan
forwarding adalah seorang freight forwarder.
IAMSAR Manual Buku yang berisi pedoman umum Search and Rescue (SAR) di sektor
pelayaran dan penerbangan. Diterbitkan secara bersama IMO dan
ICAO dengan tujuan untuk memastikan terjadinya kerjasama yang
efektif antara dua matra (laut dan udara) dan dapat terlaksana dalam
operasi penyelamatan yang melibatkan unit organisasi dan unit
penyelamat yang berbeda.
IMO International Matime Organization, yaitu Organisasi Internasional di
bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang khusus menangani masalah-
masalah kemaritiman
MC Certificate Medical Care Certificate, yaitu Sertifikat Diklat Perawatan Medis
MFA Certificate Medical First Aid Certificate, yaitu Sertifikat Diklat Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan
MLC, 2006 Maritime Labour Convention, 2006 , yaitu Konvensi tentang Pekerja
Maritim Tahun 2006, Secara umum, MLC 2006 ini adalah sebagai
"Seafarers' Bill of Rights", yaitu merupakan "tiket" bagi para pelaut
untuk menuntut haknya sebagai pekerja, yang memiliki karakter
berbeda dengan pekerja di sektor industri yang lain.
Perjanjian Kerja Selanjutnya disebut PKL adalah perjanjian kerja perorangan yang
Laut ditandatangani oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di
perairan (Pasal 18, PP No. 7 Tahun 2000)
PSCRB Certificate Proficiency in Survival Craft and Rescue Boat Certificate, yaitu
Sertifikat Diklat Keterampilan Penggunaan Pesawat Penyelamat dan
Sekoci Penolong
QMS Quality Management System, yaitu Sistem Manajemen Mutu yamg
diterapkan di kapal/perusahaan pelayaran, yang meliputi klausul:
Scope, Normative References, Terms and Definitions, Quality Management
System, Management Responsibility, Resource Management, Product
Realization, dan klausul terakhir yakni Measurement, Analysis, and
Improvement.
Shipping Agent Perusahaan pelayaran yang ditunjuk oleh General Agent untuk
melayani kebutuhan kapal di suatu pelabuhan. Sub agen ini sebenarnya
berfungsi sebagai wakil atau agen dari general agent.
Shipping Pelayanan jasa yang dilakukan untuk mewakili Perusahaan Angkutan
Line/Keagenan Laut Nasional dan/atau Perusahaan Angkutan Laut Asing dalam
Kapal rangka mengurus kepentingan kapal Perusahaan Angkutan Laut
Nasional dan/atau kapal Perusahaan Angkutan Laut Asing selama
berada di Indonesia
SIUPKK Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenan Kapal
SIUPAL Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut
SMC Safety Management Certificate, atau Sertifikat Manajemen Keselamatan
SMCP Standard Marine Communication Phrases, yaitu frasa dalam bahasa
Inggris, digunakan untuk komunikasi kapal-kapal di laut. SMCP
ditetapkan oleh IMO (IMO Model Course 3.17)
SSO Certificate Ship Security Officer Certificate, yaitu Sertifikat Diklat Perwira Keamanan
Kapal
STCW Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarers” , yaitu
Konvensi Internasional tentang Standar Sertifikasi Pelatihan, dan Dinas
Jaga bagi Pelaut
UNLOS, 1982 United Nations Convention on The Law of the Sea, 1982, konvensi ini
membahas perihal hukum laut termasuk aturan di dalamnya. UNLOS,
1982 ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaika
dan mulai berlaku pada 16 November 1994.
DAFTAR PUSTAKA
ooOoo