Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH KIMIA FISIKA

ZAT GAS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Fisika

Disusun oleh :
Diyah Puspita Sari (221003242010449)
Nabila Agustina (221003242010453)

PROGRAM STUDI TEKNIK


KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat- Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 29 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i


Kata Pengantar................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
2.1 Sifat Gas............................................................................................... 2
2.2 Hukum - Hukum Gas........................................................................... 13
2.3 Pembagian Gas..................................................................................... 19
2.4 Hukum Dalton tentang Tekanan Parsial............................................... 30
2.5 Hukum Efusi Graham........................................................................... 34
2.6 Teori Kinetik dan Hukum Gas............................................................. 36
2.7 Proses Suatu Gas.................................................................................. 41
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 50
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 50
Daftar Pustaka.................................................................................................. 51

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah akrab dengan yang namanya
gas. Contoh gas yang sering kita jumpai adalah oksigen, karbon dioksida, dan
uap air. Gas sangat membantu bagi kehidupan seluruh makhluk hidup yang
ada di dunia. Tidak hanya manusia saja yang membutuhkan gas, akan tetapi
tanaman dan binatang juga sangat membutuhkan gas. Tanaman dan binatang
membutuhkan gas untuk bernafas. Pada saat kita bernafas, yang kita hirup
merupakan oksigen,dan yang kita keluarkan merupakan karbon dioksida. Gas
karbon dioksida yang kita hembuskan, akan diserap oleh tanaman dan
kemudian akan dikonversi menjadi oksigen. Siklus tersebut akan berjalan
secara terus menerus, dan bersifat alami.

Pada bab ini, akan dibahas mengenai beberapa materi mengenai sifat-
sifat gas, hukum-hukum gas, pembagian gas, dan lain-lain. Sifat gas memiliki
beberapa keunikan, salah satunya adalah volume gas akan mengikuti ruangan
yang ditempati oleh gas tersebut. Hukum-hukum gas terbagi menjadi
beberapa, yaitu Hk.Boyle, Hk.Charless, Hk.Gay-Lussac, Hk.Avogadro, dll.
Pembagian gas, terbagi menjadi dua yaitu gas ideal dan gas non ideal. Tetapi
sejatinya pada kehidupan nyata gas ideal itu tidak pernah ada.

Gas merupakan salah satu dari empat wujud dasar materi. Jika
dibandingkan dengan padatan dan cairan, gas memiliki tingkat kerapatan
yang kecil. Molekul gas terletak saling berjauhan dan bergerak bebas ke
segala arah. Jika digambarkan, gas dapat bergerak-gerak karena adanya
tekanan.

Gas memiliki beberapa keunikan sifat, yaitu volume gas akan mengikuti
seberapa besar ruangan yang tersedia, atau dapat diartikan volume dan bentuk
gas berubah-ubah sesuai dengan tempatnya berada. Gas dapat bergerak bebas
sesuai dengan tempatnya berada, karena gas memiliki kerapatan molekul
yang rendah.

Dalam wujud gas, gerakan translasi molekul-molekul sudah


menyebabkan molekul-molekul memiliki energi yang cukup besar sehingga
melampaui gaya tarik menarik antar molekul. Kecepatan molekul gas sangat
tinggi dan arahnya selalu berubah-ubah. Keadaan seperti ini menghasilkan
gerakan tak teratur (random). Pada tekanan biasa, molekul-molekul gas
terpisah satu sama lain dengan jarak yang cukup besar, sehingga
menyebabkan gaya tarik menarik mereka semakin tidak berarti. Keadaan dan
sifat molekul seperti ini mengakibatkan gas dapat dimampatkan atau
dimuaikan, mempunyai tekanan dan mudah berdifusi. (Dr. Omay Sumarna,
M.Si.)

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui sifat-sifat gas
2. Untuk mengetahui pengertian gas ideal dan gas nyata.
3. Untuk mengetahui hukum-hukum pada gas

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sifat Gas


2.1.1 Sifat umum gas :
 Gas bersifat transparan
 Gas akan terdistribusi merata dalam ruang dengan berbagai bentuk
 Gas dapat ditekan dengan tekanan luar
 Volume sejumlah gas akan sama dengan volume wadah yang
menempatinya
 Gas dapat berdifusi ke segala arah
 Gas dapat bercampur sempurna dengan gas yang lain
 Gas dapat dijelaskan dengan parameter suhu dan tekanannya
 Terdapat tiga variabel gas yang dapat diukur yaitu :
Tekanan volume dan suhu. Tekanan adalah gaya per satuan luas,
biasanya satuan tekanan yang digunakan adalah atm (atmosfir)
atau mmHg (satuan torr). Simbol volume adalah V, satuan
volume adalah Liter atau miliLiter. Suhu gas dilambangkan
dengan T, satuan yang digunakan adalah kelvin (0K).

Gambar 1.1 Gerakan molekul zat padat, cairan, dan gas


(Sumber : Khadafi M. “Gas Ideal dan Gas Nyata”.
www.slideshare.net. 13 Juni 2014. 06 Mei 2023.)

2.2.1 Tiga keunikan sifat gas

Tiga keunikan sifat gas menurut Yuli Rohyami,2018 :

1. Volume gas akan mengikuti ruangan


Gas selalu mengikuti wadah atau ruang yang ditempatinya.
Gas yang ditempatkan dalam suatu tabung silinder maka seluruh
ruang yang tersedia akan diisi oleh molekul-molekul gas.
Seberapapun ruangan yang disediakan akan ditempati oleh
molekul-molekul gas. Molekul gas akan berada dalam seluruh
ruangan yang tersedia. Molekul gas akan menyesuaikan ukuran
wadah yang disediakan. Kalau ruangan yang tersedia lebih besar
maka molekul gas akan bergerak dengan sangat bebas. Sebaliknya
jika ruangannya lebih sempit maka molekul gas akan merapat.

2
Apabila gas yang menempati volume yang tersedia besar
maka volume gas juga akan mengikuti wadahnya. Jika gas
tersebut dipindahkan dalam wadah yang mempunyai volume atau
ruang yang lebih kecil, maka gas akan menyesuaikan ukuran
wadahnya dengan memperbesar tekanan di dalam ruangan.
Darimana kita dapat mengukur atau mengetahui volume gas?
Volume gas dapat diukur dari ukuran wadah atau ruang yang
ditempatinya.

Gas yang ditempatkan dalam wadah yang besar akan


bergerak bebas mengisi seluruh ruangan yang tersedia. Kerapatan
gas akan mengikuti ukuran yang tersedia. Gas dengan jumlah
molekul yang sama ditempatkan dalam wadah yang memiliki
ukuran yang berbeda akan memiliki kerapatan yang berbeda.
Kerapatan gas dalam wadah yang berukuran besar lebih rendah
dibandingkan dengan gas dalam wadah kecil.

Adanya perbedaan volumenya, gas yang memiliki jumlah


yang sama apabila ditempatkan dalam wadah yang ukurannya
lebih kecil maka molekul gas akan menjadi semakin rapat
sehingga tekanan di dalam wadah akan semakin meningkat.
Sebaliknya, jika kerapatan gas semakin kecil maka gas akan
leluasa bergerak dengan tekanan di dalam wadah yang lebih
rendah.

2. Kompresi dan ekspansi gas


Gas dapat dikompresikan dan dapat pula diekspansikan
dengan mengubah tekanannya. Gas dapat dikompresikan sehingga
volumenya menjadi lebih kecil. Kalau jumlah gas yang kita Gas
kompresikan dalam jumlah yang sama, maka dapat menyebabkan
tekanan di dalam wadahnya menjadi semakin besar. Begitu pula
sebaliknya, apabila kita pindahkan gas yang memiliki volume
kecil dalam wadah yang lebih besar, maka gas akan mengalami
ekspansi. Tekanan di dalam wadah yang tadinya besar, akan
menjadi semakin kecil.

Sifat kompresi dan ekspansi gas menunjukkan bahwa gas


memiliki bentuk yang fleksibel. Gas dapat dikompresikan pada
tekanan tertentu sehingga volumenya menjadi lebih kecil. Gas
dapat ditempatkan dalam tabung baja yang memiliki ketahanan
terhadap tekanan sehingga dapat menampung sejumlah gas
bertekanan tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai
gas oksigen, gas nitrogen, gas asitelin, gas hidrogen, dan gas elpiji
yang ditempatkan dalam suatu tabung.

3. Kerapatan gas rendah


Gas memiliki massa jenis yang rendah dan lebih ringan
dibandingkan cairan dan padatan. Kerapatan molekulnya menjadi
lebih rendah dan gaya gesekan antar molekul sehingga dapat kita
abaikan. Fase gas dapat bergerak lebih bebas sesuai dengan
ruangan yang tersedia, bila dibandingkan dengan fase cair ataupun

3
fase padatnya. Zat cair memiliki tatanan molekul yang lebih
teratur dibandingkan gas. Molekul-molekul zat cair dapat
bergerak secara bebas tetapi sangat dibatasi oleh wujudnya yang
mengikuti bentuk wadah dan tidak sembarang ruangan dalam
wadah dapat ditempatinya. Bentuk cairan akan mengikuti gaya
gravitasi sehingga cairan akan menempati pada bagian dasar
wadah terlebih dahulu. Gaya interaksi antar molekul dan gaya
adhesi kohesi tidak dapat diabaikan begitu saja. Berbeda dengan
gas, akan tersebar secara merata sehingga dapat bergerak dengan
leluasa. Interaksi antar molekul dapat diabaikan sehingga dapat
digunakan sebagai pendekatan sifat ideal suatu gas. Oleh karena
itu gas ideal selalu digunakan sebagai pendekatan dalam beberapa
perhitungan kimia.

2.3.1 Keberadaan Gas


Keberadaan gas dapat kita amati atau kita nyatakan dalam
keadaan gas. Gas dapat dinyatakan dalam variabel yang dapat
memberikan suatu ukuran gas. Keadaan gas dinilai dari volume (V),
jumlah mol (n), tekanan (p) dan temperaturnya (T). Hubungan
keempat variabel ini dikenal dengan persamaan keadaan. (
Y.Rohyai,2018 )

Keadaan gas dicirikan oleh gaya tarik antar molekulnya yang


lemah. Gaya tarik antar molekul adalah gaya tarik yang ditimbulkan
oleh molekul lain disekitarnya. Gaya tarik antar molekul yang lemah
memungkinkan molekul untuk bergerak secara cepat dan bebas, yang
menyebabkan sifat fisis gas hampir tidak bergantung pada sifat
kimianya, tetapi perilaku gas dapat dikendalikan oleh volume,
tekanan, suhu, dan banyaknya mol.

 Tekanan
Tekanan merupakan kuantitas intensif yang dibentuk dari nisbah
(ratio) antara dua kuantitas ekstensif, yaitu gaya dan luas. Sifat
ekstensif adalah sifat yang bergantung pada jumlah. Sifat intensif
adalah sifat yang tidak bergantung pada jumlah. Atau tekanan
dapat didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Misalnya jika
ada sebuah piston yang diberikan gaya sebesar 100 pound dan luas
permukaan piston tersebut adalah 100 inci 2, maka tekanan pada
setiap inci permukaan adalah 100 lb/100 in2 = 1 lb/in2 atau dapat
ditulis 1 psi (Pounds per Square Inch).
100 𝑙𝑏 1 𝑙𝑏
=
100 𝑖𝑛2 1 𝑖𝑛2

Jika tekanan dalam suatu wadah yang berisi gas sejenis, kita
dapat mengetahui dengan mudah bahwa gas yang menempati
wadah dengan ukuran yang sama akan memiliki jumlah gas yang
sama pula. Akan tetapi jika suatu gas yang menempati wadah
yang berbeda dan tekanannya berbeda, maka jumlah gasnya juga
akan berbeda. Tekanan gas dipengaruhi oleh seberapa banyak gas
yang dimasukkan ke dalam suatu wadah. Jika semakin banyak gas

4
yang

5
dimasukkan ke dalam wadah, maka akan semakin besar tekanan
yang ada di dalam gas tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya
interaksi antar molekul-molekul gas. Dan jika gas dalam suatu
wadah berkurang, maka tekanannya juga akan ikut berkurang.
Secara sistematis, besarnya tekanan dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut :
𝐹
𝑝=
𝐴
P = tekanan (Nm atau pascal)
-2

F = gaya (N)
A = luas permukaan (m3)

Gambar 1.2. Gaya yang bekerja pada suatu permukaan gas


(Sumber : Rohyami, Yuli. 2018. Kimia Fisika. Yogyakarta:
Deepublish)

Pengaruh gaya pada gas, gaya dapat mengubah tekanan gas


apabila gas ditempatkan dalam suatu bejana kemudian diberi
gaya. Besarnya perubahan tekanan gas akan setara dengan
besarnya gaya yang diberikan dibagi dengan luas permukaannya.
Molekul gas yang awalnya dapat bergerak bebas dan mengisi
penuh suatu bejana, setelah diberikan gaya maka tekanan di dalam
bejana akan meningkat seiring dengan ketersediaan luas
permukaan.

Dalam sistem SI, besarnya tekanan dapat dinyatakan dalam


satuan pascal (pa). Secara umum, satuan tekanan dituliskan dalam
satuan atmosfer (atm), bar, Psi, dan Torr. Berikut, beberapa
konversi satuan tekanan :
1 Pa = 1 Nm-2
1 bar = 100 kPa

6
1 atm = 101,325 kPa
1 atm = 760 mmHg atau 760 Torr
1 atm = 14,7 lb/in2 atau Psi

Alat yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan gas


adalah barometer atau manometer. Pengukuran menggunakan
barometer memilki prinsip yang sederhana. Dasar dari
pengukuran tekanan menggunakan barometer adalah perbedaan
tinggi suatu bejana yang berisi air raksa. Atau dapat diartikan
dengan besarnya tekanan akan setara dengan kenaikan tinggi air
raksa. Dasar pengukuran tekanan menggunakan monometer
adalah suatu pembanding yang mengukur perbedaan tinggi bejana
U yang berisi gas.

Tekanan Atmosfer
Atmosfer adalah suatu lapisan gas yang mengelilingi bumi.
Gas yang terdapat pada lapisan atmosfer merupakan campuran
gas. Tekanan atmosfer dapat diukur dengan alat yang bernama
barometer.

Gambar 1.3. Barometer merkuri. Tekanan atmosfer dapat


menyebabkan tinggi kolom merkuri sebesar h, dan berubah
bilamana tekanan atmosfer beruabah.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Barometer dibuat dengan mengisikan dengan mengisikan tabung


gelas yang panjangnya kira-kira 1 meter dengan merkuri, dan
menutup ujungnya sehingga pada saat tabung dijungkirkan ke
dalam mangkuk berisi merkuri, tidak ada merkuri yang tumpah.
Bila sesudah itu tutup tabung dibuka, ternyata hanya sebagian
kecil merkuri yang akan mengalir ke luar. Tabung tersebut dapat
dikatakan hampir penuh, hanya sedikit ruang kosong (keadaannya
vakum) berada di atas merkuri. Merkuri ini tetap berada di dalam

7
tabung karena tekanan atmosfer menekan permukaan cairan dalam
mangkuk.

Tabung gelas barometer yang telah diisi oleh merkuri, harus


ada sedikit ruang yang disisakan atau merkuri tidak boleh diisi
sampai tabung gelas penuh. Dengan hal ini maka tinggi kolom
merkuri (h) tidak akan bergantung pada garis tengah atau panjang
tabung. Dapat kita lihat pada keterangan Gambar 1.3. bahwa
tinggi kolom merkuri akan berubah bila tekanan atmosfer
berubah. Sebagai contoh, apabila tekanan atmosfer turun, maka
tinggi kolom akan menjadi lebih pendek. Tetapi, apabila tinggi
kolom merkuri tidak turun atau tetap, maka tekanan atmosfernya
juga tetap. Pada alat barometer, yang menjadi tekanan barometer
adalah tinggi kolom merkuri, yang biasanya ditulis dengan cm air
raksa (cmHg).

Atmosfer standar (atm) adalah tekanan yang diberikan oleh


kolom merkuri sepanjang 760 mm pada permukaaan laut dan pada
suhu 00C. Maka dari itu permukaan laut menjadi dasar dari
definisi tekanan standar, karena pada permukaan laut, tingginya
berfluktuasi (naik turun) di sekitar 760 mm.

1 atm = 760 mm Hg

Dalam satuan Inggris, besaran tersebut sama dengan tekanan


14,7 pound/inci².

Satuan SI untuk tekanan ialah pascal (Pa), didefinisikan


sebagai 1 newton (satuan SI untuk gaya) per meter persegi.

1 Pa = 1 N/m²

Dengan adanya satuan SI maka atmosfer standar didefinisikan


lagi dalam satuan pascal, menjadi

1 atm = 101.325 Pa = 101,325 kPa

Satuan tekanan yang lebih kecil yang acap kali kita jumpai
dalam percobaan ialah torr (berasal dari nama Evangelista
Torricelli, penemu barometer). Menurut definisi, 760 torr sama
dengan 1 atm.

1 atm = 760 torr

Untuk semua pengukuran gas yang paling cermat, 1 torr dapat


dikatakan sama dengan tekanan yang diberikan oleh kolom
merkuri setinggi 1 mm.

1 torr = 1 mm Hg

8
Dalam laboratorium kimia, kita akan lebih mudah
menggunakan satuan torr dan atm daripada pascal.

Mengukur Tekanan Gas yang Terperangkap


Tekanan gas yang ada dalam sistem tertutup dapat diukur
dengan alat yang dinamakan manometer. Contohnya adalah
manometer dapat mengukur tekanan gas yang timbul selama
reaksi kimia. Manometer terbuka pada hakekatnya adalah tabung
berbentuk U yang berisi cairan, misalnya merkuri. Salah satu
lengan tabung dihubungkan dengan sistem yang tekanannya akan
diukur, sedangkan lengan lain tetap terbuka ke atmosfer. Bila
tekanan gas di dalam sistem (Pgas) sama dengan Patm’ aras
(permukaan) cairan dalam kedua lengan akan sama tinggi. Jika
tekanan gas lebih besar daripada Patm’ maka merkuri dalam lengan
kiri akan tertekan ke bawah, yang akan mengakibatkan merkuri
dalam lengan kanan naik. Tekanan gas dalam sistem dapat
diketahui dengan membandingkan tekanan yang diberikan dalam
kedua lengan berdasarkan satu permukaan aras rujukan h0’ yang
dipilih karena kolomnya lebih pendek. Tekanan yang diberikan
pada kolom kiri bila Pgas > Patm adalah Pgas sementara pada
permukaan yang sama dalam kanan tekanan Patm ditambah tekanan
yang diberikan oleh kolom merkuri yang naik atas aras rujukan,
yaitu PHg. Bila kedua permukaan tadi sudah tidak bergerak lagi,
tekanan pada permukaan rujukan kedua lengan menjadi sama,
sehingga

Pgas = Patm + PHg

Gambar 1.4. Manometer dengan ujung terbuka. (a)


Tekanan gas yang terperangkap sama dengan tekanan
atmosfer; (b)
Tekanan gas yang terperangkap lebih besar daripada tekanan
atmosfer; (c) Tekanan gas yang terperangkap lebih kecil daripada
tekanan atmosfer.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

9
Gambar 1.5. Manometer tertutup dapat dirancang berbentuk
kompak (kecil), untuk mengukur tekanan rendah. (a) Bila tekanan
gas sama dengan tekanan atmosfer, merkuri di sisi kanan terpaksa
naik sampai ke ujung, sebab lengannya pendek. (b) Tekanan gas
dapat dibaca langsung bila tekanan tersebut jauh lebih
kecil dibandingkan tekanan atmosfer.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Untuk mencari (Patm) kita dapat menggunakan dengan alat


barometer, sedangkan PHg dapat diperoleh dari selisih tinggi kedua
kolom merkuri. Bila Pgas < Patm, ,aka tekanan dalam kolom kiri
pada permukaan rujukan ialah Pgas + PHg, sedangkan dalam kolom
kanan tekanannya Patm. Bila kolom tidak bergerak lagi, maka

Pgas + PHg = Patm

sehingga

Pgas = Patm - PHg

Jadi, bila Pgas < Patm maka tekanan gas dalam sistem dihitung
dengan mengurangkan selisih tinggi kolom dari tekanan atmosfer.

Karena ukuran alatnya yang kompak, maka manometer


tertutup, sering digunakan untuk mengukur tekanan rendah.
Keuntungan menggunakan manometer tertutup adalah kita tidak
perlu melakukan pengukuran tekanan barometer secara terpisah.
Alat ini terdiri atas satu tabung berbentuk U yang salah satu ujung
lengannya tertutup. Jika bagian tertutup dari tabung di sebelah
kanan pendek dan lengan di sebelah kiri terbuka ke atmosfer,
merkuri akan mengisi seluruh tabung di bagian kanan. Bila
manometer dihubungkan dengan radas (alat) yang berisi gas
bertekanan rendah, maka permukaan di sebelah kiri akan naik dan
yang di sebelah kanan akan turun, seperti terlihat pada Gambar

10
1.5.b. Pada permukaan rujukan, tekanan yang diberikan pada sisi
kiri adalah Pgas, sedangkan di sisi kanan pada permukaan yang
sama adalah PHg sebang ruang di atas merkuri hampa udara. Bila
kolom tidak lagi bergerak, berarti tekanan di kedua sisi sudah
sama, sehingga Pgas = PHg. Jadi, tekanan gas diukur dengan
mengukur selisih tinggi cairan dalam kedua lengan manometer.

Menggunakan Cairan Selain Merkuri dalam Manometer

Dalam pengukuran tekanan rendah, disarankan agar tidak


menggunakan cairan merkuri. Karena tingginya rapatan merkuri
mengakibatkan kecilnya selisih tinggi kolom dalam manometer.
Untuk pengukuran tekanan rendah, lebih baik menggunakan
cairan yang memiliki rapatan rendah agar selisih tinggi kolom
menjadi besar. Jika pada tekanan tertentu tinggi kolom cairan A
adalah hA dan tinggi kolom cairan B adalah hB, maka

ℎ𝐵
= 𝑑
× 𝑑𝐵𝐴
(1.1) ℎ𝐴

CONTOH 1.1 MENGGUNAKAN CAIRAN SELAIN


MERKURI DALAM MANOMETER
(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL: Cairan yang rapatannya 1,15 g/mL digunakan dalam


manometer terbuka. Dalam suatu percobaan, selisih tinggi
permukaan kedua lengan adalah 14,7 mm, dengan kedudukan
permukaan lengan yang berhubungan dengan gas yang
terperangkap lebih rendah dibandingkan permukaan bagian yang
terbuka. Tekanan barometer menunjukkan 756,00 torr. Berapa
tekanan gas yang terperangkap?

ANALISIS: Langkah pertama ialah menggambarkan keadaan


percobaan. Kondisi yang dipaparkan dalam soal berkaitan dengan
salah satu keadaan yang ditunjukkan pada Gambar 1.4., sehingga
kita perlu menambahkan selisih tekanan, yang kita sebut saja,
Pcairan pada tekanan atmosfer.

Pgas = Patm + Pcairan

Tetapi, sebelum melakukan hal itu, kita harus mengkonversi


selisih tinggi cairan menjadi selisih tekanan dalam torr, yang
berarti kita perlu menggunakan Persamaan 1.1.

JAWABAN: Mula-mula kita ubah selisih tinggi aras cairan dari


'mm cairan menjadi 'mm Hg, kemudian kita ubah lagi menjadi
torr. Rapatan merkuri ialah 13,6 g/ml. Jadi,

11
𝑑𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
ℎ𝐻𝑔 = ℎ𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 × 𝑑
𝐻𝑔 𝑔
1,15
𝑚𝐿
= 14,7 𝑚𝑚 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 × 𝑔
13,6 𝑚𝐿
= 1,24 𝑚𝑚 𝐻𝑔

Karena kita dapat menganggap 1 mm Hg sama dengan 1 torr,


maka selisih tinggi 1,24 mm Hg sama dengan selisih tekanan 1,24
torr. Sebab itu, tekanan gas menjadi

𝑃𝑔𝑎𝑠 = 756,00 𝑡𝑜𝑟𝑟 + 1,24 𝑡𝑜𝑟𝑟


= 757,24 𝑡𝑜𝑟𝑟

 Temperatur
Gas merupakan suatu bentuk (fase) dari zat yang bergantung
pada tekanan dan temperatur. Satuan temperature, terbagi menjadi
4 jenis, yaitu satuan 0Celcius (0C), 0Fahrenheit (0F), 0Reamur (0R),
Kelvin (K). Penulisan derajat Kelvin sesuai dengan kesepakatan
adalah derajat kelvin ditulis dengan Kelvin (K) karena derajat
kelvin merupakan temperature mutlak. Secara umum satuan
temperatur gas ditulis dengan satuan derajat celcius (0C). Dasar
dari temperatur tersebut adalah pada titik beku air dan titik didih air
pada tekanan 1 atm.

Menurut (Y.Rohmani, 2018), besarnya temperatur juga dapat


dinyatakan secara termodinamika yang menunjukkan arah aliran
energi untuk mencapai kesetimbangan termal. Temperatur suatu
gas secara termodinamika dinyatakan sebagai temperatur mutlak
dalam kelvin (K). Oleh karena itu dalam perhitungan temperatur
dituliskan dalam satuan kelvin. Satuan tersebut mengacu pada
kesetimbangan temperatur absolut pada saat semua molekul-
molekul dari semua zat menjadi tidak bergerak, yaitu pada
temperatur nol kelvin. Satuan tersebut mengacu pada titik tripel air
pada 00C, sehingga temperatur mutlak dihitung dari satuan celcius
ditambah 273,15 K.

T (K) = (0C + 273,15) K

 Volume
Berdasarkan sifat gas yang bisa memenuhi seluruh ruangan
yang ditempatinya, menjadikan volume gas akan selalu mengikuti
volume wadahnya. Dalam satuan SI, volume gas dinyatakan
dengan m3. Secara thermodinamika, keadaan gas dapat dinyatakan
dengan volume. Besarnya volume dari setiap mol gas, dapat
dinyatakan dengan volume molar. Besarnya kerapatan gas, juga
dapat ditentukan dengan volume gas. Kerapatan suatu gas, dapat
dihitung dari besarnya massa gas yang menempati ruang dengan
volume tertentu.

12
 Mol
Pengukuran jumlah gas, dapat dinyatakan dengan banyaknya mol
yang dapat ditentukan dengan jumlah massa mol. Jika pada gas
yang sama, semakin besarnya massa gas maka akan semakin besar
pula jumlah mol gas. Untuk mengukur mol gas, dpat kita gunakan
persamaan berikut :
𝑚
𝑚𝑜𝑙 =
𝑀𝑟
m : massa gas (g)
Mr : massa molekul relative gas (g/mol)

2.4.1 Hubungan Tekanan-Volume-Suhu Untuk Sejumlah Gas


Beberapa perilaku gas banyak kita jumpai dalam kehidupan kita
sehari-hari. Contoh hubungan tekanan dengan volume gas yang dapat
kita jumpai adalah pada saat kita memompa ban. Ketika kita
memompa ban, kita akan mendorong udara masuk kedalam ban
dengan cara menekan gagang pompa, dan udara akan masuk ke dalam
ban melalui selang pompa. Tetapi pada saat kita menekan gagang
pompa dan memastikan tidak ada udara yang keluar atau bocor, maka
tekanan udara akan naik.Pada contoh ini maka dapat dilihat bahwa
tekanan gas akan naik bila volumenya dinaikkan.

Gambar 1.6 Menekan gagang pompa akan menurunkan volume


udara dan meningkatkan tekanannya jika gas tak dapat keluar
melalui
selangnya.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Contoh hubungan volume dan suhu gas, dapat dijumpai pada


balon terbang, udara akan memuai bila dipanaskan. Karena udara
memuai, maka udara panas akan menempati seluruh ruangan balon
yang mewadahinya. Karena suatu massa tertentu akan menempati
ruang lebih banyak, sehingga massa per satuan volume (rapatan)
menurun. Hal ini yang menyebabkan udara panas mengapung dalam
udara dingin yang lebih rapat di sekitar balon. Pada contoh ini maka
dapat dilihat bawa volume gas memuai jika suhunya dinaikkan.
Contoh berikutnya adalah pada kaleng aerosol. Kaleng aerosol akan
meledak

13
jika dibakar. Hal ini menyadarkan bahwa tekanan gas yang terkemas
meningkat bila suhunya dinaikkan.

2.2 HUKUM-HUKUM GAS


Hukum-hukum gas dikembangkan pada akhir abad ke-18, ketika para
ilmuwan mulai menyadari bahwa hubungan
antara tekanan, volume dan suhu dari sampel gas dapat diperoleh, yang
menjadi dasar bagi pendekatan untuk semua gas.

a) Hukum Boyle
Hukum Boyle dikemukakan oleh Robert Boyle, dan
dipublikasikan pada tahun 1662. Hukum Boyle menyatakan bahwa,
pada suhu konstan, produk dari tekanan dan volume massa tertentu
dari gas ideal dalam sistem tertutup selalu konstan. Hukum ini dapat
diverifikasi secara eksperimental menggunakan pengukur tekanan dan
wadah volume variabel. Persamaan ini juga dapat berasal dari teori
kinetik gas: jika wadah, dengan jumlah molekul tetap di dalam,
berkurang volumenya, lebih banyak molekul akan menyerang area
tertentu dari sisi wadah per satuan waktu, menyebabkan tekanan yang
lebih besar.
Pernyataan hukum Boyle adalah sebagai berikut:
“Volume massa gas yang diberikan berbanding terbalik dengan
tekanan ketika suhu konstan.”
V = 1/P atau V = K1 / P dan P.V = K1
Dalam hubungan ini :
V = Volume gas ; P : tekanan gas ; K1 : tetapan yang besarnya
tergantung T, berat gas, jenis Gas, satuan P dan V.
Atau dapat dituliskan sbb :
P1.V1 = P2.V2 = K2 K2 : tetapan ; P1/P2 = V2/V1

Gambar 1.7 Grafik ketergantungan volume gas terhadap tekanan (p)


(Sumber : Rohyami, Yuli. 2018. Kimia Fisika. Yogyakarta:
Deepublish)

b) Hukum Charles
Hukum Charles atau hukum volume ditemukan oleh Jacques Charles
pada tahun 1787. Hukum ini menyatakan bahwa, untuk massa tertentu

14
dari gas ideal pada tekanan konstan, volume berbanding lurus
dengan suhu absolut, dengan asumsi dalam sistem tertutup.
Pernyataan hukum Charles adalah sebagai berikut:
“Volume (V) dari massa gas yang diberikan, pada tekanan konstan
(Pa), berbanding lurus dengan suhu (K).”
Pernyataan di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑉
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑇
Dimana : V =
volume
T = temperature

Gambar 1.8 Grafik ketergantungan temperatur (T) terhadap


volume gas
(Sumber : Rohyami, Yuli. 2018. Kimia Fisika. Yogyakarta:
Deepublish)

c) Hukum Gay- Lussac


Hukum Gay-Lussac, atau dapat dikatakan juga dengan hukum
Amontons atau hukum tekanan ditemukan pada tahun 1809 oleh
Joseph Louis Gay-Lussac. Persamaan ini menyatakan bahwa, untuk
massa tertentu dan volume konstan gas ideal, tekanan yang diberikan
pada sisi wadahnya berbanding lurus dengan suhu absolut.
Sebagai persamaan matematis, hukum Gay-Lussac dinyatakan
baik dengan:
𝑃
𝐾=
𝑇
di mana P adalah tekanan, T adalah suhu absolut, dan k adalah
konstanta kesebandingan.

d) Hukum Gas Gabungan


Hukum Gas Gabungan adalah hukum gas yang menggabungkan
ketiga hukum gas, yaitu Hukum Boyle, Hukum Charles, dan Hukum
Gay-Lussac. Hukum Gas Gbungan dapat dinyatakan dengan :
𝑃𝑉
= 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑇

15
Hukum gas gabungan, biasanya digunakan pada soal yang
memberi kondisi suhu, tekanan, dan volume untuk sejumlah gas, dan
ingin tahu bagaimana salah satu peubah itu beragam apabila kita
mengubah kondisi peubah lainnya. Jika pada kondisi awal (P, V, T)
dengan subscript “ i “, dan pada kondisi akhir kita gunakan subscript “
f ”, maka Hukum Gas Gabungan dapat ditulis menjadi

𝑃𝑖𝑉𝑖 𝑃𝑓𝑉𝑓
𝑇𝑖 = 𝑇𝑓
(1.2)

CONTOH 1.2 MENGGUNAKAN HUKUM GAS GABUNGAN


(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL: Suatu cuplikan gas menimbulkan tekanan 625 torr dalam


bejana 300 mL pada 250C. Berapa tekanan yang ditimbulkan oleh gas
itu bila ditempatkan dalam wadah 500 mL pada 500C?

ANALISIS: Pertama-tama yang harus diperhatikan dalam soal ini


ialah bahwa ada sejumlah tertentu gas yang dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain yang berbeda kondisi tekanan, suhu, dan
volumenya. Ini mengisyaratkan bahwa kita perlu menerapkan hukum
gas gabungan.

Sebagaimana akan Anda lihat nanti, cara terbaik untuk


memecahkan soal ini ialah dengan membuat tabel kecil berisi data
kondisi awal dan akhir melalui informasi dari pernyataan dalam soal.
Cara ini dapat menghindari kesalahan dan membantu mengenali
kuantitas yang belum diketahui yang perlu diselesaikan.

Untuk menjawab soal, kita perlu memecahkan kuantitas tertentu,


dalam hal ini ialah tekanan akhir, dengan menggunakan Persamaan
1.2. Bila hal ini dilakukan, persamaan akhirnya dapat disusun seperti:

Perhatikan bahwa tekanan akhir sama dengan tekanan awal


dikalikan nisbah volume dan nisbah suhu. Tentu saja, kita dapat
menggantikannya dengan kuantitas sebenarnya dari tabel data untuk
mendapatkan jawabannya. Bagaimanapun juga, kita dapat
menggunakan penalaran untuk memeriksa apakah Persamaan 1.2 telah
kita gunakan dengan benar. Untuk melakukan hal ini, kita manfaatkan
pengetahuan kita mengenai efek perubahan volume dan perubahan
suhu

16
terhadap tekanan gas untuk menentukan kuantitas mana yang menjadi
pembilang dan pembagi dalam nisba tersebut. Untuk membantu Anda
berpikir, dalam bagian ini diuraikan cara penyelesaian soal ini dan
yang sejenisnya.

JAWABAN: Mari kita mulai dengan membuat tabel data. Sebelum


melakukan hal ini, kita harus sangat hati-hati dengan suhu, yang perlu
dinyatakan dalam Kelvin sebelum dimasukkan ke dalam soal. Jadi,
suhu awal 250C menjadi 298 K (yaitu 25+ 273), dan suhu akhir 500C
menjadi 323 K.

Awal ( i ) Akhir ( f )
P 625 torr ?
V 300 mL 500 mL
T 298 K 323 K

Sekarang, cukup sederhana untuk menggantikan kuantitas tersebut


ke dalam persamaan dalam bagian analisis untuk menemukan
jawabannya. Tetapi coba kita lihat apakah kita dapat menggunakan
penalaran untuk menentukan bagaimana menyusun persamaan aljabar
ini. Kita perlu menetapkan nisbah volume dan suhu untuk
mendapatkan tekanan akhir.

Pf = Pi x (nisbah volume) x (nisbah suhu)

Coba kita bayangkan bahwa kita melakukan semua perubahan itu


dalam dua tahap. Tahap pertama dengan mempertahankan suhu tetapi
mengubah volumenya, kemudian dalam tahap kedua mempertahankan
volume sementara kita mengubah suhu.

Perhatikan bahwa dalam soal ini volume ditingkatkan dari 300


mL menjadi 500 mL. Kita ketahui bahwa hal ini akan menurunkan
tekanan, sebab tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya;
dengan kata lain, bila volume naik, tekanan pasti turun.

Perubahan volume di sini menyebabkan penurunan tekanan,


sehingga nilai dalam nisbah volume harus menyebabkan tekanan akhir
menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan awalnya, dan hal ini
menyaratkan bahwa volume yang lebih kecil berada sebagai pembilang
dalam nisbah volume. Volume yang lebih kecil merupakan volume
awal, sehingga nisbah volume menjadi
300 𝑚𝐿
( )
500 𝑚𝐿

Dan sampai sejauh ini kita mendapatkan :

17
300 𝑚𝐿
𝑃𝑓 = 𝑃𝑖 × ( ) × (𝑛𝑖𝑠𝑏𝑎ℎ 𝑠𝑢ℎ𝑢)
500 𝑚𝐿
Perhatikan bahwa nisbah volume dapat kita peroleh dengan
menggantikan nilai-nilai dari tabel ke dalam persamaan, tetapi kita
mendapatkan nisbah yang benar melalui penalaran, tanpa khawatir
di mana meletakkan nilai dengan tikalas subcrip i dan f.

Sekarang, mari kita lihat nisbah suhu. Suhu gas meningkat dari
kondisi awal ke kondisi akhir. Anda telah menyadari bahwa tekanan
gas juga meningkat bila suhu naik, jadi perubahan di sini akan
menyebabkan tekanan akhir lebih besar daripada tekanan awal. Dalam
hal ini, kita tentu mengalikan nisbah suhu yang menempatkan nilai
yang lebih besar sebagai pembilang. Dengan demikian nisbah suhu
menjadi
323 𝐾
( )
298 𝐾

Jadi, tekanan akhir dapat dihitung melalui persamaan


300 𝑚𝐿 323 𝐾
𝑃𝑓 = 𝑃𝑖 × ( )×( )
500 𝑚𝐿
= 406 𝑡𝑜𝑟𝑟 298 𝐾

Perhatikan bahwa satuan volume dan suhu saling meniadakan dalam


kedua nisbah.

e) Hukum Avogadro
Hukum Avogadro merupakan penggabungan dari hukum Boyle,
Hukum Charles, dan Hukum Gay-Lussac. Hukum Avogadro
diitemukan oleh Amedeo Avogadro pada tahun 1811. Hukum
Avogadro menyatakan bahwa volume yang ditempati oleh gas ideal
berbanding lurus dengan jumlah molekul gas yang ada dalam wadah.
𝑉
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑛
Dimana: V = volume
n = jumlah mol.
Volume gas pada tekanan dan temperatur konstan memiliki
ketergantungan dengan jumlah mol gas tersebut.
𝑉1 𝑉2
𝑛1 = 𝑛2
Dimana: V1 = volume gas mula-mula
n1 = jumlah mol mula-mula
V2 = volume gas akhir
n2 = jumlah mol akhir

18
Gambar 1.9 Volume gas berbanding lurus dengan jumlah mol
(Sumber : Rohyami, Yuli. 2018. Kimia Fisika. Yogyakarta:
Deepublish)

Volume dari suatu gas pada tekanan dan temperatur yang sama
mengandung jumlah molekul yang sama. Volume gas yang ditempati
oleh setiap mol molekul gas dinyatakan sebagai volume molar (Vm).
𝑉
𝑉𝑚 =
𝑛
Dimana: Vm = volume molar
V = volume gas
n = jumlah mol

Jika tekanan dan temperaturnya konstan, volume molar gas ideal


dapat dinyatakan sebagai

𝑅𝑇
𝑉𝑚 =
𝜌

Dimana: Vm = volume molar


R = konstanta gas ideal
T = temperatur
ρ = tekanan

Keadaan STP (Standard Temperature and Preassure) yang


konstan yaitu pada 00C (273,15 K) dan 1 atm. Jika tekanan dan
temperature pada keadaan kamar standar atau STAP (Standard
Temperature Ambient and Preassure) maka berada pada temperatur
250C (298,15 K) dan 1 bar. Besamya volume molar gas ideal pada
keadaan STP adalah 22,414 L/mol sedangkan pada keadaan STAP
adalah 24,790 L/mol.

f) Hukum Boyle-Gay Lussac


Kedua Hukum diatas Boyle dan Gay-Lussac dapat dijadikan satu
untuk memperoleh perubahan volume gas terhadap temperatur dan
tekanan.
 Pada T tetap P.V = K1 ( Boyle)

Pada P tetap V = K2.T ( Gay Lussac)

19
𝑃1𝑉1 𝑃2𝑉2
𝑇1 = 𝑇2

2.3 PEMBAGIAN GAS

2.3.1 Gas Ideal


Gas ideal adalah gas yang secara sempurna mengikuti hukum-
hukum gas (Hukum Boyle, Hukum Gay Lussac, dsb). Gas ideal
merupakan perumpamaan atau pendekatan yang sering digunakan
dalam beberapa persamaan, tetapi dalam kehidupan nyata gas ideal
tidak pernah ada. Dengan mengabaikan aspek kinetiknya, kita
dapat merumuskan aspek kuantitatif gas dengan pendekatan gas
ideal. Secara teoritis, pendekatan gas ideal juga dapat
mempermudah kita dalam mempelajari sifat gas, dan juga
mempermudah dalam menyatakan ukuran gas secara kuantitatif.

Gas hipotetis yang memenuhi hukum gas gabungan dalam


semua besaran suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas nyata
dikatakan menyimpang dari sifat ideal, dan arti penyimpangan ini
akan dibahas kemudian. Pada tekanan yang elative rendah,
termasuk tekanan atmosfer, dan pada suhu yang elative tinggi,
kebanyakan gas mendekati ideal, sehingga hukum gas gabungan
dapat dipergunakan dengan memuaskan dalam perhitungan seperti
yang telah kita lakukan (James E. Brady).

Hukum Gas Ideal


Telah kita ketahui bahwa untuk sejumlah gas (anggaplah
bersifat ideal)
𝑃𝑉
= 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑇
(1.3)

Tetapi tetapan dlam persamaan ini hanya berlaku jika


banyaknya gas tidak berubah. Nilai tetapan ini berbanding lurus
dengan jumlah mol gas; jika kita lipat dua atau lipat tigakan, maka
nilai tetapan akan menjadi dua atau tiga kali lipat lebih besar. Jika
mol gas adalah n, maka persamaan akan menjadi
𝑃𝑉
= 𝑛 × (𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑖𝑛)
𝑇
“Tetapan lain” ini merupakan tetapan gas universal yang
dilambangkan dengan “R”. Bila “R” dimasukkan dalam rumus,
maka
𝑃𝑉
= 𝑛𝑅
𝑇

20
Jika bentuk pecahan [PV/T] dihilangkan dengan cara
mengkali kedua ruas dengan T [(PV/T) x T], maka persamaannya
menjadi seperti berikut :

𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
(1.4)

Persamaan di atas (1.4) merupakan persamaan keadaan gas


untuk ideal, atau dapat juga dinamakan dengan hukum gas ideal,
karena hukum ini menghubungkan peubah (P, V, T, n) yang
mengkhususkan pada sifat gas. Bila nilai ketiga peubah ( misalnya
P, V, T) sudah diketahui, maka peubah keempat (misalnya n) hanya
memiliki satu nilai seperti yang ditentukan pada persamaan (1.4).

Volume Molar
Kita memerlukan nilai R agar kita dapat menggunakan
persamaan 1.4, yaitu dengan cara mensubstitusikan nilai P, V, T,
dan n hasil pengukuran ke dalam persamaan. Volume molar pada
STP adalah volume yang dapat diukur apabila gas memiliki STP (1
atm dan 00C atau 273 K) dan satu mol. Jika kita menerapkan
volume molar pada STP pada semua jenis gas, maka nilai yang
dihasilkan akan sedikit beragam. Hal ini dikarenakan gas nyata
bukanlah gas “ideal”.

Tabel 1.1 Volume molar beberapa gas nyata pada STP (Sumber
: James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima.
Jakarta: Erlangga)

Nilai volume molar gas ideal pada STP yang digunakan untuk
mencar R adalah 22,4 L. Hal ini dikarenakan dari banyaknya hasil
pengukuran, volume rata-rata yang ditempati oleh satu mol gas
pada STP adalah 22,4 L. Dengan nilai ini, maka
𝑃𝑉
𝑅=
𝑛𝑇𝑎𝑡𝑚)(22,4 𝐿)
(1
=
(1 𝑚𝑜𝑙)(273 𝐾)

21
𝐿 𝑎𝑡𝑚
= 0,0821
𝑚𝑜𝑙 𝐾
atau
𝑅 = 0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1

Tetapan R dapat mempunyai nilai numerik yang lain


bergantung pada satuan yang digunakan.

CONTOH 1.3 MENGUBAH SATUAN TETAPAN GAS


(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL: Berapakah nilai R bila tekanan dinyatakan dalam torr dan


volume dalam mililiter?

JAWABAN: Ini adalah sekedar soal konversi satuan dengan


menggunakan hubungan

1 𝐿 = 1000 𝑚𝐿
1 𝑎𝑡𝑚 = 760 𝑡𝑜𝑟𝑟
0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 1000 𝑚𝐿 760 𝑡𝑜𝑟𝑟
𝑅=( )×( )
𝑚𝑜𝑙 𝐾 ) × ( 1 𝑎𝑡𝑚
6,24 × 104 𝑚𝐿 𝑡𝑜𝑟𝑟 1 𝐿
=
𝑚𝑜𝑙 𝐾

Berikut beberapa contoh soal dalam penerapan hukum gas ideal :

CONTOH 1.4 MENGGUNAKAN HUKUM GAS IDEAL


(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL : Berapa volume 25,0 g O2 pada 200C dan tekanan 0,880


atm?

JAWABAN : Dari hukum gas ideal,

𝑛𝑅𝑇
𝑉=
𝑃
Kita akan menggunakan R = 0,0821 L atm mol-1 K-1 sehingga tabel
data yang diperoleh

P 0,880 atm
V ?
1 𝑚𝑜𝑙 𝑂2
n 25,0 g O2 × = 0,781 𝑚𝑜𝑙 𝑂
32,0 𝑔 𝑂2 2

T 20 + 273 = 293 K

22
Dengan substitusi kita dapatkan
(0,781 𝑚𝑜𝑙) × (0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1) × (293 𝐾)
𝑉=
(0,880 𝑎𝑡𝑚)
= 21,3 𝐿

CONTOH 1.5 MENENTUKAN MASSA MOLEKUL GAS


(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL: Seorang mahasiswa mengumpulkan gas alam dari alat


laboratorium pada 250C dalam labu 250 mL sampai tekanan gas
mencapai 550 torr. Bobot cuplikan gas itu 0,118 g pada suhu 250C.
Dari data tersebut, hitunglah massa molekul gas.

ANALISIS: Untuk menghitung massa molekul gas, kita perlu


menetapkan hubungan antara mol dan gram. Jika kita mengetahui
berapa mol berkaitan dengan gram, maka yang perlu kita lakukan
ialah membuat nisbah gram dengan mol. Nilai dari nisbah ini ialah
massa molekul.

Dalam soal ini diketahui banyaknya gram gas, jadi kita


mempunyai satu dari sekian informasi yang diperlukan. Juga
diketahui tekanan, volume dan suhu cuplikan gas, yang dapat
dipakai untuk menghitung banyaknya mol cuplikan gas dengan
menggunakan hukum gas ideal. Setelah kita dapatkan jumlah mol,
kita tentukan nisbah gram/mol untuk menghitung massa molekul.

JAWABAN: Mari kita selesaikan banyaknya mol, n dari hukum


gas ideal.
𝑃𝑉
𝑛=
𝑅𝑇
Kita gunakan R = 0,0821 L atm mol-1K-1. Data yang kita miliki
adalah

P 1 𝑎𝑡𝑚
550 𝑡𝑜𝑟𝑟 × = 0,724 𝑎𝑡𝑚
760 𝑡𝑜𝑟𝑟
V 1𝐿
250 𝑚𝐿 × = 0,250 𝑚𝐿
1000 𝑚𝐿
n ?
T 25 + 273 = 298 K

Dengan substitusi diperoleh

23
(0,724 𝑎𝑡𝑚) × (0,250 𝐿)
𝑛=
(0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1) × (298 𝐾)
0,00740
= = 0,00740 𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑜𝑙−1
Sekarang,kita cari nisbah gram terhadap mol dari cuplikan ini
0,118 𝑔
= 15,9 𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,00740 𝑚𝑜𝑙
Jika ada 15,9 g/mol, maka massa molekul haruslah 15,9 (gas alam
metana, CH4, memiliki massa molekul 16,0).

CONTOH 1.6 MENENTUKAN MASSA MOLEKUL GAS DARI


RAPATANNYA
(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL : Seorang mahasiswa mengukur rapatan senyawa


berwujud gas, yaitu 1,34 g/L pada 250C dan 760 torr, dan ia
diberitahu bahwa senyawa itu terdiri dari 79,8% karbon dan
20,2% hidrogen.
a) Bagaimana rumus empiris senyawa itu?
b) Berapa massa molekulnya?
c) Bagaimana rumus molekul senyawa itu?

JAWABAN:
a) Rumus empiris senyawa karbon-hidrogen. Jika
diandaikan ada100 g cuplikan,
1 𝑚𝑜𝑙 𝐶
79,8 𝑔 𝐶 × ( ) = 6,65 𝑚𝑜𝑙 𝐶
12,0 𝑔 𝐶
1 𝑚𝑜𝑙 𝐻
20,2 𝑔 𝐻 × ( ) = 20,0 𝑚𝑜𝑙 𝐻
1,01 𝑔 𝐻
Rumus empirisnya ialah C6,65/6,65H20,0/6,65 atau CH3 dengan
demikian massa rumus empiris CH3 = 15,0

b) Rapatan menyiratkan bobot 1 L gas

1,00 1,34 g

Untuk menghitung masssa molekul kita memerlukan


hubungan antara massa dan molekul. Mengikuti prosedur
seperti dalam Contoh 1.5 kita dapatkan

P 760 torr = 1 atm


V 1,00 L

24
n ?
T 25 + 273 = 298 K

𝑃𝑉 (1,00 𝑎𝑡𝑚) × (1,00 𝐿)


𝑛= =
𝑅𝑇 (0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1) × (298 𝐾)
= 0,0409 𝑚𝑜𝑙

Jadi,

0,0409 𝑚𝑜𝑙 = 1,34 𝑔

Untuk mencari massa molekul, buatlah nisbah gram


terhadap molekul.
1,34 𝑔
= 32,8 𝑔/𝑚𝑜𝑙
0,0409 𝑚𝑜𝑙
Massa molekulnya ialah 32,8

c) Ingat bahwa rumus molekul harus mempunyai tikalas yang


merupakan perkalian bilangan bulat dari rumus empirisnya.
Jadi, kemungkinannya ialah CH3, C2H6, C3H9, dan seterusnya.
Anda pun mengetahui bahwa rumus molekul merupakan
kelipatan massa dari unit rumus empiris, sehingga massa
molekul nyata juga merupakan kelipatan massa CH3, yaitu 15.
Nilai pengukuran 32,8, kira-kira dua kali 15,0, jadi rumus
molekulnya haruslah C2H6, (yaitu hidrokarbon etana).

Kenyataan bahwa ada selisih antara massa molekul nyata


(30,0) dengan hasil pengukuran (32,8) merupakan hal yang
lazim, yang timbul karena galat percobaan (experimental
error), yaitu galat pada hasil percobaan karena sebab-sebab
yang wajar dalam melakukan pengukuran.

Persamaan yang langsung menghubungkan massa molekul


dengan rapatannya, dengan mudah diturunkan dari hukum gas
ideal, dan dapat digunakan untuk menyelesaikan soal seperti
bagian (b) gas dalam contoh terakhir. Misalnya, kita mengetahui
bahwa jumlah mol gas diperoleh dengan membagi massa (dalam
gram) dengan massa molekulnya. (James E.Brady)

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 (𝑔)


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑙 (𝑛) =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑘𝑢𝑙 (𝑀)

atau,
𝑔
𝑛=
𝑀

25
Substitusi n dalam hukum gas ideal menghasilkan
𝑔
𝑃𝑉 = 𝑅𝑇
𝑀
yang dapat disusun untuk menyelesaikan soal M

𝑔 𝑅𝑇
𝑀= 𝑉 𝑃
(1.5)

Rapatan (d) ialah nisbah massa terhadap volume , g/V. Maka


persamaan 1.5 menjadi
𝑅𝑇
𝑀=𝑑
𝑃
(1.6)

Untuk menyelesaikan bagian (b) dari contoh 1.6 kita dapat


menstubtitusikan nilai-nilai d, R, T, dan P ke dalam persamaan
1,34 𝑔 (0,0821 𝐿 𝑎𝑡𝑚 𝑚𝑜𝑙−1𝐾−1)(298 𝐾)
𝑀=
(1,00 𝐿)(1 𝑎𝑡𝑚)
= 32,8 𝑔/𝑚𝑜𝑙

2.3.2 Gas Non Ideal


Gas nyata terdiri dari molekul-molekul nyata yang atomnya
mengisi ruang. Kita dapat melihat molekul-molekul gas nyata
mengisi ruang apabila kita memampatkan gas sampai pada
tekanannya tinggi. Pada kondisi yang sama, gas nyata memiliki
volume yang lebih besar dibanding dengan gas ideal.

Gas ideal tidak memiliki gaya tarik dengan sesamanya dan


dapat didinginkan sampai nol mutlak tanpa mengembun menjadi
cairan. Tetapi molekul gas nyata saling tarik dengan sesamanya.
Sewaktu gas didinginkanvolumenya menurun sampai di bawah
nilai hukum Charless. Kemudian tiba-tiba zat mengembun menjadi
cairan dengan volume yang jauh lebih kecil. Pada suhu yang lebih
rendah lagi, ia membeku menjadi padatan. Pengejawantahan
(manifestasi) lain dari adanya gaya tarik di antarra molekul gas
ialah pendinginan yang terjadi bila gas yang dimampatkan
dibiarkan bebas memuai dalam vakum. Sewaktu gas memuai, jarak
rata-rata yang memisahkan molekul menjadi naik. Karena ada gaya
tarik di antara molekul-molekul tadi, maka gerakan molekul yang
menjauh akan meningkatkan energi potensial dan menyebabkan
turunnya energi kinetik. (Ingat, energi total harus tetap sama
menurut hukum kekekalan energi.) Menurunnya energi kinetik
diamati sebagai menurunnya suhu gas.(James E. Brady)

26
Gambar 1.10 Keragaman volume berdasarkan suhu untuk gas
ideal dan gas nyata
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Persamaan untuk Gas Nyata


Gas non ideal atau gas nyata adalah, gas yang hanya
mengikuti hukum-hukum gas pada tekanan rendah. Gas nyata tidak
bisa mengikuti hukum-hukum gas ideal karena sifat gas nyata
menyimpang dari sifat ideal terutama pada tekanan tinggi dan suhu
rendah. Karena hukum gas ideal tidak dapat digunakan untuk
perhitungan yang ketelitiannya tinggi.

Volume terselisih (excluded volume) adalah situasi yang


terjadi apabila semua molekul gas bergerak dan ada volume
didalamnya yang tak dapat diisi oleh molekul karena merupakan
volume molekul gas itu sendiri.

Menurut (James E. Brady), dalam gas ideal, molekul tidak


memiliki volume sendiri, sehingga gas ideal benar-benar adalah
ruang kosong yang molekulnya dapat ditekan bila gas
dimampatkan. Jika kita kaitkan ruang kosong yang tersedia dalam
gas nyata dengan volume ideal, Videal, maka volume terukur dari gas
nyata, Vukur, ternyata sedikit lebih besar daripada Videal. Selisih ini
berkaitan dengan ukuran molekul nyata. Menurut J.D. van der
Waals (1837- 1923), seorang fisikawan Belanda, volume terukur
ialah

Vukur = Videal + nb

dengan b adalah koreksi karena adanya volume tersisih per mol,


dan n adalah mol gas. Untuk memecahkan volume gas ideal,
maka

Videal = Vukur – nb (1.7)

Dalam perhitangannya, Van der Waals mengkoreksi


tekanan yang didasarkan pada gaya tarik di antara molekul gas
nyata.

27
Dalam gas ideal, karena tidak adanya gaya tarik yang bisa

28
menyebabkan lintasan molekul berbelok, maka molekul gas ideal
bergerak dalam garis lurus. Sedangkan dalam gas nyata, adanya
gaya tarik menyebabkan molekul berubah arah (berbelok) pada
saat berselisih jalan.

Gambar 1.11 (a) Molekul gas ideal bergerak dalam garis


lurus, (b) Dalam gas nyata lintasannya berkelok sewaktu molekul
berselisih jalan sebab molekul saling tarik. Tanda bintang
menyatakan titik perjumpaan molekul yang melintas.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Van der Waals juga mengkoreksi bahwa tekanan pada gas


nyata yang lebih rendah akan menyebabkan tekanan gas nyata
lebih kecil dibanding dengan tekanan gas ideal. Dalam
mengkoreksi hal ini, Van der Waals menambahkan suhu n2a/v2
pada tekanan terukur agar tekanannya sama seperti tekanan yang
ditimbulkan oleh gas ideal.

𝑃𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑛2𝑎
= 𝑃𝑢𝑘𝑢𝑟 +
𝑉2
(1.8)

Karena kuantitas a berbanding lurus dengan kekuatan gaya


tarik, maka untuk mencapai teikanan gas ideal, diperlukan
penambahan tekanan terukur yang lebih besar. Hal ini masuk akal
jika kita anggap bahwa semakin besar gaya tarik semakin besar
pula pembelokan lintasannya. Ini berarti molekul gas akan semakin
jarang bertabrakan dengan diniding apabila molekul sudah
bergerak lama atau semakin lama molekul gas bergerak maka
semakin jarang bertabrakan dengan diniding.

Dengan memasukkan tekanan dan volume terkoreksi (dari


Persamaan 1.7 dan 1.8) ke dalam persamaan gas ideal
menghasilkan
𝑛2𝑎
(𝑝 + ) (𝑉 − 𝑛𝑏) = 𝑛𝑅𝑇
𝑉2
(1.9)

Persamaan 1.9 dinamakan persamaan keadaan van der Waals


untuk gas nyata. Meskipun bentuknya lebih rumit daripada
29
persamaan gas ideal, tetapi persamaan 1.9 baik apabila digunakan
untuk banyak gas dalam kisaran suhu dan tekanan yang lebar.

Nilai tetapan a dan b dapat berubah-ubah menyesuaikan sifat


gas yang akan menggunakan persamaan 1.9. Sifat gas dapat
berbeda-beda karena setiap gas memiliki volume molekul dan gaya
tarik molekul berbeda-beda. Ada beberapa nilai a dan b yang
ditampilkan pada Tabel 1.2. Terlihat pada tabel, bahwa molekul
yang memiliki banyak atom seperti C2H5OH mempunyai nilai b
yang lebih besar dibanding dengan molekul yang hanya memiliki
sedikit atom seperti He. Hal ini tidak mengherankan karena
molekul yang memiliki banyak atom diharapkan memiliki nilai
yang lebih besar daripada molekul yang memiliki sedikit atom.

Tabel 1.2 Tetapan van der Waals untuk gas nyata (Sumber
: James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi
Kelima.
Jakarta: Erlangga)

Keragaman kekuatan daya tarik antarmolekul dicerminkan


dalam nilai a. Molekul polar seperti NH3, H2O, CH3OH, dan
C2H5OH saling tarik karena molekul zemacam ini bersifat dwikutub
(dipole) yang cenderung berjajar sehingga muatan positif parsial
pada satu molekul menarik muatan negative parsial pada molekul
lain. Tarikan antara molekul nonpolar seperti O 2, CH4, dan C2H6
atau di antara atom terpencil seperti helium dan gas mulia lainnya,
lebih sulit untuk dijelaskan.

30
Gambar 1.12 Tarikan elektrostatik di antara dipole-dipole.
Tarikan akan mengalahkan tolakan, sehingga secara bersih molekul
merasakan tarikan satu sama lain.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Dari pembahasan di atas, dapat kita lihat bahwa nilai-nilai a


dan b memungkinkan kita memperluas pengetahuan mengenai
molekul yang menyusun gas nyata. Tetapan van der Waals untuk
gas diperoleh dengan mengukur P, V, dan T secara seksama dan
kemudian memilih nilai-nilai a dan b sehingga persamaan Van der
Waals memberikan hasil yang sama dengan data percobaan. Dalam
masalah ini, a dan b adalah kuantitas yang ditetapkan secara
percobaan yang memungkinkan kita memeriksa ulang teori
mengenai ukuran molekul dan tarikannya.

CONTOH SOAL :

Hitung tekanan uap pada suhu 2500C dan densitas 20 kg/m3


menggunakan :
(a) persamaan gas ideal
(b) persamaan van der Waals

Jawab:
(a) Persamaan gas ideal
3
𝑃 = 𝜌𝑅𝑇
8,314 𝑚 . 𝑃𝑎 ⁄
𝐾𝑔 1 𝑘𝑃𝑎 1000 𝑚𝑜𝑙
𝑃 = (20 )( °𝐾. 𝑚𝑜𝑙 ) 1000 ) ( ) (523,15°𝐾)
𝑚3 ( 𝑘𝑚𝑜𝑙
𝐾𝑔
18 ⁄ 𝑃𝑎
𝑘𝑚𝑜𝑙
𝑃 = 4832,74 𝑘𝑃𝑎
(b) Persamaan van der Waals

a = 1,703 kPa.m6/kg2 b = 0,00169 m3/kg


𝑅𝑇 𝑎
𝑃= −
𝑣−𝑏 𝑣2

31
3 1
(8,314 𝑚 . 𝑃𝑎⁄ ) ( 𝑘𝑚𝑜𝑙⁄ ) (523,15𝐾)
1°𝐾. 𝑚𝑜𝑙 18 3𝑘𝑔
𝑃= − 0,00169 𝑚
𝑘𝑔 ⁄𝑘𝑔
20 ⁄ 3
𝑚
1,703 𝑘𝑃𝑎 ⁄
𝑘𝑔
𝑚6
2
− 2
1
( ) 𝑘𝑔
⁄ 3
20
𝑚
𝑃 = (5001,8 − 681,2)𝑘𝑃𝑎 = 4320,6 𝑘𝑃𝑎

Dari steam table T = 523,15 K → P = 3977,6 kPa

2.4 Hukum Dalton tentang Tekanan Parsial


Hukum Dalton ditemukan oleh John Dalton dan dikenal dengan
hukum perbandingan berganda. Teori atom Dalton memberikan pemikiran
dasar bagi hukum perbandingan berganda. Hukum perbandingan berganda
berkaitan dengan pasangan unsur yang dapat membentuk lebih dari satu
jenis senyawa. Menurut Dalton, bila dua unsur membentuk dua atau lebih
dari satu senyawa, perbandingan massa dari unsur pertama dengan unsur
kedua itu merupakan bilangan bulat dan sederhana.

Ketika dua atau lebih gas yang tidak bereaksi ditempatkan dalam
wadah yang sama, tekanan yang ditimbulkan oleh masing-masing gas
dalam campuran itu akan sama dengan apabila hanya ada satu jenis gas
yang terletak dalam wadah. Tekanan parsial adalah tekanan yang
ditimbulkan oleh setiap gas dalam campuran, dan sebagaimana yang telah
diamati oleh John Dalton, bahwa tekanan total sama dengan jumlah
tekanan parsial setiap gas dalam campuran itu. Pernyataan ini, dikenal
sebagai Hukum Dalton tentang tekanan parsial, atau dapat dinyatakan
dengan rumus berikut

𝑃𝑇 = 𝑝𝑎 + 𝑝𝑏 + 𝑝𝑐+. . ..

PT adalah tekanan total dari campuran (yang dapat diukur dengan


manometer) dan pa’ pb’ dan pc’ masing-masing adalah tekanan parsial gas a,
b, dan c. Misalnya jika oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida dimasukkan
ke dalam bejana, maka tekanan total campuran adalah:

𝑃𝑇 = 𝑝𝑁2 + 𝑝𝑂2 + 𝑝𝐶𝑂2

Jadi, misalkan tekanan parsial dari nitrogen 200 torr, oksigen 250 torr, dan
karbon dioksida 300 torr, maka tekanan total campuran menjadi

𝑃𝑇 = 200 𝑡𝑜𝑟𝑟 + 250 𝑡𝑜𝑟𝑟 + 300 𝑡𝑜𝑟𝑟


= 750 𝑡𝑜𝑟𝑟

32
Hukum Dalton digunakan untuk menentukan tekanan yang
dihasilkan dari pencampuran dua gas yang semula ditempatkan dalam
wadah yang berbeda.

CONTOH 1.7 MENGGUNAKAN HUKUM DALTON TENTANG


TEKANAN PARSIAL
(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL : Jika 200 mL N2 pada 250C dan tekanan 250 torr dicampur dengan
350 mL O2 pada 250C dan tekanan 300 torr, sehingga dihasilkan volume
300 mL, berapakah tekanan akhir (dalam torr) campuran itu pada 250C.

JAWABAN: Dari hukum Dalton diketahui bahwa kita dapat


memperlakukan setiap gas dalam campuran seolah-olah hanya gas itu saja
yang ada. Karena itu, secara sendiri-sendiri kita dapat menghitung tekanan
N2, dan O2, yang baru dalam wadah 300 mL. Akan kita gunakan hukum
gas gabungan, dengan mengabaikan suhu karena suhunya sama.
Sebagaimana contoh terdahulu, mari kita buat tabel data.

Untuk setiap perhitungan kita dapat menuliskan

𝑝𝑓 = 𝑝𝑖 × (𝑛𝑖𝑠𝑏𝑎ℎ 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒)

Karena volume N2 naik, tekanannya harus turun; pf harus lebih kecil


daripada pi. Ini memerlukan nisbah volume yang lebih kecil daripada satu,
yang berarti volume yang lebih besar harus menjadi penyebut. Jadi,
200 𝑚𝐿
𝑃𝑁2 = 250 𝑡𝑜𝑟𝑟 × ( )
300 𝑚𝐿
= 167 𝑡𝑜𝑟𝑟

Untuk O2, volumenya mengecil; ; pf harus lebih besar daripada pi. Ini
memerlukan nisbah volume yang lebih besar daripada satu.
350 𝑚𝐿
𝑃𝑂2 = 300 𝑡𝑜𝑟𝑟 × ( )
300 𝑚𝐿
= 350 𝑡𝑜𝑟𝑟

Tekanan total campuran ialah jumlah tekanan parsial.

𝑃𝑇 = 𝑝𝑁2 + 𝑝𝑂2
= 167 𝑡𝑜𝑟𝑟 + 350 𝑡𝑜𝑟𝑟

33
𝑃𝑇 = 517 𝑡𝑜𝑟𝑟

Mengumpulkan Gas di Atas Air


Mengumpulkan gas di atas air hanya dapat dilakukan apabila kelarutan
gas dalam air rendah. Gas yang telah dibuat berulang kali di laboratorium
dikumpulkan dengan menggeser air. Dengan cara pengumpulan seperti ini
maka gas akan tercemar oleh molekul air yang menguap ke dalam gas.
Dalam hal ini molekul air akan menimbulkan tekanan yang disebut dengan
tekanan uap. Tekanan uap air hanya bergantung pada suhu air cairan
(Tabel 1.3). Besarnya tekanan total gas “basah” dipengaruhi oleh tekanan
uap air. Sehingga dapat dituliskan
𝑃𝑇 = 𝑝𝑔𝑎𝑠 + 𝑝𝐻2𝑂
Karena itu tekanan parsial gas yang diperoleh dengan mengurangkan
tekanan uap air dari tekanan total PT, yang ditimbulkan oleh gas “basah”.

𝑝𝑔𝑎𝑠 = 𝑃𝑇 + 𝑝𝐻2𝑂

Gambar 1.13 Mengumpulkan gas dengan menggeser air. Sewaktu


gelembung gas dilewatkan pada air, penguapan akan menambah uap air
ke dalam gas. Tekanan total campuran gas ialah tekanan parsial gas
ditambah tekanan parsial uap air.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1
Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

Tabel 1.3 Tekanan uap air sebagai fungsi suhu (Sumber : James E.
Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga)

34
CONTOH 1.8 MENGUMPULKAN GAS DI ATAS AIR
(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL: Seorang mahasiswa menghasilkan gas oksigen di laboratorium dan


mengumpulkannya dengan cara serupa dalam Gambar 1.13. Gas
dikumpulkan pada 250C sampai bagian permukaan air di dalam bejana
sama dengan permukaan di luar. Jika volume gas 245 mL dan tekanan
atmosfer 758 torr, (a) Berapa tekanan gas O2, dalam torr, dalam campuran
gas basah pada 250C? (b) Berapa liter volume oksigen kering pada STP?

JAWABAN: (a) Karena tinggi permukaan di dalam botol pengumpul sama


dengan di luar, maka tekanan di dalam harus sama dengan tekanan di luar.
Ini berarti bahwa tekanan total gas basah' harus sama dengan tekanan
atmosfer, yaitu 758 torr.
Tekanan parsial O2 diperoleh dengan mengurangkan tekanan uap air
pada 250C (suhu air yang dilewati oleh gelembung O2) dari tekanan total
campuran. Jadi,

𝑃𝑇 = 𝑝𝑔𝑎𝑠 + 𝑝𝐻2𝑂

Substitusi pO2 untuk pgas dan penyusunan menghasilkan

35
𝑝𝑔𝑎𝑠 = 𝑃𝑇 − 𝑝𝐻2𝑂

Menurut Tabel 1.3, tekanan parsial uap air pada 250C ialah 23,8 torr.
Tekanan atmosfer diketahui 758 torr, jadi tekanan parsial O2

𝑝𝑂2 = 758 𝑡𝑜𝑟𝑟 − 23,8 𝑡𝑜𝑟𝑟


= 734 𝑡𝑜𝑟𝑟 (𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑚𝑎𝑘𝑛𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟)

Tekanan ini hanya ditimbulkan oleh oksigen saja (atau oksigen ‘kering’)

(b) Bagian soal ini merupakan perhitungan hukum gas


gabungan. Mula-mula kita tabelkan data sebagai berikut:

Kemudian, ingatlah bahwa

Vf = Vi x (nisbah tekanan) x (nisbah suhu)

Perubahan tekanan cenderung menurunkan volume; oleh karena itu, nisbah


tekanan harus lebih kecil daripada satu. Suhu yang menurun juga
menurunkan volume, oleh karena itu, nisbah suhu harus kurang dari satu.
Jadi,
734 𝑡𝑜𝑟𝑟 273 𝐾
𝑉𝑓 = 245 𝑚𝐿 × ( )×( )
760 𝑡𝑜𝑟𝑟 298 𝐾
𝑉𝑓 = 217 𝑚𝐿 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑆𝑇𝑃

2.5 Hukum Efusi Graham


Apabila ada dua atau lebih gas yang ditempatkan dalam sebuah wadah
yang sama, maka kedua atau lebih molekul gas tersebut akan tercampur
secara perlahan hingga susunan atau komposisi gasnya seragam. Dalam
proses pencampuran molekul gas yang telah disebutkan, dinamakan proses
difusi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat dengan mudah menjumpai
sebuah proses difusi. Misalnya, jika seseorang memakai minyak wangi
duduk di dekat anda di bioskop, tak lama kemudian anda akan mencium
aromanya. Molekul minyak wangi berdifusi di udara dan dengan cepat
menghampiri anda.

Ada sebuah proses lain yang agak mirip dengan proses difusi, yaitu
dinamai dengan proses efusi. Proses ini dilakukan oleh gas yang
melepaskan diri, dimana di bawah tekanan, gas akan melepaskan diri dari
bejana melalui lubang yang sangat kecil. Proses efusi juga dapat
menyebabkan gas helium

36
terlepas dari balon, apabila balon diisi dengan gas helium. Contohnya,
seorang anak membawa sebuah balon, dan keesokan harinya terlihat
balonnya kempes. Balon yang kempes disebabkan karena sebagian besar
helium yang telah mengisi balon telah lenyap, atau gas helium berefusi
melalui pori kecil pada karet.

Gambar 1.14 Efusi gas ke dalam vakum


(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga)

Thomas Graham (1805-1869), seorang kimiawan Inggris, mengkaji


laju effusi berbagai gas melalui sumbat berpori yang terbuat dari adukan
gips. Didapatinya bahwa jika laju diukur di bawah suhu dan tekanan yang
sama, ternyata laju efusi berbanding terbalik dengan akar pangkat dua dari
rapatan gas. Pernyataan yang dikenal dengan hukum Graham ini dapat
dinyatakan secara matematis sebagai berikut

1
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 𝛼√
𝑑

Laju efusi dua gas (diberi label Adan B) dapat dibandingkan dengan
membagi laju keduanya, yaitu
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐴) 𝑑𝐵
=√
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐵) 𝑑𝐴

Rapatan gas brbanding lurus dengan massa molekulnya. Dengan


demikian, nisbah laju efusi dapat ditulis sebagai berikut :

𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐴) 𝑀𝐵


= √𝑑𝑑𝐵 = √𝑀𝐴
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐵) 𝐴

37
Dengan MA dan MB berturut-turut adalah masa molekul gas A dan B.
Salah satu yang tersirat dari persamaan 1.11 ialah bahwa gas yang lebih
ringan berefusi dan berdifusi lebih cepat dibandingkan gas yang lebih besar
molekulnya.

CONTOH 1.9 MENGHITUNG LAJU NISBI EFUSI


(Sumber : Buku Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, James E.
Brady;1994)

SOAL : Gas manakah yang berefusi lebih cepat, ammonia atau karbon
dioksida? Bagaimana laju nisbi efusinya?

JAWABAN: Massa molekul CO2 ialah 44 dan NH3 17. Karena itu NH3
akan berefusi lebih cepat. Kita akan menghitung bagaimana kecepatannya
dengan persamaan 1.11.

𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝑁𝐻3) 44


𝑀𝐶𝑂 = √ = 1,6

2 =
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐶𝑂2) 𝑀𝑁𝐻3 17

Jadi, laju efusi NH3, 1,6 kali lebih cepat dibanding CO2.

2.6 TEORI KINETIK MOLEKUL DAN HUKUM GAS


Teori kinetik molekul lahir dalam usaha untuk menjelaskan perilaku
sifat fisis zat. Menurut teori kinetik molekul, bahan terdiri dari banyak
sekali partikel kecil (molekul atau atom) yang bergerak acak dan konstan.
Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa energi kinetik rata-rata yang dimiliki
oleh partikel tersebut berbanding lurus dengan suhu mutlak.

Hubungan Tekanan-Volume: Hukum Boyle


Dalam teori kinetik akan dijelaskan bahwa gas memiliki molekul yang
sangat kecil dan saling berjauhan sehingga akan tercipta sangat banyak
ruang diantaranya. Partikel gas yang sangat kecil-kecil akan berterbangan
dan saling bertabrakan sehingga partikel dapat menabrak dinding wadah,
dalam keadaan ini gas dapat dimampatkan. Tekanan pada dinding
menyebabkan dorongan kecil, dan dampak kumulatif dari begitu banyak
partikel per detik pada setiap sentimeter persegi pada dinding wadah.

Jika kita kurangi volume gas menjadi setengahnya, berarti kita


mengemas molekul-molekuldua kali lebih banyak ke dalam setiap
sentimeter kubik ruangan. Pada setiap semtimeter persegi dinding berarti
ada tabrakan dengan dinding dua kali lebih banyak. Ini berarti tekanan
menjadi dua kali lipat, karena itu tekanan dan volume berbanding terbalik
satu sama lain sebagaimana yang dinyatakan oleh hukum Boyle. (James E.
Bordy;1994)

Sebaran Kecepatan Molekul


Anggapan dasar kedua dari teori kinetik molekul ialah bahwa energi
kinetic rata-rata, berbanding lurus dengan suhu mutlaknya. Seluruh bentuk
wujud dasar materi memiliki molekul yang bergerak secara konstan.
Molekul

38
bergerak dengan kecepatan yang terus berubah-ubah, terjadi karena sesekali
molekul yang bertabrakan hampir tidak bergerak kembali sampai ia
dirabrak lagi dan bergerak lagi. Kisaran kecepatan yang sangat lebar terjadi
karena molekul terus menerus bertabrakan satu sama lain.

Gambar 1.15 Jika volume gas dijadikan setengahnya dari (a) ke (b),
kepadatan molekul menjadi dua kali lebih tinggi dalam volume tertentu.
Hal ini menghasilkan tabrakan molekul dinding perdetik menjadi dua
kali lipat, demikian pula tekanannya.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga)

Hubungan sebaran energi kinetic dengan sebaran energi kecepatan,


dihasilkan dari setiap molekul yang memiliki energi kinetic sama dengan
1
𝑚𝑣2, dengan m adalah massa dan v adalah kecepatan.
2

Menurut James E. Brady;1994, Titik maksimum pada kurva


menunjukkan energi kinetik yang dimiliki fraksi terbesar dari molekul.
Energi kinetik ini dijumpai paling banyak (dengan kata lain, peluangnya
terbesar) jika kita mampu mengukur molekul secara acak, karena itu
dinamakan energi kinetik yang paling mungkin. Energi kinetik rata-rata
terjadi pada nilai yang lebih tinggi daripada energi kinetik yang-paling-
mungkin karena kurva ini tidak simetris. Seperti halnya dalam sebaran nilai
ujian kimia, nilai- nilai dari mahasiswa yang sangat pandai cenderung
menaikkan nilai rata-rata kelas, di sini molekul yang sangat cepat
menggeser nilai energi kinetik lebih tinggi daripada nilai energi kinetik
yang paling mungkin.

Perubahan energi kinetik rata-rata dipengaruhi oleh perubahan suhu.


Apabila suhu dinaikkan maka kurva akan berubah dan energi kinetik rata-
rata juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan energi kinetik rata-rata
dan kecepatan partikel, dipengaruhi oleh energi yang dihasilkan apabila
kalor diberikan untuk meningkatkan suhu.

39
Gambar 1.16 Sebaran energi kinetik dari sejumlah molekul pada tiga
suhu yang berbeda.
(Sumber : James E. Brady. 1994. Kimia Universitas Jilid 1 Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga)

Hubungan antara energi kinetik dengan suhu biasanya mengarah pada


konsep nol mutlak. Jika energi kinetik diambil dari zat, maka gerakan
molekul semakin pelan. Jika semua molekul berhenti bergerak, maka energi
kinetik rata-rata menjadi nol, dan karena energi kinetik. negatif tidak
dimungkinkan (molekul tidak mungkin lebih lambat daripada keadaan
diamnya), maka suhu zat juga berada pada titik terendahnya. Suhu inilah
yang dirujuk sebagai nol mutlak yaitu suhu pada saat semua gerakan
molekul berhenti. Namun telah diketahui bahwa gerakan elektronik masih
terus berlangsung pada nol mutlak. Walaupun molekul mungkin tidak
bergerak, elektron di dalamhya masih "berdesing" di seputar intinya.(
James E. Brady;1994)

Suhu dan Hukum Gas


Hukum Gay-Lussac menyatakan bahwa jika kita mempertahankan
volume, maka tekanan berbanding lurus dengan suhu mutlaknya. Atau
dapat dikatakan bahwa apabila suhu dinaikkan maka tekanan juga ikut naik.
Menurut teori kinetik gerakan molekul akan lebih cepat apabila kita
menaikkan suhu yang berarti bahwa kita juga menaikkan energi kinetik
rata- rata molekul. Meningkatnya gerakan molekul yang lebih cepat
mengakibatkan molekul akan lebih sering menghantam dinding, sehingga
akan menyebabkan peningkatan tekanan.

Hukum Charless menyatakan bahwa meningkatnya volume disebabkan


oleh kenaikkan suhu, asalkan tekanannya konstan. Untuk menjaga tekanan
tetap pada saat suhu dinaikkan, kita harus membiarkan gas memuai dan
menempati volume yang lebih besar. Membiarkan gas memuai akan
menghasilkan lebih sedikit molekul yang menghantam dinding per
sentimeter persegi.

40
Menurut James E. Brady;1994, Untuk menjaga tekanan tetap sama
sewaktu gas didinginkan, kita harus mengurangi volumenya. Gerakan
molekul semakin pelan, dan diantaranya juga semakin berkurang. Semua
gas nyata pada akhimya mengembun menjadi cairan bila didinginkan
karena semua molekul ini menyebabkan tabrakan yang lengket'. Meskipun
demikian, gas ideal tidak akan mengembun walaupun kita
mendinginkannya, jadi sifat lain dari molekul gas ideal ialah bahwa mereka
tak mempunyai gaya tarik antarmolekul. Akibatnya, gas ideal adalah zat
hipotetis yang molekulnya tidak mempunyai volume maupun gaya tarik
antarmolekul.

Hukum Graham
Hubungan energi kinetik rata-rata dan suhu yang dihubungkan oleh
postulat dalam teori kinetik sapat dengan mudah digunakan untuk
menurunkan Hukum Graham. Misalkan kita mempunyai dua macam gas A
dan B yang memiliki kesamaan suhu, maka energi kinetik yang dimiliki
oleh keduanya harus sama juga. Dengan begitu berarti bahwa

𝐸̅
̅. ̅𝐾̅.̅𝐴̅ =
𝐸̅.̅𝐾̅
̅.̅𝐵̅

atau
1 ̅2̅ 1 ̅2̅
(1.12) 𝑚𝐴𝑣𝐴 = 𝑚𝐵𝑣𝐵
2 2

dengan ̅𝑣̅2̅ adalah kecepatan kuadrat tengah dari molekul dan merupakan
rata-rata dari kecepatan molekul yang dikuadratkan; yaitu
𝑣 12 + 𝑣22 + 𝑣32 + ⋯
̅2𝑣̅ =
𝑛𝑇
dengan 𝑣1, 𝑣2, 𝑣3 dan seterusnya menyatakan kecepatan molekul 1,2,3, dan
seterusnya, sedangkan 𝑛𝑇 adalah jumlah semua molekul yang ada.
Persamaan 1.12 dapat ditata ulang menjadi
̅2
�𝐴 𝑚𝐵
𝑣𝐵2 = 𝑚𝐴

dengan membuat akar pangkat dua pada kedua ruas, diperoleh

𝑚𝐵
̅𝑣̅𝐴̅
̅𝑣̅𝐵̅ = √𝑚
𝐴
(1.13)

dengan 𝑣̅ dinamakan kecepatan kuadrat tengah yang diakarkan. Untuk


setiap molekul, massa yang sebenarnya berbanding lurus dengan massa
molekul – inilah prinsip yang mendasari tabel massa atom. Ini berarti

41
bahwa

42
𝑀𝛼𝑚

Karena itu, kita dapat mengganti 𝑀𝐴 dan 𝑀𝐵 untuk 𝑚𝐴 dan 𝑚𝐵 dalam


persamaan 1.13, sehingga
𝑣̅̅𝐴̅ 𝑚𝐵
=√
̅𝑣̅𝐵̅ 𝑚𝐴

Laju efusi gas akan berbanding lurus dengan kecepatan molekul, molekul
yang lebih cepat menghasilkan laju efusi yang lebih tinggi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐴) ̅𝑣𝐴̅ ̅ 𝑀𝐵
= =√
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐵) 𝑣̅̅𝐵̅ 𝑀𝐴

atau lebih
sederhana
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐴) 𝑀𝐵
=√
𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑒𝑓𝑢𝑠𝑖 (𝐵) 𝑀𝐴

yakni Hukum Graham.

Prinsip Avogadro
Hukum Avogadro menyatakan apabila gas yang memiliki volume,
tekanan dan temperatur yang sama akan memiliki jumlah molekul yang
sama. Kita juga dapat menyatakan prinsip ini sebagai berikut. Tekanan
yang sama akan timbul apabila sejumlah molekul yang sama yang
menempati volume gas yang sama pada suhu yang sama. Jika diperhatikan,
gaya tekanan molekul akan bergantung pada suhu karena gaya tekanan
molekul yang bertabrakan dengan luas dinding tertentu bergantung pada
energi kinetik rata-ratanya. Jika suhu dari kedua gas itu sama, maka energi
kinetiknya akan sama, dan jika jumlah molekul per unit volumenya sama,
maka tekanan yang dimiliki gas tersebut juga harus sama.

Hukum Dalton Mengenai Tekanan Parsial


Molekul gas ideal hanya akan menyadari keberadaan molekul lain
apabila mereka (molekul gas ideal dan molekul lain) bertabrakan, hal ini
terjadi karena molekul-molekul tersebut tidak saling tarik. Jika dalam
campura gas yang tidak bereaksi, molekul-molekul tersebut akan bertindak
bebas dan akan menimbulkan tekanan seolah-olah hanya ada dia sendirian
(molekul gas ideal ataupun molekul lain). Tekanan total merupakan efek
kumulatif dari tekanan parsial masing-masing gas.

Prinsip Avogadro dapat juga diterapkan pada campuran gas. Misalnya,


atmosfer bumi, di mana satu dari 5 molekulnya ialah O2 dan 4 dari 5
molekulnya adalah N2. Karena 1/5 dari molekulnya adalah oksigen, maka

43
hanya 1/5 dari tekanan udara datang dari O2, sedangkan 4/5 sisanya timbul
dari tekanan N2.

Menurut James E. Braddy;1994, Tekanan parsial gas secara kuantitatif


berkaitan dengan fraksi mol (biasanya diberi lambang X), yakni bahwa
mol gas tertentu dibagi banyaknya mol total gas dalam campuran. Untuk
gas A,

𝑋𝐴 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑚𝑜𝑙 𝐴
= 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑚𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑎𝑠 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
(1.14)

Jika pA adalah tekanan parsial A dan PT adalah tekanan total, maka

𝑝𝐴 = 𝑋𝐴𝑃𝑇

Dalam atmosfer misalnya, setiap 5 mol udara terdapat 1 mol O2 dan 4 mol
N2. Sebab itu,
1 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝑂2 = = 0,2
5 𝑚𝑜𝑙
4 𝑚𝑜𝑙
𝑋𝑁2 = = 0,8
5 𝑚𝑜𝑙
Jika tekanan total cuplikan udara adalah 500 torr, maka

𝑃𝑂2 = 0,2 (500 𝑡𝑜𝑟𝑟)


= 100 𝑡𝑜𝑟𝑟
𝑃𝑁2 = 0,8 (500 𝑡𝑜𝑟𝑟)
= 400 𝑡𝑜𝑟𝑟

2.7 Proses Suatu Gas


Dalam sistem termodinamika kita akan menjumpai beberapa istilah
seperti proses isohorik, isobarik, isotermis, dan adiabatik. Jenis proses
termodinamika ter sebut di bedakan berdasarkan perubahan volume,
tekanan, atau suhu suatu gas dalam ruang tertutup.Proses isohorik, isobarik,
isotermis, dan adiabatik akan berlangsung dengan mengubah variabel
keadaan gas pada suatu keadaan yang konstan. Proses ini dapat berlangsung
dari keunikan gas yang fleksibel. Proses tersebut secara matematis
mengikuti kaidah dalam persamaan dasar gas ideal.

1. Proses isokhorik
Istilah isokhorik berasal dari Bahasa Yunani yaitu iso yang berarti
sama, dan choric yang berarti ruang/volume. Sehingga dapat diartikan
bahwa isokhorik adalah suatu proses yang dialami oleh gas dimana gas
tidak mengalami perubahan volume. Dengan kata lain, proses isokhorik
adalah proses yang terjadi pada system dengan volume tetap (ΔV = 0).
Proses isokhorik sering juga disebut dengan proses isometrik atau
proses volume konstan. Nilai volume yang tidak mengalami perubahan
akan membuat besar usaha sama dengan nol. Kondisi ini sesuai dengan

44
persamaan usaha pada proses isokhorik yaitu (W = P × ΔV = P × 0 = 0).
Bagaimana perubahan tekanan yang terjadi (positif atau negatif), usaha
yang dilakukan oleh gas dalam proses isokhorik adalah nol (W = 0).
(Anonim;idSchool)

Gambar 1.13 Grafik P ‒ V pada proses isokhorik


(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

Proses isokhorik merupakan suatu proses yang berlangsung pada


volume atau wadah yang konstan. Atau dapat diartikan bahwa selama
suatu proses berlangsung volume gas tidak mengalami perubahan.
Tidak ada perubahan volume gas sebelum dan sesudah proses
berlangsung. Volume gas tidak akan berubah apabila suatu gas
diletakkan di wadah yang sama meskipun tekanan dinaikkan atau
diturunkan.

 Penerapan Proses Isokhorik


Terjadi pada sebuah kipas dan baterai dalam sebuah wadah
tertutup. Kipas bisa berputar menggunakan energi yang
disumbangkan baterai. Untuk kasus ini, kipas, baterai, dan udara
yang berada di dalam wadah dianggap sebagai sistem. Ketika kipas
berputar, kipas melakukan kerja terhadap udara yang ada dalam
wadah. Pada saat yang sama, energi kinetik kipas berubah menjadi
energi dalam udara. Energi listrik pada baterai tentu saja berkurang
karena sudah berubah bentuk menjadi energi dalam udara. Contoh
ini hanya ingin menunjukkan bahwa pada proses isokhorik (volume
selalu konstan), kerja masih bisa dilakukan terhadap sistem (kerja
yang tidak melibatkan perubahan volume).

Contoh soal (Sumber : C.R Syaffer 8. “Soal Fisika : Isobarik,


Isotermal, Isokhorik, dan adiabatik”. Crsyaffer.blogspot.com. 20 Juni
2014. 06 Mei
2023) :

Kalor sebanyak 3000 Joule ditambahkan pada sistem dan system


melakukan usaha 2500 Joule pada lingkungan. Perubahan energi dalam
sistem adalah…

Pembahasan :
Diketahui : Kalor (Q) = + 3000 Joule

45
Usaha (W) = + 2500 Joule

Ditanya : Perubahan energi dalam sistem

Jawab :
Hukum I
Termodinamika : ΔU = Q
–W

Aturan tanda :
 Q posiitif jika kalor ditambahkan pada sistem
 W positif jika sistem melakukan usaha pada lingkungan
 Q negatif jika kalor dilepaskan sistem
 W negatif jika lingkungan melakukan usaha pada sistem

Perubahan energi dalam system :


ΔU = 3000 – 2500 Joule
ΔU = 500 Joule
Energy dalam sistem bertambah 500 Joule.

2. Proses isobarik
Kata isobaric berasal dari Bahasa Yunani yaitu Iso berarti sama
dan Baros berarti tekanan. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa proses
isobarik adalah proses yang berlangsung pada tekanan tetap. Atau
dapat disebut juga proses isobarik merupakan suatu proses yang
berlangsung pada tekanan tetap. Apabila suatu gas ditempatkan dalam
suatu waadah yang memiliki volume yang berbeda, selama proses
berlangsung tidak mengubah tekanan.

Sebuah proses isobarik dapat juga dikatakan sebagai proses


tekanan konstan. Persamaan yang sesuai dengan proses isobaric adalah
P1 = P2. Dimana P1 adalah tekanan sebelum dan P2 adalah tekanan
setelah proses.

Gambar 1.14 Proses isobarik : proses yang terjadi pada kondisi


tekanan (P) tetap/konstan
(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

46
Karena bertambahnya volume, sebuah gas yang dipanaskan dalam
tabung akan memuai dan mendorong tutup tabung ke atas.
Bertambahnya volume gas terjadi pada gas yang melakukan usaha dan
usaha gas posistif (proses ekspansi).

Volume gas akan berkurang pada proses pendinginan, dimana gas


akan membuat tutup akan turun. Atau volume gas berkurang terjadi
pada peristiwa gas dilakukan usaha atau usaha gas negative (proses
kompresi).

Proses isobarik ditunjukkan pada diagram P ‒ V sebagai garis


horizontal (mendatar). Untuk semua proses gas ideal, usaha yang
dilakukan sama dengan luas daerah dibawah grafik P ‒ V. Besar usaha
yang dilakukan oleh gas pada proses isobarik dapat dihitung melalui
persamaan W = P × ΔV atau W = P × (V2 ‒ V1).

Gambar 1.15 Grafik P ‒ V pada proses isokorik


(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

 Penerapan proses isobarik


Proses isobarik ini dapat dijumpai pada kasus pemanasan air di
dalam ketel mesin uap sampai ke titik didihnya dan diuapkan
sampai air menjadi uap, kemudian uap tersebut disuperpanaskan
(superheated), dengan semua proses berlangsung pada suatu tekanan
konstan. Sistem tersebut adalah H2O di dalam sebuah wadah yang
berbentuk silinder. Sebuah penghisap kedap udara yang tak
mempunyai gesekan dibebani dengan pasir untuk menghasilkan
tekanan yang didinginkan pada H2O dan untuk mempertahankan
tekanan tersebut secara otomatis. Kalor dapat dipindahkan dari
lingkungan ke sistem dengan menggunakan sebuah pembakar
bunsen. Jika proses tersebut terus berlangsung cukup lama, maka air
mendidih dan Sebagian air tersebut diubah menjadi uap. Sistem
tersebut bereskpansi secara kuasistatik tetapi tekanan yang
dikerahkan sistem pada penghisap otaomatis akan konstan.

47
Contoh soal (Sumber : C.R Syaffer 8. “Soal Fisika : Isobarik,
Isotermal, Isokhorik, dan adiabatic”. Crsyaffer.blogspot.com. 20 Juni
2014. 06 Mei
2023) :

Sejumlah gas ideal menjalani proses isobarik sehingga suhunya


menjadi dua kali semula. Maka volumenya menjadi n kali semula,
dengan n adalah ….

Pembahasan :
Sistem gas adalah Isobarik berarti tekanan tetap, keadaan awal
gas, Volume = v dan suhu = T

Keadaan akhir gas, suhu = 2 kali keadaan semula T’ = 2


T dan Volume = V’
Sehingga berlaku :
V’ = VT’ / T
V’ = (V.2T) / T
Maka, V’ = 2 V (2 kali semula)

3. Proses isotermis
Proses isotermis atau isotermik adalah proses yang berlangsung
pada suhu yang tetap atau suhu yang konstan, sedangkan parameter
lain dalam sistem dapat berubah menyesuaikan kondisi. Perkalian
antara tekanan (P) dan volume (V) pada gas ideal adalah konstan,
pernyataan tersebut dikenal dengan Hukum Boyle. Sehingga dapat
diperoleh persamaan yang berlaku pada proses isotermik yaitu

𝑃 × 𝑉 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛

,atau

𝑃1 × 𝑉1 = 𝑃2 × 𝑉2

Gambar 1.16 Grafik hubungan tekanan (P) dan volume (V)


pada proses isotermik
(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

48
Berdasarkan persamaan perubahan energi dalam yaitu ΔU = Q ‒
W, didapatkan bahwa usaha yang dilakukan sama dengan jumlah kalor
yang diberikan. Karena suhunya tetap maka pada proses
isotermis ini tidak terjadi perubahan energi dalam atau ΔU = 0.
Sehingga, pada proses isotermik berlaku persamaan berikut:

∆𝑈 = 0
𝑄−𝑊=0
𝑄=𝑊

Besar usaha yang dilakukan gas pada proses isotermik tidak dapat
dihitung dengan persamaan W = P × ΔV karena tekanan tidak konstan.
Namun, dapat diselesaikan dengan menghitung luas dibawah grafik
dengan integral sehingga diperoleh persamaan berikut:

Gambar 1.17 Rumus besar usaha (W) pada proses isometris


(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

Contoh Soal (Hafis. “Contoh Soal Proses Termodinamika (Isotermal)”.


id.scribd.com. 12 Februari 2017. 06 Mei 2023) :

2000/693 mol gas helium pada suhu tetap 270C mengalami perubahan
volume dari 2,5 liter menjadi 5 liter. Jika R = 8,314 J/mol K dan In 2 =
0,693 tentukan usaha yang dilakukan gas helium!

Pembahasan :
n = 2000/693 mol
V2 = 5 L
V1 = 2,5 L
T = 270C = 300 K

Usaha yang dilakukan gas :


W = nRT In (V2/ V1)
W = (2000/693 mol) ( 8,314 J/mol K)(300 K) ln ( 5 L / 2,5 L )
W = (2000/693) (8,314) (300) (0,693) = 4988,4 joule

49
4. Proses Adiabatik
Adiabatik adalah proses di mana tidak terjadi perpindahan kalor
baik ke dalam ataupun keluar sistem (ΔQ = 0). Perbedaan proses
adiabatik dan isotermik/isotermal terdapat pada ada/tidaknya pengaruh
lingkungan dalam proses menerima atau melepaskan kalor.

Kita dapat menemukan contoh proses adiabatik pada termos yang


memuat air panas. Termos memiliki prinsip kerja menggunakan bahan
yang bersifat adiabatik. Proses adiabatic pada termos secara ideal dapat
menghambat atau tidak memungkinkan terjadinya reaksi antara sistem
dan lingkungan. Sehingga proses adiabatik yang terjadi pada termos
akan mengakibatkan perpindahan kalor menjadi tidak ada sehingga
tidak terjadi pertukaran suhu.

Penggunaan bahan adiabatik pada termos mengakibatkan suhu air


yang berada si dalam termos dapat bertahan. Dalam proses adiabatik
ini, suhu sistem tidak konstan, meskipun tidak ada kalor yang masuk
atau keluar. Proses adiabatik dapat dilakukan dengan menutup sistem
sehingga tidak terjadi pertukaran panas dengan lingkungan.

Tidak adanya kalor yang masuk atau keluar dari sistem,


sehingga proses adiabatic memnuhi persamaan ΔQ = 0. Proses
adiabatik memenuhi persamaan ΔU = Q ‒ W = 0 ‒ W = ‒W (ΔU = ‒
W).

Pada proses adiabatik berlaku rumus Poison yaitu PVγ = konstan.


Di mana P adalah tekanan, V = volume, dan γ adalah tetapan Laplace.
Persamaan dalam tetapan laplace (γ) sama dengan perbandingan antara
kalor jenis gas pada tekanan tetap (Cp) dan kalor jenis gas pada volume
tetap.

Grafik hubungan tekanan (P) dan volume (V) pada proses


adiabatik sesuai dengan gambar berikut.

50
Gambar 1.18 Grafik dan persamaan pada proses adiabatic
(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

Sedangkan besar usaha pada proses adiabatik dapat dicari melalui


persamaan berikut.

Gambar 1.19 Persamaan besar usaha pada proses adiabatic


(Sumber : https://idschool.net/sma/isobarik-isokhorik-isotermik-dan-
adiabatik/)

Keterangan :
W = usaha
P = tekanan
V = volume gas
γ = tetapan Laplace

Contoh Soal (Sumber : C.R Syaffer 8. “Soal Fisika : Isobarik,


Isotermal, Isokhorik, dan adiabatic”. Crsyaffer.blogspot.com. 20 Juni
2014. 06 Mei
2023) :

Suatu sistem mengalami proses adiabatik. Pada sistem dilakukan usaha


100 Joule. Jika perubahan energi dalam sistem adalah ΔU dan kalor
yang diserap sistem adalah Q. Maka……

51
Pembahasan :
Pada proses adiabatic, berlaku :
dQ = 0, karena terjadi pertukaran kalor
dU = -W, karena dQ = 0 bisa diasumsikan menjadi dU + dQ = -
100 Joule.

52
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gas ideal merupakan suatu gas hipotetis yang memiliki molekul yang
dipantulkan satu sama lain (dalam batas-batas wadah gas tersebut) dengan
elastisitas yang sempurna dan memiliki ukuran yang diabaikan, dan dimana
gaya antarmolekul yang bekerja antara molekul tidak bersentuhan satu sama
lain juga diabaikan. Gas tersebut akan mematuhi hukum gas (seperti hukum
Charles dan hukum Boyle) tepat pada semua suhu dan tekanan. Gas nyata
adalah gas yang tidak mematuhi persamaan gas umum dan menggunakan
hukum-hukum gas hanya pada saat tekanan rendah. Gas ideal bukanlah gas
yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, berbeda dengan gas nyata
yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa hukum
yang digunakan dalam mengamati perilaku gas ideal, antara lain Hukum
Boyle, Hukum Gay- Lussac, Hukum Charles, Asas Avogadro dan Hukum
Dalton. Sedangkan pada gas nyata, persamaan keadaan yang dapat
menjelaskan perilaku gas nyata adalah persamaan van der Waals.

53
DAFTAR PUSTAKA

J. E. Brady, 1994, Kimia Universitas Jilid 1 Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga

Y. Rohyami, 2018, Kimia Fisika Edisi 1, Yogyakarta: Deepublish [online]


https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=8cmXDwAAQBAJ&o
i=fnd&pg=PR5&dq=Kimia+fisika+gas&ots=T4AoHMJ-
qz&sig=q6nqSnDUuQm5DHc7wr9TH9z2-
2U&redir_esc=y#v=onepage&q=Kimia%20fisika%20gas&f=false
Diakses pada 06 Mei 2023

54

Anda mungkin juga menyukai