12
Tahun 2022
Analisis :
UU TPKS yang disahkan oleh DPR pada 12 April 2022 menjadi nafas baru dalam sistem
perundang-undangan di Indonesia. Setelah menuai pro dan kontra dari masyarakat selama proses
pengesahannya, UU TPKS akhirnya hadir menjadi payung hukum untuk mengakomodir tindak kejahatan
berupa kekerasan seksual dalam cakupan yang lebih rinci. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU tersebut, terdapat 9
jenis tindak pidana yang termasuk dalam kekerasan seksua, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan
seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual,
eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.1 Meskipun berbagai
jenis tindak pidana kekerasan seksual telah diatur dalam pasal tersebut, akan tetapi UU tersebut masih
memiliki kelemahan dalam substansinya. Setidaknya, terdapat beberapa poin penting yang menjadi
kelebihan dan kelemahan UU TPKS tersebut.
Poin utama yang menjadi core dalam UU TPKS ialah mengenai keberpihakan pada korban. Ha
tersebut termuat dalam Pasal 3 UU TPKS yang mengatur mengenai substansi UU tersebut yang
diantaranya ialah mencegah kekerasan seksual, menangani hingga memulihkan korban, mewujudkan
lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin kekerasan seksual tak berulang.2 Dalam Pasal 30 ayat
(1), dijelaskan bahwa korban yang mengalami kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan
layanan pemulihan.3 Lebih lanjut, dalam Pasal 35 ayat (1), dijelaskan bahwa apabila pelaku tidak mampu
membayar restitusi atau jika kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara
akan memberikan kompensasi sejumlah kurangnya restitusi tersebut kepada korban sesuai dengan putusan
pengadilan.4 UU TPKS juga turut mengikutsertakan berbagai lembaga dalam rangka perlindungan
terhadap korban, seperti UUPTD PPA, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, kepolisian,
hingga LPSK.
Kemudian, UU TPKS juga mengakomodir mengenai tindak pidana kekerasan seksual yang
sebelumnya tersebar dalam berbagai peraturan, seperti dalam UHP, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT,
1
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 4 Ayat 1.
2
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 Pasal 3.
3
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 30 Ayat 1.
4
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 35 Ayat 1.
UU PTTPO dan UU Pornografi menjadi satu kesatuan yang utuh, bahkan mengamendemen pasal-pasal
yang ada dalam UU sebelumnya. Pasal 4 ayat (2) UU TPKS juga mengatur bahwa segala bentuk
pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual, baik yang berupa tindakan nonfisik seperti isyarat,
tulisan, maupun perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan
terkait dengan keinginan seksual.5
Kemudian, sesuai dengan karakteristik hukum pidana khusus yang dapat disimpangi, begitu pun
dengan UU TPKS. UU TPKS menyimpangi ketentuan umum dalam KUHAP mengenai jumlah alat bukti
minimal. Dalam UU TPKS, keterangan saksi/korban dan satu alat bukti aja sudah cukup untuk
menentukan terdakwa.
Sementara itu, di sisi lain, UU tersebut juga masih memiliki kekurangan. UU TPKS masih belum
sempurna dalam mengakomodir tindak pidana kekerasan seksual. Hal tersebut dapat dilihat dari hilangnya
pasal perkosaan dan pemaksaan aborsi. Meskipun poin perkosaan telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2), akan
tetapi ancaman hukuman bagi pelakunya masih belum diatur dalam UU tersebut. Sementara itu,
pemaksaan aborsi sama sekali tidak diatur dalam UU tersebut. Tidak adanya ketentuan pasal pemaksaan
aborsi dalam UU TPKS dapat mempersulit korban dalam mengakses hukum acara yang diatur di dalam
UU itu sendiri.
Meskipun begitu, pengesahan RUU TPKS menjadi UU TPKS tetap patut diapresiasi karena
hadirnya UU tersebut merupakan langkah awal untuk memberantas segala jenis kekerasan seksual di
Indonesia. Harapan penulis ke depannya ialah adanya sinergitas di antara seluruh elemen masyarakat dan
insitusi pelaksana dalam mengawal keberlakukan UU tersebut serta bagaimana implementasinya.
5
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 4 Ayat 2.