SKRIPSI
NO. 00 00 0000/TEKNIK MESIN/2022
ANALISIS PENGARUH VARIASI KECEPATAN PEMAKANAN
DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN PADA BAJA AISI 4140
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program S-1
Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani.
Disusun oleh :
Muhamad Fikri Safari NIM : 2113161039
Diterima Oleh :
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani
Puji Syukur kepada Tuhan YME, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan
studinya di Universitas Jenderal Achmad Yani.
Selama penulisan tugas akhir ini, ada saat tertentu dimana penulis mengalami
berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun seringkali penulis selalu
mendapatkan bantuan yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membatu dalam
penyelesaian tugas akhir ini. Dengan hati yang tulus dan ikhlas, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendukung dan
mendoakan untuk keberhasilan dan kemudahan dalam setiap langkah proses
penyusunan tugas akhir penulis.
1. Kepada kedua orang tua tercinta dan keluarga yang telah banyak memberikan
kasih sayang, nasehatnya, doanya, serta pengorbanan yang tidak dapat ternilai
dengan apapun itu kepada penulis selaku anak yang di cintai dalam
melakukan penulisan tugas akhir ini.
Penulis
ABSTRAK
ABSTRACT
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan dan penelitian tugas
akhir ini yaitu:
1. Mengetahui pengaruh variasi kecepatan pemakanan (Vf) dan kedalaman
pemotongan (a) pada proses milling terhadap nilai kekasaran permukaan
baja AISI 4140.
2. Membandingkan nilai kekasaran permukaan yang di hasilkan dari proses
pemesinan dengan variasi kecepatan pemakanan (Vf) dan kedalaman
pemotongan (a) yang di gunakan.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode kuantitatif
dan pengumpulan data didapat dengan cara :
1. Berdiskusi langsung dengan pembimbing tugas akhir
2. Studi pustaka yaitu mempelajari data dan teori yang didapat dari buku
referensi dan internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
3. Studi experimental.
1.6 Manfaat penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai bahan
referensi bagi penelitian sejenisnya dalam rangka pengembangan pengetahuan
tentang pengaruh kecepatan potong, kecepatan makan dan kedalaman potong
terhadap kekasaran permukaan pada proses milling.
1.7 Sistematika penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam seminar tugas akhir ini adalah
sebagai berikut :
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan
penulisan, batasan masalah, sistematika penulisan dan objek penulisan.
Bab ini berisikan teori - teori yang relevan dengan pembahasan dan menjadi
landasan dalam sebuah kajian, pada hakikatnya hasil penelitian seorang peneliti yang
berkaitan dengan hasil peneliti sebelumnya atau teori yang sudah di akui
keberadaanya. Teori termasuk di dalamnya pernyataan, rumus-rumus, gambar atau
tabel.
Bab ini berisikan tentang tahapan-tahapan dalam menganalisis (studi kasus) dan
penjelasannya, pada metode pengumpulan data seperti wawancara, observasi dan
lain-lain.
Dua jenis utama dari pahat freis (milling cutter) adalah pahat freis
selubung/mantel (slab milling cutter) dan pahat freis muka (face milling cutter).
Pahat freis termasuk pahat bermata potong jamak dengan jumlah mata potong sama
dengan jumlah gigi pahat freis (z). sesuai dengan jenis pahat yang digunakan, maka
dikenal dua macam cara mengefreis, yaitu mengefreis datar (slab milling) dengan
sumbu putaran pahat freis selubung sejajar permukaan benda kerja, dan mengefres
tegak (face milling) dengan sumbu putaran pahat freis muka tegak lurus benda kerja.
Selanjutnya mengefreis datar dibedakan menjadi dua macam yaitu, mengefreis naik
(up milling/convetional milling) dan mengefreis turun (down milling). Mengefreis
turun lebih efektip dari pada mengefreis naik karena kecepatan potong totalnya lebih
kecil (vektor kecepatan makan memperpendek vektor kecepatan potong) sehingga
sesuai untuk kecepatan penghasilan geram yang tinggi (proses pengasaran). Pada
mengefreis naik kecepatan potong totalnya lebih tinggi dari pada kecepatan potong
tangensial. Umumnya mengefreis naik dipilih sebagai proses penghalusan (sebagai
proses terakhir).
Pahat freis dengan diameter tertentu dipasangkan pada poros utama mesin
freis dengan perantaraan poros pemegang (untuk pahat freis selubung) atau langsung
melalui hubungan poros dan lubang konis (untuk pahat freis muka yang mempunyai
poros konis). Seperti halnya pada mesin bubut, putaran poros utama dapat dipilih
sesuai dengan tingkat putaran yang tersedia pada mesin freis. Posisi sumbu poros
utama mesin freis dapat horizontal ataupun vertical, tergantung dari jenis mesinya.
Benda kerja yang dipasangkan pada meja dapat diatur kecepatan makannya dengan
cara memilih tingkatan gerak makan yang tersedia. Besarnya kecepatan makan antara
lain dipengaruhi oleh umlah gigi dari pahat freis, karena untuk kecepatan makan yang
sama maka per gigi (fz) menjadi berlainan bila jumlah gig berbeda. Dalam
pemotongan (a) diatur dengan cara menaikan meja melalui roda pemutar untuk
menggeserkan lutut pada tiangmesin freis
Untuk mengenal bentuk dan geometrinya, pahat harus diamati secara sistematis.
Pertama-tama perlu dibedakan tiga hal pokok yaitu elemen, bidang aktif, dan mata
potong pahat, sehingga secara lebiih terperinci bagian-bagiannya dapat didefinisikan.
Dengan mengetahui definisinya maka berbagai jenis pahat yang digunakan dalam
proses permesinan dapat dikenal lebih baik. Cara pengenalan melalui definisi ini
harus di anut karena cara tersebut juga akan digunakan lebih jauh dalam menganalisa
geometri pahat.
Ada tiga hal pokok untuk mengetahui bentuk dan geometri pahat yang harus
diamati secara sistematis, yaitu :
1. Elemen.
2. Bidang pahat.
3. Mata potong.
Keterangan :
W = Lebar pemotongan (mm)
lw = Panjang pemotongan (mm)
lt = lv + lw + ln (mm)
Untuk memperjelas berikut bagian – bagian pada pahat :
1. Elemen pahat :
Badan (Body) : bagian pahat yang dibentuk menjadi mata potong
atau tempat untuk sisipan pahat.
Pada temperature yang tinggi carbide adalah bahan yang keras, demikian pula
pada temperature tinggi / pada kecepatan potong yang tinggi, kekerasan yang
dipunyai masih tetap tinggi. Karbida dibuat dari serbuk Ti, Ta atau W dengan
campuran karbon yang di panaskan dalam proses carburizing yang akan membentuk
serbuk TiC, TaC, WC. Serbuk karbida tersebut kemudian dicampur dalam jumlah
yang tertentu dengan tambahan serbuk cobalt sebagai bahan pengikat. dan digiling
sehingga menghasilkan butiran – butiran halus. Setelah dikeringkan dalam infrared
oven lalu serbuk campuran dicetak tekan (3000 – 5000 atm) menjadi bentuk yang
diinginkan (sisipan). Selama proses cetak tekan ditambahkan bahan lilin sebagai
pelumas kemudian dilanjutkan dalam proses presentering (1000˚C) untuk
menghilangkan bahan pelumas. Setelah proses ini bahan tersebut mempunyai sifat
yang getas, yang mana apabila di perlukan dapat dibentuk lagi secara mekanis untuk
memperoleh toleransi dimensi yang diperlukan dengan memperhatikan factor
pengkerutan dalam proses akhir yaitu sintering. Setelah proses sintering (1600˚C)
sisipan akan mengkerut sebesar 20 – 30% dari dimensi semula. Dengan demikian
sisipan karbida ini siap digunakan. (Rochim, 1985)
Beberapa sifat – sifat fisik dari karbida adalah :
1. Hot hardness atau kekerasan pada temperature tinggi adalah sifat
utamanya, oleh sebab itu kekerasan elemen karbidanya tidak terpengaruh
oleh temperature tinggi, namun penurunan hot hardness dapat terjadi
karena disebabkan oleh penurunan atau pelunakan dari elemen pengikatnya
(cobalt).
2. Compressive strength nya sangat tinggi (menurun dengan turunnya % Co),
akan tetapi tidak dapat menahan beban tarik yang besar, oleh sebab itu
hanya dibuat dalam bentuk sisipan yang dipasangkan pada pemegang pahat
sehingga beban tarik pada saat pemotongan dapat dikurangi.
Baja AISI 4140 merupakan baja paduan menengah dengan komposisi kimia C
(0.38-0.43 %), Mn (0.75-1.00 %), Si (0.20-0.35 %), Cr (0.80-1.10 %), Mo (0.15-0.25
%), P (≤0.035%) dan S (≤0.04 %)[1]. Baja ini umunya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan poros maupun gear. Paduan Cr dan Mo pada bahan, menyebabkan bahan
mempunyai sifat tahan karat . Kandungan Carbon pada bahan ini yakni 0.38-0.43 %,
sehingga menggolongkan bahan ini pada Baja Hypotectoid. Prosentase Carbon
digunakan dalam penentuan suhu pemanasan.
Salah satu karakteristik geometris yang ideal dari suatu produk adalah
permukaan yang halus. Dalam prakteknya di lapangan memang sulit untuk
mendapatkan suatu produk atau komponen dengan permukaan yang benar – benar
halus. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya faktor manusia (operator)
dan faktor-faktor dari mesin yang digunakan untuk membuatnya. Akan tetapi, dengan
kemajuan teknologi yang terus berusaha untuk membuat peralatan yang mampu
membentuk permukaan suatu produk degan tingkat kehalusan yang cukup tinggi
menurut standar ukuran yang berlaku dan menurut fungsi atau kegunaan produk itu
sendiri, dalam metrologi yang dikemukakan oleh para ahli pengukuran geometris
benda melalui pengalaman penelitian.
Tingkat kehalusan suatu permukaan memang memegang peranan yang sangat
penting dalam perencanaan suatu produk mesin khususnya yang menyangkut masalah
Gambar 2.6 Kekasaran, gelombang dan kesalahan bentuk suatu permukaan (Sudji Munaji, 1980)
Untuk mereproduksi profil suatu permukaan, sensor/peraba (stylus) alat ukur
harus digerakan mengikuti lintasan yang berupa garis lurus dengan jarak yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Panjang lintasan ini disebut dengan Panjang pengukuran
(traversing length ;ℓg ). Sesaat setelah jarum bergerak dan sesaat setelah jarum
berhenti secara elektronik alat ukur melakukan perhitungan berdasarkan data yang
dideteksi oleh jarum peraba. Bagian panjang pengukuran dimana dilakukan analisis
profil permukaan disebut dengan panjang sampel (sampling length ;ℓ) (Biasanya
untuk satu panjang pengukuran terdiri atas beberapa panjang sampel, dan secara
otomatik alat ukur akan merata – ratakan hasil yang diperolehnya). Reproduksi profil
Gambar 2.7 Posisi profil referensi/acuan/puncak, profil tengah dan profil akar/atas terhadap
profil terukur, untuk satu panjang sampel. Perhatikan bahwa pemilihan panjang sampel ℓ
(letak dan/atau panjangnya) akan mempengaruhi harga parameter kekasaran. (Rochim, 2016)
5. Profil tengah (center profile), adalah nama yang diberikan kepada profil
referensi yang digeserkan kebawah (arah tegak lurus terhadap profil
geometrik ideal pada suatu panjang sampel) sedemikian rupa sehingga jumlah
luas bagi daerah-daerah diatas profil tengah sampai ke profil terukur adalah
sama dengan jumlah luas daerah-daerah di bawah profil tengah samapai ke
profil terukur.
Mesin Frais CNC secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a) Mesin Frais CNC Training Unit
b) Mesin Frais CNC Production Unit
Kedua mesin tersebut mempunyai prinsip kerja yang sama, akan tetapi yang
membedakan kedua tipe mesin tersebut adalah penggunaannya di lapangan. CNC
Frais Training Unit dipergunakan untuk pelatihan dasar pemrograman dan
pengoperasian CNC yang dilengkapi dengan EPS (External Programing System).
Mesin CNC jenis Training Unit hanya mampu dipergunakan untuk
pekerjaanpekerjaan ringan dengan bahan yang relatif lunak.
Sedangkan Mesin Frais CNC Production Unit dipergunakan untuk produksi
massal, sehingga mesin ini dilengkapi dengan assesoris tambahan seperti sistem
pembuka otomatis yang menerapkan prinsip kerja hidrolis, pembuangan tatal, dan
sebagainya.
Gerakan Mesin Frais CNC dikontrol oleh komputer, sehingga semua gerakan
yang berjalan sesuai dengan program yang diberikan, keuntungan dari sistem ini
adalah mesin memungkinkan untuk diperintah mengulang gerakan yang sama secara
terus menerus dengan tingkat ketelitian yang sama pula.
Mulai
Studi literatur
Rumusan Masalah
Tujuan
Tinjauan Pustaka
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Kesimpulan
Selesai
10. selesai
10. Selesai
6. Pengujian kekasaran
a Vf Harga kekasaran
Proses Rata-rata
permukaan
(mm) (mm/menit) pemesinan Ra
Ra
0.142
1 0.188 0.164
0.162
0.247
727.92 2 0.167 0.189
0.154
0.156
3 0.146 0.170
0.208
0.296
1 0.528 0.376
0.304
0.183
0.6 1091.99 2 0.480 0.322
0.303
0.286
3 0.429 0.329
0.274
0.546
1 0.650 0.469
0.213
0.207
1455.81 2 0.689 0.487
0.567
0.284
3 0.579 0.473
0.557
a Vf Harga kekasaran
Proses Rata-rata
permukaan
(mm) (mm/menit) pemesinan Ra
Ra
0.156
1 0.274 0.245
0.305
0.168
727.92 2 0.316 0.220
0.177
0.141
3 0.283 0.211
0.210
0.322
1 0.367 0.292
0.189
0.142
1.8 1091.99 2 0.395 0.269
0.270
0.254
3 0.254 0.236
0.201
0.230
1 0.295 0.293
0.355
0.139
1455.81 2 0.283 0.292
0.455
0.242
3 0.243 0.278
0.349
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 0,6 mm pada proses
pemakanan 1 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 0,6 mm diperoleh Ra 0,164 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,469 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
0.6
Vf1=727,92 mm/min Vf2=1091,88 mm/min Vf3=1455,84 mm/min
0.487
0.5
0.4
0.322
0.3
0.189
0.2
0.1
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 0,6 mm pada proses
pemakanan 2 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 0,6 mm diperoleh Ra 0,189 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,487𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 0,6 mm pada proses
pemakanan 2 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 0,6 mm diperoleh Ra 0,189 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,487𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
0.6
Vf1=727,92 mm/min Vf2=1091,88 mm/min Vf3=1455,84 mm/min
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Gambar 4.4 Grafik Ra (µm) vs Vf & a 0.6 mm
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,2 mm pada proses
pemakanan 1 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,2 mm diperoleh Ra 0,237 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,729𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,2 mm pada proses
pemakanan 2 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,2 mm diperoleh Ra 0,247 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,527 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,2 mm pada proses
pemakanan 3 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,2 mm diperoleh Ra 0,215 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,730 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
0.8
Vf1=727,92 mm/min Vf2=1091,88 mm/min Vf3=1455,84 mm/min
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,8 mm pada proses
pemakanan 1 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,8 mm diperoleh Ra 0,245 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,293 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,8 mm pada proses
pemakanan 2 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,8 mm diperoleh Ra 0,0,220 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,292 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
Dari hasil pengujian kekasaran grafik Ra terhadap Vf & a 1,8 mm pada proses
pemakanan 3 diatas pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali titik
pengujian pada masing – masing pemakanan . Dari hasil grafik tersebut dapat dilihat
bahwa hasil terendah ada pada kecepatan pemakanan (Vf1) 727,92 mm/menit dan
kedalaman potong (a) 1,8 mm diperoleh Ra 0,211 𝜇m, sedangkan hasil tertinggi ada
pada kecepatan pemakanan (Vf3) 1455,84 mm/menit diperoleh Ra 0,278 𝜇m. Bisa
terlihat dari hasil grafik diatas.
0.35
Vf1=727,92 mm/min Vf2=1091,88 mm/min Vf3=1455,84 mm/min
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
Gambar 4.12 Grafik Ra (µm) vs Vf & a 1,8 mm
2. hasil nilai rata – rata pada penelitian ini jika dibandingkan dengan standar
kekasaran permukaan ISO 1302 ( N4 , N5 dan N6) Nilai tersebut masih
termasuk kedalam kategori nilai kekasaran permukaan standar.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisa data penelitian, maka dapat disampaikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan proses pengujian cek terlebih dahulu mesin yang akan
digunakan agar hasil dari proses pemesinan dapat maksimal
2. Hasil analisa data penelitian diharapkan menjadi bahan referensi bagi dunia
industri dalam menentukan parameter pemotongan yaitu kecepatan potong,
kedalaman pemakanan, dan kedalaman potong pada proses pemesinan
menggunakan mesin milling.
Jasman, Syahrul, Darmawi, & Fendri, R. (2018). Analisis Sifat Mekanik dan Struktur
Mikro Baja Aisi 4140 Akibat Perbedaan Temperatur pada Perlakuan Panas
Tempering. Jurnal Research Gate, 3(October), 37–47.