Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Market Research
1. Definisi Market Research

Menurut Maholtra, dkk (1996) dalam American Marketing Association (AMA)


mengatakan bahwa Riset Pemasaran (Market Research) adalah identifikasi,
pengumpulan, analisis, dan penyebaran (pembagian) informasi yang
sistematis dan objektif untuk meningkatkan pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan identifikasi dan solusi masalah-masalah dan kesempatan-
kesempatan dalam pemasaran.

Menurut kotler, salah satu guru pemasaran dunia, mendefinisikannya sebagai


perancangan, pengumpulan, analisis, dan pelaporan yang sistematis dari data atau
temuan yang relevan dengan situasi pemasaran tertentu yang dihadapi oleh
perusahaan.

2. Tujuan Market Research

Riset pasar bertujuan untuk mencari informasi yang diperlukan perusahaan


dengan benar. Selain itu, untuk mengetahui calon pembeli yang potensial sebagai
acuan untuk mengatur strategi perusahaan dengan benar dan digunakan untuk
mengembangkan ide ide baru yang dibutuhkan perusahaan. Serta market research
ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul dari suatu produk disuatu
perusahaan, misalnya permasalahan nya mengenai apakah produk yang dari
perusahaan yang bersangkutan dapat di pasarkan di pasar Indonesia atau tidak,
dengan menganalisa data yang didapatkan berdasarkan interview dengan sejumlah
responden.
Seorang researcher harus memiliki rencana pemasaran (market plan) yang
merupakan elemen penting dalam perencanaan bisnis bagi perusahaan mereka,
tujuan nya agar researcher tidak membayangkan tentang suatu produk yang dibuat
dan tidak menerka - nerka apakah produk ini akan laku dipasaran atau tidak dan
memberikan keuntungan yang besar atau tidak.

Proses dalam market research :

Gambar II. I Proses Riset Pasar

a. Merumuskan masalah
Hal pertama kali yang harus dilakukan untuk menjalankan riset pemasaran
adalah merumuskan masalah. Perumusan tujuan riset dangat berkaitan dengan
masalah atau peluang pemasaran. Masalah atau peluang pasar baik internal
maupun eksternal tergantung bagaimana periset melihatnya. Riset pemasaran
dalam hal ini selain bertujuan mengeksplorasi dan mengidentifikasi masalah
sekaligus juga memberikan solusi, sehingga dapat memandang masalah tersebut
sebagai peluang di masa yang akan datang.
b. Menentukan desain riset
Setelah merumuskan tujuan riset, dilakukan penentuan desain riset yang sesuai.
Berdasarkan dari eksplorasi dan tujuan riset, desain riset. Pemasaran terbagi
menjadi tiga jenis desain yaitu riset eksploratif, riset deskriptif, dan riset kausal.
Desain riset dibutuhkan untuk menentukan prosedur secara rinci mengenai cara
mengumpulan data, cara pengujian hipotesa dan kemungkinan melakukan
kuisioner dengan berbagai model yang ditentukan.
c. Merancang metode pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan
data sekunder biasanya berupa data yang diambil Dari buku, internet,dan pustaka
lain nya yang relevan. Anda perlu menentukan bagaimana cara mengumpulkan
data – data tersebut dan dihimpun menjadi sebuah database.
d. Mengambil sampel dan melakukan pengumpulan data
Selanjutnya melakukan pengambilan sampel dan pengumpulan data dilapangan.
Bisa dilakukan pengambilan sampel didasarkan pada metode sampling yang
digunakan, baik itu probability atau non probability sampling.
e. Melakukan analisa dan interpretasi data
Sebuah pengumpulan data tidak akan pernah bisa menjadi sebuah kesimpulan
jika tidak dilakukan analisis dan interpretasi data. Bisa dimuali dari editing,
koding, tabulasi, analisa statistic, dan interpretasi data. Data yang diolah inilah
yang akan memberikan petunjuk pada kesimpulan yang akan diambil.
f. Menyusun laporan riset
Laporan riset pemasara berupa hasil laporan, kesimpulan serta rekomendasi
penilitian yang diberikan kepada pihak manajemen. Kemudian pihak managemen
akan mengambil keputusan berdasarkan hasil dari interpretasi data sebelum nya.
Laporan riset ini yang akan menjadi standar peneilitian oleh para eksekutif dalam
mengevaluasi manfaat riset pemasaran.
Marketing Communication atau Komunikasi Pemasaran adalah cara/ sarana
yang digunakan oleh perusahaan dalam upaya untuk mengiformasikan, membujuk,
mengingatkan konsumen denngan cara langsung atau tidak langsung tentang
produk dan merek (brand) yang dijual (1).
Dalam pengertian tertentu komunikasi pemasaran menggambarkan “suara”
merek dan merupkan sarana yang dapat digunakan untuk membangun dialog dan
membangun hubungan baik dengan konsumen. Bagi konsumen komunikasi
pemasaran memberikan informasi bagaimana sebuah produk digunakan, oleh orang
seperti apa, dimana, dan kapan waktunya. Selain dari itu konsumen dapat
mempelajari siapa pembuat produk dan apa yang dipertahankan dari sebuah merek
(3).

Gambar II. 2Model komunikasi pemasaran (3)

Komunikasi pemasaran dapat berkontribusi pada ekuitas merek (Brand equity) yaitu
dengan membangun dalam ingatan konsumen dan menciptakan citra merek pada
mereka (3) Untuk mencapai komunikasi yang efektif, seorang marketing
komunikator pemasaran perlu melakukan langkah-langkah berikut (5):

Gambar II. 3 Komunikasi pemasaran dan ekuitas merek.

1. Identifikasi Target Audience

Dimulai dengan menentukan siapa yang akan menjadi target audience yang
jelas, misalnya: mereka yang sudah menjadi pembeli produ atau mereka yang
mempunyai prospek sebagai calon pembeli atau potential buyers atau yang
mempunyai pengaruh terhadap pembelian produk (5). Target audience berpengaruh
sangat kuat terhadap keputusan yang akan diambil para komunikator marketing
terutama pada action plan atau rencana yang akan disusun (5), antara lain:

a. What (Apa yang akan dikatakan)

b. How (Bagaimana pesan yang akan dikirimkan)


c. When (Kapan pesan akan disampaikan)

d. Where (Dimana pesan tersebut akan disampaikan)

e. Who (Siapa yang akan menyampaikannya)

2. Menentukan Respon yang Diharapkan

Setelah target audience ditentukan langkah selanjutnya ialah menentukan respon


apa yang diharapkan. Tantunya pada umumnya kasus respon akhir yang dituju
adalah keputusan untuk membeli. Pembelian adalah suatu hasil dari proses yang
membutuhkan langkah panjang sampai para calon pembeli membuat keptusan untuk
membeli (5).

Gambar II. 4 Buyer reading stage.

Komunikator pemasaran perlu mengetahui target audience nya berada pada tahapan
mana diantara 6 tahapan buyers reading stage/tahap kesiapan konsumen untuk
membeli yang terdiri dari (5):

a. Awareness. Jika kebanyakan audience sasaran tidak sadar akan objek, tugas
komunikator adalah membangun kesadaran.
b. Knowledge. Audience sasaran mungkin memiliki kesadaran mereka, tetapi
tidak mengetahui lebih banyak. Komunikator harus membangun knowledge
pada konsumen misalnya dengan melakukan kampanye dengan advertensi
yang luas untuk meciptakan rasa familiar terhadap produk.

c. Liking. Selanjutnya secara bertahap dilakukan komunikasi marketing untuk


memberikan informasi tentang karakteristik produk tahapan liking dan
preference. Jika anggota sasaran mengenal merek, bagaimana mereka
merasakannya. Jika audience merasa tidak senang dengan produk yang
ditawarkan, komunikator harus mencari tahu mengapa.

d. Preference. Audience sasaran mungkin menyukai produk yang


dimaksud dari pada produk lain yang sejenis

e. Conviction. Anggota marketing perusahaan melakukan kombinasi promotion


mix untuk menciptakan perasaan positif dan keyakinan pada target audience.
Menyampaikan nilai tambah, nilai harga atau after sale service agar target
audience terpengaruh dan akhirnya komunikator marketing membawa para
target audience pada tahap membuat keputusan membeli.

f. Purchase. Akhirnya, beberapa anggota audience sasaran mungkin


memiliki keyakinan. Komunikator harus mampu mengarahkan konsumen ini
untuk mengambil satu langkah final, misalnya dengan menawarkan produk
dengan berbagai tawaran yang menarik seperti harga promosi potongan harga
atau hadiah.

3. Pemilihan Pesan

Setelah menentukan respon yang diharapkan dari suatu audience, komunikator

harus dapat mengembangkan suatu pesan yang efektif (5).A


Dari Gambar II. 5 diuraikan bahwa suatu pesan yang ideal harus : Mendapatkan
atensi (Attention), Menagkap minat (Interest), Membangkitkan keinginan
(Desire), Mendapatkan tindakan (action) (5).

4. Pemilihan Media Komunikasi yang Sesuai

Pemilihan media atau saluran komunikasi yang tepat adalah salah satu fungsi dari
komunikator pemasaran. Secara garis besar ada 2 macam saluran komunikasi yaitu
(5):

a. Saluran Komunikasi Personal. Dalam suatu komunikasi personal ada dua


oraang atau lebih yang melakukan komunikasi langsung satu dengan
yang lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan tatap muka, melalui
telephone, surat. Personal communication dianggap efektif karena ditujukan
langsung dan mendapatkan feedback dari audiancenya. Adapun menggunakan
orang-orang yang berpengaruh/terkenal atau orang yang pendapatnya diikuti
oleh orang lain dalam hal ini disebut opinion leader.

b. Saluran Komunikasi Non Personal. Adalah media yang menyampaikan pesan


produk atau perusahaan tanpa melakukan kontak personal atu feedback.
Termasuk dalam media ini adalah Media penyiaran, Media display, sales
promotion, media event.

5. Seleksi Sumber Pesan yang Dikirim


Dampak suatu pesan terhadap audiance juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu
bagaimana audiance memandang siapa pengirim pesan tersebut. Faktor yang
menyebabkan sumber dari suatu pesan berpredikat credible dimata pembeli adalah
(5):

a. Expertise (Ahli dibidangnya misalnya seperti Scientist, doctor,


professor)

b. Trustworthiness/dapat dipercaya (Objektif dan jujur)

c. Likeability/disenangi (memiliki rasa humor, terbuka, dan natural)

6. Kumpulkan feedback yang muncul

Setelah pesan produk disampaikan melalui media yang sesuai, komunikator


pemasaran harus melakukan riset pasar untuk mengetahui efek atau dampak pesan yang
disampaikan kepada para target audience (5).

B. FRAKTUR TULANG

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya
keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan
kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun
memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat
diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal
atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010).
Klasifikasi fraktur secara klinis dibagi menurut ada tidak nya hubungan patahan tulang
dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringan nya luka dan fraktur yang
terjadi, seperti yang dijelaskan pada table 1.

Derajat Luka Fraktur


I Laserasi <1 cm kerusakan Sederhana, dislokasi
jaringan tidak berarti relatif fragen minimal
Bersih
II Laserasi >1cm tidak ada Dislokasi fragmen jelas
kerusakan jaringan yang
hebat atau avulsi, ada
Kontaminasi
III Luka lebar dan rusak hebat Kominutif, segmental,
atau hilangnya jaringan fragmen tulang ada
disekitarnya. Kontaminasi yang hilang
Hebat
(Sumber: Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Tabel II.1 Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo

Fraktur sangat bervariasi dari segi klinis, namun untuk alas an praktis, fraktur dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Complete Fracture

Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Patahan fraktur yang
dilihat secara radiologi dapat membantu untuk memprediksi tindakan yang
harus dilakukan setelah melakukan reduksi. Pada fraktur transversal (gambar
1a), fragmen tetap pada tempatnya setelah reduksi, sedangkan pada oblik atau
spiral (gambar 1c) lebih cenderung memendek dan terjadi pergeseran meskipun
tulang telah dibidai. Fraktur segmental (gambar 1b) membagi tulang menjadi 3
bagian. . Pada fraktur impaksi fragmen menumpuk saling tumpang tindih dan
garis fraktur tidak jelas. Pada raktur kominutif terdapat lebih dari dua
fragmen, karena kurang menyatunya permukaan fraktur yang membuat
tidak stabil (Solomon et al.,2010)

2. Incomplete fractures

Pada fraktur ini, tulang tidak terbagi seutuhnya dan terdapat kontinuitas
periosteum. Pada fraktur buckle, bagian yang mengalami fraktur hampir
tidak terlihat (gambar 1d). Pada fraktur greenstick (gambar 1e dan 1f), tulang
melengkung atau bengkok seperti ranting yang retak. Hal ini dapat terlihat
pada anak‒anak, yang tulangnya lebih elastis daripada orang dewasa. Pada
fraktur kompresi terlihat tulang spongiosa tertekan kedalam (Solomon et al.,
2010).

Gambar II.6. Variasi fraktur. Keterangan : Complete fractures: (a) transversal; (b) segmental;
(c) spiral. Incomplete fractures: (d) fraktur buckle; (e, f) fraktur greenstick
(Solomon et al., 2010).
C. PROSES PENYEMBUHAN FRAKTUR

Penyembuhan fraktur umum nta dilakukan dengan cara mobilisasi. Akan tetapi,
penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembventukan kalus berespon
terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umum nya fraktur dilakukan
pembidaian hal ini dilakukan tidak untukmenjamin penyatuan tulang namun untuk
meringankan nyeri dan menjamin penyatuan tulang pada posisi yang benar dan
mempercepat pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al,2010)

Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan


fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur dapat merusak
pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah
dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak,
tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher,2013)

1. Penyembuhan dengan kalus ( Indirect)

a. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom

Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar


fraktur. Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan darah, dan
mati (gambar 2a).

b. Inflamasi dan proliferasi selular

Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel
inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel
mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.
Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor
pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi
perlahan dan membentuk kapiler baru pada area tersebut
c. Pembentukan kalus

Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan


osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang
dan pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di
sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang
mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau‒pulau tulang imatur dan
kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum
dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi
menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur
menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah
cidera.

d. Konsolidasi

Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamellar dengan aktivitas


osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osetoklas pada proses ini melakukan
pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan
tersebut . osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang
baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang
beban dengan normal

e. Remodeling

Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa
bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped
dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang
(gambar 2d).
(a) Pembentukan hematom (b) Pembentukan kalus (c) pembentukan kalus (d) Tulang yang
pada fraktur fibrokartilago yang keras mengalami remodeling

Gambar II.7. Proses penyembuhan fraktur (Mescher, 2013).

2. Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union)

Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan


kalus. Jika lokasi fraktur benar‒benar dilakukan imobilisasi dengan
menggunakan plate, tidak dapat memicu kalus.. Namun, pembentukan tulang
baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen. Gap antar
permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor
tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar
(gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi
tulang lamelar, gap yang lebar pertama‒ tama akan diisi dengan tulang
anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang
lamelar. Setelah 3‒4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan
penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase
pertengahan atau contact healing (Solomon et al., 2010). Penyembuhan dengan
kalus, meskipun tidak langsung (indirect) memiliki keuntungan antara lain
dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan tulang, dengan
peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari hukum
Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus
berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang
cukup lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat
menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas
(Solomon et al., 2010).

Penilaian Proses Penyembuhan Fraktur secara Histopatologi

Proses perbaikan tulang dimulai dari korteks perifer beberapa sentimeter dari lokasi
fraktur. Meskipun terdapat perubahan pada perbaikan lingkungan dan jaringan
hipoksia akibat dari kerusakan suplai darah, hal ini mengawali pembentukan oleh
lapisan dalam periosteum dan sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi dari massa
kartilago baik di luar korteks disebut external callus dan di dalam korteks disebut
internal callus (Shapiro, 2008)

Kalus diawali dengan kartilago dan fibrokartilago untuk menstabilisasi lokasi fraktur.
Kemudian melalui peran vaskuler, kalus bertambah dari lapisan korteks paling jauh
dari lokasi fraktur dan dari periosteum yang terletak pada batas luar external callus.
Terlihat fase awal pembentukkan tulang endokondral, terdapat external dan internal
callus (gambar 3).

Gambar II.8. Potongan longitudinal proses penyembuhan fraktur mid diafisis os femur
(Shapiro, 2008). Keterangan : E : external callus, I : internal callus

External callus (gambar 4), terlihat jaringan fibrosa pada bagian atas dan awal
perbaikan kartilago pada bagian bawah gambar. Secara keseluruhan external callus
yang baru terbentuk ini dikatakan terdapat jaringan fibrokartilago
Gambar II.9. Memperlihatkan bagian external callus pada fraktur (Shapiro,2008)

Setelah satu minggu terlihat pembentukkan periosteum tulang baru pada sebelah
kanan dari korteks dan pembentukkan kartilago pada sebelah kiri korteks yang
lebih mobile dan kurang stabil pada lokasi fraktur (gambar 5). Dengan cara seperti ini
tulang anyaman disintesis pada kartilago yang terkalsifikasi dari kalus hingga
perbaikan kartilago telah diubah dengan sempurna oleh tulang melalui mekanisme
endokondral (Shapiro, 2008).

Gambar II.10. Pembentukkan periosteum tulang baru (Shapiro, 2008)

Proses selanjutnya adalah dengan melibatkan transformasi tulang anyaman


menjadi tulang kompak. Proses ini melalui resorbsi external callus yang tidak lagi
dibutuhkan sejak ujung patahan tulang telah mengalami bridging dan stabil dengan
pemulihan jaringan dan remodeling korteks tulang Havers. Pada fase ini, external
callus yang digambarkan secara mikroskopis terdapat tulang anyaman yang telah
dilapisi dengan proses sintesis tulang lamelar. Tulang lamelar membesar dan
berubah menjadi jaringan tulang kompak (gambar 6).

Gambar II.11. Tulang anyaman (W) dan tulang lamelar (L) (Shapiro, 2008)

Setelah 6 minggu gap telah terisi dengan tulang baru. Terlihat (gambar 7) tulang
anyaman berwarna ungu gelap, dikelilingi dengan tulang lamelar berwarna ungu
terang dan osteoblas yang mengisi rongga kosong. Jaringan ini disebut juga woven
bone atau tulang anyaman (Shapiro, 2008)

Gambar II.12. Tulang anyaman (ungu gelap), tulang lamelar (ungu terang) dan
osteoblas (Shapiro, 2008).
3. Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

Meskipun konsep teknik internal fiksasi telah dikemukakan pada pertengahan


tahun 1800‒an, Lister mengenalkan ORIF fraktur patella pada tahun 1860.
Penggunaan plate, screw dan kawat pertama kali dilakukan pada tahun 1880
dan 1890. Awal mula dilakukan pembedahan fiksasi internal mengalami
berbagai macam rintangan seperti infeksi, sedikit pengetahuan tentang implant
dan tekniknya, metal allergic dan keterbatasan pengetahuan tentang proses
penyembuhan fraktur secara biologis. Pada tahun 1950, Dannis dan Muller
menetapkan prinsip dan teknik fiksasi internal. Setelah 40 tahun kemudian,
kemajuan ilmu biologi dan mekanikal saat ini telah mempermudah teori dan
teknik fiksasi (Lakatos, 2014).

Gambar II.13Open Reduction Internak Fixation Of Femoral Shaft Right Upper Leg
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang
tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulamg, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang. Fiksasi internal mengacu pada fiksasi
sekrup dan piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan.
(Brunner&Suddart,2003)

ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan teknik
pembedahan yang mencakup didalam nya pemasangan pen, sekrip, logam atau
protesa untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan (Depkes,1995)

Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi


yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan
mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi
tulang (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Indikasi tindakan ORIF pada fraktur
femur bagian distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan
dengan neurovascular compromise, seluruh displaced fractures, fraktur
ipsilateral ekstrimitas bawah, irreducible fractures, dan fraktur patologis
(Thomson & Jonna, 2014)

Prinsip umum dari fiksasi interna antara lain dengan menggunakan pin and
wire, plate and screw, tension‒band principle, intramedullary nails dan
biodegradable fixation (gambar 8). Pin and wires menggunakan metode
Kirschner wires (K‒wires) dan Steinmann pins memiliki beberapa kegunaan,
mulai dari traksi skeletal hingga fiksasi fraktur yang sementara dan definitive.
Metode ini juga memberikan fiksasi sementara untuk rekonstruksi dari fraktur
yang melibatkan kerusakan tulang dan soft tissue yang minimal
(Lakatos,2014).

Bone screw adalah bagian dasar dari metode fiksasi interna modern dan
dapat digunakan baik secara independen atau dengan kombinasi dengan tipe
implantasi lain. Kekuatan dipengaruhi oleh pemasangan pengencangan screw.
Seiring berjalannya waktu, sejumlah kekuatan kompresif menurun secara
lambat saat tulang mengalami remodeling terhadap tekanan. Namun, waktu
penyembuhan fraktur biasanya lebih singkat dibandingkan waktu yang
dibutuhkan dari substansi yang hilang akibat kompresi dan fiksasi (Lakatos,
2014). Metode lain dengan menggunakan plate memiliki berbagai macam
ukuran dan bentuk untuk tulang dan lokasi yang berbeda.

Gambar II.13 Variasi ORIF (Solomon et al., 2010)

4. Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS – R)

Amnion liofilisasi steril radiasi (ALS‒R) adalah amnion yang dikeringkan


dengan cara liofilisasi kemudian dilakukan sterilisasi dengan mengggunakan
radiasi sinar γ. Proses pengeringan amnion di Bank Jaringan Riset Batan
dilakukan dengan dua metode yaitu dengan liofilisasi dan suhu ruangan (air
dried), liofilisasi adalah penghilangan air melalui sublimasi yakni perubahan
wujud padat (es) langsung menjadi wujud gas (uap) sehingga menghambat
aktifitas mikroorganisme dan enzim secara normal dapat mendegradasi
senyawa di dalam bahan biologi. Sehingga pengeringan dengan cara ini dapat
mengurangi kerusakan jaringan secara minimal (Suryani, 2013).
Proses liofilisasi tetap menjaga morfologi membran amnion seperti struktur
epitel yang terlihat kuboid selapis, beberapa lapisan stratifikasi dan stroma
edematosa yang diamati secara makroskopis. Perwarnaan dengan PAS
mengindikasikan terdapat membran dasar yang terlihat seperti pembatas
dibawah stroma pada membran amnion terliofilisasi (Rodriguez et al., 2009).
Kolagen IV terlihat pada membran amnion terliofilisasi membentuk selapis tipis
yang memmanjang pada membran dasar yang ditunjukkan secara
imunohistokimia. Selain kandungan kolagen, membran amnion terliofilisasi
tetap menjaga kandungan growth factor yang berperan dalam bone healing
antara lain transforming growth factor‒β1 (TGF‒β1), fibroblast growth factor
basic (bFGF) (Rodriguez et al., 2009).

Growth factor adalah protein yang disekresikan oleh sel yang aktif pada sel
target atau sel yang memiliki aksi yang spesifik. Dengan kegunaan klinis
yang potensial dalam meningkatkan perbaikan tulang, termasuk mempercepat
penyembuhan tulang.
Gambar II.14 Kerangka Teori pengaruh ALS-R terhadap perbaikan fraktur

D. IMPLANT BIODAGRADABLE

Fiksasi tulang biasanya dengan menjalankan operasi pemasangan implant pada kasus
pasien fraktur tulang. Biomaterial yang digunakan umumnya dalam fiksasi tulang
adalah biomaterial inert seperti stainless steal yaitu paduan cobalt-chromium dan
paduan titanium. Namun, implant ini bersifat innert dan masih tetap utuh bahkan
setelah tulang sembuh akan timbul ketidak nyamanan pada pasien. Keberadaan
implant non biodegradable dapat menimbulkan resiko seperti peradangan akibat
pelepasan ion atau partikel dari implant, oleh karna itu sebagian pasien yang
menggunakan implant non- biodegradable harus melakukan operasi yang kedua
untuk pengangkatan implant. Berbeda hal nya dengan perkembangan teknologi saat
ini operasi kedua dapat dihilangkan jika pasien menggunakan implant biodegradable
dimana pada implant ini diharapkan dapat memberikan sokongan pada tulang dalam
jangka waktu tertentu ( sementara) dan kemudian akan terdegradasi secara bertahap
dalam tubuh hingga akhirnya akan hilang. Skema proses penyembuhan tulang
menggunakan implant biodegradable dan non biodegradable pada gambar berikut :

Gambar II.15.Skema proses penyembuhan tulang dengan menggunakan implant biodegradable dan
non – biodegradable ( Kannan,2015)

Secara umum material biodegradable dikategorikan menjadi tiga yaitu : logam


biodegradable, keramik biodegradable dan polimer biodegradable. Ketiga material
biodegradable itu merupakan biomaterial yang umumnya di aplikasikan pada tulang
karena memiliki kekuatan mekanik yang baik .

Anda mungkin juga menyukai