Anda di halaman 1dari 6

PENELAAHAN ALKITAB RUT 1: 1-22

KEMBARA TAK BERUJUNG:


MENUJU SPIRITUALITAS GEREJA PULAU-PULAU
DALAM GEMPURAN PANDEMI DAN TURBULENSI BUDAYA
DIGITAl1

Pdt. Nancy Novitra Souisa

Pengantar

Pandemi Covid 19 bukan satu-satunya bencana yang menimpa


kita, namun merupakan peristiwa yang menerobos jantung tradisi,
kondisi aktual maupun pengalaman setiap person dan alam semesta. Pada
saat yang sama, hegemoni budaya digital sangat dirasakan mengubah
perilaku, penampilan maupun identitas. Pilihan kita adalah mendialogkan
kondisi-kondisi ini demi sebuah peradaban.

Belajar dari sejarah, Sejarah Sosial Gereja maupun masyarakat


menunjukkan hadirnya bencana yang turut membawa krisis dari waktu
ke waktu telah membentuk dan mengubah banyak dimensi
kehidupan bergereja. Kita belajar untuk memahaminya sebagai bagian
dari realitas manusiawi yang multidimensi dan multitafsir. Gereja akrab
dengan fakta-fakta yang menganga, kemungkinan melakukan kekeliruan
dan refleksi yang mendalam pada kesadaran sebagai umat yang tetap
merasa dikasihi AllahNya dengan kasih yang tak bersyarat.

Bahan dialog kita adalah Narasi Rut 1:1-22. Kitab Rut cukup
kontroversi karena kisahnya tidak panjang namun spektrum
penekanannya sangat luas untuk ditafsir. Hal ini nanti berhubungan
dengan penentuan penanggalan oleh pakar Biblika dan setting sosial
Kitab Rut. Ada yang menyatakan bahwa teks ini berasal dari masa pra
Monarki (peralihan masa hakim ke masa Raja-Raja), monarki
(itupun masih berbeda pendapat apakah masa Daud atau Salomo), masa

1
Disampaikan dalam Sidang ke-42 MPL Sinode GPM di Jemaat Elat, Klasis Kei Besar
pada 31 Oktober s.d. 05 November 2021
Sidang Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPM KE-42 Tahun 2021

pembuangan atau pasca pembuangan (cerita ini menjadi tandingan


terhadap Ezra-Nehemiah, khususnya mengenai perkawinan
sebangsa/seagama dan umumnya mengenai konteks global relasi antar
bangsa dalam konteks Israel pasca pembuangan dengan kultus
yudaisme).

Dalam telaah ini, konteks yang dipergunakan adalah konteks


pasca pembuangan (di bawah kolonisasi Kekaisaran Persia). Dinamika
sosial masyarakat Yahudi yang menata diri sebagai hasil belajar dari
krisis pada masa pra pembuangan maupun pada masa pembuangan.
Betapapun demikian, bukan lagi sebagai komunitas merdeka.

Prelude merefleksikan bahwa terdapat bencana kelaparan dalam


kondisi Israel dipimpin oleh para hakim. Ujung dari narasi ini menunjuk
pada perubahan eksistensiil dalam genealogi masyarakat yang hybrid dan
struktur masyarakat yang menuju pada pemerintahan dinasti raja-raja.
Mungkin karena hal ini, urutan kitab Rut ditempatkan setelah Hakim-
Hakim dan dianggap sebagai kitab sejarah dalam kanonisasi.

Nuansa teologi muncul dalam narasi Rut cukup kompleks.


Beberapa penelitian berfokus pada identitas sosial dan personal, batas
antara etnis dan identitas, perempuan dalam masyarakat patriarki,
kekerasan dan lainnya. Pada PA kali ini, narasi Rut 1:1-21 akan kita
dialogkan dengan pengalaman bencana, perubahan budaya, mobilitas dan
perjuangan manusia di dalam kondisi-kondisi yang ekstrim.

Beberapa Pokok Penelaah

1.Identitas Yang Cair Menjalani Masa Krisis

Narasi ini menceritakan adanya sebuah bencana kelaparan


sebagai kondisi dominan yang memicu migrasi sebuah keluarga Israel
dari komunitasnya, menuju ke komunitas lain yang memiliki latar
sejarah yang dianggap lebih rendah, yakni Moab. Mereka melewati

2
Elat, Kei Besar 31 Oktober - 5 November 2021

beberapa batas yang tegas, yakni identitas social, budaya dan agama.
Berdasar narasi ini, Elimelek sebagai representasi keluarga itu (bet-
ab) memimpin keluarganya menyingkir dari bahaya kelaparan.
Penyingkiran itu ditempuh dengan risiko perubahan status kewargaan
mereka menjadi “orang asing”. Narasi ini tidak menuturkan keberadaan
mereka lebih mendetail di Moab. Hal yang ekstrim adalah bahwa
Elimelek meninggal di negeri orang. Kedua anak dalam keluarga ini,
Mahlon dan Kilyon, karena menetap di Moab, menikahi gadis-gadis
Moab, yakni Orpa dan Rut. Sayangnya, Mahlon dan Kilyon juga
meninggal. Tertinggallah Naomi bersama kedua menantunya. Naomi
memutuskan untuk pulang (returned) ke Israel. Kata pulang ini memberi
makna yang khas. Hal mana memperlihatkan bahwa keterikatan terhadap
tanah dan komunitas melintasi waktu. Hal yang sama terjadi kepada Rut
yang pergi meninggalkan tanah dan komunitasnya. Ia sekarang dianggap
perempuan asing di Israel, karena kemelekatannya terhadap suami dan
mertuanya. Posisi yang diperankan oleh Rut dan Naomi serupa. Mereka
berdua menunjukkan bahwa krisis tidak serta merta mengambil semua
masa lalu, masa kini maupun masa depan mereka.

2. Berjalan Bersama Menghadapi Krisis.

Baik keluarga yang dipimpin oleh Elimelekh maupun yang


dipimpin oleh Naomi menunjukkan karakter yang sangat menghidupkan
dalam konteks perubahan yang cepat dan krisis. Keluarga yang ke Moab
atau keluarga yang ke Israel menunjukkan relasi yang kokoh,
demokratis dan saling memberkati. Elimelekh menjaga keluarganya
bertahan dalam masa kelaparan. Mahlon dan Kilyon membangun
keluarga yang saling menghargai sekalipun berbeda bangsa. Pada saat
yang sama, Rut dan Orpa menunjukkan peran pembuktian bahwa
perempuan-perempuan Moab diberkati oleh Tuhan dan mencintai
keluarga suaminya. Naomi sendiri, menunjukkan peran seorang kepala

3
Sidang Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPM KE-42 Tahun 2021

keluarga yang bertahan dan berjuang melewati kehilangan demi


kehilangan.

Keluarga ini berjalan bersama dalam kehidupan dan meratap bersama


mengenai kematian. Pengambilan keputusan dalam masa-masa krisis dan
perubahan yang ekstrim dijalani secara jujur. Paling tidak, kisah Naomi –
Rut – Orpa memperlihatkan hal itu secara jelas. Kasih sayang para
perempuan berbeda bangsa , agama, budaya menjadi perekat ini
sehingga mereka sanggup bertahan dan berjuang. Hal itu menjadi
cermin bagi Israel pasca pembuangan, bahwa di bawah kolonisasi Persia,
ruang mereka untuk menjadi bangsa tidak sangat besar. Mereka harus
berani berubah dan keluar dari pengkotakan primordial sebelumnya dan
menghayati kehidupan majemuk yang tidak bisa dianggap tidak ada.
Dalam relasi langsung, akan muncul nilai-nilai kesepahaman untuk
kehidupan sosial. Pada waktu tertentu, setiap person atau kelompok dapat
pula mengambil keputusannya sendiri, namun Israel mengambil
keputusan untuk terus bertahan dan berjuang untuk keberlangsungan
kehidupan berbangsanya.

3. Melewati Krisis, Pulang Ke Rumah Namun Masih Mengalami


Bencana.

Pulang ke rumahnya sendiri, namun ia berhadapan dengan hukum


yang menempatkannya sebagai pada tempat tertentu. Hal itu menjadi
bencana lain. Bencana laten itu adalah budaya yang memberi ruang lebih
kecil dan meminggirkan perempuan. Naomi tahu bahwa pulang ke Israel,
tidak serta-merta menjadikannya pulih secara penuh. Ia tetap akan
mengalami guncangan lainnya. Dari “orang asing” menjadi “janda yang
ditinggal mati suaminya”. Penderitaannya yang mendalam karena
kehilangan suami dan anak-anaknya, dilambangkannya sebagai “tangan
kosong”. Istilah itu, bukan hanya refleksi diri, melainkan refleksi sosial,
karena posisinya dalam masyarakat setelah tak bersuami dan tak beranak
laki laki, menjadi berbeda. Ia akan memerlukan laki laki lain untuk
menempatkannya pada posisi yang normal lagi. Para perempuan ini
menghadapi beberapa lapisan pemiskinan dalam budayanya sendiri.

4
Elat, Kei Besar 31 Oktober - 5 November 2021

Bayangkanlah jika mereka memiliki akses yang besar, dianggap setara


memperjuangkan kehidupannya? Rumah menjadi pangkal terakhir
pengharapan hidup seseorang.

4. Berkeluh dan Meratap Kepada Tuhan.

Dalam kepahitan, mereka berkeluh pada Tuhan. Keluhan dan


ratapan yang keluar dari rasa sedih secara jujur. Dalam narasi ini,
kejujuran itu Nampak dari diubahnya nama “Naomi” menjadi “Mara”.
Seluruh sel hidupnya merasakan kepahitan itu. Sering kejujuran seperti ini
dipandang membelakangi iman, kasih dan pengharapan kepada Tuhan.
Oleh karena itu tidak boleh berlama-lama atau bahkan tidak boleh dirasai
secara sungguh-sungguh. Di dalam krisis dan ketidaktahuan, kejujuran
kepada Allah adalah cari berelasi dengan Allah yang serupa dengan
syukur pada saat bersuka.

PRAKTIK REFLEKSI TEOLOGI:


Kita akan menelaah secara pribadi dan kemudian dibagikan dalam
kelompok besar:

A. Masing-masing bapak/ibu menjawab pertanyaan di bawah ini


untuk membantu refleksi bapak/ibu, berkaca pada Narasi Rut 1:1-
22 dan didialogkan dalam konteks masa kini, khususnya Pandemi
Covid 19 dan Transformasi Digital:
1. Apakah ada pengalaman pribadi/bergereja yang berhubungan
dengan narasi ini?
2. Siapa atau apa yang terlibat dalam situasi itu?
3. Apakah situasi itu menggambarkan keutuhan, kehancuran,
pengulangan/repetisi, reorientasi, atau pemulihan untuk
bapak/ibu/gereja?
4. Pesan apa yang bapak/ibu/gereja dapatkan tentang situasi?

5
Sidang Majelis Pekerja Lengkap Sinode GPM KE-42 Tahun 2021

5. Apakah bagian Alkitab lain yang menopang refleksi ini?


6. Apakah wawasan baru yang muncul bagi bapak/ibu/gereja dari
refleksi ini?
7. Apa implikasinya bagi pelayanan bapak/ibu/gereja?
8. Apa yang akan bapak/ibu/gereja lakukan secara berbeda atau
yang dikembangkan (pelayanan pribadi/jemaat/klasis/sinode)?

B. Bergabunglah dalam kelompok klasis masing-masing, dan berbagi


temuan/refleksi pribadi bapak/ibu

Anda mungkin juga menyukai