Anda di halaman 1dari 4

Analisis Tindak Pidana Kekerasan Seksual berdasarkan Undang-Undang No.

12
Tahun 2022

Jenis Kekerasan Dasar Hukum dan Jenis Unsur Pasal


Seksual Delik

Pelecehan Pasal 5 (delik aduan ● Setiap orang


seksual nonfisik kecuali pada ● Melakukan perbuatan seksual secara nonfisik kepada
penyandang disabilitas tubuh
dan anak) ● Dengan maksud merendahkan harkat dan martabat
seseorang
● Berdasarkan seksual dan/atau kesusilaannya

Pelecehan Pasal 6 (delik aduan ● Pasal 6a (kategori 1)


seksual fisik untuk kategori 1, delik - Setiap orang
biasa untuk kategori 2 - Melakukan perbuatan seksual secara fisik yang
dan 3) ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau
organ reproduksi
- Dengan maksud merendahkan harkat dan martabat
seseorang
- Berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya
● Pasal 6b (kategori 2)
- Setiap orang
- Melakukan perbuatan seksual secara fisik yang
ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau
organ reproduksi
- Dengan maksud menempatkan seseorang di bawah
kekuasaannya secara melawan hukum
● Pasal 6c (kategori 3)
- Setiap orang
- Menyalahgunakan kedudukan, wewenang,
kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu
muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan
kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan
seseorang
- Memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan
orang itu untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul
dengannya atau dengan orang lain

Pemaksaan Pasal 8 (delik biasa) ● Setiap orang


kontrasepsi ● Melakukan perbuatan memaksa orang lain
menggunakan alat kontrasepsi
● Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan,
membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya
yang dapat membuat kehilangan fungsi
reproduksinya untuk sementara waktu
Pemaksaan Pasal 9 (delik biasa) ● Setiap orang
sterilisasi ● Melakukan perbuatan memaksa orang lain
menggunakan alat kontrasepsi
● Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan,
membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya
yang dapat membuat kehilangan fungsi
reproduksinya secara tetap

Pemaksaan Pasal 10 (delik biasa) Pasal 10 (1) :


perkawinan ● Setiap orang
● Secara melawan hukum
● Memaksa, menempatkan seseorang di bawah
kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan
kekuasaannya
● Melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan
dengannya atau dengan orang lain

Penyiksaan Pasal 11 (delik biasa) ● Setiap pejabat atau orang


seksual ● Bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi,
atau orang yang bertindak karena digerakkan atau
sepengetahuan pejabat
● Melakukan kekerasan seksual terhadap orang
● Dengan tujuan intimidasi untuk memperoleh
informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau
pihak ketiga, persekusi atau memberikan hukuman
terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau
dilakukannya, dan/atau mempermalukan atau
merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/
atau seksual dalam segala bentuknya

Eksploitasi Pasal 12 (delik biasa) ● Setiap orang


seksual ● Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau
dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang,
kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat
atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan,
ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang,
penjeratan hutang atau memberi bayaran atau
manfaat
● Dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan,
atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ
tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap
keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain

Perbudakan Pasal 13 (delik biasa) ● Setiap orang


seksual ● Secara melawan hukum
● Menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya
atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya
● Dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual
Kekerasan Pasal 14 (delik aduan ● Setiap orang
seksual berbasis kecuali pada ● Melakukan perekaman dan/atau mengambil gambar
elektronik penyandang disabilitas atau screenshoot yang bermuatan seksual di luar
dan anak) kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi
objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar
● Mentransmisikan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar
kehendak penerima yang ditujukan terhadap
keinginan seksual
● Melakukan penguntitan dan/atau pelacakan
menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang
menjadi objek dalam informasi/dokumen elektronik
untuk tujuan seksual
● Dengan maksud untuk melakukan pemerasan atau
pengancaman, memaksa atau menyesatkan dan/atau
memperdaya seseorang supaya melakukan,
membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu

Analisis :
UU TPKS yang disahkan oleh DPR pada 12 April 2022 menjadi nafas baru dalam sistem
perundang-undangan di Indonesia. Setelah menuai pro dan kontra dari masyarakat selama proses
pengesahannya, UU TPKS akhirnya hadir menjadi payung hukum untuk mengakomodir tindak kejahatan
berupa kekerasan seksual dalam cakupan yang lebih rinci. Dalam Pasal 4 ayat (1) UU tersebut, terdapat 9
jenis tindak pidana yang termasuk dalam kekerasan seksua, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan
seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual,
eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.1 Meskipun berbagai
jenis tindak pidana kekerasan seksual telah diatur dalam pasal tersebut, akan tetapi UU tersebut masih
memiliki kelemahan dalam substansinya. Setidaknya, terdapat beberapa poin penting yang menjadi
kelebihan dan kelemahan UU TPKS tersebut.
Poin utama yang menjadi core dalam UU TPKS ialah mengenai keberpihakan pada korban. Ha
tersebut termuat dalam Pasal 3 UU TPKS yang mengatur mengenai substansi UU tersebut yang
diantaranya ialah mencegah kekerasan seksual, menangani hingga memulihkan korban, mewujudkan
lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin kekerasan seksual tak berulang.2 Dalam Pasal 30 ayat
(1), dijelaskan bahwa korban yang mengalami kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan
layanan pemulihan.3 Lebih lanjut, dalam Pasal 35 ayat (1), dijelaskan bahwa apabila pelaku tidak mampu
membayar restitusi atau jika kekayaan pelaku yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, maka negara
akan memberikan kompensasi sejumlah kurangnya restitusi tersebut kepada korban sesuai dengan putusan
pengadilan.4 UU TPKS juga turut mengikutsertakan berbagai lembaga dalam rangka perlindungan
terhadap korban, seperti UUPTD PPA, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, kepolisian,
hingga LPSK.
Kemudian, UU TPKS juga mengakomodir mengenai tindak pidana kekerasan seksual yang
sebelumnya tersebar dalam berbagai peraturan, seperti dalam UHP, UU Perlindungan Anak, UU PKDRT,
1
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 4 Ayat 1.
2
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 Pasal 3.
3
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 30 Ayat 1.
4
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 35 Ayat 1.
UU PTTPO dan UU Pornografi menjadi satu kesatuan yang utuh, bahkan mengamendemen pasal-pasal
yang ada dalam UU sebelumnya. Pasal 4 ayat (2) UU TPKS juga mengatur bahwa segala bentuk
pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual, baik yang berupa tindakan nonfisik seperti isyarat,
tulisan, maupun perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan
terkait dengan keinginan seksual.5
Kemudian, sesuai dengan karakteristik hukum pidana khusus yang dapat disimpangi, begitu pun
dengan UU TPKS. UU TPKS menyimpangi ketentuan umum dalam KUHAP mengenai jumlah alat bukti
minimal. Dalam UU TPKS, keterangan saksi/korban dan satu alat bukti aja sudah cukup untuk
menentukan terdakwa.
Sementara itu, di sisi lain, UU tersebut juga masih memiliki kekurangan. UU TPKS masih belum
sempurna dalam mengakomodir tindak pidana kekerasan seksual. Hal tersebut dapat dilihat dari hilangnya
pasal perkosaan dan pemaksaan aborsi. Meskipun poin perkosaan telah diatur dalam Pasal 4 ayat (2), akan
tetapi ancaman hukuman bagi pelakunya masih belum diatur dalam UU tersebut. Sementara itu,
pemaksaan aborsi sama sekali tidak diatur dalam UU tersebut. Tidak adanya ketentuan pasal pemaksaan
aborsi dalam UU TPKS dapat mempersulit korban dalam mengakses hukum acara yang diatur di dalam
UU itu sendiri.
Meskipun begitu, pengesahan RUU TPKS menjadi UU TPKS tetap patut diapresiasi karena
hadirnya UU tersebut merupakan langkah awal untuk memberantas segala jenis kekerasan seksual di
Indonesia. Harapan penulis ke depannya ialah adanya sinergitas di antara seluruh elemen masyarakat dan
insitusi pelaksana dalam mengawal keberlakukan UU tersebut serta bagaimana implementasinya.

5
Baca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 4 Ayat 2.

Anda mungkin juga menyukai