Anda di halaman 1dari 20

INFEKSI JAMUR

OLEH :
KELOMPOK 3

1. Gladies Melinda Lokong (N014231043)


2. Bethania Octaresya Mustamu (N014231044)
3. Venturini Vernanda Kombong Kila (N014231045)
4. Ulfah Mahfufah (N014231046)
5. Ummu Athiyyah (N014231047)
6. Annisa Kurnia Pratiwi (N014231048)
7. Devi Yulianti Yusra (N014231049)
8. Ria Malga Sari Faradilah (N014231051)
9. Andi Siti Fahriza Mahardhika (N014231053)
10. Devhy Mega Utami (N014231054)
11. Mufliha Khaerani N (N014231055)
12. Elvyna Fujiati (N014231056)
13. Almira Azahriantika (N014231059)
14. Andi Nur Isna Fariqah (N014231060)
15. Rahma Syaharuddin (N014231061)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023

i
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN 1
I. Latar Belakang 1

BAB II PEMBAHASAN 2
II.1 Pengertian 2

II.2 Jenis Jamur dan Penyakit yang ditimbulkan 3

II.2.1 Candida albicans (Candidiasis) 3

II.2.2 Tinea Unguium 5

II.2.3 Pitiriasis versikolor (Jamur Malassezia furfur atau Pityrosporum


orbiculare) 7

II.2.4 Tinea capitis 10

II.3 Pilihan Swamedikasi 11

II.3.1 Obat yang mengandung clotrimazole 12

II.3.2 Obat yang mengandung ketoconazole 12

II.3.3 Fluconazole 13

II.3.4 Tolnaftat 13

II.3.5 Miconazole Nitrat 13

II.3.6 Nistatin 14

II.3.7 Terapi non-farmakologi 15

BAB III PENUTUP 16


III. 1 Kesimpulan 17

DAFTAR PUSTAKA 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Berbagai macam organisme penyebab penyakit pada manusia maupun hewan
dijumpai di Indonesia karena lingkungan hidup di kawasan ini memungkinkan
organisme penyebab penyakit dapat hidup dan berkembang biak dengan
sempurna. Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia. Lebih dari 400 spesies diketahui menyebabkan penyakit pada manusia
dan pada hewan. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis,
yaitu mikosis superficial dan mikosis sistemik. Rentang suhu optimalnya (suhu
terbaik dimana pertumbuhan jamur dapat maksimal) adalah 20-35˚C.
pertumbuhan jamur dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik yang
merugikan maupun yang menguntungkan. Jamur yang merugikan misalnya yang
menimbulkan penyakit atau keracunan pangan akan menghasilkan toksin.
Aspergillus spp. Merupakan salah satu jamur yang dapat menyebabkan keracunan
pada makanan (M. . Hadi and Alamudi, 2019).
Dari beberapa spesies Aspergillus spp, A flavus teridentifikasi sebagai
penyakit penting. Selain A.flavus, jamur lain yang juga menyebabkan penyakit
pada manusia adalah Cryptococcus neoformans, dermatofitosis dan malassezia
furfur (M. . Hadi and Alamudi, 2019).
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat
dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk
pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep / obat
bebas / obat OTC (over the counter) (Rikomah, 2018).
Swamedikasi untuk infeksi jamur dapat diberikan krim antijamur yang
biasanya tersedia di apotik, seperti obat yang mengandung ketoconazole dan
fluconazole (Dipiro, 2009). Selain itu salah satu terapi non-farmakologi yang
dapat dilakukan sebagai swamedikasi seperti mandi teratur dengan sabun
antiseptik (Siregar, 2005).

1
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengertian
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jamur pada manusia disebut mikosis
(infeksi jamur) (M. I. Hadi and Alamudi, 2019).
Penduduk yang tinggal di daerah tropis sering mengalami Infeksi jamur
atau mikosis di kulit. Mikosis pada kulit disebut ringworm atau tinea. Istilah klinis
tinea di didasarkan pada daerah yang terserang seperti: (Sofyan and Hikmah
Buchair, 2022).
a. tinea kapitis : menyerang permukaan tubuh yang terkeratinisasi seperti kulit
kepala
b. tinea korporis : menyerang daerah permukaan badan
c. tinea kruris : menyerang daerah lipatan paha
d. tinea barbae : menyerang daerah dagu dan leher
e. tinea manus : menyerang daerah jari-jari tangan
f. tinea pedis : menyerang daerah kaki
g. tinea ungium : menyerang pada kuku
Jenis infeksi jamur (mikosis) dibedakan menjadi 4, yaitu: (M. I. Hadi and
Alamudi, 2019).
1. Mikosis superfisial : mikosis yang menyerang kulit, kuku, dan rambut
terutama disebabkan oleh 3 genus jamur (Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton).
2. Mikosis sistemik : mikosis yang menyerang organ dalam seperti jaringan
subkutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa mulut, usus, dan vagina.
3. Mikosis subkutan : infeksi pada dermis, jaringan bawah kulit
4. Mikosis oportunistik : infeksi jamur disemua lingkungan atau bagian dari biota
normal.

2
II.2 Jenis Jamur dan Penyakit yang ditimbulkan
II.2.1 Candida albicans (Candidiasis)
Kandidiasis (candidiasis) merupakan penyakit infeksi kulit dan selaput
lendir yang biasanya disebabkan oleh jamur Candida albicans (bersifat patogen).
Candida apatogen antara lain Candida kuresei, Candida stellatoidea, Candida
tropicalis, Candida pseudotropicalis dan Candida parapsilosis. Candida albicans
termasuk jamur (khamir) dengan taksonomi sebagai berikut (Siregar, 2005).
Famili : Cryptococcaccae
Subfamili : Candidoidea
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans

Gambar 1. Mikroskopik Candida albicans (Siregar, 2005).

Candida albicans memiliki morfologi bulat, lonjong atau bulat lonjong.


Khamir Candida albicans Berkembang biak dan perbanyakan diri dengan spora
yang tumbuh dari tunas (blastospora). Khamir Candida albicans dapat hidup
dalam tubuh manusia sebagai parasit atau saprofit di dalam saluran pencernaan,
saluran pernapasan dan vagina (Siregar, 2005).
Infeksi kandidiasis dapat berlangsung secara endogen dan eksogen atau
kontak langsung. Kandidiasis dapat berupa infeksi mukosa, infeksi kutan dan
infeksi sistemik. Berikut merupakan jenis-jenis kandidiasis (Siregar, 2005).

3
a. Kandidiasis Selaput Lendir
Kandidiasis Oral
Biasanya juga disebut “oral trush” dengan adanya stomatitis akut. Biasanya
berupa plak tebal seperti susu, berwarna putih, melekat pada mukosa pipi dengan
epitel di bawah tampang meradang dan mudah lepas dan berdarah. Plak atau
membran dapat meluas sampai menutupi lidah dan palatum mole. Kandidiasis
oral banyak dialami oleh bayi yang baru lahir (Brown and Burns, 2005; Siregar,
2005).
Kandidiasis Balanitis (Balanopostitis) dan Vaginitis (Vulvovaginitis)
Balanitis berupa bercak kecil berwarna putih pada daerah yang mengalami
erosi yang terdapat pada kulit ujung penis dan glans penis. Biasanya terjadi pada
orang yang tidak disunat. Faktor predisposisi diantaranya yaitu kurangnya
kebersihan penis dan diabetes melitus. Balanitis juga bisa menyebabkan terjadinya
masalah yang selalu berulang bila pasangan seksualnya mengalami vaginitis
(Brown and Burns, 2005).
Vaginitis selalu disertai dengan vulvovaginitis yang ditandai dengan
keluarnya sekret vagina yang berbentuk seperti krim dan adanya eritema pada
vulva yang terasa gatal. Faktor predisposisi diantaranya yaitu kehamilan,
kontrasepsi oral dan diabetes melitus (Brown and Burns, 2005).
Kandidiasis Mukokutan Kronis
Mukokutan kronis berupa bercak-bercak merah pada daerah mukokutan,
erosi dan menimbulkan rasa panas serta gatal. Biasanya terjadi pada anak-anak
dan penderita yang mengalami bermacam-macam defisiensi. Mukokutan kronis
yang disebabkan Candida sering disertai dengan infeksi bakteri lain dan karena
adanya gangguan imunologik yang bersifat herediter (Siregar, 2005).
Perlece (Kelitis angular)
Kelitis angular adalah proses peradangan yang terdapat pada sudut mulut.
Selain infeksi kandida, faktor yang dapat menyebabkan infeksi ini juga karena
usia atau pada orang yang ompong tapi gigi palsunya tidak digunakan atau tidak
cocok. Hal ini dapat terjadi karena saliva mengalir masuk ke dalam lipatan bibir,
kemudian enzim saliva menyebabkan terjadinya maserasi kulit. Sehingga terjadi

4
inflamasi pada daerah yang lembap dan menyebabkan rasa nyeri (Brown and
Burns, 2005).

b. Kandidiasis Kutis
Kandidiasis Intertriginosa
Kelainan yang tampak pada kandidiasis intertriginosa yaitu berbatas tegas,
erosi dan bersisik. Lesi-lesi timbul pada tempat predileksi atau daerah lipatan
kulit, seperti ketiak, bawah payudara, lipatan paha, intergluteal, antara jari tangan
dan kaki, sekitar pusar serta bagian lipatan leher (Siregar, 2005).
Kandidiasis Perianal
Kandidiasis perianal dikenal sebagai kandidiasis popok (Diaper rash)
karena sering disebabkan oleh popok basah yang tidak segera diganti, sehingga
menyebabkan iritasi kulit disekitar genetalia dan anus (Siregar, 2005).
Kandidiasis Kutis Granulomatosa
Kandidiasis granulomatosa sering terjadi pada anak-anak berupa papul
merah ditutupi oleh krusta yang tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat
erat pada dasar dengan membentuk granuloma menyerupai tanduk. Biasanya
terjadi pada bagian muka, kepala, tungkai, da di dalam rongga faring (Siregar,
2005).
c. Kandidiasis Sistemik
Kandidiasis sistemik biasanya terjadi pada pasien AIDS dengan manifestasi
klinik secara umum ditandai dengan gejala demam yang diduga akibat infeksi dan
sulit dikendalikan dengan penggunaan terapi antibiotik spektrum luas maupun
antipiretik. Penderita kandidiasis sistemik tampak lemah, lesu, kurang
bersemangat dan tampak sakit berat. Selain itu, juga terjadi gangguan pernapasan,
bradikardi, asidosis, distensi abdomen dan disertai dengan lesi makronodul di
kulit. Kandidiasis sistemik meliputi berbagai organ sehingga muncul endokarditis,
meningitis, pielonefritis dan septikemia (Nasronuddin, 2007).
II.2.2 Tinea Unguium
Tinea unguium merupakan kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur
dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum, dan

5
Epidermophyton floccosum. Gambaran klinik berupa kuku menjadi rusak dan
warna menjadi suram tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista,
lateral ataupun keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada
pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20% atau biakan untuk menemukan
elemen jamur. pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian
kerjasama dan kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan
lama (Bestari et al., 2020).

Gambar 2. Tinea unguium (Bestari et al, 2020)

Klasifikasi jamur Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes


dan Epidermophyton floccosum (Bestari et al., 2020)
1. Trichophyton rubrum merupakan jamur yang paling umum menjadi
menyebabkan infeksi jamur kronis pada kulit dan kuku manusia.
Kingdom : Plantae
Divisio : Mychota
Sub Divisio : Eucomycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton rubrum (Bestari et al., 2020).
2. Trichophyton mentagrophytes merupakan jamur kedua yang paling umum
diisolasi yang menyebabkan infeksi tinea pada manusia, dan jamur yang paling

6
umum yang menyebabkan penyakit kulit zoonosis misalnya, penularan penyakit
kulit mikotik dari spesies ke spesies.
Kingdom : Plantae
Divisio : Mychota
Sub Divisio : Eucomycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton mentagrophytes (Bestari et al., 2020).
3. Epidermophyton floccosum merupakan jamur berfilamen yang menyebabkan
infeksi kuku pada manusia.
Kingdom : Plantae
Divisio : Mychota
Sub Divisio : Eucomycotina
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Moniliceae
Genus : Epidermophyton
Spesies : Epidermophyton floccosum (Bestari et al., 2020)
II.2.3 Pitiriasis versikolor (Jamur Malassezia furfur atau Pityrosporum
orbiculare)
Pitiriasis versikolor atau lebih sering dikenal dengan sebutan panu
merupakan infeksi jamur kulit kronik dan asimtomatik yang termasuk dalam
kelompok mikosis superfisialis nondermatofitosis. Dimana infeksi jamur ini
disebabkan oleh meningkatnya jumlah flora normal kulit yaitu Pityrosporum
ovale dengan sifat lipofilik atau menyukai lemak yang termasuk dalam genus
Malassezia sp. (Siregar, 2005).

7
Gambar 7. Malassezia Furfur (Siregar, 2005)

Berikut merupakan klasifikasi dari Malassezia furfur (Aliyatissaadah, 2016) :


Kingdom : Fungi
Divisio : Ustilaginomycotina
Sub Divisio : Malasseziales
Kelas : Basidiomycota
Genus : Malassezia
Jenis : Malassezia furfur
Pitiriasis versikolor dapat terjadi apabila keadaan antara flora jamur dan
host tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan karena ada faktor
eksogen dan endogen. Faktor endongen meliputi genetik, produksi kelenjar
sebasea berlebihan, malnutrisi, pemakaian obat-obatan dan faktor immunologi,
sedangkan faktor eksogen meliputi kelembaban kulit dan suhu yang tinggi. Kedua
faktor ini dapat meningkatkan produksi sebum atau keringat oleh kelenjar sebasea
yang dapat menyebabkan pertumbuhan Malassezia furfur meningkat (Siregar,
2005).
Pitiriasis versikolor ditandai dengan bercak putih sampai coklat yang
bersisik halus. Pada orang yang memiliki kulit berwarna, lesi tampak seperti
bercak hipopigmentasi, sedangkan untuk penderita yang berkulit pucat lesi
tampak berwarna kecoklatan atau kemerahan. Hal ini terjadi karena Malassezia
furfur menghasilkan suatu zat yaitu asam azelat yang dapat menghambat
pertumbuhan pigmen. Sehingga penderita yang mengalami Pitiriasis versikolor

8
akan mengalami perubahan pigmen yang lebih lambat pada daerah lesinya
(Siregar, 2005).
Selain gejala fisik untuk mendiagnosis Pitiriasis versikolor dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan menggunakan
lampu wood yang akan terlihat fluoresensi berwarna kuning keemasan dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan langsung dengan menggunakan bahan kerokan
kulit kemudian menggunakan mikroskop dan larutan KOH 20% akan tampak hifa
pendek dan spora berkelompok (Januwarsih et al., 2022).
Keluhan yang sering dialami penderita Pitiriasis versikolor yaitu
munculnya bercak putih ataupun kecoklatan dan kehitaman yang kadang
menimbulkan rasa gatal bila berkeringat dan keluhan lain berupa merasa malu
akibat timbulnya bercak tersebut. Pitiriasis versikolor umumnya menyerang badan
yang terkadang dapat terlihat pada bagian ketiak, sela paha, tungkai atas, leher,
muka dan kulit kepala. Serta memiliki bentuk bercak tidak teratur dapat berbatas
tegas sampai difus dan ukurannya dapat miliar, lenticular nummular sampai plakat
(Siregar, 2005).
Ada 2 bentuk Pitiriasis versikolor yang sering diderita, yaitu:
1. Bentuk makular, berupa bercak-bercak yang agak lebar dengan skuama halus
diatasnya dengan tepi tidak meninggi. Seperti gambar berikut (Siregar, 2005):

Gambar 8. Bentuk Makular (Siregar, 2005)

2. Bentuk folikular, seperti tetesan air yang sering terlihat di sekitar folikel
rambut. Seperti gambar berikut (Siregar, 2005):

9
Gambar 9. Bentuk Makular (Siregar, 2005)

II.2.4 Tinea capitis


Tinea capitis adalah infeksi jamur pada rambut kulit kepala. Tinea capitis
juga dikenal sebagai infeksi kurap dan herpes tonsurans. Tinea capitis disebabkan
oleh spesies dermatofita seperti Trichophyton dan Microsporum yang dapat
menembus selubung akar luar folikel rambut dan akhirnya menyerang rambut.
Rambut yang terinfeksi akhirnya menjadi rapuh dan kemudian patah. Rambut
biasanya terinfeksi melalui salah satu dari tiga cara utama berikut ini: (AM
Abound and Crane, 2023).
1) Endothrix: dimana jamur mempengaruhi batang rambut. Contohnya
Trichophyton tonsurans.
2) Ectothrix: dimana jamur mempengaruhi selubung luar akar. Contohnya
Microsporum canis
3) Favus: dimana terjadi reaksi peradangan, pengerasan kulit atau scutula, dan
rambut rontok. Contohnya Trichophyton schoenleinii.

Infeksi biasanya dimulai dengan papula merah yang ukurannya akan


bertambah seiring berjalannya waktu. Saat infeksi menyebar, infeksi mungkin
mengenai seluruh kulit kepala. Kulit di area kulit kepala yang terinfeksi mungkin
normal di dekat bagian tengah bercak bulat, namun mungkin akan tampak
teriritasi, merah, atau meradang di dekat tepinya. Gejala tinea capitis meliputi
kemerahan, gatal, pembentukan sisik, dan alopecia. Penularan infeksi terjadi
melalui kontak langsung dengan organisme dari manusia (organisme
antropofilik), hewan (organisme zoofilik), tanah (organisme geofilik), dan secara
tidak langsung melalui benda-benda: topi, sikat rambut, dan lain-lain (AM
Abound and Crane, 2023).

10
Klasifikasi jamur Trichophyton tonsurans, Microsporum canis, dan
Trichophyton schoenleinii sebagai berikut: (Fungorum, 2023).
1. Trichophyton tonsurans
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton tonsurans
2. Microsporum canis Gambar 10. Tinea capitis (Navarro, et al. 2016
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum canis
3. Trichophyton schoenleinii
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton schoenleinii
II.3 Pilihan Swamedikasi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat
dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang digunakan untuk

11
pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat tanpa resep / obat
bebas / obat OTC (over the counter) (Rikomah, 2018).
Swamedikasi untuk infeksi jamur dapat diberikan krim antijamur yang biasanya
tersedia di apotik, seperti (Dipiro, 2009):
II.3.1 Obat yang mengandung clotrimazole
Obat yang mengandung clotrimazole 1% (Dipiro, 2009)
 Kegunaan Obat : Untuk infeksi jamur pada kulit
 Pemakaian :
 Bentuk sediaan : Krim dan Cairan
 Efek samping : sensasi panas, reaksi alergi
 Peringatan : hanya untuk pemakaian luar
 Penyimpanan : Simpan di suhu 15-25˚C
II.3.2 Obat yang mengandung ketoconazole
Ketoconazole adalah turunan imidazol sebagai anti jamur yang baik
sistemik maupun nonsistemik efektif terhadap Candida. Ketoconazole bersifat
fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat ergosterol jamur yang
mengakibatkan timbulnya efek pada membran sel jamur. Mempunyai kemampuan
mengganggu kerja enzim sitokrom P450, lanosterol 14-demethylase yang
berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol, hal
ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadi lebih permeable dan terjadi
penghancuran kuman (Dipiro, 2009).
 Kegunaan obat : sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal
 Pemakaiannya : Ketoconazole cream 2% dioleskan dua kali sehari. Biasanya
sembuh setelah 2-5 minggu, tetapi perpanjang pengobatan selama 10 hari
untuk mencegah kambuh
 Efek samping : sensasi terbakar, rasa sakit, iritasi kulit dan eritema
 Peringatan : Kontraindikasi dan hipersensitivitas. Hentikan jika iritasi terjadi
 Penyimpanan : simpan di suhu 15-25˚C

12
II.3.3 Fluconazole
Fluconazole dapat mengatasi penyakit akibat infeksi jamur, termasuk
infeksi jamur Candida (candidiasis).Fluconazole termasuk golongan anti jamur
golongan imidazol sintetik. Zat aktif ini bekerja dengan menghambat enzim
sitokrom P450 yaitu enzim yang berperan dalam jalur biosintesis sterol pada
jamur sehingga pertumbuhan terhambat (Vera et al., 2019).
Fluconazole obat anti jamur yang digunakan untuk mengatasi infeksi
akibat jamur, pada infeksi candida pada vagina, mulut, tenggorokan, dan aliran
darah. Fluconazole juga merupakan salah satu anti jamur golongan azole yang
memiliki kemampuan penetrasi okular yang cukup efektif, yang dapat mencapai
konsentrasi akuos sama dengan konsentrasi plasma. Penggunaan oral 150-300 mg
efektif untuk terapi okular. Fluconazole dapat diberikan berupa tetes mata,
subkonyungtiva atau intrakamera. Pemberian intrakamera lebih menguntungkan
karena tidak melalui reaksi corneal esterase dan konsentrasi akurat langsung di
Kamera Okuli Anterior (KOA). efek samping dari fluconazole sakit
kepala,mual,muntah,sakit perut, diare (Vera et al., 2019).
II.3.4 Tolnaftat
Tolnaftat adalah antifungal yang efektif untuk infeksi dermatofita, antara
lain penyebab panu dan kurap. bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
squalene epoxidase yang berperan dalam pembentukan dinding sel jamur. Hal ini
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan jamur penyebab infeksi, efek samping
dari tolnaftat yaitu Gatal,Kulit kemerahan,Ruam,Dermatitis kontak,.Perih pada
kulit. Pemakaian tolnaftat, Oleskan di area yang meradang sebanyak 2 kali sehari.
Lama pengobatan 2–4 minggu (Nurindi et al., 2020).
II.3.5 Miconazole Nitrat
- Indikasi : Infeksi Jamur Lokal (Menkes, 1990). Miconazole adalah antijamur
imidazol yang digunakan sebagai mikonazol nitrat dalam pengobatan
kandidiasis superfisial, dan infeksi kulit dermatofitosis dan pitiriasis
versikolor. Obat ini juga diberikan secara intravena melalui infus dalam
pengobatan infeksi jamur yang menyebar (Sweetman, 2009)
- Pemberian : Maksimal 1 tube (Menkes, 1990)

13
- Dosis : Miconazole nitrate biasanya dioleskan dua kali sehari sebagai krim,
lotion, atau bedak 2% dalam pengobatan infeksi jamur pada kulit termasuk
kandidiasis, dermatofitosis, dan pitiriasis versikolor. Dalam pengobatan
kandidiasis vagina, 5 g krim intravaginal 2% dimasukkan ke dalam vagina
sekali sehari selama 10 hingga 14 hari atau dua kali sehari selama 7 hari
(Sweetman, 2009)
- Kontraindikasi : Kehamilan dan menyusui; Sediaan miconazole intravaginal
dapat merusak kontrasepsi lateks, oleh karena itu diperlukan tindakan
kontrasepsi tambahan selama penggunaan lokal (Sweetman, 2009)
- Efek Samping : Reaksi iritasi dan sensitivitas lokal terjadi jika miconazole
nitrate digunakan secara topikal seperti dermatitis kontak. Setelah infus
miconazole intravena, flebitis (peradangan pembuluh vena), mual, muntah,
diare, ruam, reaksi demam, kemerahan, mengantuk, dan hiponatremia. Efek
lain termasuk hiperlipidemia, agregasi eritrosit, anemia, dan trombositosis
(Sweetman, 2009).
II.3.6 Nistatin
- Indikasi : Infeksi Jamur local (Menkes, 1990). Nistatin adalah antijamur yang
digunakan untuk profilaksis dan pengobatan kandidiasis pada kulit dan selaput
lendir (Sweetman, 2009)
- Pemberian : Maksimal 1 tube (Menkes, 1990)
- Dosis : Pengobatan kandidiasis usus atau esofagusnistatin diberikan dalam
dosis oral 500.000 atau 1.000.000 unit, dalam bentuk tablet atau kapsul, 3 atau
4 kali sehari. Pada bayi dan anak-anak, dosis 100.000 unit atau lebih dapat
diberikan 4 kali sehari, sebagai suspensi oral. Untuk pengobatan lesi pada
mulut, pastilles atau suspensi dapat diberikan dengan dosis 100.000 unit 4 kali
sehari. Dosis profilaksis untuk bayi yang lahir dari ibu dengan kandidiasis
vagina adalah 100.000 unit suspensi oral setiap hari (Sweetman, 2009). Untuk
pengobatan infeksi vagina, nistatin diberikan dengan dosis 100.000 hingga
200.000 unit setiap hari selama 14 hari atau lebih sebagai pessarium atau krim
vagina. Untuk lesi kulit, salep, gel, krim, atau bedak yang mengandung
100.000 unit/g dapat dioleskan 2 hingga 4 kali sehari (Sweetman, 2009)

14
- Kontraindikasi : Beberapa sediaan nistatin intravaginal dapat merusak
kontrasepsi lateks, oleh karena itu diperlukan tindakan kontrasepsi tambahan
selama penggunaan lokal (Sweetman, 2009)
- Efek samping : mual, muntal, diare pada dosis tinggi, iritasi oral dan
sensitisasi, ruam (termasuk urtikaria) dan dilaporkan terjadi sindroma Stevens-
Johnson (jarang) (Sweetman, 2009).
II.3.7 Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan sebagai swamedikasi adalah
sebagai berikut (Siregar, 2005):
 Mandi teratur dengan sabun antiseptik
 Menghindari keringat berlebih dan menjaga kebersihan lingkungan
 Tidak menggaruk bagian yang gatal karena akan menimbulkan infeksi lain
 Jangan tidur dalam keadaan rambut basah
 Rutin mengganti sprei dan sarung bantal Rutin mengganti handuk (jika
mungkin usahakan seminggu sekali)
 Tidak menggunakan handuk atau baju secara bergantian dengan orang lain

15
BAB III

PENUTUP

III. 1 Kesimpulan
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jamur pada manusia disebut mikosis
(infeksi jamur). Jenis infeksi jamur (mikosis) dibedakan menjadi 4, yaitu Mikosis
superfisial yang menyerang kulit, kuku, dan rambut terutama disebabkan oleh 3
jenis jamur yaitu Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton, mikosis
sistemik yang menyerang jaringan subkutan, paru-paru, ginjal, jantung, mukosa
mulut, usus dan vagina, mikosis subkutan yang menyerang jaringan bawah kulit,
dan mikosis oportunistik yaitu infeksi jamur disemua lingkungan atau bagian dari
biota normal.
Pilihan swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menggunakan obat-obatan
yang dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. Obat-obatan yang
digunakan untuk pengobatan sendiri atau swamedikasi biasa disebut dengan obat
tanpa resep / obat bebas. Swamedikasi untuk infeksi jamur dapat diberikan krim
antijamur yang biasanya tersedia di apotik, seperti Obat yang mengandung
clotrimazole, obat yang mengandung ketoconazole, Fluconazole, Tolnaftat,
Miconazole Nitrat, dan Nistatin. Adapun terapi non-farmakologi yang dapat
dilakukan sebagai swamedikasi adalah sebagai berikut :
 Mandi teratur dengan sabun antiseptik
 Menghindari keringat berlebih dan menjaga kebersihan lingkungan
 Tidak menggaruk bagian yang gatal karena akan menimbulkan infeksi lain
 Jangan tidur dalam keadaan rambut basah

16
DAFTAR PUSTAKA

Aliyatissaadah, Z., 2016. Identifikasi Jamur Malassezia Furfur Pada Santri


Pesantren Al-Mubarok Di Awipari Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya
Tahun 2016. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Muhammadiyah Ciamis.
AM Abound, A., Crane, J., 2023. Tinea Capitis. StatPearls Publishing, Jakarta.
Bestari, R.., Dewi, L.., Mahmuda, I.N.., 2020. Tropical Medicine: Basic and
Clinic. Muhammadiyah University Press.
Brown, R., Burns, T., 2005. Lectures Notes Dermatology, Edisi Kedelapan.
Erlangga, Jakarta.
Dipiro, J.., Talbert, R.., Yee, G.., Martzke, G.., Wells, B.., Posey, L.., 2017.
Pharmacoterapy Handbook, 10th edition. Mc Graw Hill Education, New
York.
Dipiro, J., 2009. Pharmacoterapy Handbook, 7th edition. Mc Graw Hill, New
York.
Fungorum, I., 2023. Trichophyton Tonsurans.
Hadi, M.., Alamudi, M.., 2019. Imunodiagnostik pada Bakteri dan Jamur.
Zifatama Jawara, Sidoarjo.
Hadi, M.I., Alamudi, M.Y., 2019. Imunodiasnogtik. Zifatama Jawara, sidoarjo.
Januwarsih, S., Firda, F.., Putri, N.., Cahyono, A., 2022. Pitiriasis Versikolor. J.
Proceeding 15th Contin. Med. Educ.
Linder, K.., 2023. A Review of Mycological and Clinical Aspects. J. Fungi 9,
117.
Menkes, R., 1990. Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990
berisi tentang daftar OWA No.1. Menteri Kesehat. Republik Indones.
Mittal, J., Ponce, M.., Gendlina, I., Nosanchuk, J.., 2019. Histoplasma
Capsulatum: Mechanisms for Pathogenesis. Curr Top Microbiol Immunol.
Mruthyunjayappa, S., 2021. Dimorphic Fungi : Histoplasma capsulatum. Pathol.
Outlines.
Nasronuddin, 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis & Sosial,
Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya.
Nurindi, F.S., Oktarlina, R.Z., Farmakologi, B., Kedokteran, F., Lampung, U.,
2020. Terapi Farmakologis Tinea Korporis pada Anak Pharmacologic
Therapy for Children with Tinea Corporis 10, 760–766.

17
Rikomah, S.., 2018. Farmasi Klinik. Deepublish, Jakarta.
Siregar, 2005. Penyakit Amur Kulit, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Sofyan, A., Hikmah Buchair, N., 2022. Penyakit Kulit dan Kelamin Akibat
Infeksi Jamur Di Poliklinik RSUD Undata Palu Tahun 2013-2021. J.
Kesehat. Masy. 13, 384–392.
Sweetman, S., 2009. Martindale, 36th edition. Pharmaceutical Press, London.
Vera, V., Vitresia, H., Sukmawati, G., 2019. Injeksi Intrakamera Fluconazole
pada Ulkus Kornea Jamur. J. Kesehat. Andalas.

18

Anda mungkin juga menyukai