Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SUMBER AJARAN ISLAM


(AL – QUR’AN)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu : Devi Mariatul Qiptiah., M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 2


Nama Anggota : Nanda Fahrezy Indra Sakti (22130214067)
Mohammad Feri (22130214045)
Alif Abd. Dhohir Lubis (22130213979)
M. Ramzy Akbar Abdillah (22130214123)

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MOCH. SROEDJI JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini. Dimana pada kesempatan kali ini kami mengangkat tema
tentang “Sumber Ajaran Islam (Al – Qur’an)”. Makalah ini diajukan sebagai salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, yaitu :
1. Kepada Ibu Devi Mariatul Qiptiah., M.Pd
Selaku dosen pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam

2. Kepada kedua orang tua kami


Yang telah memberikan support baik materil maupun nonmateril

3. Kepada teman-teman kelompok 2


Yang telah bekerjasama menyelesaikan makalah ini

Kami memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan penyusunan makalah pada masa yang akan datang.

Jember, 26 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................... 5
C. Tujuan penulisan Makalah...................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan Makalah.................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an............................................................................. 6
B. Kandungan Al-Qur’an........................................................................... 8
C. Fungsi dan Peran Al-Qur’an................................................................. 12
D. Mu’jizat Al-Qur’an............................................................................... 14
E. Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an.......................................................... 18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................. 26
B. Saran....................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern seperti saat ini generasi muda mudah sekali
meninggalkan perintah-perintah Allah SWT seperti salah satunya adalah
membaca Al-Qur’an. Teknologi yang berkembang pesat di era modern ini
menjadi faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku umat manusia saat ini.
Kaum muda lebih banyak memilih membaca novel, komik, majalah, atau bermain
HP dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an.

Faktor kedua orang tua juga menjadikan penting bagi anak-anaknya, karena
peran orang tua dalam mengenalkan Al-Qur’an dan mengajarkan anak-anaknya
membaca Al-Qur’an sangatlah penting. Apabila kedua orang tua tidak mampu
dalam mengajarkan anak-anaknya dapat memilih menyekolahkan di sekolah yang
terdapat ajaran agama islam didalamnya.

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup manusia di dunia agar tidak terjebak


dalam kesesatan tetapi agar senantiasa berada dijalan kebenaran.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Apa pengertian Al-Qur’an ?
2. Apa isi kandungan Al-Qur’an ?
3. Apa fungsi Al-Qur’an ?
4. Apa saja mukjizat Al-Qur’an ?
5. Bagaimanakah sejarah pemeliharaan Al-Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mendeskripsikan pengertian Al-Qur’an
2. Memaparkan isi kandungan Al-Qur’an
3. Menjelaskan fungsi Al-Qur’an
4. Memaparkan apa saja mukjizat Al-Qur’an
5. Menceritakan sejarah pemeliharaan Al-Qur’an

D. Manfaat Penulisan Makalah


Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Menambah wawasan tentang Al-Qur’an
2. Lebih meyakini tentang ajaran-ajaran dalam Al-Qur’an
3. Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT
4. Lebih berhati-hati dalam berbuat dan bertindak

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan,
atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-
dlammu). Atau ada pendapat lain Al-Qur’an itu berarti “bacaan”. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 17-18 berbunyi:

,‫ه‬
ٗ‫ن‬َٰ
‫ۡا‬‫ُر‬
‫َق‬ َٗ
‫ه و‬ َۡ
‫مع‬ ‫َا ج‬
‫ۡن‬ ََ
‫لي‬ َّ‫ا‬
‫ِن ع‬

ۚ‌‫قُرۡاَٰنه‬ ‫ِع‬
ۡ َّ َ
‫اتب‬ ُ‫ن‬
‫ه ف‬ ٰۡ
‫َا‬ ‫َا ق‬
‫َر‬ ‫ِذ‬‫َا‬
‫ف‬

) ۱٨-۱٧: ‫(القيامه‬
Artinya :“Sesungguhnya atas tanggungan Kami lah mengumpulkannya
(didadamu) dan (membuat pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS : 75 ayat 17-18)

Sedangkan secara terminologi (syariat), Al-Qur’an adalah Kalam Allah ta’ala


yang diturunkan kepada Rasul Allah dan penutup para Nabi-Nya. Diawali dengan
surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas. Dan menurut para ulama
klasik, Al-Qur’an sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang
memuat firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Madinah.

Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat


mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang
kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul
Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5.

6
Para ulama berbeda pendapat tentang lafad Al-Qur’an tetapi mereka sepakat
bahwa lafad Al-Qur’an adalah isim (kata benda) bukan fi’il (kata kerja)
atau harf (huruf). Isim yang dimaksud dalam bahasa Arab sama dengan
keberadaan isim-isim lain, kadang berupa isim jamid atau disebut isim musytaq.
Sebagian ulama berpendapat bahwa lafal Al-Qur’an adalah isim musytaq, namun
mereka masih tergolong ke dalam dua golongan.

Golongan pertama berpendapat, bahwa huruf nun adalah huruf asli sehingga
dengan demikian isim tersebut isim musytaq dari materi qa-ra-na. Golongan yang
berpendapat seperti itu, masih terbagi dua juga :

1. Golongan pertama diwakili antara lain oleh Al-Asyari yang berpendapat


bahwa lafad Al-Qur’an diambil dari kalimat “Qarana asy-syaiu bis-sya’i
aidzadhammamatuh ilaih”. Ada juga yang berpendapat diambil dari kalimat
“qarana baina baina al-bairani, idza jam’a bainahuma”. Dari kalimat yang
terakhir muncul sebutan Qirana terhadap pengumpulan pelaksanaan ibadah
haji dan umroh dengan hanya satu ihrom.

2. Golongan kedua diwakili antara lain oleh Al-Farra berpendapat bahwa lafal
Al-Qur’an musytaq dari kata qara’un, jamak dari qarinah, karena ayat-ayat
Al-Qur’an (lafalnya) banyak yang sama antara yang satu dengan yang lain.

Golongan kedua berpendapat bahwa huruf alif dalam kata Al-Qur’an adalah
huruf asli. Pendapat ini juga terjadi pada dua golongan :
1. Golongan pertama diwakili oleh Ihyan yang berpendapat bahwa lafal Al-
Qur’an adalah bentuk masdar mahmuz mengikuti wazan al-gufron dan ia
merupakan musytaq dari kata qara’a yang mempunyai arti yang sama
dengan tala’.

2. Golongan kedua diwakili antara lain Az-Zujaj yang berpendapat bahwa lafal
Al-Qur’an diidentikan dengan wazan al-fu’lan yang merupakan musytaqdari
kata al-qar’u yangmempunyai arti al-jam’u.

7
Dari uraian tersebut berbagai pandangan tentang Al-Qur’an dilihat dari sudut
bahasa, penulis mengambil definisi dari pendapat pertama yang mengatakan
bahwa alif dalam kata Al-Qur’an adalah asli sebagaimana diwakili oleh Al-
Lihyan.

B. Kandungan Al-Qur’an
Menurut pendapat beberapa ulama isi kandungan Al-Qur’an itu antara lain :
1. Petunjuk mengenai aqidah, yang mewajibkan beriman kepada Allah,
Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, dan Hari Kiamat, serta Qadha
dan Qadar. Hal ini merupakan garis pembeda antara Iman dan Kafir. Orang
yang berakidah berarti orang yang beriman (Mukmin). Akidah secara
terminologi didefnisikan sebagai suatu kepercayaan yang harus diyakini
dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan dalam
bentuk amal perbuatan. Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Seorang yang menyatakan
diri berakidah Islam tidak hanya cukup mempercayai dan meyakini keyakinan
dalam hatinya, tetapi harus menyatakannya dengan lisan dan harus
mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan (amal shalih) dalam
kehidupannya sehari-hari. Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid,
yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-
Maha Esa-an Allah. Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esa-an Allah Swt.
berarti ia kafir, dan apabila meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT
dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di samping kewajiban untuk
meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, juga ada kewajiban untuk meyakini
rukun-rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan apabila seseorang yang
mengaku berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau
meyakini sebagian dari rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini
tersebut adalah: iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat-malaikat
Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul, iman kepada
hari akhir, dan iman kepada Qadla’ dan Qadar. Al Quran banyak menjelaskan
tentang pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di dalamnya, di
antaranya Surat Al Ikhlas 1- 4:

8
َُ
‫د‬
. ‫َّم‬ ‫َه‬
‫ّٰللُ الص‬ ‫َد ا‬‫َح‬ ‫َ اه‬
‫ّٰللُ ا‬ ‫هو‬ُ ۡ‫ُل‬
‫ق‬
‫ُن‬
ۡ َ ۡ
‫يك‬ ‫ََلم‬ ۡ‫َۡل‬
‫د و‬ ُ ۡ
‫يو‬ ‫ََلم‬
‫د و‬ ِۡ
ۙ َ ۡ
‫يل‬ ‫َلم‬
‫َد‬‫َح‬
‫ًا ا‬ ‫ُو‬‫ُف‬
‫ه ك‬ٗ‫َّل‬
Artinya : Katakanlah “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
tempatnya bergantung segala sesuatu kepada-Nya. Dia tidak beranak dan juga
tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS.
Al Ikhlas : 1 – 4)
2. Petunjuk mengenai syari’ah atau ibadah, yaitu jalan yang harus diikuti
manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi
kebahagiaan hidup manusia didunia ini dan diakhirat kelak. Dalam Al-Qur’an
dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk
beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah SWT:

‫ِْل‬ ِْ
َّ‫نسَ ا‬ ْ َ
‫اْل‬ ‫َّ و‬ ْ ُ
‫الجِن‬ ‫ْت‬
‫لق‬ََ ََ
‫ما خ‬ ‫و‬
ِ‫ْن‬
‫دو‬ُُ
‫ْب‬‫َع‬
‫لي‬ِ
Artinya : "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56).
Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh Allah
SWT. Karena itu, manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah SWT,
dan kebutuhan terhadap Allah SWT. Hal itu diwujudkan dengan bentuk
beribadah kepada-Nya. Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah artinya ibadah khusus
yang tata caranya sudah ditentukan, seperti: shalat, puasa, zakat dan
haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah artinya ibadah yang bersifat umum,
tata caranya tidak ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari
ridha Allah SWT, misalnya: silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal
diniati ibadah, belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya.

3. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus
diindahkan oleh manusia dalam kehidupan individual maupun kehidupan

9
sosial. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam,
sehingga Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan
diutusnya Nabi SAW adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan
akhlak mulia. Rasulullah SAW bersabda :

َ
‫ِم‬‫َار‬
‫مك‬َ َ
‫ِم‬ َُ‫ُ أل‬
‫تم‬ ‫ْت‬‫ِث‬
‫بع‬ُ ‫َا‬ ‫نم‬َِّ
‫إ‬
‫األَخ‬
‫ْالَق‬
“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR.
Ahmad). Nabi Muhammad SAW adalah model dan suri tauladan bagi umat
islam dalam bertingkah laku dengan akhlak mulia (karimah). Al-Qur’an
merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu. Dan beliau merupakan
manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari Al-Qur’an tersebut
menjadi kepribadian Nabi SAW.
4. Kisah-kisah umat manusia dizaman lampau, seperti riwayat dan cerita para
pendusta ajaran Allah seperti Fir’aun, Namrud, Qorun dan sebagainya.
Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau dongeng
semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat
Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk
dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan
keridhaan Allah SWT. Firman Allah SWT :

‫َة‬‫ْر‬
‫ِب‬‫ع‬ ْ
‫ِم‬ ‫َص‬
‫ِه‬ ‫َص‬
‫ِيْ ق‬ ‫ن ف‬ َ‫َا‬ َْ
‫د ك‬ ‫َلق‬
‫ًا‬
‫يث‬ِْ
‫َد‬‫ح‬ َ‫َا‬
‫ن‬ ‫ما ك‬َ ِِۗ
‫َاب‬ ‫اْلَْلب‬
ْ ‫ِى‬ ‫ِْلُول‬
ْ
‫ِي‬ َّ
‫الذ‬ َ
‫يق‬ِْ
‫ْد‬ َ ْ
‫تص‬ ‫ِن‬ ‫َٰلك‬
‫ٰى و‬ ‫َر‬
‫ْت‬‫يف‬ُّ
ٍْ‫ِ شَي‬
‫ء‬ ‫ُل‬‫ك‬ َ
‫ْل‬ ‫ْص‬
‫ِي‬ ََ
‫تف‬ ‫ِ و‬‫يه‬ْ‫د‬ َ َ
َ‫ي‬ ‫ْن‬ َ
‫بي‬
َْ
‫ن‬ ‫ُو‬ ‫ْم‬
‫ِن‬ ُّ
‫يؤ‬ ‫ْم‬
ٍ ‫َو‬
‫لق‬ ًَ
ِ ‫ة‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ‫َّر‬
‫دى و‬ ً‫ه‬
َُّ
‫و‬
Artinya : “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-
buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala

10
sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Yusuf [12]: 111). Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang sejarah
atau kisah umat terdahulu antara lain:

َ
‫ُّسُل‬
‫بوا الر‬ ُ‫ذ‬ََّ
‫َّا ك‬‫ٍ َلم‬ ‫نوح‬ ُ َ ‫ْم‬‫َو‬‫َق‬‫و‬
‫اس‬ َّ
‫ِلن‬ ‫ل‬ ْ
‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫ا‬ َ
‫ن‬ ْ
‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫و‬ ْ
‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫ا‬َ‫ن‬ْ‫ق‬َ‫ر‬ْ‫غ‬َ‫أ‬
ِ
َ
‫ِين‬ ِ‫َّا‬
‫لم‬ ‫ِلظ‬ ‫نا ل‬ َ‫د‬َْ
‫ْت‬‫َع‬‫َأ‬‫ة و‬ ً‫ي‬َ‫آ‬
‫دا‬ً‫َا‬‫َع‬‫) و‬٣٧( ‫ًا‬
‫ِيم‬‫َل‬‫با أ‬ ََ
ً‫ذا‬ ‫ع‬
ً ُ
‫ونا‬ ‫ُر‬‫َق‬ ‫َ الر‬
‫َّسِ و‬ ‫ْح‬
‫َاب‬ ‫َص‬
‫َأ‬ َ‫ُو‬
‫د و‬ ََ
‫ثم‬ ‫و‬
‫ُال‬
‫َك‬‫) و‬٣٨( ‫ًا‬ ‫َث‬
‫ِير‬ ‫َل‬
‫ِكَ ك‬‫َ ذ‬‫ْن‬
‫بي‬َ
َْ
‫نا‬ ‫َّر‬
‫تب‬ َ ‫ُال‬
‫َك‬ ‫َال‬
‫َ و‬ ‫مث‬ ُ‫َا َل‬
ْ‫ه األ‬ ‫بن‬ ‫َر‬
َْ ‫ض‬
)٣٩(ً ‫ْب‬
‫ِير‬ َ
‫تت‬
Artinya : “Dan (Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para
rasul. Kami tenggelamkam mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu
pelajaran bagi manusia. Dan Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim azab
yang pedih; Dan (telah Kami binasakan) kaum ‘Ad dan Samud dan penduduk
Rass serta banyak (lagi) generasi di antara (kaum-kaum) itu. Dan masing-
masing telah Kami jadikan perumpamaan dan masing-masing telah Kami
hancurkan sehancur-hancurnya.” (QS. al-Furqan [25]: 37-39)

5. Prinsip ilmu pengetahuan. Banyak ayat yang memberikan isyarat ilmu


pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian
dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup
manusia. Allah SWT yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada
umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan baik. Al-Qur’an menekankan betapa pentingnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat

11
ayat Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5 :

َ‫لق‬ََ
‫ِي خ‬ َّ َ‫ِك‬
‫الذ‬ ‫َب‬‫ِ ر‬‫ِاسْم‬ ‫ْ ب‬ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫اق‬
)٢( ٍ ََ
‫لق‬ ‫ْ ع‬
‫ِن‬‫ن م‬َ‫نسَا‬ ِْْ َ
‫اْل‬ ‫لق‬ََ
‫) خ‬۱(
‫ِي‬ َّ )٣( ُ
‫الذ‬ ‫ْر‬
‫َم‬ ‫األَك‬
ْ َ‫بك‬ َُّ
‫َر‬‫ْ و‬ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫اق‬
‫ن‬ ِْ
َ‫نسَا‬ ْ َ
‫اْل‬ ََّ
‫لم‬ ‫) ع‬٤( ِ
‫لم‬ََ ْ ‫َ ب‬
‫ِالق‬ ََّ
‫لم‬ ‫ع‬
)٥(‫لم‬َْ
‫يع‬ ‫ما َلم‬
َ ْ َ
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya” (QS. Al-'Alaq: 1-5)

6. Hukum yang berlaku bagi alam semesta. Dalam Islam, hukum sebagai salah
satu isi pokok ajaran Al-Qur’an berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan
dasar dan menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk
memberikan pedoman kepada umat manusia agar kehidupannya menjadi adil,
aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia maupun di
akhirat kelak. Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an banyak memberikan
ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam
menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil).
Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi ketentuan hukum antara lain :

‫َا‬ َّ‫ْا ا‬
‫ِنم‬ ‫ُو‬
ٰٓ َٰ
‫من‬ ‫َ ا‬ ِْ
‫ين‬ َّ ‫ها‬
‫الذ‬ َ‫ي‬َُّ
‫يا‬ٰٓ
ٰ
‫َاب‬
ُ َْ‫اْل‬
‫نص‬ ْ َ ‫ُ و‬ ‫ْس‬
‫ِر‬ ‫َي‬ ْ َ
‫الم‬ ‫ْر‬
‫ُ و‬ ْ
‫الخَم‬

12
ِ‫ٰن‬
‫ْط‬‫ِ الشَّي‬‫َل‬ ‫ْ ع‬
‫َم‬ ‫ِن‬‫ْس م‬ ‫ُ ر‬
‫ِج‬ ‫َْْلم‬ ْ َ
‫اْلَز‬ ‫و‬
‫ن‬َْ‫ُو‬
‫ِح‬‫ْل‬
‫تف‬ُ ْ‫ُم‬
‫لك‬ََّ
‫ه َلع‬
ُْ‫ُو‬
‫ِب‬‫َن‬‫ْت‬‫َاج‬ ‫ف‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah [5]: 90)

C. Fungsi dan Peran Al-Qur’an


Al-Qur’an tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya,
namun juga mengatur hubungan antar manusia juga manusia dengan alam. Dalam
kehidupan manusia, Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Sebagai Al Huda (Petunjuk)
Al-Qur’an bisa dijadikan sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa dan juga
beriman. Tidak hanya itu, namun Al-Qur’an juga bisa dijadikan sebagai
petunjuk bagi manusia yang hidup di dunia. Sebagaimana yang telah Allah
firmankan dalam QS. Al Isra : 9

‫ِى‬ َّ‫ِى ل‬
‫ِلت‬ ْ‫ي‬
‫هد‬ َ ‫ء‬
َ ‫ان‬ ‫ُر‬
َْ ْ ‫ذا‬
‫ٱلق‬ ََٰ ‫ن‬
‫ه‬ َِّ
‫إ‬
َ
‫ِين‬ ‫ْم‬
‫ِن‬ ‫ُؤ‬ ْ ُ
‫ٱلم‬ ‫ِر‬‫َش‬
‫يب‬َُ
‫ُ و‬‫َم‬ ‫َق‬
‫ْو‬ ‫ِىَ أ‬‫ه‬
ََّ
‫ن‬ ‫ٰتِ أ‬
َ ‫ٰل‬
‫ِح‬َّ َ ‫ل‬
‫ون ٱلص‬ َُ
‫ْم‬ َ َ
‫يع‬ ‫ِين‬ َّ
‫ٱلذ‬
ً
‫ِير‬‫َب‬‫ًا ك‬‫ْر‬‫َج‬
‫ْ أ‬‫هم‬ُ‫َل‬
Artinya : “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min
yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”
[QS. Al Isra: 9]

2. Sebagai Al Furqon (Pemisah)


Al-Qur’an berperan juga sebagai pemisah antara mana yang haq dan mana
yang batil. Allah telah berfiman :

13
)۱٣( ۙ
‫ْل‬‫َص‬ ‫َو‬
‫ْل ف‬ ‫ه َلق‬ َّ‫ا‬
ٗ‫ِن‬
Artinya : “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan
antara yang hak dan yang bathil” [QS. At Tariq : 13] .
Berarti Al-Qur’an bisa dijadikan sebagai pembeda antara mana yang benar
dan mana yang salah. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mana yang buruk yang
tidak boleh dilakukan dan mana hal yang baik dan boleh dilakukan.

3. Sebagai Asy Syifa (Obat)


Al-Qur’an bisa dijadikan sebagai obat untuk penyakit mental dan juga
penyakit hati. Dalam hal ini, isi dari dalam Al-Qur’an seperti halnya petunjuk
di dalamnya sebaiknya diamalkan agar bisa memberikan pencerahan bagi
mereka yang menjalankannya. Semua ayat Al-Qur`an adalah obat yang bisa
menyembuhkan. Namun, ada beberapa ayat atau surat dari Al-Qur`an yang
lebih dikhususkan karena memiliki keutamaan sebagai obat penyembuh,
misalnya surat Al-fatihah. Allah berfirman :

‫ۤء‬‫َا‬
‫ِف‬‫َ ش‬ ُ ‫ما‬
‫هو‬ َ ِ‫ٰن‬ ‫ُر‬
‫ْا‬ ْ َ
‫الق‬ ‫ُ م‬
‫ِن‬ ‫ِل‬‫َز‬
‫نن‬َُ
‫و‬
ُ‫ي‬
‫د‬ ِْ
‫يز‬َ ‫ََْل‬‫ۙ و‬ َ
‫ْن‬‫ِي‬
‫ِن‬‫ْم‬
‫ُؤ‬ ْ‫ل‬
‫لم‬ ِ ‫َة‬ ‫َح‬
‫ْم‬ ‫َّر‬
‫و‬
‫ًا‬‫َسَار‬ َّ‫َ ا‬
‫ِْل خ‬ ‫ْن‬‫ِي‬ ‫هل‬
‫ِم‬ ‫الظ‬
Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-
Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian” [QS. Al Isra’ : 82]

4. Sebagai Al Mau’izah (Nasehat)


Al-Qur’an juga berperan sebagai nasehat yang di dalamnya terdapat nasihat,
pengajaran, peringatan mengenai kehidupan untuk orang-orang yang beriman
dan berjalan di jalan Allah. Adapun nasehat yang terdapat di dalam Al-Qur’an
bisanya memiliki kaitan dengan peristiwa yang bisa dijadikan sebagai
pelajaran untuk manusia yang hidup setelahnya.

14
Peran Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia cukup beragam karena
tidak hanya berperan sebagai pedoman untuk hidup, namun juga berisi dengan
ilmu-ilmu yang bermanfaat di dalamnya.
1. Peran Al-Qur’an untuk Kehidupan Manusia
Hingga sekarang, Alquran masih terjaga keasliannya dan dibukukan ke
dalam bahasa Arab. Meski demikian, Al-Qur’an juga sudah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa. Sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan, Al-
Qur’an memiliki peran yang cukup beragam bagi kehidupan manusia :
 Menjelaskan masalah yang terjadi pada umat sebelumnya
 Penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya
 Memantapkan iman Islam
 Tuntutan dalam menjalankan kehidupan
2. Peran Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu
Berperan juga sebagai sumber ilmu seperti yang berikut ini: :
 Ilmu Hukum
 Ilmu Sejarah Islam
 Ilmu Tentang Pendidikan Agama Islam
 Ilmu Tauhid
D. Mu’jizat Al-Qur’an
Mukjizat Al-Qur’an berlangsung sejak Al-Qur’an itu diwahyukan kepada
Rasulullah SAW. Dalam sejarah banyak dicatat usaha-usaha orang Arab untuk
menandingi Al-Qur’an sebagaimana dilakukan oleh Musailamah bin Habib yang
dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab dari Bani Hanifah, salah satu suku
terbesar di jazirah Arab dengan wilayah domisili di Yamamah. Namun usahanya
tidak membuahkan hasil apa-apa.

Mukjizat Al-Qur’an adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa pada Al-Qur’an
yang terjadi melalui nabi Muhammad SAW, sebagai bukti kenabiannya yang
ditantangkan kepada orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal
yang serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut. Adapun
ilmu yang mempelajari kemukjizatan Al-Qur’an dinamai “Ilmu I’jazil Quran”.

Para ulama berbeda pendapat tentang aspek-aspek yang dikaji dalam “I’jazil
Quran”, namun jika disimpulkan meliputi aspek kebahasaan, aspek berita-berita

15
ghaib, aspek hukum (syari’at), dan aspek ilmu pengetahuan. Ulama yang memulai
kajian ini adalah al-Jahiz (w. 225 H) dalam bukunya Nazhm Al-Quran dan Abu
Abdillah Muhammad bin Yazid al-Wasithi (w. 306 H) dalam bukunya I’jaz Al-
Quran, lalu tokoh-tokoh dari kalangan Muktazilah antara lain Abu Ishaq Ibrahim
bin Sayyar Al-Nazhzham dengan mengajukan konsep “Shirfah” yang mengatakan
bahwa kemukjizatan Al-Qur’an itu pada faktor di luar Al-Qur’an, yaitu
keikutsertaan Allah dalam melindungi keotentikan dan purifikasi Al-Qur’an.
Menurut konsep ini sejatinya orang Arab mampu menandingi Al-Qur’an, tetapi
Allah SWT memalingkan kemampuan itu (sharfah), sehingga mereka tidak bisa
menandinginya.

Konsep tersebut mendapat tantangan dari ulama lainnya, antara lain al-
Khattabi. Ia berpendapat bahwa mukjizat Al-Qur’an terletak pada Al-Qur’an nya
itu sendiri baik dari gaya bahasanya maupun isi kandungannya. Perdebatan ini
sangat menarik untuk dikaji sehingga melahirkan berbagai ilmu pengetahuan.
Aspek kemukjizatan Al-Qur’an lainnya yang sekarang banyak dibicarakan adalah
kemukjizatan dalam aspek ilmu pengetahuan. Al-Qur’an adalah kitab yang
mengandung kebenaran dalam berbagai bidang ilmu khususnya sains, yang pada
saat diturunkannya, ilmu-ilmu tersebut belum ditemukan, sehingga pada waktu itu
masih berada diluar kemampuan manusia untuk mengungkapnya. Pada masa
sekarang dengan banyak hasil penelitian yang seuai dengan isyarat-isyarat Al-
Qur’an menunjukkan tentang kemukjizatan Al-Qur’an. Isyarat-isyarat tersebut
bersifat global

Kajian tentang kemukjizatan Al-Qur’an dalam bidang ilmu pengetahuan


bukan dalam kerangka menjustifikasi hasil penelitian ilmiah dengan ayat-ayat Al-
Qur’an, juga tidak untuk memaksakan penafsiran Al-Qur’an hingga seolah-olah
berkesesuaian dengan temuan ilmiah. Kajiannya berangkat dari kesadaran bahwa
Al-Qur’an bersifat mutlak, sedang penafsirannya, baik dalam perspektif tafsir
maupun perspektif ilmu pengetahuan, bersifat relatif.

Akhir-akhir ini banyak diberitakan penemuan-penemuan ilmiah yang ada


relevansinya dengan mukjizat Al-Qur’an, antara lain dilakukan kelompok peneliti
Jepang yang meneliti bahan zat methalonids. Zat protein yang dikeluarkan oleh

16
otak manusia dan hewan dengan porsi yang sedikit mengandung bahan belerang,
oleh sebab itu bahan tersebut memungkinkan larut dengan sangat mudah bersama
zinc, besi dan posfor. Zat methalonids sangat penting bagi tubuh manusia dan
dapat mengurangi kolesterol. Selain itu, zat ini juga berguna untuk menguatkan
jantung dan memperkuat sistem pernapasan. Zat methalonids diproduksi dalam
jumlah yang lebih banyak setelah usia 15 tahun hingga 35 tahun. Setelah usia ini
hingga usia 60 tahun, produksi zat ini akan berkurang kembali. Dengan demikian,
zat methalonids termasuk zat langka dalam tubuh manusia. Dalam tubuh binatang,
zat ini juga ditemukan sangat sedikit. Sebuah tim ilmuwan Jepang mencari zat
ajaib ini yang memiliki efek terbesar dalam menghilangkan gejala penuaan.
Mereka menemukannya hanya pada dua jenis tanaman (buah tin dan zaitun), yang
sudah disebutkan dalam al-Quran sejak berabad-abad lalu.

‫ۡر‬
ِ ‫ُو‬
‫َط‬‫) و‬۱(ِ‫ۡن‬ ‫َّۡيت‬
‫ُو‬ ‫َالز‬ ‫ِي‬
‫ۡنِ و‬ ‫َالت‬‫و‬
ِ
‫لد‬ََ ۡ ‫ذا‬
‫الب‬ َ‫ه‬ َٰ
‫)و‬٢(‫ۡن‬ ‫ِي‬
‫ۡن‬‫ِي‬
‫س‬
‫ِى‬
ۤ
ۡ َ َ‫ِۡنس‬
‫ان ف‬ ۡ ‫َا‬
‫اْل‬ ‫ۡن‬
‫لق‬ََ َۡ
‫د خ‬ َ
‫)لق‬٣( ۙ
ِ ‫ِي‬
‫ۡن‬ ‫اْلَم‬
ۡ
‫ۡو‬
)٤(‫ِۡيم‬ َ ِ‫ۡسَن‬
‫تق‬ ‫َح‬‫ا‬
Artinya : “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sina dan demi kota
(Mekah) ini yang aman. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya” (QS. Al-Tin : 1- 4)

Menurut riset, ditemukan bahwa jika salah satu dari dua buah tersebut
dikonsumsi secara sendiri-sendiri tidak membuahkan efek yang diharapkan.
Namun setelah dilakukan uji coba berulang kali ternyata jika satu biji buah tin
dicampur dengan enam biji buah zaitun, menimbulkan hasil sesuai yang
diharapkan. Pada saat yang hampir bersamaan Doktor Toha Ibrahim Khalifah,
sarjana berkebangsaan Saudi , meneliti penggunaan kata “tin” dan “zaitun” dalam
Al-Qur’an. Ia menemukan kata “tin” disebutkan sebanyak satu kali dan kata
“zaitun” secara tegas sebanyak enam kali dan satu kali secara implisit. Lantas ia
mengirimkan seluruh informasi dari Al-Qur’an tersebut kepada para peneliti
Jepang. Mereka menyatakan keislamannya setelah hasil penelitian itu.

17
Di samping itu ada lagi ilmuwan dari Jepang Toshihiko Izutsu (1914-1993).
Ia dilahirkan dan dibesarkan dalam suasana agama Zen yang sangat kental.
Ayahnya seorang pemimpin agama Zen yang sangat militan dan ketat dalam
mendidik dan menanamkan penghayatan terhadap agam Zen

Prof. Dr. Toshihiko Izutsu telah meniliti Al-Qur’an dengan metode Semantik.
Semantik kebahasaan adalah kajian tentang makna yang digunakan untuk
memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Menurutnya, semantik bukanlah
analisis sederhana terhadap struktur bentuk kata maupun kajian terhadap makna
asli yang melekat pada bentuk kata tersebut –analisis etimologis–, tetapi –lebih
penting lagi– sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa
dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual
“weltanschauung” atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa
tersebut.

Melalui kajian semantik yang dikembangkannya banyak diksi atau kosa kata
dalam Al-Qur’an menjadi terang benderang pemahamannya. Banyak sekali
mahasiswa dan para peneliti yang menggunakan metode Semantik Toshiko Izutsu
dalam penelitiannya sehingga menghasilkan ratusan atau mungkin ribuan karya
ilmiah mulai skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah lainnya. Ia sendiri berhasil
menulis bebrapa buku tentang kajian semantik Al-Qur’an antara lain: Reading the
Qur’an (1983), God and Man in The Koran: Semantic of The Koranic
Weltanschauung, The Structure of Ethical Terms in The Koran: A study in
Semantic. Berdasarkan informasi dari Prof.Dr.Muhammad al-Tahir al-Misawi,
dosen Universitasi Islam Internasional Malaysia dan beberapa murid Izutsu,
mereka menyebutkan bahwa di akhir hayatnya ia memeluk agam Islam dengan
nama Mukhtar.

Hamka dalam bukunya Tafsir Al Azhar menyatakan bahwa ada empat rupa
mukjizat Al-Qur’an, di antaranya:
1. Salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah diberitakan proses terjadinya bumi
dan langit, bulan, bintang, dan matahari. Selain itu, di dalam Al-Qur’an

18
juga dijelaskan mengenai proses turunnya hujan dan pengaruhnya
terhadap kesuburan tanah di bumi.

2. Al-Qur’an juga banyak menceritakan berita tentang masa lalu, seperti


berita tentang Tasmud, Kaum Luth, dan lainnya. Semua berita di dalam
Al-Qur’an merupakan berketetapan dengan kenyataan yang benar dan
seluruh ahli sejarah mengakuinya.

3. Mukjizat Al-Qur’an selanjutnya, yaitu terkait dengan Fashahah dan


Balaghah. Di mana, Alquran memiliki derajat yang tinggi dalam setiap
susunan kata, irama, dan gaya bahasa. Susunan kalimat Al-Qur’an bukan
merupakan syair dengan rangkaian kata menurut suku kata bilangan
tertentu, bukan puisi apalagi sebuah prosa.

4. Al-Qur’an memberitakan segala sesuatu yang akan terjadi. Banyak sekali


ayat-ayat Al-Qur’an yang memberitakan peristiwa-peristiwa besar yang
akan terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

E. Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an


Dalam Al-Qur’an surah Al-Hijr (15) ayat 9, Allah berfirman :

َّ‫َا‬
‫ِنا‬ ‫َ و‬
‫ۡر‬‫ِك‬ ‫َّۡلن‬
‫َا الذ‬ ‫نز‬ َ ُ‫ۡن‬
‫نح‬َ ‫ِنا‬
َّ‫ا‬
َۡ
‫ن‬ ‫ُو‬
‫ِظ‬‫ٰـف‬‫ه َلح‬
ٗ‫َل‬
Artinya : ''Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami pula
yang menjaganya.'' Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian
Al-Qur’an selama-lamanya hingga akhir zaman dari pemalsuan” [QS. Al Hijr : 9]

1. Masa Kenabian
Pada masa Rasulullah pemeliharaan Al-Qur’an dimulai dengan menghafal
Al-Qur’an dan mencatat atau menuliskan ayat-ayat yang turun. Yang mana Al-

19
Qur’an itu sendiri turun secara berangsur-angsur selama lebih dari 22 tahun. Dan
selama itu pula proses penghapalan dan penulisan terus berlangsung. Penulisan
Al-Qur’an sendiri pada masa Rasulullah SAW dilakukan dengan media seadanya,
mengingat saat itu tulis menulis di arab bukanlah suatu hal yang sering dilakukan.
Ada ayat yang ditulis dengan sarana pelepah kurma, kulit kayu, papan batu, kulit
hewan, kertas, dan tulang. Ibnu Abbas menceritakan bahwa ketika turun suatu ayat
atau surat kepada Rasulullah SAW maka beliau memanggil orang yang mampu
menulis lalu beliau memerintahkan, “Letakanlah surat ini di tempat yang
menyebutkan hal ini dan hal ini!”. Begitulah penulisan Al-Qur’an sejak awal telah
menerangkan tempat ayat dan surat secara tauqifi (ketentuan baku) dari Rasulullah
SAW sebagaimana Jibril ‘alaihissalam ajarkan. Pada masa ini banyak para sahabat
yang menuliskan Al-Qur’an namun disesuaikan dengan kadar kemampuan
mereka masing-masing, baik kemampuan menyediakan alat tulis ataupun
kemampuan dalam hal menuliskan ayat. Namun banyak dari mereka yang tidak
menulis surat tersebut secara berurutan, mungkin hal ini dikarenakan ayat Al-
Qur’an juga tidak turun secara berurutan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
ketidak hadiran mereka pada saat turunnya ayat karena sebab perdagangan atau
peperangan, sehingga ketika mereka kembali ke Madinah barulah menuliskan
ayat atau surat yang terlewatkan tersebut. Pada masa kenabian ini Al-Qur’an
memang dituliskan oleh para sahabat, akan tetapi tulisan tersebut terpencarpencar
dan terpisah-pisah, serta belum ada satu mushaf khusus yang menggabungkan
seluruh surat Al-Qur’an.

2. Masa Khulafaur Rasyidin


Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin dimulai dari masa
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq RA. Di masa awal kepemimpinannya banyak
kelompok yang membangkang dan menolak membayar zakat, selain itu ada pula
kelompok nabi palsu dan orang-orang yang murtad serta kembali kepada agama
pagan. Abu Bakar memilih bersikap tegas dengan memerangi ketiga kelompok
tersebut secara keseluruhan, maka peperangan-peperangan tersebut dinamai
dengan Huruub Ar-Riddah yaitu perang yang terjadi untuk melawan kemurtadan.
Dan perang yang paling berat saat itu adalah perang melawan pasukan nabi palsu
Musailamah Al-Kadzab yang disebut sebagai Perang Yamamah. Pada Perang
inilah banyak umat Islam yang gugur, jumlah mereka sekitar 500 orang dan di

20
antaranya terdapat 30 atau 50 penghafal Al-Quran. Umar bin Khattab RA
menganggap fenomena gugurnya segolongan besar penghafal Al-Qur’an ini
sebagai ancaman terhadap eksistensi Al-Qur’an. Karena itu beliau mengajukan
usul kepada Khalifah Abu Bakar agar membukukan Al-Qur’an menjadi satu kitab.
Walau sempat mengalami penolakan oleh Abu Bakar dan Zaid bin Tsabit namun
pada akhirnya ide tersebut disetujui dan dilakukanlah pembukuan Al-Qur’an oleh
tim yang diketuai Zaid bin Tsabit. Atas jasa Khalifah Abu Bakar inilah kemudian
Ali bin Abi Thalib RA : Orang yang paling besar jasanya dalam (menyusun)
mushaf adalah Abu Bakar.

Sumber penulisan Al-Qur’an adalah para penghapal Al-Qur’an yang mutqin


dan juga catatan-catatan Al-Qur’an yang ada sejak masa Rasulullah SAW. Bahkan
untuk menguatkan validitas teks tersebut panitia pembukuan mensyaratkan harus
ada minimal dua orang saksi atas benarnya teks tersebut. Lalu Al-Qur’an yang
telah ditulis dalam satu mushaf tersebut dipegang oleh Abu Bakar As-Shiddiq
hingga beliau wafat. Setelah itu mushaf tersebut diwariskan kepada Khalifah
Umar bin Khattab. Dan ketika Umar wafat maka mushaf itu dipegang oleh Hafsah,
istri Rasulullah SAW yang juga anak Umar bin Khattab. Pada masa Khalifah
Umar bin Khattab RA pembebasan wilayah Islam terjadi sangat gencar sehingga
wilayah Islam sudah mencakup mayoritas wilayah Persia, Syam, Palestina, Mesir,
hingga Libya. Yang mana kebanyakan wilayah itu bukanlah wilayah yang
menggunakan bahasa arab sebagai bahasa sehari-harinya. Khalifah Umar bin
Khattab lantas mengeluarkan kebijakan untuk mengutus para sahabat yang
memiliki bekal ilmu mumpuni ke berbagai wilayah tersebut untuk mengajarkan
Islam, termasuk di antaranya adalah mengajarkan Al-Qur’an. Maka masing-
masing daerah memiliki guru Al-Qur’annya masing-masing. Di Syam terdapat
Ubay bin Ka’ab, di Iraq terdapat Abdullah bin Mas’ud, di Homs terdapat Miqdad
bin Amru, dan di Basrah terdapat Abu Musa Al-Asy’ari. Di antara mereka pun
kadang terdapat perbedaan dalam pembacaan Al-Qur’an.

Hingga pada masa Utsman bin Affan RA menjadi khalifah dan wilayah Islam
semakin meluas ke wilayah ‘ajam (non arab), munculah potensi masalah baru
dalam hal bacaan Al-Qur’an yang bisa menyebabkan perbedaan mencolok dalam
bacaan Al-Qur’an yang dikhawatirkan bisa membuat umat Islam berpecah belah.

21
Masalah ini mengemuka pada saat pembebasan wilayah Armenia, dimana
pasukan muslim saat itu terdiri dari masyarakat dari berbagai wilayah. Saat itu
terjadi perselisihan dan pertentangan ketika ada segolongan di antara mereka yang
membaca Al-Qur’an dan yang lain mendengar bacaan tersebut berbeda dengan
bacaan mereka. Bahkan mereka masing-masing saling mengklaim bahwa bacaan
merekalah yang benar. Hudzaifah bin Yaman menangkap hal ini sebagai pertanda
bahaya bagi persatuan umat Islam, maka dia bersegera menuju ke Madinah untuk
menemui Khalifah Utsman bin Affan untuk mengutarakan masalah tersebut
kepada Utsman dan memintanya untuk bersikap. Maka Utsman bin Affan
meminta mushaf Al-Qur’an yang disimpan oleh Hafsah dan kemudian melakukan
penyalinan serta penggandaan teks Al-Qur’an. Dasar penyalinan atau
penggandaan ini adalah mushaf Al-Qur’an yang telah ditulis secara lengkap pada
masa Abu Bakar. Selain itu panitia penyalinan Al-Qur’an yang terdiri dari Zaid
bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa‟id bin Al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits,
juga memanggil para penghapal Al-Qur’an untuk mendeteksi dan
menginventarisir bentuk perbedaan riwayat bacaan yang ada. Maka mushaf yang
ditulis ulang saat itu adalah mushaf yang mengakomodir perbedaan riwayat
bacaan tersebut dalam satu tulisan, yaitu tulisan Quraisy.
Dr. Nuruddin ‘Ithr menyebutkan setidaknya terdapat empat kaidah penulisan
yang diberlakukan dan dijadikan kaidah penulisan mushaf utsmani, yaitu: Ditulis
dengan lughat Quraisy, bila tidak memungkinkan menulis perbedaan bacaan
dalam satu mushaf maka dibuatkan mushaf lainnya yang mengakomodir bacaan
tersebut, menyingkirkan unsur lainnya yang bukan termasuk Al-Qur’an, dan
menetapkan standar tertinggi dalam melakukan verivikasi terhadap tulisannya.
Mushaf ini kemudian dinamakan sebagai Mushaf ‘Utsmani dan digandakan
menjadi tujuh salinan, enam lainnya disebar ke berbagai wilayah sedangkan satu
salinan sendiri dipegang oleh khalifah yang disebut sebagai mushaf Al-Imam.
Enam wilayah tersebut yaitu : Syam, Kufah, Basrah, Mekkah, Bahrain, dan
Yaman.

Namun Az-Zarkasyi menyebutkan dan menguatkan pendapat bahwa salinan


tersebut hanya berjumlah empat buah yang disebar ke Kufah, Basrah, Syam, dan
Madinah. Adapun mushaf lainnya selain mushaf dari Hafsah kemudian dibakar
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perpecahan, karena seluruh perbedaan

22
riwayat bacaan Al-Qur’an telah diakomodir ke dalam mushaf utsmani. Di tambah
lagi mungkin saja terdapat tulisan-tulisan tambahan dalam teks tersebut yang
bukan merupakan Al-Qur’an semisal catatan makna atau tafsir ayat, yang bila
tidak dihilangkan dikhawatirkan akan memunculkan tambahan terhadap teks Al-
Qur’an. Adapun pada penghujung masa Khulafaur Rasyidin, yaitu masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA hampir sulit menemukan peran yang
signifikan dalam berbagai literatur kalsik yang ada. Karena kebanyakan
mengakhiri pembahasan mengenai Jam’ul Qur’an hanya hingga periode Utsman
bin Affan RA. Namun ini juga tidak berarti bahwa tidak ada peran Khalifah Ali
bin Abi Thalib dalam menjaga Al-Qur’an, karena beliau sendiri merupakan salah
satu orang yang hafal Al-Qur‟an secara keseluruhan. Bahkan Ibnu Nadim
mengutip riwayat dari Al-Munadi bahwa setelah wafatnya Rasulullah ‫صلى هللا‬
SAW Ali bin Abi Thalib RA sempat menuliskan Al-Qur’an secara lengkap dari
hafalan beliau selama tiga hari karena khawatir akan hilangnya Al-Qur‟an.
Namun tentu kadar validitas tulisan ini masih belum begitu kuat dibandingkan
mushaf yang ditulis oleh tim penulisan Al-Qur’an yang dibentuk Khalifah Abu
Bakar, karena menggunakan persaksian minimal dua orang saksi. Disinyalir kuat
pula bahwa dimulainya pemberian tanda baca AlQur’an dimulai pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, yaitu ketika beliau meminta Abul Aswad untuk
menyusun kaidah bahasa arab untuk memperbaiki kesalahan bicara masyarakat
saat itu. Maka beliau membuat harakat pada mushaf Al-Qur’an dengan kode titik,
yang mana warna titik tersebut dibuat berbeda dengan warna tulisan pada mushaf
Al-Qur’an. Beliau membuat tanda harakat fathah dengan satu titik di atas huruf,
harakat kasrah dengan satu titik di bawah huruf, harakat dhummah dengan satu
titik di depan huruf, dan harakat tanwin dengan membuatnya menjadi dua titik.
Beliau mengharakati seluruh isi Al-Qur‟an dari awal surat Al-Fathihah hingga
akhir surat An-Naas.

3. Fase Setelah Khulafaur Rasyidin


Penulisan Al-Qur’an secara lengkap dari awal hingga akhir dengan urutan
surat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW telah selesai dilakukan pada
masa Khulafaur Rasyidin. Termasuk mengakhiri perbedaan penulisan mushaf
yang dapat berakibat pada perpecahan di antara kaum muslimin. Maka hal
selanjutnya yang banyak dilakukan oleh umat adalah menyempurnakan penulisan

23
mushaf dan meneruskan periwayatan Al-Qur’an dari generasi sebelumnya kepada
generasi setelahnya. Adapun dalam hal periwayatan Al-Qur’an kemudian muncul
banyak sekali qiraat bacaan Al-Qur’an, karena Rasulullah SAW sendiri
mengajarkan qiraat yang berbeda-beda kepada para sahabat. Qiraat tersebut mulai
dari yang paling lemah hingga paling kuat riwayatnya, yaitu maudhu’, syadz,
ahad, masyhur, dan mutawatir. Adapun yang boleh dibaca hanyalah qiraat
mutawatir dan masyhur. Adapun qiraat yang mutawatir riwayatnya dan bisa
dipastikan berasal dari Rasulullah SAW karena banyaknya riwayat disebutkan
oleh Ibnu Mujahid ada tujuh riwayat, yaitu riwayat Ibnu Katsir, Ibnu Amir,
Ashim, Abu Amru, Hamzah, Nafi’, dan Al-Kisaai.

Dr. Nuruddin ‘Ithr menyebutkan tambahan terhadap jumlah qiraat mutawatir


ini sejumlah tiga riwayat sehingga seluruhnya menjadi sepuluh riwayat, yaitu
qiraat Abu Ja’far, Ya’qub bin Ishaq, dan Khalaf bin Hisyam. Lalu kemudian
munculah Imam Qiraat pada generasi setelahnya, diantara yang terkenal yaitu Al-
Bizzi dan Qonbul yang berasal dari riwayat Ibnu Katsir, Hisyam bin Ammar dan
Ibnu Dzakwan dari riwayat Ibnu Amir, Syu’bah dan Hafsh dari riwayat Ashim,
Ad-Duuri dan As Suusi dari Abu Amru, Khalaf dan Khalad dari riwayat Hamzah,
Qalun dan Warsy dari riwayat Nafi’, Abul Harits dan Ad-Duuri dari riwayat Al
Kisaai, Ibnu Wardan dan Ibnu Jamaz dari riwayat Abu Ja’far, Ruwais dan Ruuh
dari Ya’qub, dan yang terakhir yaitu Ishaq dan Idris dari riwayat Khalaf.

Dalam hal penulisan Al-Qur‟an, Marwan bin Hakam menghapuskan mushaf


yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar yang berada pada Hafsah setelah Hafsah
wafat dengan tujuan agar tidak memunculkan dualisme atau anggapan bahwa
mushaf utsmani tidak sempurna, atau ada bagian yang kurang darinya. Lalu untuk
menjaga orisinalitas tulisan teks Al-Qur’an sejak kodifikasi masa Utsman bin
Affan RA, digunakanlah rasm ustmani sebagai standar penulisan mushaf. Banyak
ulama yang mengharuskan penulisan mushaf menggunakan rasm ustmani.
Bahkan Imam Ahmad mengharamkan penulisan Al-Qur’an dengan selain rasm
utsmani.

Selanjutnya dalam hal penulisan teks Al-Qur’an dirumuskanlah tanda baca


yang lebih sistematis untuk menjaga agar bacaan Al-Qur’an tetap benar walau

24
dibaca oleh orang-orang ‘ajam. Setelah perumusan titik harakat yang digagas oleh
Abul Aswad Ad-Duali, kemudian disempurnakan oleh Khalil Al-Farahidi dengan
menjadikan tanda harakat berupa ‫( و‬wawu) kecil di atas huruf sebagai tanda
dhummah, ‫( ي‬yaa) kecil di bawah huruf sebagai tanda kasrah, dan ‫( ا‬alif) kecil di
atas huruf sebagai tanda fathah. Akan tetapi banyak yang menolak konsep Al
Farahidi dikarenakan kekhawatiran terjadi penambahan huruf pada teks Al-
Qur’an. Namun di kemudian hari konsep harakat Al-Farahidi inilah yang menjadi
dasar dari pengembangan harakat sehingga menjadi sebagaimana yang digunakan
dalam mushaf Al-Qur’an sebagaimana sekarang. Dalam penulisan Al-Qur’an
yang tidak kalah pentingnya adalah tanda titik pada huruf yang disebut juga
Nuqath Al-I’jam. Yang dimaksud dengan Nuqath Al-I’jam adalah tanda titik yang
terdapat pada huruf yang berbentuk sama agar bisa dibedakan antara satu dengan
yang lain, semisal huruf ‫ ح‬,‫ خ‬,‫( ج‬jim, kho, kha). Hal ini dikarenakan pada awal
mulanya huruf-huruf dalam mushaf Al-Qur’an tidak memiliki tanda apapun
(mujarradan), lalu dibuatlah titik untuk bisa membedakan antara huruf ‫(ي‬yaa) dan
‫( ت‬taa). Adapun yang pertama kali merumuskan Nuqath Al-I’jam menurut Dr.
Ahmad Abu Bilal yaitu Abul Aswad Ad-Duali dan murid-muridnya: Nashr bin
Ashim, Abdurrahman bin Hurmuz, Yahya bin Ya’mar, Anbasah Al-Fiil.

Dalam hal penulisan mushaf Al-Qur’an memasuki babak baru dengan


ditemukannya alat percetakan oleh bangsa eropa pada abad 15 masehi. Cetakan
mushaf Al-Qur’an pertama kali hadir di eropa pada abad 16 di Italia, kemudian
disusul pencetakan Al-Qur’an yang dilakukan oleh Hinkelmann di Jerman dan
Maracci di Italia pada abad ke 17. Namun dalam cetakan tersebut terdapat banyak
kekeliruan fatal. Adapun di dunia Islam, awal mula pencetakan Al-Qur’an
dilakukan Maulaya Utsman di Santo Petersburg, Rusia pada abad ke 18. Disusul
oleh pencetakan Al-Qur‟an di Teheran dan Tibriz pada abad ke 19. Lalu pada
awal abad ke 20 Raja Mesir Fuad I meminta para Syaikh Al-Azhar membentuk
komite pencetakan mushaf Al-Qur’an. Setelah melalui proses penelitian dan
tahqiq akhirnya mushaf Al-Qur’an yang lebih sempurna dari sebelumnya berhasil
dicetak pada tahun 1923. Mushaf ini menggunakan kaidah penulisan rasm utsmani
dengan menambahkan jumlah ayat dalam setiap surat dan memberi penomoran
pada setiap ayat, keterangan makkiyah atau madaniyah, tanda-tanda waqaf, juz,
hizb, rubu’, dan ayat sajadah. Setelah itu muncul pencetakan mushaf Al-Qur’an

25
di madinah oleh Majma’ Al-Malik Fahd yang dipelopori oleh Kerajaan Saudi.
Dibentuklah panitia yang terdiri dari para ulama yang ahli di bidang Al-Qur’an
dan tulisannya pada tahun 1983. Dengan penerapan standar penulisan serta
pengecekan yang ketat dari panita serta evaluasi yang berjalan secara
berkesinambungan membuat kualitas mushaf yang dicetak menjadi sangat baik.
Mushaf hasil cetakan Majma’ ini kemudian disebut Mushaf Madinah.

Selain menyempurnakan penulisan Al-Qur’an, juga dilakukan


penyederhanaan terhadap konsep tajwid Al-Qur’an yang mulanya dipelajari
melalui jalur hafalan menjadi tertulis dan lebih konkrit serta tersusun secara
sistematis. Pengertian tajwid yaitu : Memberikan hak setiap huruf yang dibaca
baik berupa sifat yang melekat pada huruf tersebut, ataupun hukumhukum yang
muncul dari sifat huruf tersebut. Dari sisi praktik sendiri tajwid sebenarnya telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW ketika mengajarkan bacaan Al-Qur’an kepada
para sahabatnya, begitu juga para sahabat ketika mengajarkan bacaan Al-Qur’an
kepada murid-muridnya. Namun dari sisi susunan teoritis ilmu tajwid sendiri baru
dimulai setelah periode sahabat. Adapun peletak dasar ilmu tajwid
diperselisihkan, ada yang menyebut bahwa peletaknya adalah Khalil bin Ahmad
Al-Farahidi, Abul Aswad Ad-Duali, ada yang menyebut Abu Ubaid Al-Qasim bin
Salam, Khalil bin Ahmad, dan adapula yang menyebut beberapa imam qiraat
lainnya. Al-Khaqani juga disebut-sebut sebagai peletak dasar ilmu tajwid karena
dialah yang mula-mula menyusun kitab dalam ilmu tajwid. Setelah Khaqani
kemudian banyak bermunculan kitab-kitab yang membahas ilmu tajwid semisal
kitab At-Tahdid fi Al-Itqan wa At-Tajwiid karya Ad-Daani (444 H) dan At-
Tamhiid fii Ilm At-Tajwiid karya Ibnul Jazari (833 H). Bahkan kemudian ilmu
tajwid tersebut di nadzamkan dalam bentuk syair semisal Matan Jazari dan
Tuhfatul Athfal.

Melalui makalah ini kita menjadi lebih tahu mengenai proses pemeliharaan
Al-Qur’an dari masa ke masa, sejak masa Rasulullah SAW hingga zaman
kontemporer sekarang ini. Sungguh banyak sekali umat Islam yang Allah libatkan
untuk menjaga orisinalitas, validitas, dan otentisitas firman-Nya. Karena inilah
janji-Nya di dalam Al-Qur’an bahwa Dia akan senantiasa menjaga firman-Nya
dari segala bentuk perubahan, baik pengurangan ataupun penambahan. Yang

26
mana secara garis besar proses penjagaan ini terbagi menjadi dua, yaitu penjagaan
dalam bentuk hafalan (al-hifdzu fi as-shuduur) dan penjagaan dalam bentuk
tulisan (al-hifdzu fi as-sutuur). Dan kedua proses ini terus berlangsung sejak masa
Rasulullah SAW hingga era kontemporer. Maka apa yang diterima oleh umat
Islam zaman ini adalah sama dengan apa yang ditulis pada masa kodifikasi
Khalifah Utsman bin Affan RA. Bahkan Al-Qur’an diriwayatkan oleh para
periwayat secara mutawatir atau dengan jumlah periwayat yang sangat banyak
sehingga mustahil mereka bersepakat atas suatu kedustaan atas Al-Qur’an. Dan
secara tidak langsung ini juga menjadi proses validasi Al-Qur’an karena diperiksa
secara berkesinambungan oleh para Qari Al-Qur’an yang kuat hapalannya
(mutqinuun fi al-qur‟an). Perkembangan ilmu yang berkaitan dengan mushaf,
rasm, dan ilmu tajwid juga semakin menguatkan proses pemeliharaan terhadap
Al-Qur’an. Ditambah dengan banyaknya madrasah-madrasah Al-Qur’an yang
muncul di berbagai negeri Islam yang ikut memiliki andil besar dalam menjaga
eksistensi Al-Qur’an dalam diri umat Islam.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah kami uraikan dapat disimpulkan bahwa Al-
Qur’an merupakan sumber ajaran islam pertama dan utama sebelum sumber
ajaran islam lainnya seperti As-Sunnah dan Ijtihad para ulama. Al-Qur’an
memiliki banyak keistimewaan didalamnya memuat semua aspek kehidupan umat
manusia didunia dan akhirat kelak. Pentingnya mengenal dan mempelajari Al-
Qur’an memberikan banyak manfaat bagi hidup kita antara lain:

27
1. Mengetahui apa-apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah SWT.
2. Menambah kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
3. Meyakinin bahwa agama yang diridhoi Allah hanyalah Agama Islam.
4. Mendapat banyak pahala yang kelak mempermudah kita menuju surga
Allah SWT.
5. Terhindar dari perbuatan yang dimurkai Allah SWT dan Rasul-Nya.
6. Lebih berhati-hati dalam bertindak dan melakukan segala sesuatu didasari
oleh Al-Qur’an.

B. Saran
Kepada generasi muda jangan mudah terpengaruh dengan lahirnya teknologi
modern seperti handphone, tablet, televisi, internet, dll. Yang akan melalaikan
kamu dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT. Salah satunya adalah
belajar Al-Qur’an (membaca, menulis, menghafal, dan mentafsirkan isi Al-
Qur’an). Teknologi modern lebih banyak memberikan dampak negatif daripada
dampak positif terhadap diri kalian. Sedangkan belajar Al-Qur’an akan membawa
manfaat yang banyak bagi kehidupan dunia maupun akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali
Pers

Drs. Mamsudi AR. 2002. Dienul Islam Untuk Santri TP Al-Qur’an. Jakarta: LPPTKA
BKPRMI DKI

http://arikathemousleemah.blogspot.com/2013/10/sumber-ajaran-islam-yang-
pertama.html

http://makalah4all.wap.sh/Data/Kumpulan+makalah+pertanian/__xtblog_entry/9601685
-makalah-sumber-ajaran-agama-islam?__xtblog_block_id=1

28
https://www.academia.edu/38165331/Sejarah_Pemeliharaan_Al_Quran_Masa_Kenabia
n_Hingga_Era_Modern

29

Anda mungkin juga menyukai