Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Persoalan “ada” dalam filsafat islam dapat digambarkan sebagai berikut: ini

merupakan suatu persoalan yang dihimpun dari berbagai sumber; yang paling

utama adalah Metafisika Aristoteles terkait bagaimana menjelaskan kenyataan

bahwa terdapat dua hal atau dua sisi dari sesuatu; dan kedua, bagaimana kata “ada”

disifatkan kepada banyak hal. Ciri kedua dari posisi filosofis, baik tersirat maupun

tersurat, mengenai keterkaitan, baik langsung ataupun tak langsung, dengan aspek-

aspek teologis dalam Islam. Kita bahkan dapat melihat bagaimana konsepsi “ada” bagi filsuf Islam,
untuk dibandingkan dengan posisi teologis mazhab-mazhab

kalam dalam Islam. Bahwa sejarah filsafat dan kalam dalam Islam tidak dapat

dipisahkan merupakan sebuah truisme. Kecenderungan untuk mengaitkan studi

metafisik dengan “entitas” metafisis yakni Tuhan, juga didorong lebih jauh oleh

teks-teks Neoplatonis yang juga menjadi ilham bagi spekulasi para filsuf Islam.

Sampai di sini, kita telah melihat bagaimana persoalan “ada” dijadikan sebagai

suatu problem filosofis, dimulai dari filsafat Yunani, via Neoplatonisme, ke filsafat

Islam. Bahwa persoalan mengenai “ada” merupakan persoalan yang menarik bagi

para filsuf kini sudah jelas. Tetapi, apakah persoalan mengenai “ada” benar-benar

sepenting itu? Mengapa persoalan mengenai “ada” menjadi begitu penting dalam

filsafat? Beberapa filsuf telah mengupayakan argumentasi untuk mendukung

pentingnya pembicaraan dan pemahaman atas “ada” bagi filsafat. Tetapi, apakah

“ada” dan persoalannya hanya penting bagi filsafat?

Objek “kajian” dari tasawuf, atau mistisisme dalam Islam, ialah Tuhan.

Tujuan dari tasawuf sendiri adalah kedekatan, atau bahkan, kesatuan dengan Tuhan,

dengan berbagai penafsiran atas istilah ini. Dari sini, kita mendapati satu benang

merah yang menyatukan spekulasi dalam peradaban Islam, dalam berbagai

bentuknya: filsafat Islam, kalam, tasawuf. Kesemuanya, dalam satu atau lain cara,

terkait dengan pemikiran atas Tuhan sebagai prinsip dan kenyataan. Pada filsafat

Islam, kita mendapati keterkaitan ini dengan spekulasi mengenai “ada”, mengenai

dasar dari kenyataan. Pada teologi, kita mungkin tidak mendapati suatu bahasan

spesifik mengenai metafisika dalam artian Aristoteliannya. Tetapi, rujukan silang


antara figure filsafat Islam dan Kalam menghasilkan keterkaitan-keterkaitan yang

berputar di sekitar konsepsi Tuhan, sebagai prinsip dari kenyataan, sebagai objek

kajian serta spekulasi. Hubungan antara kedua disiplin ini terkait konsepsi mereka

mengenai Tuhan masih perlu ditentukan.

Berbeda dengan Kalam, yang secara umum, setidaknya dalam pembacaan

kami, tidak menjadikan “ada” sebagai suatu istilah teknis, Tasawuf menggunakan

istilah ini sebagai padaan dari kata Tuhan, Allah. Merupakan kesepakatan bersama

bahwa istilah wujud begitu dekat dengan tasawuf dalam sejarah Islam. Sampai-

sampai, suatu pembicaraan filosofis mengenai wujud hamper selalu dirujuk pada asal-muasal
tasawufnya. Hal ini amat jelas terlihat, khususnya pada kajian atas

Mulla Sadra. Di satu sisi, ia disebut sebagai seorang filsuf besar, di sisi lain ia

disebut sebagai seorang sufi besar. Adalah Mulla Sadra yang mengkaji persoalan

wujud, atau “ada” ini, dalam kemencakupan seperti Ibn Sina, dan dengan nada-nada

ekstatil seperti Ibn ‘Arabi. Dengan kelebihan bahwa Sadra beserta gaya bahasa dan

penulisannya, jauh lebih jelas dibaca dan dipahami dibandingkan dengan keduanya.

Ini adalah hal yang disepakati oleh para pengkaji filsafat Islam.

Pada Mulla Sadra, kita mendapati keterkaitan antara, setidaknya tiga

disiplin ilmu yang kita bicarakan di atas: filsafat, kalam, tasawuf. Kita hanya perlu

mengingat bahwa Sadra diasosiasikan dengan kecenderungan sintesis besar antara

tiga disiplin tersebut. Sadra tentunya merupakan suatu kasus yang unik dalam

sejarah filsafat Islam. Filsafat Islam dinyatakan mandek, dan bahkan mati, paska

serangan Ghazzali terhadap filsafat, persisnya filsafat sebagaimana terdapat dalam

karya-karya filosofis Ibn Sina; sementara, upaya Ibn Rusyd untuk membangkitkan

kembali ilmu-ilmu filsafat, persisnya, filsafat dalam semangat Aristotelianisme,

tidak begitu berhasil di wilayah Islam; suatu kenyataan yang berbeda dengan

pengaruhnya dalam pembentukan gerakan rasionalis, Averroisme Latin di Barat.

Dengan begitu, Sadra tidak masuk dalam bingkai sejarah ini. Gerakan spekulasi

filosofis paska Ibn Rusyd direduksi dalam buku-buku sebagai gerakan non-

filosofis, atau setidaknya quasi-filosofis, untuk tidak mengatakan insignifikan.

Di sisi lain, para peneliti yang sadar atas kontribusi besar Mulla Sadra bagi

khazanah intelektual Islam mencirikan Sadra sebagai seorang mistik murni dan
penganut esoterisme. Suatu label yang, ironisnya, memperkuat praduga bahwa

Mulla Sadra memiliki posisi insignifikan dalam khazanah spekulasi filosofis

sejarah Islam. Fazlur Rahman adalah salah seorang peneliti yang mempelopori

kajian atas Sadra, dan melihatnya dalam kerangka filosofis: analitik-demonstratif,

sebagai lawan dari mistisisme-esoterik. Dalam penelitian ini pulalah penelitian ini

ditulis.

Penelitian tentang Mulla Sadra, hingga saat ini, masih berkutat pada aspek-

aspek sufistik, esoterik, dan mistiknya; sebagaimana ditulis oleh Fazlur Rahman

dalam pengantar pada bukunya, The Philosophy of Mulla Sadra. Kekurangan dari model penelitian
macam ini adalah mempersempit pemikiran Mulla Sadra;

khususnya, mengabaikan sumbangsih pemikiran filosofis Sadra yang lebih koheren

bagi diskursus filsafat kontemporer. Pembatasan pada aspek sufistik-intuitif –

sebagai yang berbeda dengan pendekatan filosofis-demonstratif – ini, juga

bertindak abai terhadap pernyataan Sadra sendiri mengenai posisi intelektualnya

dalam lanskap pemikiran islam secara umum. Sejauh penulis ketahui, karya yang

membahas pemikiran Sadra secara analitik-demonstratif masih dapat dihitung jari,

tentu saja, karya Fazlur Rahman kami kira masih menjadi rujukan yang paling

representatif dalam upaya ini.

Fazlur Rahman menulis karya ini pada tahun 1975, namun, apa yang ia

nyatakan kami kira masih sesuai untuk menggambarkan kenyataan tersebut,

khususnya, sebagaimana kami amati, dalam khazanah filsafat Islam di Indonesia.

Tentu saja setelah karya Fazlur Rahman, yang ditujukan untuk “menjadi pendorong

bagi penelitian filosofis yang hingga hari ini masih amat sedikit dijelajahi namun

begitu kaya dalam pemikiran Islam.” Kita dapat memberi contoh beberapa karya

mengenai pemikiran Mulla Sadra yang diselesaikan dengan apik, seperti karya

Sajjad A. Rizvi, Mulla Sadra and Metaphysics, karya Muhamad Kamal, Mulla

Sadra’s Transcendent Theosophy, Ibrahim Kalin, Knowledge in Later Islamic

Philosophy: Mulla Sadra on Existence, Intellect and Intuition serta pengantar yang

brilian dari Seyyed Hossein Nasr, Sadr al-Din al-Shirazi and His Transcendent

Theosophy. Namun, penulis masih meyakini bahwa dari sekian karya yang telah

ditulis setelah Philosophy of Mulla Sadra Fazlur Rahman, masih belum ada yang
dapat disebut melampaui cakupan analitik dan ekspositoris darinya. Itulah

permasalahan pertama yang kita hadapi dan kami angkat dalam penelitian ini.

Sepanjang pengetahuan penulis, pembahasan mengenai Mulla Sadra dan

filsafatnya selalu didasarkan pada kitab Asfar. Sebagaimana yang dinyatakan

Fazlur Rahman, hingga ia menyelesaikan tulisannya tentang filsafat Sadra,

terjemahan atas kitab al-Masha’ir yang telah ada ialah terjemahan Henry Corbin,

dengan judul Prancis ‘Le livre des Penetration Metaphysiques’. Signifikansi karya

ini terbukti sendiri dengan penerjemahan atasnya oleh Seyyed Hossein Nasr, dan

sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, ini merupakan salah satu karya

Sadra yang paling dewasa, dan karenanya secara implisit, dapat disebut sebagai

buah dari pemikirannya yang paling matang dan sistematis. Atas dasar itu, ditambah

dengan kelangkaan pembahasan atas kitab ini, penulis menjadikan kitab ini menjadi

rujukan utama dalam penelitian ini. Jumlah halaman yang lebih ringkas dan

pemaparan Sadra yang lebih padat mengenai metafisika eksistensialnya merupakan

alasan utama lainnya.

“Hati-hati mengkhayalkan dengan kecerdasan menyim-pang anda bahwa

tujuan-tujuan dari para gnostik agung (y.i., seperti Ibn ‘Arabi) itu kosong dari

daya demonstratif dan semata-mata pendapat-pendapat iseng serta citra-citra

puitis. Jauh dari hal ini: ketidaksesuaian (yang nampak) dari pernyataan-

pernyataan mereka dengan bukti-bukti serta asas-asas demonstratif ...

disebabkan oleh pandangan dangkal dari para filsuf yang mempelajari mereka,

serta kurangnya kesadaran serta pemahaman yang sesuai atas asas-asas

demonstratif tersebut.”

Pernyataan Sadra ini menjadi dasar bagi pemaparan-pemaparan pemikiran

filosofisnya yang menggunakan suatu cara demonstratif dan logis. Dalam karya-

karyanya, terutama Asfar dan Masha’ir, Sadra menggunakan metode demonstratif

dengan pemilihan bahasa yang padat dan jelas. Mengikuti teknik tersebut, penulis,

dalam penelitian ini akan berupaya menunjukkan bahwa Sadra tidak hanya sedang

menulis suatu racauan ekstatik ala sufi yang tak koheren dan logis secara

tatabahasa. Pemaparan metafisikanya atas eksistensi (wujud), yang dalam

penelitian ini selalu merujuk kepada kitab al-Mashair (bagian pertama),


menggunakan metode demonstratif bak karya-karya dalam korpus Aristotelian.

Di tahun 2014, Kitab al-Masha’ir telah berhasil diterbitkan. Ini adalah salah

satu bukti bahwa penelitian mengenai pemikiran Mulla Sadra terus berlanjut dan

terus meningkat kualitasnya. Kitab al-Mashair sendiri merupakan salah satu kitab

Mulla Sadra yang paling banyak dibaca dan beredar di lingkaran pengkajinya. Ini

dikarenakan Mashair merupakan ringkasan padat atas metafisika sekaligus teologi

eksistensialis Sadra. Al-Masha’ir merupakan salah satu dari karya Sadra paling

dewasa dan mutakhir; di dalamnya Sadra membahas dua isu: ontologi dan teologi.

Kitab ini diterjemahkan oleh Seyyed Hossein Nasr, yang lahir dari pertemuan

antara Nasr dan Henry Corbin; penerjemahan ini sendiri dilakukan karena belum

tersedianya terjemahan inggris atas karya Mulla Sadra satu ini. Pertemuan Nasr dan

Ibrahim Kalin lah yang memprakarsai penerbitan terjemahan kitab ini dalam bahasa

Inggris.

PLAGIASI

Persoalan mengenai "ada" dalam filsafat Islam dapat dijelaskan sebagai berikut: hal ini adalah suatu
masalah yang berasal dari berbagai sumber, dengan sumber utamanya adalah Metafisika Aristoteles
yang berkaitan dengan penjelasan tentang fakta bahwa ada dua hal atau dua sisi dari sesuatu, serta
bagaimana kata "ada" diterapkan pada banyak hal. Ciri kedua dari posisi filosofis ini, baik secara
tersirat maupun tersurat, terkait dengan aspek teologis dalam Islam, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Bahkan, kita dapat melihat perbedaan konsepsi tentang "ada" antara filsuf Islam dan
posisi teologis dalam mazhab-mazhab kalam dalam Islam. Fakta bahwa sejarah filsafat dan kalam
dalam Islam tidak dapat dipisahkan adalah suatu kebenaran yang tidak dapat disangkal. Keterkaitan
antara studi metafisika dan "entitas" metafisis, yaitu Tuhan, juga dipengaruhi oleh teks-teks
Neoplatonis yang memberikan inspirasi bagi spekulasi para filsuf Islam. Sampai pada titik ini, kita
telah melihat bagaimana masalah "ada" menjadi masalah filosofis yang dimulai dari filsafat Yunani,
melalui Neoplatonisme, hingga filsafat Islam. Sudah jelas bahwa masalah "ada" menarik perhatian
para filsuf saat ini. Namun, apakah masalah "ada" benar-benar begitu penting? Mengapa masalah
"ada" menjadi sangat signifikan dalam filsafat? Beberapa filsuf telah memberikan argumen yang
mendukung pentingnya pembahasan dan pemahaman tentang "ada" dalam filsafat. Namun, apakah
"ada" dan masalah yang berkaitan hanya penting dalam konteks filsafat?

Objek yang dikaji dalam tasawuf, yaitu mistisisme dalam Islam, adalah Tuhan. Tujuan dari tasawuf itu
sendiri adalah mencapai kedekatan, bahkan kesatuan dengan Tuhan, dengan berbagai penafsiran
yang ada. Dari sini, kita dapat menemukan benang merah yang menghubungkan spekulasi dalam
peradaban Islam dalam berbagai bentuknya: filsafat Islam, kalam, dan tasawuf. Semua ini, dengan
cara tertentu, terkait dengan pemikiran tentang Tuhan sebagai prinsip dan kenyataan. Dalam filsafat
Islam, kita melihat keterkaitan ini melalui spekulasi tentang "ada" dan dasar dari kenyataan itu
sendiri. Dalam teologi, mungkin tidak ada bahasan khusus tentang metafisika dalam pengertian
Aristoteles. Namun, referensi silang antara tokoh-tokoh filsafat Islam dan Kalam menghasilkan
hubungan-hubungan yang berkisar pada konsepsi tentang Tuhan sebagai prinsip kenyataan, objek
kajian, dan spekulasi. Hubungan antara kedua disiplin ini, terutama dalam hal konsepsi mereka
tentang Tuhan, masih perlu ditentukan.

Tidak seperti Kalam yang secara umum tidak menggunakan "ada" sebagai istilah teknis, dalam
Tasawuf istilah ini digunakan sebagai sinonim dari Tuhan, Allah. Ada kesepakatan umum bahwa
istilah "wujud" sangat erat hubungannya dengan tasawuf dalam sejarah Islam. Pembahasan filosofis
mengenai wujud hampir selalu merujuk pada akar tasawufnya. Hal ini terlihat dengan jelas dalam
studi tentang Mulla Sadra. Dia dikenal sebagai seorang filsuf besar sekaligus seorang sufi besar. Mulla
Sadra mempelajari masalah wujud atau "ada" dengan kedalaman yang sebanding dengan Ibn Sina,
namun dengan nada ekstatis seperti Ibn 'Arabi. Keunggulan Mulla Sadra adalah gaya penulisan yang
lebih jelas dan mudah dipahami dibandingkan keduanya, sebuah kesepakatan di antara para peneliti
filsafat Islam.

Dalam pemikiran Mulla Sadra, kita dapat melihat keterkaitan antara tiga disiplin yang telah
disebutkan sebelumnya: filsafat, kalam, dan tasawuf. Penting untuk diingat bahwa Sadra dikenal
karena kecenderungan sintesis yang kuat antara ketiga disiplin ini. Ia adalah kasus unik dalam sejarah
filsafat Islam. Setelah serangan Ghazzali terhadap filsafat, filsafat Islam dianggap mandek atau
bahkan mati, terutama filsafat yang terdapat dalam karya-karya Ibn Sina. Upaya Ibn Rusyd untuk
menghidupkan kembali filsafat, terutama filsafat dengan semangat Aristotelianisme, tidak berhasil
dengan baik di dunia Islam. Ini berbeda dengan pengaruhnya dalam pembentukan gerakan rasionalis,
seperti Averroisme Latin di Barat. Oleh karena itu, Sadra tidak terikat oleh batasan sejarah ini.
Gerakan spekulasi filosofis setelah Ibn Rusyd direduksi dalam buku-buku sebagai gerakan non-
filosofis, atau setidaknya quasi-filosofis, yang tidak begitu signifikan.

Di sisi lain, para peneliti yang menyadari kontribusi besar Mulla Sadra terhadap intelektualitas Islam,
menggambarkannya sebagai seorang mistik tulen dan penganut esoterisme. Label ini, ironisnya,
memperkuat anggapan bahwa Mulla Sadra memiliki posisi yang kurang signifikan dalam spekulasi
filosofis dalam sejarah Islam. Fazlur Rahman adalah salah satu peneliti yang memimpin studi tentang
Sadra, dan ia melihatnya dalam kerangka filosofis: analitis-demonstratif, berlawanan dengan
mistisisme-esoterik. Penelitian ini juga ditulis dalam kerangka tersebut.

Penelitian tentang Mulla Sadra hingga saat ini masih terfokus pada aspek sufistik, esoterik, dan
mistiknya, seperti yang ditulis oleh Fazlur Rahman dalam pengantar bukunya, The Philosophy of
Mulla Sadra. Kekurangan dari pendekatan penelitian semacam ini adalah mempersempit pemikiran
Mulla Sadra, terutama dengan mengabaikan sumbangan pemikiran filosofis Sadra yang lebih
konsisten terhadap wacana filsafat kontemporer. Pembatasan pada aspek sufistik-intuitif, sebagai
sesuatu yang berbeda dari pendekatan filosofis-demonstratif, juga mengabaikan pernyataan Sadra
sendiri tentang posisinya dalam pemikiran Islam secara umum. Sejauh pengetahuan kami, karya-
karya yang secara analitis-demonstratif membahas pemikiran Sadra masih sedikit, dan tentu saja
karya Fazlur Rahman dianggap sebagai referensi yang paling mewakili dalam upaya ini.

Fazlur Rahman menulis karya ini pada tahun 1975, namun apa yang dia ungkapkan masih relevan
untuk menggambarkan situasi saat ini, terutama dalam khazanah filsafat Islam di Indonesia.
Terutama setelah karya Fazlur Rahman, yang bertujuan untuk "menjadi dorongan bagi penelitian
filosofis yang masih sangat sedikit dijelajahi namun sangat kaya dalam pemikiran Islam." Beberapa
karya yang telah selesai tentang pemikiran Mulla Sadra dapat dijadikan contoh, seperti karya Sajjad
A. Rizvi, Mulla Sadra and Metaphysics, Muhamad Kamal, Mulla Sadra's Transcendent Theosophy,
Ibrahim Kalin, Knowledge in Later Islamic Philosophy: Mulla Sadra on Existence, Intellect and
Intuition, dan pengantar brilian oleh Seyyed Hossein Nasr, Sadr al-Din al-Shirazi and His Transcendent
Theosophy. Namun, penulis masih percaya bahwa dari semua karya yang telah ditulis setelah
Philosophy of Mulla Sadra oleh Fazlur Rahman, belum ada yang melampaui cakupan analitis dan
ekspositoris dari karyanya. Ini merupakan tantangan pertama yang kami hadapi dan kami angkat
dalam penelitian ini.

Sejauh pengetahuan penulis, pembahasan tentang Mulla Sadra dan filsafatnya selalu didasarkan
pada buku Asfar. Seperti yang diungkapkan oleh Fazlur Rahman, sampai ia menyelesaikan tulisannya
tentang filsafat Sadra, terjemahan yang ada dari buku al-Masha'ir adalah terjemahan oleh Henry
Corbin dengan judul Prancis 'Le livre des Penetration Metaphysiques'. Signifikansi karya ini dibuktikan
sendiri dengan terjemahannya oleh Seyyed Hossein Nasr, dan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, ini adalah salah satu karya Sadra yang paling matang, dan dengan demikian secara
implisit dapat disebut sebagai buah pemikiran Sadra yang paling matang dan sistematis. Berdasarkan
hal ini, ditambah dengan kelangkaan pembahasan tentang buku ini, penulis menjadikannya sebagai
referensi utama dalam penelitian ini. Alasan lain adalah jumlah halaman yang lebih ringkas dan
paparan Sadra yang lebih padat mengenai metafisika eksistensialnya.

"Pernyataan Sadra ini menjadi dasar untuk paparan-paparan pemikiran filosofisnya yang
menggunakan cara demonstratif dan logis. Dalam karyanya, terutama Asfar dan Masha'ir, Sadra
menggunakan metode demonstratif dengan bahasa yang padat dan jelas. Mengikuti teknik ini,
penulis akan berusaha menunjukkan bahwa Sadra tidak hanya menulis tentang ekstase sufi yang
tidak konsisten dan tidak logis secara tata bahasa. Paparan metafisiknya tentang eksistensi (wujud),
yang dalam penelitian ini selalu merujuk pada buku al-Mashair (bagian pertama), menggunakan
metode demonstratif seperti dalam karya-karya dalam korpus Aristotelian."

Pada tahun 2014, buku al-Masha'ir telah berhasil diterbitkan. Ini adalah bukti bahwa penelitian
tentang pemikiran Mulla Sadra terus berlanjut dan kualitasnya terus meningkat. Al-Masha'ir sendiri
adalah salah satu buku Mulla Sadra yang paling banyak dibaca dan tersebar di kalangan para peneliti.
Hal ini disebabkan karena al-Masha'ir adalah ringkasan padat dari metafisika dan teologi
eksistensialis Sadra. Al-Masha'ir merupakan salah satu karya paling matang dan terbaru dari Sadra; di
dalamnya, Sadra membahas dua isu, yaitu ontologi dan teologi. Buku ini diterjemahkan oleh Seyyed
Hossein Nasr, yang lahir dari pertemuan Nasr dan Henry Corbin; terjemahan ini dilakukan karena
belum ada terjemahan Inggris dari karya Mulla Sadra ini. Pertemuan Nasr dan Ibrahim Kalinlah yang
menginisiasi penerbitan terjemahan buku ini dalam bahasa Inggris.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Mulla Sadra merumuskan metafisika eksistensial, dalam latar

belakang filosofis persoalan “ada” (eksistensi)?

2. Bagaimana rumusan metafisika eksistensial ini dalam Kitab al-Masha’ir?


TUJUAN PENELITIAN

1. Menempatkan rumusan metafisika eksistensial Mulla Sadra dalam kerangka

persoalan metafisis dan filosofis yang telah dilacak dan dijabarkan.

2. Memperjelas posisi metafisika eksistensial Mulla Sadra dengan merujuk

kepada poin-poin dalam teks al-Masha’ir.

BATASAN ISTILAH

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah ditulis pada latar belakang,

yakni, bahwa persoalan mengenai “ada” merupakan persoalan yang begitu penting

dalam filsafat, mulai dari Aristoteles hingga para filsuf Islam; bahwa Mulla Sadra

merupakan salah satu filsuf Islam yang hadir setelah filsafat Islam – persisnya,

dalam bentuk peripatetisme Ibn Sina – telah mati. Dan, Mulla Sadra, yang

merupakan salah satu tokoh terpenting dalam filsafat Islam dikenal sebagai filsuf

yang merumuskan persoalan “ada” dengan keketatan dan kerumitan filosofis; hal

ini semata sudah dapat dijadikan sebagai pembenaran atas penelitian ini. Dari

beberapa persoalan yang telah disinggung, disebutkan baik secara tersirat maupun

tersirat, maka penelitian ini akan dipusatkan kepada pembahasan mengenai

metafisika eksistensial Mulla Sadra, dengan mengkhususkan pula pada Kitab al-

Masha’ir. Pembahasan-pembahasan terkait lainnya akan dibahas seperlunya sejauh

ia relevan bagi permasalahan utama yang dirumuskan dalam penelitian ini.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini di antaranya, Pertama, manfaat

teoretis, yaitu menjadi suatu prakarsa yang masih sedikit ditemui dalam mengkaji

kitab al-Masha’ir dari Sadra, menyoroti gagasan metafisika Sadra yang dirumuskan

bukan dalam kitab al-Asfar, tetapi dari kitab al-Masha’ir, yang sebagaimana telah

dinyatakan, karyanya yang lebih akhir. Penelitian ini diharapkan menjadi awal bagi

penelitian lebih lanjut dan menyeluruh atas kitab yang baru diterjemahkan ke

bahasa inggris pada tahun 2014 ini; dan mungkin menjadi awal dari

penerjemahannya dalam bahasa Indonesia.


Kedua, manfaat praktis dari suatu kajian metafisis macam ini tentunya berkaitan

dengan pengalaman intelektual-spiritual pribadi dari pihak pembaca. Gagasan

metafisika Sadra, dan filsafat Islam pada umumnya selalu memiliki tujuan

intelektual-spiritual, di zaman di mana pertanyaan mengenai kebenaran, ketuhanan,

keimanan dan lainnya dipertanyakan, pemahaman mengenai konsepsi metafisis,

ontologis dan teologis atas dunia dan kehidupan kiranya dapat membantu kita untuk

menghidupi dunia yang di tiap-tiap pojoknya selalu dihantui krisis eksistensial

tentang makna.

PLAGIASI

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini termasuk manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Pertama, manfaat teoretis dari penelitian ini adalah menjadi inisiatif yang jarang ditemui dalam
mengkaji kitab al-Masha'ir karya Sadra, yang menyoroti gagasan metafisika Sadra yang dirumuskan
tidak dalam kitab al-Asfar, tetapi dalam kitab al-Masha'ir, yang merupakan karya terakhirnya.
Penelitian ini diharapkan menjadi permulaan untuk penelitian lebih lanjut dan komprehensif tentang
buku yang baru diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2014 ini, dan mungkin juga
menjadi langkah awal untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Kedua, manfaat praktis dari jenis penelitian metafisika seperti ini tentunya terkait dengan
pengalaman intelektual-spiritual pribadi para pembaca. Gagasan metafisika Sadra, dan filsafat Islam
pada umumnya, selalu memiliki tujuan intelektual-spiritual. Di zaman di mana pertanyaan tentang
kebenaran, ketuhanan, keimanan, dan sejenisnya sering dipertanyakan, pemahaman tentang
konsepsi metafisik, ontologis, dan teologis tentang dunia dan kehidupan dapat membantu kita
menghadapi krisis eksistensial yang selalu menghantui makna dalam setiap aspek kehidupan.

KAJIAN TERDAHULU

Penulis menemukan beberapa penelitian tentang Sadra dan filsafatnya,

misalnya disertasi dari Syaifan Nur yang kemudian diterbitkan menjadi buku,

berjudul Filsafat Hikmah Mulla Sadra. Ini merupakan suatu karya yang membahas

metafisika eksistensi (wujud) Sadra secara mendalam dengan rujukan yang

otoritatif; adapun, penelitian ini masih dipusatkan pada kitab Asfar dan, meskipun

telah membahas aspek-aspek dari metafisika eksistensial ini, masih memiliki

kekurangan dalam hal tiadanya pembahasan mengenai metafisika esensialis yang

merupakan posisi yang darinya Sadra berangkat untuk kemudian dikritik habis.

Kedua, Skripsi dari Asep Hidayatullah berjudul Keesaan dan Keragaman Wujud dalam Pandangan
Mulla Sadra. Skripsi ini hanya membahas satu konsep Mulla Sadra, yaitu tashkik al-wujud, dan
sayangnya sama sekali tidak menggunakan rujukan primer dari Mulla Sadra, baik kitab al-Asfar, al-
Masha’ir maupun yang lainnya. Pembahasan mengenai filsafat Mulla Sadra masih merupakan
pembahasan umum yang diambil dari sumber sekunder yang mengulas filsafat Mulla Sadra.

Kemudian, skripsi dari Andi Muhammad Guntur yang berjudul Pengaruh

Pemikiran Mulla Sadra Terhadap Perkembangan Filsafat Islam Kontemporer.

Sebagaimana skripsi sebelumnya, skripsi ini masih menggambarkan filsafat Sadra

dalam cakupan yang amat umum, akibatnya, kecanggihan dari sistem filsafat

eksistensial Mulla sadra hanya disinggung seadanya tanpa ada pemaparan yang

rinci. Meskipun skripsi ini menggunakan rujukan primer, yaitu Hikmah al-Arsyi’ah

serta fragmen dari al-Asfar, ia tidak memaparkan filsafat Sadra dengan cukup.

Terdapat suatu tulisan dalam Jurnal berjudul The Philosophy of Mulla Sadra:

Being a Summary of His Book al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Asfar al-Aqliyyah al-

Arba’ah. Ini merupakan suatu tulisan yang padat dan jelas, dan sesuai dengan

subjudulnya, ini merupakan ringkasan dari karya Sadra, kitab al-Asfar. Namun,

tulisan ini sebenarnya, penulis yakin, merupakan replikasi dari pernyataan- pernyataan Fazlur
Rahman dalam bukunya, Philosophy of Mulla Sadra yang telah

dijelaskan sebelumnya. Dengan kata lain, alih-alih merupakan rujukan langsung

kepada Mulla Sadra, Hamid Fahmy Zarkasyi sebenarnya sedang meminjam

kerangka buku Fazlur Rahman - dan bahkan kata-katanya di dalam buku tersebut -

dalam menulis esai ini. Pun, persoalannya masih sama, kurangnya rujukan kepada

al-Mashair.

Demikian adalah karya-karya yang penulis temui berasal dari Indonesia yang

membahas mengenai Filsafat Mulla Sadra. Adapun, penelitian ini akan

menggunakan karya primer dari Mulla Sadra, yang telah dibahas sebelumnya, yaitu

Kitab al-Masha’ir yang diterjemahkan oleh Seyyed Hossein Nasr menjadi

Metaphysical Penetrations; Untuk rujukan primer lainnya adalah Kitab al-Arsyiah

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Wisdom of the Throne oleh

James Winston Morris; karya sekunder yang utama adalah karya Fazlur Rahman,

Philosophy of Mulla Sadra, kemudian karya Muhammad Kamal, Mulla Sadra’s

Transcendent Philosophy, Sajjad H. Rizvi, Mulla Sadra and Metaphysics, dan

karya Ibrahim Kalin, Knowledge in Later Islamic Philosophy.

PLAGIASI
Penulis menemukan beberapa penelitian tentang Sadra dan filsafatnya, seperti disertasi Syaifan Nur
yang kemudian diterbitkan sebagai buku berjudul Filsafat Hikmah Mulla Sadra. Buku ini membahas
metafisika eksistensi (wujud) Sadra secara mendalam dengan referensi yang otoritatif. Namun,
penelitian ini masih terfokus pada kitab Asfar dan belum membahas secara memadai aspek
metafisika esensialis yang menjadi dasar pemikiran Sadra.

Selain itu, ada Skripsi dari Asep Hidayatullah berjudul Keesaan dan Keragaman Wujud dalam
Pandangan Mulla Sadra. Skripsi ini hanya membahas satu konsep Mulla Sadra, yaitu tashkik al-wujud,
namun sayangnya tidak menggunakan referensi primer dari Sadra seperti kitab al-Asfar, al-Masha’ir,
dan lainnya. Pembahasan tentang filsafat Mulla Sadra masih bersifat umum dan mengambil dari
sumber sekunder yang membahas filsafat Sadra.

Kemudian, ada skripsi dari Andi Muhammad Guntur yang berjudul Pengaruh Pemikiran Mulla Sadra
Terhadap Perkembangan Filsafat Islam Kontemporer. Skripsi ini juga memberikan gambaran umum
tentang filsafat Sadra tanpa menjelaskan secara rinci kecanggihan sistem filsafat eksistensial Sadra.
Meskipun skripsi ini menggunakan referensi primer seperti Hikmah al-Arsyi’ah dan fragmen dari al-
Asfar, tetapi tidak memberikan paparan yang memadai tentang filsafat Sadra.

Terdapat juga tulisan dalam jurnal yang berjudul The Philosophy of Mulla Sadra: Being a Summary of
His Book al-Hikmah al-Muta’aliyah fi al-Asfar al-Aqliyyah al-Arba’ah. Tulisan ini merupakan ringkasan
yang padat dan jelas dari karya Sadra, yaitu kitab al-Asfar. Namun, penulis meyakini bahwa tulisan ini
sebenarnya adalah replikasi pernyataan-pernyataan Fazlur Rahman dalam bukunya, Philosophy of
Mulla Sadra. Dengan kata lain, tulisan ini bukan merupakan referensi langsung dari Mulla Sadra,
melainkan menggunakan kerangka buku Fazlur Rahman dalam menyusun esai ini. Namun,
masalahnya tetap sama, yaitu kurangnya rujukan kepada al-Masha'ir.

Demikianlah beberapa karya yang penulis temui dari Indonesia yang membahas Filsafat Mulla Sadra.
Dalam penelitian ini, akan menggunakan karya primer dari Mulla Sadra yang telah dijelaskan
sebelumnya, yaitu Kitab al-Masha’ir yang diterjemahkan oleh Seyyed Hossein Nasr menjadi
Metaphysical Penetrations. Referensi primer lainnya adalah Kitab al-Arsyiah yang diterjemahkan oleh
James Winston Morris menjadi Wisdom of the Throne. Sedangkan untuk rujukan primer lainnya
adalah Philosophy of Mulla Sadra oleh Fazlur Rahman, Mulla Sadra's Transcendent Philosophy oleh
Muhammad Kamal, Mulla Sadra and Metaphysics oleh Sajjad H. Rizvi, dan Knowledge in Later Islamic
Philosophy oleh Ibrahim Kalin.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka (library research)

berdasarkan dari watak objek yang diteliti, yaitu metafisika eksistensial Mulla

Sadra.

1. Pengumpulan Data
Kajian Kepustakaan secara konkret adalah mengumpulkan data dari sumber-

sumber tertulis seperti buku, jurnal, baik versi fisik di perpustakaan, maupun versi

daring dari kanal jurnal seperti JSTOR. Adapun data tersebut digolongkan secara

umum menjadi dua jenis, yaitu primer atau rujukan utama kepada karya dari penulis

yang diteliti, atau karya otoritatif mengenai penulis, dalam hal ini, Mulla Sadra sang

filsuf, yang diakui absah secara internasional. Menurut pembagian tersebut, maka

berikut ini adalah daftar dari data primer dan sekunder yang penulis gunakan:

a. Data Primer

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, rujukan utama dari penelitian

ini, pertama adalah karya Mulla Sadra dari periodenya yang paling matang, yaitu Kitab al-Mashair,
yang telah diterjemahkan oleh Seyyed Hossein Nasr dan diberi

catatan dan ulasan oleh Ibrahim Kalin, keduanya merupakan pemikir representatif

yang mengkaji Sadra secara mendalam. Teks ini merupakan teks yang ditulis Mulla

Sadra khusus mengenai metafisikanya, penelitian ini menggunakan teks ini sebagai

data primer.

b. Data Sekunder

Pertama, data-data sekunder yang ada ialah karya-karya Mulla Sadra yang lain

(yang juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris), semisal Kitab al-Arsyiah

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh James Winston Morris menjadi

Wisdom of the Throne. Kemudian adalah karya yang sudah berapa kali disebut

sebelumnya, yaitu karya Fazlur Rahman, Philosophy of Mulla Sadra, yang,

menurut penulis, merupakan salah satu karya cemerlang mengenai bangunan

metafisika Sadra dalam kerangka analitis. Ada pula karya Seyyed Hossein Nasr,

Sadr al-Din al Shirazy and His Transcendent Theosophy yang merupakan

pengantar ringan namun otoritatif kepada pemikiran Sadra dan filsafatnya yang

disebut sebagai Hikmah Muta’aliyyah. Serta Karya dari Muhammad Kamal, Mulla

Sadra and His Transcendent Philosophy, dan karya Sajjad H. Rizvi, Mulla Sadra

and Metaphysics

Selain karya-karya lain dari Sadra, banyak. Di teks yang penulis dapati dalam

jurnal-jurnal filsafat Islam yang membahas mengenai filsafat Mulla Sadra. Terdapat

seorang penulis yang membahas Mulla Sadra secara kurang lebih lengkap dalam
beberapa esainya dalam jurnal, yaitu Muhammad Abdul Haq, judulnya adalah:

Mulla Sadra’s Concept of Being, Mulla Sadra’s Concept of Man, Mulla Sadra’s

Concept of Substantial Motion, Psychology of Mulla Sadra, An Aspect of

Metaphysics of Mulla Sadra, Metaphysics of Mulla Sadra II. Tulisan Muhammad

Abdul Haq ini amat membantu penulis memahami secara umum sisi-sisi filsafat

Mulla Sadra yang di buku-buku yang ada dibahas secara panjang lebar dan agak

rumit. Kemudian juga terdapat jurnal-jurnal lain yang penulis gunakan untuk

memperjelas poin-poin dari pernyataan yang kami nyatakan dalam penelitian ini.

2. Analisis Data

Berdasarkan watak dari penelitian ini, maka pendekatan yang dipakai adalah

analisis tekstual. Yaitu pembacaan atas data-data baik primer maupun sekunder.

Penelitian filsafat terkait dengan teks-teks, karenanya, penelitian ini menggunakan

metode analisis atas teks-teks yang telah disebutkan di atas sebagai data-data. Kami

menggunakan Kitab al-Masha’ir atau Metaphysical Penetrations yang ditulis oleh

Mulla Sadra, tepatnya yang telah diterbitkan dalam terjemahan paralel Arab-Inggris

oleh Seyyed Hossein Nasr dan diberi pengantar oleh Ibrahim Kalin, yang keduanya

merupakan filsuf yang memiliki otoritas akademis dalam diskursus Sadra pada

masa ini. Dengan pembacaan menyeluruh atas teks tersebut didukung dengan data-

data sekunder, baik dari karya Mulla Sadra sendiri maupun teks-teks lain seperti

terbitan jurnal daring yang kami peroleh utamanya via JSTOR dan LibGen,

penelitian ini dilakukan.

PLAGIASI

Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka (library research) berdasarkan pada objek yang
diteliti, yaitu metafisika eksistensial Mulla Sadra.

1. Pengumpulan Data

Metode kajian pustaka melibatkan pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis seperti buku dan
jurnal, baik dalam format fisik di perpustakaan maupun dalam bentuk daring melalui kanal jurnal
seperti JSTOR. Data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua jenis secara umum, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan rujukan utama kepada karya dari penulis yang diteliti, dalam
hal ini karya Mulla Sadra sang filsuf, yang diakui secara internasional. Data primer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Kitab al-Mashair, karya Mulla Sadra yang telah diterjemahkan oleh
Seyyed Hossein Nasr dan ditambah dengan catatan dan ulasan dari Ibrahim Kalin.
Sementara itu, data sekunder meliputi karya-karya Mulla Sadra yang lain yang juga telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, seperti Kitab al-Arsyiah yang diterjemahkan oleh James
Winston Morris menjadi Wisdom of the Throne. Selain itu, terdapat juga karya-karya dari Fazlur
Rahman, Seyyed Hossein Nasr, Muhammad Kamal, dan Sajjad H. Rizvi yang membahas filsafat Sadra
secara mendalam. Selain itu, dalam penelitian ini juga digunakan tulisan-tulisan dalam jurnal-jurnal
filsafat Islam yang membahas tentang Mulla Sadra, seperti tulisan Muhammad Abdul Haq yang
membahas berbagai aspek filsafat Sadra dalam beberapa esainya.

2. Analisis Data

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah analisis tekstual, yaitu pembacaan dan
analisis atas data-data baik primer maupun sekunder. Karena penelitian filsafat berkaitan dengan
teks-teks, penelitian ini menggunakan metode analisis terhadap teks-teks yang telah disebutkan
sebelumnya sebagai data. Teks utama yang digunakan adalah Kitab al-Masha'ir atau Metaphysical
Penetrations yang ditulis oleh Mulla Sadra dan telah diterjemahkan oleh Seyyed Hossein Nasr dan
diberi pengantar oleh Ibrahim Kalin, keduanya merupakan filsuf yang memiliki otoritas akademis
dalam diskursus Sadra pada masa ini. Dengan melakukan pembacaan menyeluruh atas teks tersebut
dan didukung oleh data-data sekunder dari karya Mulla Sadra dan teks-teks lainnya yang diperoleh
dari jurnal daring seperti JSTOR dan LibGen, penelitian ini dilakukan.

JENIS PENELITIAN

Penelitian kualitatif deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan
memahami fenomena atau kejadian dalam konteks alamiahnya secara mendalam. Penelitian ini tidak
berfokus pada pengujian hipotesis atau generalisasi statistik, melainkan lebih menekankan pada
pengumpulan data deskriptif yang detail, interpretasi, dan pemahaman yang mendalam terhadap
subjek penelitian.

Ciri-ciri utama penelitian kualitatif deskriptif meliputi:

1. Penjelasan dan deskripsi: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan
fenomena atau kejadian yang diteliti dengan sebaik mungkin. Tujuannya adalah untuk memberikan
gambaran yang detail dan menyeluruh mengenai subjek penelitian.

2. Konteks alamiah: Penelitian ini dilakukan dalam konteks alamiah atau lingkungan alami subjek
penelitian. Peneliti berusaha untuk memahami dan menggambarkan fenomena tersebut dengan
memperhatikan konteks dan situasi di mana fenomena itu terjadi.

3. Data kualitatif: Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu berupa teks,
narasi, gambar, video, atau suara. Data ini dihasilkan melalui observasi, wawancara, studi dokumen,
atau teknik pengumpulan data kualitatif lainnya.

4. Analisis deskriptif: Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan
mengorganisasi, mengklasifikasikan, dan merangkum informasi yang ditemukan. Analisis ini
bertujuan untuk menggambarkan dan memahami fenomena yang diteliti tanpa mengadopsi
pendekatan statistik formal.

5. Interpretasi dan pemahaman: Selain memberikan deskripsi yang detail, penelitian kualitatif
deskriptif juga berusaha untuk menginterpretasikan dan memahami fenomena yang diteliti. Peneliti
memberikan penjelasan dan makna terhadap temuan-temuan yang ditemukan berdasarkan
pemahaman mereka terhadap subjek penelitian.

Keuntungan dari penelitian kualitatif deskriptif adalah dapat memberikan pemahaman yang
mendalam dan detail tentang fenomena yang diteliti. Penelitian ini juga memungkinkan peneliti
untuk menangkap konteks dan kompleksitas subjek penelitian secara alami. Namun, kelemahan dari
penelitian ini adalah kurangnya generalisasi statistik yang dapat membuat hasil penelitian sulit untuk
diterapkan secara luas ke populasi yang lebih luas.

SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Penelitian ini dibagi menjadi lima rangkaian Bab yang secara bertahap

melangkah dari aspek umum hingga mengerucut pada kesimpulan logis dari

rumusan masalah yang telah dibahas, adapun masing-masing babnya adalah

sebagai berikut:

1. BAB I: PENDAHULUAN, berisi latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian

dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan kerangka awal dari

penelitian ini.

2. BAB II: EKSISTENSI MULLA SADRA, menjelaskan riwayat historis,

sosiologis, intelektual dan filosofis dari Mulla sadra yang akan menjadi

landasan dan penguat penjelasan pada bab-bab berikutnya.

3. BAB III: GENEALOGI METAFISIKA EKSISTENSI-AL, setelah

pembahasan mengenai riwayat hidup sebagai latar belakang historis Mulla

Sadra, maka bab ini akan membahas mengenai bagaimana rumusan

metafisika eksistensial Sadra dibentuk dari teks-teks filsuf terdahulu dengan

mengutamakan, mengikuti Seyyed Hossein Nasr, para filsuf Islam yang

membentuk pemikiran Sadra secara langsung.

4. BAB IV: PRINSIP METAFISIKA EKSISTENSIAL: Jika pada bab

sebelumnya, pemikiran Mulla Sadra, yakni apa yang disebut sebagai

metafisika eksistensial, telah dibahas dari aspek genealogis, yakni melihat

bagaimana gagasan-gagasan metafisika eksistensial Sadra dikembangkan

dari gagasan-gagasan yang ada di hadapan Mulla Sadra pada waktu itu, dan

dengan kata lain, melihat aspek metafisika eksistensial ini dari filsuf-filsuf

selain Mulla Sadra; maka di sini kita akan melihat bagaimana rumusan
metafisika eksistensial itu terdapat dalam Masha’ir, teks utama yang

menjadi bahan pokok dari penelitian ini.

5. BAB V: PENUTUP; Bab ini berisi tiga sub-bab, yakni pertama, kesimpulan

dari keseluruhan penelitian ini dalam tiga poin; kedua, tinjauan kritis atas

hasil pemahaman penulis, dan yang terakhir, saran untuk penelitian

selanjutnya.

PLAGIASI

Penelitian ini terbagi menjadi lima bab yang progresif, dimulai dari aspek umum hingga
menyimpulkan secara logis formulasi masalah yang telah dibahas. Setiap bab memiliki fokus yang
berbeda, yaitu:

1. Bab I: Pendahuluan. Bab ini mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan literatur, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini
menjadi pendahuluan bagi penelitian.

2. Bab II: Eksistensi Mulla Sadra. Bab ini menjelaskan riwayat historis, sosial, intelektual, dan filosofis
Mulla Sadra yang akan menjadi dasar dan mendukung penjelasan bab-bab berikutnya.

3. Bab III: Genealogi Metafisika Eksistensial. Setelah membahas latar belakang historis Mulla Sadra,
bab ini membahas bagaimana formulasi metafisika eksistensial Sadra terbentuk dari teks-teks filsuf
sebelumnya dengan mengikuti pemikiran langsung para filsuf Islam yang membentuk pemikiran
Sadra, seperti yang dikemukakan oleh Seyyed Hossein Nasr.

4. Bab IV: Prinsip Metafisika Eksistensial. Setelah membahas perkembangan pemikiran Mulla Sadra
dari perspektif genealogis, bab ini akan melihat bagaimana rumusan metafisika eksistensial terdapat
dalam Masha’ir, teks utama yang menjadi fokus utama penelitian ini.

5. Bab V: Penutup. Bab ini terdiri dari tiga sub-bab, pertama, kesimpulan dari penelitian ini dalam tiga
poin utama; kedua, tinjauan kritis terhadap pemahaman penulis; dan terakhir, saran untuk penelitian
selanjutnya.

Dengan demikian, struktur penelitian ini dirancang untuk secara bertahap menggali informasi,
memberikan penjelasan, dan akhirnya menyimpulkan penelitian dengan logis.

Anda mungkin juga menyukai