KELOMPOK 1
Disususn oleh :
2
V. HASIL PENGAMATAN ................................................................................................................ 34
VI. HASIL PERHITUNGAN ............................................................................................................ 35
VII. PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 37
VIII. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 37
IX. DOKUMENTASI ...................................................................................................................... 38
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Farmasi Fisika II tentang
Uji Kelarutan, Viskositas, dan Berat Jenis. Kami berharap laporan praktikum ini dapat berguna
untuk menambah wawasan serta pengetahuan mengenai topik yang ada dalam laporan
praktikum ini.
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan serta perbaikan mengenai laporan
praktikum ini di masa mendatang.
4
PERCOBAAN 1 : UJI KELARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu
untuk :
- Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif.
- Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat.
- Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk
meningkatkankelarutan zat aktif dalam pembuatan sediaan cair.
Kualitatif :
Interaksi spontan dari dua atau lebih senyawa membentuk dispersi
molecular yang homogen.
Kelarutan senyawa dalam pelarut polar seperti air, sebagian besar
disebabkan oleh polaritas pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar
melarutkan senyawa-senyawa ionik dan senyawa polar lainnya. Di samping
momen dipol ikatan hidrogen antara senyawa dengan pelarut ternyata
berpengaruh dominan pada proses pelarutan senyawa polar dalam air.
Kelarutan senyawa polar juga ditentukan oleh struktur senyawa
tersebut, yaitu perbandingan antara gugus polar dan gugus non polar dalam
senyawa. Apabila ada gugus polar tambahan dari dalam molekul senyawa,
seperti pada propilenglikol dan gliserin, maka kelarutannya dalam pelarut
polar semakin meningkat.
Pelarut semi-polar seperti propilenglikol dan etanol, dapat
menginduksi molekul secara non polar dengan derajat polarisasi tertentu,
sehingga dapat larut dalam pelarut tersebut.
Dengan demikian, untuk memperkirakan kelarutan suatu senyawa
perlu diperhatikan berbagai sifat yang menyebabkan terjadinya interaksi
timbal balik
5
antara senyawa dengan pembawa seperti: polaritas, tetapan dielektrik,
asosiasi,solvasi dan sebagainya. Timbulnya sifat-sifat tersebut tergantung
pada strukturmolekul senyawa.
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
- Spektrofotometer uv-vis
- Waterbath shaker
- Erlenmeyer
- Labu ukur
- Pipet volume
- Mikropipet
- Gelas beker
- Batang pengaduk
- Filter holder
- Membran filter 0.45 μm
Bahan :
- Parasetamol (p.g.)
- Gliserin (p.g.)
- Propilen glikol (p.g.)
- Aquades (air suling)
IV. PROSEDUR
A. Penentuan kelarutan
1. Ke dalam erlenmeyer 100ml diisi pelarut sebanyak 50,0ml.
2. Gelas erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah
dilengkapi dengan penangas air pada suhu konstan (40 ± 0,5°C).
3. Timbang parasetamol ± 3 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang telah berisi pelarut (2).
4. Dikocok pada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan
parasetamol jenuh (sebelumnya dilakukan orientasi waktu
tercapainya kelarutan jenuh parasetamol dengan menggunakan
pelarut air).
6
5. Setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokan
dihentikan dan didiamkan selama 1 jam
6. Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak ± 3ml
lalu filter holder yang telah dilengkapi membran filter 0,45μm
dipasang, semprit injeksi ditekan dan larutan ditampung ke dalam
tabung injeksi.
7. Larutan tersebut dipipet sebanyak 10μl, dimasukkan ke dalam labu
ukur 25,0ml dan diencerkan secara kuantitatif.
8. Ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang
gelombang 244nm.
9. Ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan kurva baku
yang tersedia.
V. BAGAN ALIR
a. Penentuan Kelarutan
Timbang parasetamol ±3 gram, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi pelarut
7
Gelas Erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah dilengkapi dengan penangas
aor pada suhu konstan ( 40 ±0,5C )
Dikocok pada kekcepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan parasetamol jenuh
(sebelumnya dilakukan orientasi waktu tercapainya kelarutan jenuh parasetamol dengan
menggunakan pelarut air )
setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokkan dihentikan dan didiamkan selama
1 jam
Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak ± 0,1ml lalu filter
holder yang telah dilengkapi membran filter 0,45μm dipasang, semprit injeksi
ditekan dan larutan ditampung ke dalam tabung injeksi.
Larutan tersebut dipipet sebanyak 10μl, dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0ml dan
diencerkan secara kuantitatif.
8
B. PERHITUNGAN KADAR (ppm)
No Pelarut Absorban
1. Baku Standard = Aquadest 0,127
2. Gliserin 0% 1,097
3. Gliserin 20% 0,989
4. Gliserin 40% 0,850
5. Propilen Glikol 0% 1,632
6. Propilen Glikol 20% 0,931
7. Propilen Glikol 40% 0,875
• Gliserin 0%
Abs = 1,097
Y = 0,06740x – 0,01610
1,097+0,01610
x = 0,06740
x = 16,514 ppm
• Gliserin 20%
Abs = 0,989
Y = 0,06740x – 0,01610
0,989 +0,01610
x= 0,06740
x = 14,912 ppm
• Gliserin 40%
Abs = 0,850
Y = 0,06740x – 0,01610
0,850 +0,01610
x= 0,06740
x = 12,85 ppm
• Propilen Glikol 0%
Abs = 1,632
Y = 0,06740x – 0,01610
1,632 +0,01610
x= 0,06740
x =24,452 ppm
9
• Propilen Glikol 20%
Abs = 0,931
Y = 0,06740x – 0,01610
0,931 +0,01610
x= 0,06740
x = 14,051 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 206,42 ppm
N1 = 20642 ppm
• Gliserin 20% ( 14,912 ppm )
V1 x N1 = V2 x N2
2ml x N1 = 25ml x 14,912 ppm
N1 = 186,4 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 186,4 ppm
N1 = 18640 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 160,625 ppm
N1 = 166062,5 ppm
• Propilen Glikol 0%
( 24,452 ppm )
V1 x N1 = V2 x N2
2ml x N1 = 25ml x 24,452 ppm
N1 = 305,65 ppm
10
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 305,65 ppm
N1 = 30565 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 175,63 ppm
N1 = 17563 ppm
V1 x N1 = V2 x N2
0,1ml x N1 = 10ml x 165,262 ppm
N1 = 16526,2 ppm
= 60554,68 ml
1 : 60554,68 ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 60554,68 ml )
= 67060,08 ml
1 : 67060,08 ml ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 67060,08 ml )
= 77821,01 ml
1 : 77821,01 ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 77821,01 ml )
11
• Propilen Glikol 0% ( 24,452 ppm )
24,452𝑚𝑔 1000𝑚𝑙
= =
1000𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
= 40896,45 ml
1 : 40896,45 ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 40896,45 ml )
= 71169,31 ml
1 : 71169,31 ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 71169,31 ml )
= 75637,24 ml
1 : 75637,24 ( 1 gram bahan aktif bisa larut dalam 75637,24 ml )
12
E. Kurva Hubungan Pengaruh Kadar Gliserin dan Propilen Glikol terhadap
kelarutan Paracetamol
2500
2000 2064.2
KADAR PARACETAMOL TERLARUT (PPM)
1864
1606.25
1500
1000
500
0
gliserin 0% gliserin 20% gliserin 40%
KADAR PELARUT DALAM GLISERIN (%)
3500
3000 3056.5
KADAR PARACETAMOL TERLARUT (PPM)
2500
2000
1756.3
1652.62
1500
1000
500
0
PG 0% PG 20% PG 40%
KADAR PELARUT DALAM PG (%)
13
VII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini bertujuan untuk menentukan kelarutan suatu zat
secara kuantitatif, menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
suatu zat, dan menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam pembuatan sediaan cair.
Digunanakan sampel Parasetamol dan zat pelarutnya yaitu : Gliserin dan
Propilen Glikol.
Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di
dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan senyawa
dalam pelarut polar seperti air, sebagian besar disebabkan oleh polaritas
pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan senyawa-senyawa
ionik dan senyawa polar lainnya. Di samping momen dipol ikatan hidrogen
antara senyawa dengan pelarut ternyata berpengaruh dominan pada proses
pelarutan senyawa polar dalam air.
Kelarutan senyawa polar juga ditentukan oleh struktur senyawa
tersebut, yaitu perbandingan antara gugus polar dan gugus non polar dalam
senyawa. Apabila ada gugus polar tambahan dari dalam molekul senyawa,
seperti pada propilenglikol dan gliserin, maka kelarutannya dalam pelarut
polar semakin meningkat.
Pelarut semi-polar seperti propilenglikol dan etanol, dapat
menginduksi molekul secara non polar dengan derajat polarisasi tertentu,
sehingga dapat larut dalam pelarut tersebut.
Langkah pertama yang kita lakukan adalah mengukur zat pelarut yang
diperlukan, setelah itu menimbang Sampel Paracetamol sebanyak 3 gram.
Sampel tersebut dicampurkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi pelarut
Gliserin ( 0%, 20%, 40% ) dan Propilen Glikol ( 0%, 20%, 40% ). Ditutup
erlenmeyer dengan alumunium foil agar larutan tidak tumpah pada saat
pengocokkan.
Dimasukkan larutan tersebut ke dalam Water Sheaker dengan suhu
±40℃ dengan kecepatan 100 rpm, pengocokkan dilakukan selama 1 jam.
Setelah itu dilakukan pengenceran di labu ukur 25ml dan 10 ml. dipipet
menggunakan Pipet Holder dengan volume 0,1ml, disaring menggunakan
14
filter holder dan dimasukkan hasil saringan ke dalam vial, beri keterangan.
Kemudian dilakukan analisis absorbansi di Spektrofotometri Uv-Vis. Hasil
di catat dan dicari regresi serta kadar pengenceran.
Setelah melakukan praktikum terdapat kesalahan pada saat pengerjaan
pengocokkan kelarutan di Water Sheaker dimana salah satu larutan yang
tidak terlarut sempurna dikarenakan posisi yang tidak stabil ( Erlenmeyer
keluar dari pembatas ) dan juga suhu yang tidak konstan ( berubah-rubah ).
Hal ini berpengaruh juga terhadap hasil absorbansi kelarutannya pada saat
pengecekkan di Spektrofotometri UV-Vis.
VIII. KESIMPULAN
Setelah melakukan Analisa di Spektrofotometri di dapatkan Panjang
Gelombang Maksimal yaitu 244.0nm. Dari praktikum yang telah kami lakukan
didapatkan salah satu hasil Analisa absorbansi yang tidak sesuai dimana
terdapat absorbansi yang turun tetapi memiliki kadar yang tinggi. Yang telah
kami jelaskan bahwa salah satu larutan tidak terlarut sempurna pada saat
preparasi di water sheaker dikarenakan Erlenmeyer terjatuh sehingga membuat
endapan pada larutan tersebut sehingga di dapatkan kurva yang tidak linear.
Dan didapatkan hasil perhitungan Kadar pada tabel di bawah ini :
15
IX. DOKUMENTASI
GAMBAR
Bahan untuk Uji Kelarutan
✓ Aquadest
✓ Gliserin
✓ Propilen Glikol
16
Erlenmeyer ditutup dengan
alumunium foil agar tidak tumpah
saat pengocokkan
17
Diambil larutan untuk dilakukan
pengenceran di labu ukur 25ml dan
10ml
18
Melakukan analisis dengan
menentukan Panjang gelombang
maks dan mencari absorbansi
setiap pelarut
19
PERCOBAAN 2: VISKOSITAS NEWTONIAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu
untuk :
- Menjelaskan arti viskositas dan rheologi
- Menentukan viskositas cairan
- Membedakan cairan Newtonian dan Non Newtonian
- Menggunakan alat penentuan viskositas
20
Suatu lapisan pada jarak r (dari sumbu pipa) yang bergerak dengan
kecepatan tertentu. Gaya f, yang diperlukan untuk mempertahankan
beda kecepatan, dc, antara lapisan ini dan lapisan di antaranya
diungkapkan sebagai persamaan (1) sebagai berikut:
dv …………………………………… (1)
f/A = η
dr
8 vl
v : volume cairan yang mengalir
r : jari-jari kapiler
l : panjang pipa kapiler
p : h.p.g = tekanan aliran rata-rata
t : waktu
g : gravitasi
η : viskositas dinamik
Viskometer Kapiler :
Metode Ostwald merupakan suatu variasi dari metode Poiseville
𝜂: konstanta alat
Dari persamaan (2) – (3) didapat persamaan
𝜂 = k.ρ.t................................................(4
21
III. ALAT DAN BAHAN
A. ALAT
- Viskosimeter Ostwald
- Statif dan Klem
- Penghisap
- Piknometer
- Stopwatch
- Gelas Beker
- Batang pengaduk
- Corong
- Timbangan analitik
B. BAHAN
- Aquades
- Alkohol / etanol
- Larutan glukosa 5%
22
η 𝑡ρ 𝑡ρ
= 𝜂 = ηₒ
ηo to ρo
t
o
ρ
o
1. Aquadest
0,12 𝑚𝑙
= 0,1083
0,004 𝑚𝑙 X 277 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
➢ Viskositas Aquadest
0,004 X (277 – 0,1083) = 1,1075cps
2. Etanol
0,12 𝑚𝑙
= 0,0990
0,004 𝑚𝑙 X 303 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
➢ Viskositas Etanol
0,004 X (303 – 0,0990) = 1,211 cp
23
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikun kali ini percobaan Viskositas Newtonian dilakukan dengan
alat Viskometer Ostwald. Step pertama kami memasang alat Ostwald pada
statif dan klem. Setelah itu kami menuangkan aquadest dari gelas ukur ke
dalam Ostwald melalui lubang di sisi C dengan bantuan corong. Kami
tuangkan hingga larutan terisi setengahnya. Kemudian kami menarik larutan
aquadest menggunakan bantuan alat penghisap dari titik B sampai ke titik
A. Saat sudah mencapai titik A, lalu aktifkan stopwatch. Hitung berapa lama
larutan aquadest turun kembali ke titik B. Catat hasil percobaan di dalam
tabel data perhitungan. Kemudian, buang larutan aquadest lalu lakukan hal
yang sama menggunakan larutan etanol. Catat hasil percobaan di dalam
tabel data perhitungan.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini disimpulkan bahwa untuk menentukan
viskositas larutan dapat dilakukan menggunakan alat Viskometer Ostwald.
Percobaan ini dilakukan dengan mengukur berapa lama waktu dalam
satuan detik yang diperlukan bagi sampel untuk melewati dua tanda ketika
mengalir disebabkan oleh gravitasi, di dalam tabung kapiler vertikal.
Percobaan ini menunjukkan bahwa hal tersebut berpengaruh terhadap
kadar larutan yang berbanding lurus dengan viskositasnya. Atau bisa
dikatakan jika suatu larutan atau sampel memiliki konsentrasi yang tinggi,
maka akan tinggi pula viskositasnya. Pada percobaan kali ini juga diperoleh
data bahwa sampel etanol mempunyai viskositas lebih tinggi yaitu 1,211
cps dibandingkan dengan larutan aquadest yang mempunya viskositas
sebesar 1,1075 cps.
24
VIII. DOKUMENTASI
GAMBAR
Viskositas Ostwald
25
PERCOBAAN VISKOMETER ROTASI, BROOKFIELD, DIAL – READING
VISCOMETER
I. OPERASI PENGGUNAAN
Pilih spindle yang sesuai dengan viskositas sampel dan pasangkan spindle
Mulai membaca hasil viskositas pada jarum penunjuk. Tekan pause untuk
melihat hasil viskositas
LV LV LV LV
1 or 61 2 or 62 3 or 63 4 or 64
0,3 200 0,3 1000 0,3 4000 0,3 20.000
0,6 100 0,6 500 0,6 2000 0,6 10.000
1,5 40 1,5 200 1,5 800 1,5 4000
3 20 3 100 3 400 3 2000
6 10 6 40 6 200 6 1000
12 5 12 20 12 100 12 500
26
30 2 30 10 30 40 30 200
60 1 60 5 60 20 60 100
III. HASIL
IV. PEMBAHASAN
Viskositas (kekentalan) menentukan penggunaan spindle dan speed pada
pengoperasian viscometer rotasi Brookfield. Ketiga sampel menggunaan spindle 61
dengan kecepatan (speed) sirup merah dan hijau berkecepatan 60 dengan factor
koreksi 1, sedangkan sampel emulsi memakai speed 12 dengan factor koreksi 5.
Perbandingan masing-masing viskositas ketiga sampel dengan replikasi sebanyak 3
kali, sampel sampel sirup hijau didapatkan hasil pembacaan 40; 50,5; dan 62. Sampel
sirup merah didapatkan hasil pembacaan 22,5; 29,5; dan 19,5. Lalu sampel emulsi
didapatkan hasil pembacaan 77,5; 81; dan 83. Jika dibandingkan berdasarkan besar
hasil pembacaan, hasil sampel emulsi lebih tinggi dari pada sampel sirup kemudian
diikuti kadar hasil dari pembacaan sirup hijau lalu sirup merah . jika dibandingkan
berdasarkan speed masing-masing sampel terhadap viskositas (kekentalan) sampel.
27
Emulsi memiliki hasil yang tinggi dengan speed 12 yang digunakan , yang mana
emulsi lebih kental daripada sirup.
Perhitungan viskositas ketiga sampel didapatkan hasil yang lebih besar emulsi
dari pada sirup. Emulsi replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut 387,5; 405; dan 415. Sirup
hijau replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut 40; 50,5; dan 62, dan sirup merah replikasi
1, 2, dan 3 berturut-turut 22,5; 29,5; dan 19.5. Kecepatan (rpm) sirup berbeda speed
hasilnya sama, sedangkan semulsi berbeda.
V. KESIMPULAN
Dalam praktikum viscometer brookfield ini didapatkan emulsi lebih
kental dari pada sirup dibuktikan dengan penggunaan emulsi menggunakan speed
12 dengan faktor koreksi 5 dan sirup dengan speed 60 faktor koreksi 1. Kekentalan
emulsi juga dibuktikan melalui perhitungan viskositas yang dimana hasil dari
emulsi lebih besar dari pada sirup, dimana replikasi 1,2, dan 3 berturut-turut
mendapatkan hasil 387,5; 405; dan 415, lalu sirup hijau mendapatkan hasil replikasi
1,2,dan 3 berturut-turut 40; 50,5; dan 62, dan sirup merah replikasi 1,2 dan 3
berturut-turut mendapatkan hasil 22,5; 29,5; 19,5. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
yang memiliki tingkat kekentalan paling tinggi secara berturut-turut adalah emulsi,
sirup hijau, sirup merah. Jadi, kekentalan sirup mempengaruhi speed, spindle, dan
faktor koreksi pada percobaan brookfield
Perhitungan viskositas ketiga sampel didapatkan hasil yang lebih besar emulsi
daripada sirup. Emulsi replikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut 387,5; 405; dan 415. Sirup
hijau reolikasi 1, 2, dan 3 berturut-turut 40; 50,5; dan 62, dan sirup merah replikasi
1, 2, dan 3 berturut-turut 22,5; 29,5; dan 19.5. Kecepatan (rpm) sirup berbeda speed
hasilnya sama, sedangkan semulsi berbeda.
28
VI. DOKUMENTASI
29
6 Lakukan pengamatan pertama pada
sirup hijau replikasi 3 dengan speed
60 spindel 61 dan faktor koreksi =
1, didapatkan hasil pembacaan 62
dan perhitungan viskositas = 62*1
= 62 cps
7 Lakukan pengamatan pertama pada
sirup merah replikasi 1 dengan
speed 60 spindel 61 dan faktor
koreksi = 1, didapatkan hasil
pembacaan 22,5 dan perhitungan
viskositas = 22,5*1 = 22,5 cps
8 Lakukan pengamatan pertama pada
sirup merah replikasi 2 dengan
speed 60 spindel 61 dan faktor
koreksi = 1, didapatkan hasil
pembacaan 29,5 dan perhitungan
viskositas = 29,5*1 = 29,5 cps
9 Lakukan pengamatan pertama pada
sirup merah replikasi 3 dengan
speed 60 spindel 61 dan faktor
koreksi = 1, didapatkan hasil
pembacaan 19,5 dan perhitungan
viskositas = 19,5*1 = 19,5 cps
10 Sebelum berganti sampel, jangan
lupa membilas spindle dengan
aquadest. Tahapa ketiga adalah
sampel emulsi.
30
11 Lakukan pengamatan pertama pada
emulsi replikasi 1 dengan speed 12
spindel 61 dan faktor koreksi = 5,
didapatkan hasil pembacaan 77,5
dan perhitungan viskositas =
77,5*5 = 387,5 cps
12 Lakukan pengamatan pertama pada
emulsi replikasi 2 dengan speed 12
spindel 61 dan faktor koreksi = 5,
didapatkan hasil pembacaan 81 dan
perhitungan viskositas = 81*5 =
405 cps
13 Lakukan pengamatan pertama pada
emulsi replikasi 3 dengan speed 12
spindel 61 dan faktor koreksi = 5,
didapatkan hasil pembacaan 83 dan
perhitungan viskositas = 83*5 =
415 cps
14 Catat hasil pengamatan dan bentuk
sebuat tabel sebagai hasil
pengamatan dan berikan
pembahasan
31
PERCOBAAN 3 : BOBOT JENIS
(FI VI hal 2054)
I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menentukan bobot jenis dari sirup merah, sirup hijau, dan aquades menggunakan
alat piknometer.
2. Untuk menguji kemurnian dari sediaan.
3. Untuk mengetahui volume dan berat piknometer pada suhu tertentu.
Pada praktikum, kami menggunakan metode pengukuran piknometer. Prinsip metode ini
didasarkan atas ketentuan massa cairan dan penentuan ruang yang ditempati cairan. Untuk ini
dibutuhkan wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode
piknometer akan bertambah hingga mencapai keoptimuman tertentu dengan bertambahnya
volume piknometer. Keoptimuman ini terletak pada sekitar isi ruang. Prinsip Metode
Piknometer ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan rungan yang ditempati
cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang air. Menurut peraturan apotek,
harus digunakan piknometer yang sudah ditara, dengan isi ruang dalam ml dan suhu tetentu
(20°C). Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan
bertambahnya volume piknometer.
32
sangat rendah dapat menyebabkan senyawamembeku sehingga sulit untuk menghitung
bobot jenisnya.
2. Massa zat
Jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi
lebih besar.
3. Volume zat
Jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari
massa zat itu sendiri dimana ukuran partikel dari zat, bobotmolekulnya serta kekentalan
dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
4. Kekentalan/viskositas
Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan digunakan
sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalammenentukan senyawa cair,
digunakan pula untuk uji identitas dan kemurniaan dari senyawa obat terutama dalam
bentuk cairan.
5. Cara penutupan piknometer yang terlalu cepat dapat menyebabkan air yang tumpah
terlalu
banyak sehingga mempengaruhi berat pada penimbangan.
6. Pengaruh perubahan suhu yang terlalu cepat dapat menyebabkan cairan (syrup) di
dalam
piknometer memuai dan menyusut dengan tidak semestinya, sehingga pada waktu
ditimbang hasilnya kecil.
7. cairan yang digunakan sudah tidak murni (terkontaminan) sehingga mempengaruhi
bobot
jenis suatu sirup
8. pengaruh suhu dari pemegangan alat piknometer.
Atur suhu zat yang di uji hingga lebih kurang 25°C, masukkan cairan kedalam
piknometer
33
Atur suhu piknometer yang telah diisi sampai 25°C, buang kelbihan zat uji dan
ditimbang
Jika pada monografi tertera suhu yang berbeda dari 25°C, buang kelebihan zat uji dan
timbang
Jika pada monografi tertera suhu yang berbeda dari 25°C maka piknometer yang telah
diisi diatur sampai yang diinginkan sebelum ditimbang.
Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat
dengan bobot air, dala piknometer kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya
ditetapkan pada suhu 25°C.
V. HASIL PENGAMATAN
- Sempel Aquades dan Sirup hijau
Volume piknometer : 24,619 ml
No Nama sampel Penimbangan
1. Piknometer kosong 32,87 g
Piknometer + aquades 57,35 g (1)
34
57,19 g (2)
57, 07 g (3)
2. Piknometer kosong 32, 94 g
Piknometer + Sirup hijau 62,05 g (1)
61,09 g (2)
61,96 g (3)
(0,994+0.987+0,982)
= = 0,988 ~ 1 g/ml
3
35
𝑀 (62,05 𝑔−32,94 𝑔) 29,11 𝑔
• Bj = = = = 1,18 g/ml
𝑉 24,619 𝑚𝐿 24,619 𝑚𝐿
(1,18+1.143+0,984)
= = 1,16 ~ 1,2 g/ml
3
(1,090+1.087+1,090)
= = 1,089
3
36
VII. PEMBAHASAN
Pertama kali disiapkan wadah untuk menampung es batu yang digunakan untuk
mempercepat penurunan suhu sehingga mencapai suhu yang sudah ditentukan yaitu 25 derajat
celcius (diukur menggunakan thermometer). Digunakan suhu 25°C karena pada temperatur
tersebut senyawa dalam keadaan stabil. Pada suhu tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya
dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenis, demikian pula pada suhu yang
sangat rendah akan menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit menghitung bobot
jenisnya. Selanjutnya isi piknometer kosong dengan aquadest lalu didinginkan sampai suhu
25°C, kemudian keringkan luarnya menggunakan tisu lalu ditimbang dan dicatat hasilnya
(dilakukan replikasi sebanyak 3X) setelah itu keluarkan aquadest dari piknometer hal ini
dilakukan untuk menguji apakah alat tersebut bisa berfungsi secara sempurna atau tidak. Pada
waktu sebelum ditimbang piknometer dibersihkan dengan tisu dengan tujuan menghindari
penambahan bobot jenis, hal ini dikarenakan jika memegang piknometer tanpa menggunakan
tisu kotoran yang terdapat pada tangan akan menempel di piknometer.
Langkah berikutnya piknometer di isi dengan sampel sampai penuh dan ditutup dengan
thermometer, didinginkan di es batu hingga suhu mencapai 25°C lalu dikeringkan dengan tisu
dan ditimbang serta bobot yang didapat dicatat. Lakukan hal ini sebanyak 3X untuk
mendapatkan data yang bagus. Setelah ditimbang keluarkan sampel dari piknometer, lalu bilas
piknometer dengan aquades dan keringkan. Langkah terakhir yaitu perhitungan berat jenis
dengan rumus yang sudah ditentukan.
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah kami laksanankan, yaitu menentukan berat jenis Aqudest dan
Sirup dengan metode piknometer. Pada syrup hijau menunjukan hasil yang sesuai dengan berat
jenis yang sudah ditetapkan oleh DEPKES RI, yaitu berat jenis aquadest yaitu 1 g/ml, dan
untuk berat jenis sirup 1,2 g/ml. Sedangkan untuk syrup merah diperoleh berat jenis air yaitu 1
g/ml dan berat jenis sirup diperoleh 1,089 g/ml (tidak sesuai dengan yang sudah ditetapkan
oleh DEPKES RI). Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sirup yang
digunakan sudah terkontaminasi, dari kekentalan sirup, dan Cara penutupan piknometer yang
terlalu cepat dapat menyebabkan air yang tumpah terlalu banyak sehingga mempengaruhi
berat pada penimbangan.
37
IX. DOKUMENTASI
38