Anda di halaman 1dari 4

Nama : Silvi Fatkul Janah

NIM : 20010034022
Kelas : PLS 20A

TUGAS PEKERJA SOSIAL INDIVIDU


1. ASSESMENT
a. Pengungkapan Masalah: Klien yang saya temui mengalami trauma dengan kekerasan
verbal berupa penggunaan kalimat-kalimat kasar dan bernada tinggi.
b. Pemahaman Masakah: Menurut pemahaman dan analisis yang saya lakukan, klien
saya mengalami trauma psikologis mendalam dan rasa sakit membekas sehingga ia
akan mengalami gejala berdebar dan emosional berlebihan seperti: menangis, ingin
berlari dari lokasi dan membanting barang disekitarnya. Trauma psikologis
merupakan keadaan yang berlangsung sebagai akibat dari peristiwa buruk yang
menimpa diri seseorang. Peristiwa yang tidak menyenangkan ini membuat orang
yang mengalaminya merasa tidak nyaman dan tidak berdaya menghadapi dunia yang
penuh bahaya. Saat mengalami trauma, seseorang bisa jadi pula tersiksa dengan
emosi, ingatan, serta kecemasan yang menegaskan kepada peristiwa tersebut, sampai
mengusik kehidupan tiap hari. Apalagi, Kamu bisa jadi pula jadi tidak dapat yakin
lagi kepada orang lain.

2. PENGUMPULAN DATA
A. Interview dengan klien

PS: “Selamat malam Ibu dengan saya Silvi apa bisa saya bantu mungkin ada keperluan
tersendiri Anda menemani saya”

K: “Ya Mbak saya ingin sedikit berkonsultasi mengenai hal yang terjadi pada saya
belakangan ini”

PS: “nggeh Ibu mungkin bisa saya bantu, apakah ibu bisaa menceritakan keluhan atau
kejadian apa yang sekarang anda alami?”

K: “Iya Mbak bisa akhir-akhir ini saya sering merasa gemetar dada saya sesak dan Tentu
saya sangat berdebar saya juga merasa sangat cemas dan Terkadang saya juga ingin
membanting atau melempar barang yang ada di sekitar saya saya merasa takut
sehingga saya tidak bisa menjalani aktivitasnya Seperti biasanya”

PS: “Oh iya bu kalau Boleh saya tahu Sejak kapan ibu mengalami hal tersebut ”

K: “Sejak 2 bulan yang lalu Mbak”


PS: “Baik Ibu apakah anda ingat awal mula ibu mengalami ketakutan ini disebabkan oleh
peristiwa apa? jika Ibu berkenan, Silahkan di ceritakan Kepada saya, akan tetapi
jika Ibu tidak berkenan untuk menceritakan secara detail tidak masalah”

K: “baik mbak mungkin saya bisa bercerita sedikit mengenai detail awal mula dan
kejadian yang saya alami… awal mula saat saya menikah dengan suami saya, pada
saat masih dalam masa pacaran ia tidak pernah berkata kasar atau meninggikan
nada sekalipun sedang diambang batas kesabaran. Tapi, pada suatu saat ia tidak bisa
mengontrol emosi dan memberikan kata-kata yang kasar seperti “dasar kamu
matrealistis, pembohong, tukang selingkuh, kamu Cuma bisa nerima aja ga bisa
berusaha. Padahal, permasalahan yang kita hadapi hanya dikarenakan saya ingin dia
pulang lebih cepat dan mengajak saya pergi menonton bioskop. Sebelumnya saat
pacaran, kami berdua sudah sangat sering menghabiskan waktu berdua. Tapi entah
kenapa saat itu saya sangat kaget sikapnya seperti itu.”.

PS: “baik saya bisa menangkap garis besar yang terjadi, izin bertanya ya bu...
sebelumnya njenengan sudah menikah berapa lama? Saya ingin mengetahui
bagaimana keterkaitan waktu pernikahan ibu dan suami”.

K: “Saya sudah menikah selama 2 tahun mbak, selama ini suami saya tidak pernah
berlaku demikian. Tapi entah kenapa saya merasa ada yang salah dengan suami
saya atau saya yang kaget atau bagaimana saya bingung.”

PS: “Baik bu, jadi izin sedikit memperjelas keadaan saat ini nggeh bu... sejak 2 bulan lalu
Ibu merasakan kecemasan seperti takut, pusing, dada berdebar berlebihan, ingin
melempar barang dan sedih secara mendadak ketika mendengar suara nada tinggi
dan kata-kata kasar?”

K: “iya mbak benar”

PS: “Aapakah orang-orang terdekat ibu mengetahui jika ibu mengalami trauma seperti
ini?”

K: “Ya mbak, kemarin karena saya ke rumah ibu saya dan mendapati ibu saya
membentak saya karena saya mencoba memnceritakan kejadian tersebut. Saat itu,
saya ingin menangis, berlari kemudian tidak sengaja memecahkan vas bunga. Disitu
keadaan semakin panas sehingga saya tidak sempat mengklarifikasi langsung
beranjak pulang dan hubungan saya tidak baik dengan ibu saya.”

PS: “oh nggeh bu, saya memahami hal tersebut.. lalu apakah ada seseorang yang
membantu ibu dalam menangani trauma tersebut? Mungkin bisa teman atau saudara
njenengan”

K: “Gaada mbak, saya sendiri takut untuk menceritakan ke orang-orang”

PS: “biasanya, jika trauma anda sedang terjadi.. apa yang anda lakukan?”
K: “Saya coba menghindar dari lokasi, menutup diri dan menutup telinga, saya masih
sedikit bisa menahan rasa tersebut.”

B. Observasi
- Pertemuan Ke-1: Saat klien datang dan bercerita tentang keluhannya, wajah klien
terlihat sedih dan lemas. Beberapa kali saat klien menjawab pertanyaan saya
dengan menangis.
- Pertemuan Ke-2: Klien mulai bercerita dengan detail awal mula terjadinya rasa
trauma tersebut. Klien menjawab semua pertanyaan yang saya lontarkan tetapi
dengan mimik wajah yang lemas dan menangis.
- Pertemuan Ke-3-4: Saya mulai memberikan treatment kepada klien untuk melatih
dan mengatasi trauma yang dialami oleh klien. Klien dapat mengikuti semua
arahan yang saya berikan. Klien juga sangat interaktif saat sesi treatment ini
berlangsung.
- Pertemuan Ke-5: Klien sudah bisa mengendalikan rasa takut saat mendengar
perkataan kasar dan ia lebih tenang saat ia mengendalikan dirinya sendiri saat
merasa takut dan cemas. Klien merasa lebih baik dari pada sebelumya.

3. KONTAK SOSIAL
- Orang Tua: akhirnya sudah saling memaafkan dan mencoba mengerti keadaan
sang anak. Orang tua berusaha selalu mengontrol emosi sehingga klien tidak
mengalami ketakutan.
- Peer Group: Teman terdekat klien sudah mengetahui jika klien mengalami
trauma, Maka dari itu teman- teman klien berusaha untuk tidak berkomunikasi
dengan nada yang tinggi. Teman-teman klien juga seringkali berusaha membantu
klien untuk mengurangi rasa trauma tersebut.
- Orang yang berpengaruh: pasangan klien sudah berjanji untuk tidak
mengulanginya lagi. Membantu klien untuk pulih. Pasangan dari klien juga
berusaha untuk tidak berbicara dengan nada yang tinggi. Serta saat klien merasa
cemas dan ketakutan, pasangan dari klien berusaha untuk membantu
menenangkan klien.

4. KONTRAK SOSIAL
- Memberikan bantuan kepada klien yang kesulitan baik bantuan dari ekstrinsin
maupun instrinsik.
- Tidak memaksa klien untuk bercerita.
- Menghargai privacy klien.
- Menghargai harkat dan martabat klien.
- Menjaga rahasia klien.
- Menerima semua kekurangan klien.
- Menghargai semua keinginan klien.
5. PEMBERIAN TREATMENT
- Terapi pemaparan: Dalam terapi pemaparan, klien akan dihadapkan secara
langsung dengan pemicu ketakutan dan kecemasan, yaitu suara kencang.
Pemaparan sendiri akan dilakukan secara berulang-ulang hingga ketakutan klien
perlahan menghilang. Terapi ini bisa dilakukan secara individu atau kelompok.
- Teknik relaksasi: dapat membantu mengatasi ketakutan, kepanikan, serta
kecemasan yang muncul ketika berhadapan dengan fobia. Salah satu teknik
relaksasi yang bisa diterapkan adalah pernapasan dalam.
- Terapi perilaku kognitif (CBT): Jenis psikoterapi ini dilakukan dengan cara
mengubah pola pikir dan perilaku negatif klien terhadap sumber ketakutan.
Terapi ini nantinya dapat membuat klien memberi reaksi yang wajar saat
berhadapan dengan sumber ketakutan.
- Dukungan orang terdekat.

6. TINDAK LANJUT
- Memberikan motivasi klien untuk menyembuhkan trauma yang ada pada dirinya.
- Meningkatkan intensitas suara keras/ tinggi dan melatih klien untuk terus
mengendalikan dirinya.
- Memberikan apresiasi pada klien.
- Lakukan hingga klien memiliki perubahan lebih baik dari pada sebelumnya.
- Konsisten

7. RESOSIALISASI
Klien yang mempunyai kecemasan, ketakutan dan trauma terhadap kalimat kasar dan
suara yang keras wajib terus menempuh treatment - treatment sampai merasa lebih baik
dari pada lebih sebelumnya.

8. PEMUTUSAN KONTRAK
a. Klien mampu mengontrol dirinya sendiri
b. Mampu mengendalikan perasaan takutnya.
c. Persoalan, permasalahan yang terjadi telah terselesaikan dengan baik.
d. Tujuan yang telah ditetapkan dari pekerja sosial dan klien sudah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai