Anda di halaman 1dari 3

Penyebab dan Dampak Kegagalan Mengatasi Hambatan dalam Proses Perubahan

Dampak diartikan sebagai pengaruh, hasil, efek, akibat yang memberikan impact.Dampak
menurut Waralah Rd Cristo (2008:12) suatu yang diakibatkan oleh suatu yan dilakukan bisa
positif atau negatif atau pengaruh kuat yang mendatangkan pengaruh positf atau
negatif.Semua hal yang dilakukan oleh manusia akan memberikan akibat kepada sekitar atau
orang lain.Dalam usaha melakukan suatu perubahan akan memberikan hasil.Seperti
pernyataan ahli diatas ada dua bentuk hasil yang akan diperoleh yakni positif dan
negatif.Setiap perumusan suatu perubahan telah disusun dengan sedemikian rupa.Dalam
pelaksanaan perubahan terdapat dampak berhasil atau tidak berhasil dalam mengatasi suatu
perubahan.Utamanya dalam mengatasi bentuk-bentuk hambatan dalam perubahan itu
sendiri.Maka dari itu terdapat dampak keberhasilan atau kegagalan untuk mengatasi
hambatan-hambatan yang ada dalam proses perubahan.
Menurut Kotter penyebab kegagalan adalah terjadinya error karena pengalaman yang kurang
dalam suatu organisasi.Hal ini terjadi oleh siapapun meskipun kepada orang yang kompeten
sekalipun.
1. Sense of Urgency yang dibangun kurang besar
Menurut Kotter yang sudah melaksanakan penelitian, lebih dari 50% organisasi gagal
dalam fase ini.Hal ini terdapat suatu masalah yang mengakar yakni manajer yang
kurang dalam memberikan motivasi agar anggotanya bisa keluar dari comfort zone
mereka masing-masing.Perlu dipahami bahwa setiap perubahan diperlukan seorang
pemimpin, yang mana sekarang ini banyak sekali manajer namun jumlah pemimpin
yang sangat sedikit sekali dalam menyelesaikan hal ini.Seorangan manajer fokus
terhadap sistem yang dihadapi sehingga resiko yang terjadi dapat diminimalisir, tetapi
sebuah transformasi membutuhkan tatanan sistem yang baru dan dalam hal ini
dubutuhkan seorang pemimpin.
Kepemimpinan dalam organisasi memiliki pengaruh besar terhadap adanya
transformasi.Dalam organisasi terdapat perubahan besar-besaran yang mana seorang
Direktur/CEO/Kepala Kantor menjadi kunci utama dalam melaksanakan
perubahan.Jika perubahan dilaksanakan setiap divisi atau bagian, maka kepala divisi
atau kepala bagian menjadi kunci utamanya.Maka kepemimpinan menjadi sangat
berpengaruh dalam perubahan dan dalam membangun sebuah Sense of Urgency.
Jadi dampak apabila sense of urgency tidak dibangun adalah organisasi yang tidak
memiliki kesiapan dalam menghadapi hal yang penting dengan kurun waktu yang
sedikit.Hal ini dapat dipahami bahwa organisasi tidak siap ketika terdesak dan
dihadapkan dengan dua paradoks yang mana cepat atau lambat keputusan akan
berpengaruh dalam jalannya organisasi.
2. Tidak Membentuk Koalisi Pengarah yang Cukup Kuat
Koalisis yang kuat dalam pengarahan menjadi faktor penting.Organisasi yang tidak
diarahkan mungkin bisa saja menampakkan progres yang baik.Namun cepat atau
lambat orang yang anti perubahan akan mengambil alih situasi.
Menurut Kotter pada organisasi yang besar diperlukan koalisi pengarah dalam jumlah
besar juga, sebelum perubahan mencapai fase ketiga.Koalisi pengarah sangat variatif,
dibentuk dari internal atau eksternal organisasi.Dengan tidak hadirnya koalisi
pengarah maka output juga tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dalam proses
perubahan.
Sehingga bisa dapat menimbulkan suatu dualisme dalam organisasi yang
mengakibatkan kehancuran.Dua sisi yang sama kuat justru akan menimbulkan
boomerang bagi organisasi ketika visi dalam organisasi sudah saling bersebrangan.
3. Tidak ada Visi
Dalam perubahan terdapat aturan umum yakni jika tidak dapat mengomunikasikan
visi pada seseorang dalam waktu kurang dari lima menit dan mendapatkan reaksi
yang menunjukan adanya pemahaman dan ketertarikan, maka anda belum selesai
dengan fase ketiga proses transformasi ini.Dalam banyak organisasi ditemui banyak
rencana dan intruksi, namun tidak ada visi.Maka poros yang membangun organisasi
tidak ada, sehingga mengakibatkan upaya perubahan tidak membawa organisassi
mencapai tujuan perubahan.
4. Efek yang berlipat ganda akibat kurang dikomunikasikannya visi perubahan
Ada tiga pola komunikasi menurut Kotter.Pertama, sebuah organisasi sudah memiliki
visi dan melaksanakan komunikasi tunggal melalui pertemuan-pertemuan.Kedua,
direktur mengalokasikan banyak waktu untuk berceramah namun tidak memberikan
pemahaman pada karyawan.Ketiga. mengalokasikan komunikasi pada pidato-pidato
atau newsletter namun apa yang dilakukan eksekutif senior bertolak belakang,
sehingga menimbulkan kesinisan diantara para staff.
5. Tidak menyingkirkan hambatan pada visi baru
Organisasi belum mampu menyelesaikan hambatan secara menyeluruh termasuk pada
perubahan yang baru.Tidak ada yang memiliki momentum untuk menyingkirkan
seluruh hambatan.Jika hambatan itu seseorang, maka tidak ada dalil
mengistimewakan orang yang menjadi hambatan, bahkan mempertahankan.Kita harus
berbuat secara fair dalam kondisi bagaimanapun.Perlu dipahami bahwa aksi menjadi
esensial baik untuk memberdayakan staf atau mempertahankan kredibilitas dari suatu
perubahan sebagai satu kesatuan proses yang utuh.
6. Tidak sistematik dalam merencanakan dan menciptakan kemenangan jangka
pendek.
Suatu sistem bisa dibentuk dengan proses yang lama.Termasuk transformasi yang
menjadi suatu sistem dengan fase-fase yang memerlukan momentum lama.Banyak
sekali orang yang tidak bisa bertahan dalam long march kecuali mereka bisa melihat
keberhasilan ditahun yang akan datang mendapatkan hasil yang sesuai harapan.Maka
dari itu seorang organisatoris atau pemimpin dalam organisasi perlu menerapkan
kemenangan jangka pendek.
Perlu dipahami, menciptakan kemenangan jangka pendek (aktif) berbeda dengan
mengharapkan kemenangan jangka pendek (pasif).Manajemer akan sangat tertekan
untuk menemukan suatu point yang menjadi kemenangan jangka pendek.Hal ini harus
segera dihadirkan solusi, agar dpat muncul suatu semangat baru.Sehingga pemahaman
akan waktu transformasi yang lama akan menghilangkan rasa sense of urgency dan
motivasi dan kemenangan jangka pendek menjadi solusi untuk semua itu.
7. Terlalu cepat dalam mengumumkan kemenangan
Selama 20 tahun pengamatan yang dilakukan oleh Kotter, ada beberapa persamaan
yang terjadi pada proyek-proyek peningkatan mutu, peningkatan organisasi dan
sebagainya. Biasanya masalah sudah dimulai sejak awal: tingkat urgency yang tidak
cukup intens, tim pengarah tidak cukup kuat, visi tidak cukup jelas. Namun perayaan
kemenangan yang prematur lah yang membunuh momentum perubahan. Ironisnya,
keadaan ini juga sering dimanfaatkan oleh golongan anti perubahan, dengan cara ikut
merayakan bersama-sama dan kemudian menghembuskan isu bahwa “perang sudah
dimenangkan”
Manajer yang sudah sukses, pada tahap ketujuh ini biasanya akan memanfaatkan
kredibilitas yang diperoleh dari keberhasilan jangka pendek tersebut untuk
menghadapi tantangan yang lebih besar. Jadi keberhasilan jangka pendek bukan akhir
dari proses perubahan, melainkan satu tahap pencapaian yang harus segera diikuti
dengan pencapaian berikutnya. Manajer seperti ini akan menaruh perhatian lebih
besar pada siapa yang dipromosikan, siapa yang direkrut dan bagaimana orang-orang
dibangun.
8. Tidak menanamkan perubahan pada budaya organisasi
Pertama, pimpinan harus membantu menunjukkan hubungan antara pendekatan,
perilaku dan sikap terhadap pencapaian yang meningkat. Jika staf dibiarkan
menafsirkan sendiri hubungan tersebut, bisa jadi akan muncul kesimpulan yang
keliru. Misalnya jika ada figur pemimpin yang kuat saat memimpin perubahan, maka
orang cenderung akan menafsirkan bahwa figur itulah yang membuat perubahan
tersebut berhasil, bukan karena upaya bersama. Jadi saat figur tersebut hilang (pindah
jabatan, pensiun) maka seakan-akan efek perubahan (peningkatan performance) ikut
hilang. Membantu staf untuk memahami hubungan yang benar antara pendekatan,
perilaku dan sikap terhadap kinerja organisasi membutuhkan komunikasi.

https://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2015/05/Jurnal (05-11-15-11-48-
54).pdf

https://manajemenrumahsakit.net/2013/03/change-management-mengapa-proses-
transformasi-gagal/

Anda mungkin juga menyukai