Anda di halaman 1dari 10

REMEDIAL FARMASI INDUSTRI

RESUME PRODUKSI OBAT TRADISIONAL

Dosen Pengampu :

Dr Apt. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc

Disusun oleh :

Dony Afriansyah 201030700030

PROGRAM S1 FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS

STIKes WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

2023
PRODUKSI OBAT TRADISIONAL.
Kegiatan Memproduksi obat tradisional, menentukan nama dagang,merk dagang dan nama
usaha. Mengurus izin pemerintah, sesuai dengan PerMenKes 179/Menkes/per/VII/1976.
Pabrik jamu, dan perusahaan jamu.
Persyaratan Pabrik Jamu
1. Berbadan Hukum, PT, PK, Firma
2. Dipimpin Apoteker WNI
3. Peralatan ; a. Peralatan persyaratan b. Peralatan khusus, sesuai jenis produksi
4. Laboratorium dipimpin Apoteker
5. Tempat amdal
6. Bangunan yang sesuai
Peralatan ; a. Persyaratan - alat / mesin pengering - alat / mesin penumbuk - alat / mesin
pengaduk - alat / mesin pengayak - timbang besar, gram dan miligram - wadah, agar tidak
kotor atau cemar b. Khusus, sesuai jenis produksi O.T - bentuk serbuk : alat pengisi, tidak
berberda 8% / 10 wadah - bentuk pil : - massa pil homogen - pemotong, sama bobot,besar -
alat / mesin, bulat sempurna. pengering, kadar air. 4. Laboratorium, dipimpin Apoteker
Alat :- timbangan gram, miligram, analitik - alat gelas sesuai kebutuhan - alat pengering,
penangas, pemanas pemusing, pengukur suhu - alat pengukur daya hancur tablet dan kapsul -
mikroskop - pereaksi - lemari asam - buku FI, EFI, MMI, sesuai kebutuhan 6. Bangunan -
syarat hygiene, sanitasi - ruang memadai - ruang produksi ; ▪ lantai ubin ▪ dinding dilapisi
porselin / kaca tinggi 150 cm ▪ langit beton / eternit / papan dilapisi plastik atau dipolitur.
LARANGAN 1. Tidak produksi, edar OT tidak terdaftar 2. Tidak produksi OT kandung
kemoterapeutika 3. Tidak produksi / menyuruh OT, suntik, steril 4. Tidak guna ruang
produksi, simpan, lab atau keperluan lain 5. Tidak kerja idap sakit tular atau sakit lain yang
ditetapkan Menteri 6. Produk tidak kandung zat asing merugikan kesehatan 7. Bahan tambah
tidak rusak kesehatan. 2. PERUSAHAAN JAMU PERSYARATAN 1. Perorangan, Warga
Negara Indonesia 2. Bangunan satu tempat tinggal, ruang khusus produksi dan penyimpanan
3. Ruang, lantai ubin, dinding tembok, langit eternit atau kayu 4. Alat, sesuai jenis produksi;
serbuk, pil, kapsul, cairan, salep, parem dan bentuk padat lain. PERMENKES
246/MenKes/Per/1990 1. INDUSTRI OBAT TRADISIONAL (IOT) 2. INDUSTRI KECIL
OBAT TRADISIONAL (IKOT) 3. USAHA JAMU RACIKAN (UJAR) 4. USAHA JAMU
GENDONG (UJAGEN).
PENANDAAN KHUSUS Kata JAMU dalam lingkaran, letak sebe- lah kiri atas, mudah
terbaca, tinggi ≥ 5 mm, tebal ≥ 0,5 mm, warna hitam, dasar putih, pembungkus, wadah, etiket
dan brosur. DOSIS PEMAKAIAN Diuraikan jelas dan terinci Untuk satu kali pemakaian
Untuk pemakaian sehari Akumulatif, jangka waktu pemakaian dibawah cara pemakaian.
CARA PEMAKAIAN JELAS UNTUK PEMAKAIAN - DALAM – LUAR. KHASIAT /
KEGUNAAN Yang dicantum sesuai yang disetujui, a. Terlalu banyak dan pengulangan -
menyehatkan - menguatkan - menyehatkan badan - manambah tenaga - melancarkan air seni
- menghilangkan pegal - sakit pinggang - melancar air seni - menghilangkan impoten -
kebahagian suami isteri. KONTRA INDIKASI TULIS DENGAN JELAS, KALAU ADA.
NOMOR PENDAFTARAN Terdiri dari 9 digit, diawali dengan TR : Produk dalam negeri
TL : Produk Lisensi - digit 1,2 : tahun produk mulai terdaftar - digit 3 : bentuk usaha 1.
Pabrik Farmasi 2. Pabrik Jamu 3. digit 4 : bentuk sediaan 1. rajangan 6. cairan 2. serbuk 7.
salep, krim
REMEDIAL FARMASI INDUSTRI

RESUME UU JAMINAN PRODUKSI

Produk : Barang/jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk
kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetic serta bahan yang digunakan masyarakat.
2. Produk halal : Produk yang dinyatakan halal sesuai dengan syariat islam.
3. Proses produk halal : Rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk yang
mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian dan
penyajian produk.
4. Jaminan Produk Halal (JPH) : Kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk yang
dibuktikan dengan sertifikat halal.
5. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) : Badan yang dibentuk oleh
pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.
6. Majelis Ulama Indonesia (MUI) : Wadah musyawarah para ulama, zuama dan
cendekiawan muslim.
7. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) : Lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan
dan/atau pengujian terhadap kehalalan produk.
8. Auditor Halal : Orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan
produk.
9. Sertifikat Halal : Pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH
berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
10. Label Halal : Tanda kehalalan suatu produk.
11. Pelaku Usaha :Perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan
hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
12. Penyelia Halal : Yang bertanggung jawab terhadap PPH.
13. Menteri : Penyelenggara urusan di bidang agama.
Penyelenggaraan JPH berasaskan: 1. pelindungan; 2. keadilan; 3. kepastian hukum; 4.
akuntabilitas dan transparansi; 5. efektivitas dan efisiensi; 6. Profesionalitas
Penyelenggaraan JPH bertujuan: memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan
kepastian ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan
Produk; dan meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi dan menjual
Produk Halal. produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib
bersertifikat halal.
Dalam pada pasal 5 ayat (1), menjelaskan dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal,
pemerintahlah yang bertanggung jawab. Namun penyelenggaraan JPH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebut dilaksanakan oleh Menteri. Untuk dapat melaksanakan
penyelenggaraan JPH sebagaimana yang dimaksud, dibentuk BPJPH yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Dalam hal ini diperlukan, BPJPH dapat
membentuk perwakilan di daerah. Dan untuk ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan
organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden. Dalam penyelenggaraan JPH, BPJPH
berwenang: merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH; menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria JPH; menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal pada
Produk; melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri; melakukan sosialisasi,
edukasi, dan publikasi Produk Halal; melakukan akreditasi terhadap LPH; melakukan
registrasi Auditor Halal; melakukan pengawasan terhadap JPH; melakukan pembinaan
Auditor Halal; dan melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang
penyelenggaraan JPH.
RESUME 3. PRINSIP SERTIFIKASI PRODUK HALAL
ISO/IEC Guides & Standards yang Berkaitan dengan Sertifikasi Produk BPJPH Kemenag
Halal Products Certification ISO/IEC 17065 General requirements for bodies operating
product certification system ISO/IEC 17067 Fundamentals of product certification &
guideline for product certification shcemes ISO/IEC Guide 28 Conformity assessment –
Guidance on a third party certification system for products ISO/IEC Guide 53 Conformity
assesment – Guidance on the use of an organization’s quality managements system in product
certification ISO/IEC 17030 Conformity assessment – General requirements for third party
marks of conformity ISO/IEC Guide 23 Methods of indicating conformity with standards for
third party certification system ISO 9001 : 2000 Quality management system –
Requirements.
Sertifikasi Produk ▪ Proses atau kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu pihak ketiga yang
terpercaya(1) untuk menyatakan bahwa suatu produk telah memenuhi persyaratan teknis
tertentu(2) . ▪ Sertifikasi produk dapat diterapkan terhadap sebuah atau sekumpulan produk
tertentu atau pada suatu jenis produk yang diproduksi secara kontinyu (produk seri)(3) oleh
suatu fasilitas produksi tertentu. CATATAN : (1) Pihak yang terpercaya adalah lembaga
sertifikasi produk yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi terpercaya (2) Persyaratan
teknis dapat merupakan standar, regulasi teknis atau ketentuan teknis yang dipersyaratkan
oleh produsen atau pembeli. (3) Sertifikasi produk diharapkan dapat mencakup semua produk
yang sama dan diproduksi pada fasilitas produksi yang sama. Memberikan keyakinan bagi
pembeli atau pengguna produk, serta pihak-pihak berkepentingan lain seperti pemerintah,
bahwa suatu produk telah memenuhi ketentuan teknis tertentu ▪ Dapat dipergunakan oleh
produsen untuk menunjukan bahwa produk yang dipasok olehnya telah dinyatakan memenuhi
standar atau regulasi teknis tertentu oleh pihak lain (pihak ketiga yang memiliki kompetensi
teknis yang terpercaya) ▪ Dapat dipergunakan oleh pemerintah untuk menyediakan
mekanisme yang dapat dipergunakan oleh produsen untuk membuktikan bahwa produk yang
mereka edarkan kepasar telah memenuhi regulasi teknis tertentu.
Asesmen Awal  Tujuan asesmen awal adalah untuk mengetahui : – Apakah produk yang
dimaksud dalam suatu kegiatan sertifikasi produk telah memenuhi persyaratan (standar atau
regulasi teknis) tertentu – Apakah sistem produksi atau sistem mutu dapat menjamin bahwa
yang dipasok kepasar hanya produk yang memenuhi persyaratan  Apabila produk yang
dinilai adalah prototipe maka konfirmasi kesesuaian produk hasil produksi harus dilakukan 
Asesmen terhadap proses produksi atau sistem mutu diperlukan untuk menilai pengendalian
faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya pasokan produk yang tidak memenuhi
persyaratan kepasar  Asesmen proses produksi atau sistem mutu harus mencakup semua lini
produksi, batch atau pengelompokan lain.
Informasi Penting dalam Asesmen Awal Asesmen proses produksi ✓Proses dan tahapan
produksi ✓Lini, batch atau pengelompokan produksi lain ✓Program pemeliharaan peralatan
produksi ✓Tahap produksi dimana marking dibubuhkan Asesmen terhadap sistem mutu
✓Cara pengendalian dan penilaian kesesuaian ✓Identifikasi produk (traceability)
✓Kewenangan dan kualifikasi petugas quality control ✓Pengendalian dan penghapusan
produk gagal Type testing ✓Persyaratan produk ✓Persyaratan sampling ✓Ketentuan
sampling yang representative ✓Metoda pengujian atau inspeksi produk ✓Ketertelusuran
peralatan pengujian dan pengukuran Pengambilan keputusan ✓Hasil pengujian/inspeksi
✓Hasil asesmen proses produksi dan/atau sistem mutu

RESUME MATERI 4. MENYIAPKAN PRODUK HALAL DI INDUSTRI


Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal Peraturan Menteri Agama Nomor 12
Tahun 2021 tentang Tim Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal
WEWENANG BPJPH (UU NO. 33 TAHUN 2014 PASAL 6) Merumuskan dan menetapkan
kebijakan JPH; Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH; Menerbitkan dan
mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk; Melakukan registrasi sertifikat halal
pada produk luar negeri; Melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal;
Melakukan akreditasi terhadap LPH; Melakukan registrasi auditor halal; Melakukan
pengawasan terhadap JPH; Melakukan pembinaan auditor halal; dan Melakukan kerjasama
dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH. Lembaga Pemeriksa
Halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatan pemeriksaan
dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk. SYARAT MENDIRIKAN LPH (PP NO 39
TAHUN 2021 PASAL 26) Pasal 26 (1) Persyaratan a. memiliki kantor sendiri dan
perlengkapannya; b. memiliki Auditor Halal paling sedikit 3 (tiga) orang; dan c. memiliki
laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium.
(2) Dokumen Pendukung a. dokumen legalitas badan hukum; b. data sumber daya manusia di
bidang syariat Islam; dan c. data dukung kompetensi sumber daya. PP NO 39 Tahun 2021
PASAL 27 Akreditasi LPH dilakukan oleh BPJPH. Dalam melakukan akreditasi, BPJPH : 1.
Menetapkan norma, standar, prosedur, kriteria akreditasi LPH 2. Membentuk tim akreditasi
LPH. 3. Dalam menetapkan norma, standar, prosedur, kriteria akreditasi LPH, BPJPH
bekerjasama dengan lembaga non struktural yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang akreditasi. TIM AKREDITASI LPH 1. Tim Akreditasi LPH memiliki masa kerja
selama 4 (empat) tahun. 2. Tim Akreditasi LPH mempunyai tugas: a. merumuskan kebijakan
operasional b. melakukan sosialisasi kebijakan; c. melaksanakan Akreditasi LPH sesuai
norma, standar, prosedur, dan kriteria Akreditasi LPH; d. memberikan masukan dan telaah
terkait penyelenggaraan Akreditasi LPH kepada BPJPH. 3. Tim Akreditasi LPH dapat terdiri
atas unsur: akademisi, praktisi, ulama, aparatur sipil negara yang mempunyai kompetensi dan
keahlian kehalalan produk
BAHAYA MENGKONSUMSI BABI, DARAH, DAN ALKOHOL MENURUT
ILMIAH

DAMPAK KONSUMSI BABI DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN

TERKABULNYA DOA

Islam sebagai agama dan juga cara hidup tidak hanya mengatur tentang aspek ibadah dan
ritual semata, bahkan lebih lanjut mengatur pola pikir, tindakan bahkan sampai dengan
pola makan dan apapun yang dipakai dan konsumsi oleh manusia.
Hal ini tentu saja bukan untuk
pembatasan atau pembebanan yang tiada artinya tapi lebih dikembalikan kepada
kebaikanmanusia dan bahkan kesehatan dan kesejahteraan manusia yang juga sampai
kepadapembentukan karakter dan terkabulnya doa.Dan salah satu makanan yang
diharamkan itu adalah babi. Babi disebutkan dalam berbagaidalil Al-Qurán dan As-
Sunnah bahkan juga disebutkan dalam berbagai teks keagamaanlainnya sebagai sesuatu
yang menjijikan dan diharamkan penggunaannya. Maka dalam studiini babi sebagai
hewan yang diharamkan menjadi fokus telaah sebagai makanan yang tidakhalal,
Pendapat Ulama Fiqih akan Keharaman Babi, Sejarah Pengharaman Babi,
berbagaialasan kenapa babi tidak layak dikonsumsi dan hikmah dari pengharaman babi.
Makapenggunaan atau mengkonsumsi babi sama saja dengan melanggar perintah Allah
danmenghalangi diri dari terbentuknya karakter yang baik. Karena kita mencerminkan
apa yangkita makan.

Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol (modern, tradisional ataupun oplosan)


dapat menimbulkan efek negatif baik secara fsik, mental, maupun psikososial.
Permasalahan penelitian ini adalah pengaturan terkait konsumsi minuman beralkohol
masih belum spesifk dan komprehensif. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan
informasi tentang konsumsi minuman beralkohol dan pengaturan yang ada selama ini,
serta konsep pengaturan ke depan terkait konsumsi minuman beralkohol yang lebih
spesifk dan komprehensif agar masyarakat dapat terlindungi dari efek negatif minuman
beralkohol. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan studi literatur
dan dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan evaluasi formal. Hasil penelitian
menunjukkan ada sebagian masyarakat Indonesia yang mempunyai kebiasaan
mengonsumsi minuman beralkohol. Pengaturan yang ada masih tersebar di beberapa
tingkat peraturan perundang-undangan dengan muatan pengaturan masih sektoral. Untuk
itu, pengaturan ke depan harus lebih difokuskan pada upaya perlindungan masyarakat
dari efek negatif konsumsi minuman beralkohol dengan memerhatikan berbagai faktor
mulai produksi sampai dikonsumsi.

Jamu yang mengandung ramuan darah ular kobra merupakan salah satu jamu
tradisional yang dipercaya memiliki banyak khasiat bagi kesehatan tubuh manusia.
Di sisi lain belum diketahui seberapa besar cemaran bakteri yang terdapat pada
ramuan darah tersebut. Staphylococcus aureus sebagai bakteri yang dapat
menyebabkan keracunan pangan dan umumnya terisolasi dari produk makanan.
Penelitian ini mengungkap keberadaan Staphylococcus aureus pada jamu darah ular
kobra. Penelitian ini menggunakan 10 sampel darah segar ular kobra dan 10 sampel
ramuan jamu tradisional dengan darah ular kobra. Isolasi Staphylococcus aureus
menggunakan media Vogel Jhonson Agar (VJA). Hasil penelitian menunjukkan
cemaran Staphylococcus aureus terdeteksi pada swab gelas, darah segar, dan ramuan
darah ular kobra. Analisis variansi (ANOVA)darirerata cemaran Staphylococcus
aureus menunjukkan tidak ada perbedaan antara swab gelas, darah dan ramuan darah
ular kobra. Walaupun demikian, jamu yang mengandung darah ular kobra berpotensi
mengandung Staphylococcus aureus yang membahayakan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai