Anda di halaman 1dari 6

Bagaimama gambaran tentang herpes zoster virus dan bila sudah terinfeksi bagaimana

penanganannya.?

Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh reaktivasi virus Varicella- Zoster
pada pasien yang pernah terinfeksi yang ditandai dengan erupsi vesikular berkelompok
dengan dasar eritematosa, dan nyeri radikuler yang didaerah dermatom yang terkena. Ciri
khas ruam pada penyakit ini adalah bahwa ruam tersebut tidak sampai melewati garis tengah
tubuh, sedangkan ruam dari penyakit lain dapat melewatinya (1–3).

Infeksi herpes zoster biasanya dimulai dengan gejala prodromal yang berlangsung 1-10 hari,
rata-rata 2 hari. Gejala seperti nyeri otot, nyeri tulang, demam, malaise, sakit kepala, gatal,
parestesia sepanjang dermatom, rasa terbakar ringan samapi berat (1,4). Setelah fase
prodromal, fase aktif dimulai ketika pasien memanifestasikan lesi kulit yang khas seperti
papula eritematosa atau makula yang berkembang menjadi vesikel dalam 12-24 jam, hingga
pustula dalam 3-5 hari, kemudian pecah dan menjadi krusta dalam 7-10 hari, dimana krusta
akan menetap selama 2-3 mnggu (fase resolusi) (4,5). Fase kronis dari penyakit ini terkait
dengan efek jangka panjang dan komplikasi dari herpes zoster yaitu neuralgia post herpetik,
keterlibatan organ visceral, dan kerusakan saraf kranial yang dapat berpengaruh pada kualitas
hidup pasien (4,6). Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf ke-5 (kelima), yaitu
n.trigeminus cabang satu (N.Ophtalmicus), saraf interkostal, saraf sensorik servikal dan
torakal (7).

Setelah reaktivasi, virus bereplikasi di badan sel saraf, dan virion dilepaskan dari sel yang
dibawa ke saraf ke area kulit yang dipersarafi oleh ganglion tersebut. Di kulit, virus
menyebabkan peradangan lokal dan lepuh. Rasa sakit yang disebabkan oleh zoster
disebabkan oleh peradangan pada saraf yang terkena virus (8–10). Patogenesis di balik
reaktivasi virus varicella zoster tidak diketahui. Tetapi, faktor apa pun yang mempengaruhi
imunitas yang diperantarai sel dapat berperan dalam reaktivasi virus varicella zoster,
walaupun reaktivasi ini sering dan dapat terjadi dengan atau tanpa gejala (11). Ketika terjadi
paparan virus varisella zoster, maka tidak langsung terjadi penyakit Herpes zoster. Namun,
orang dengan herpes zoster dapat menularkan virus varicella zoster ke orang lain melalui
udara/droplet yang kemudian masuk ke saluran pernapasan, atau melalui kontak langsung.
Pada saat tertular inilah, seseorang mengembangkan varicella, bukan herpes zoster (4,12,13).
Biasanya setelah terjadi Varicella sistem kekebalan tubuh membunuh Virus Varicella Zoster
dan mencegah reaktivasi, namun kadang supresi sistem imun ini gagal untuk mencegahnya
(14). Ketika reaktivasi gejala VZV terjadi, virus ini diangkut sepanjang mikrotubulus dalam
akson sensoris untuk menginfeksi sel epitel, kondisi ini disebut herpes zoster, dimana
penyakit ini dapat terjadi dengan atau tanpa ruam. Ruam yang muncul terasa nyeri, gatal dan
berlokasi di daerah dermatom yang terkena secara unilateral. Karena proses reaktivasi tidak
sepenuhnya dipahami, otomatis periode inkubasi herpes zoster tidak dapat diketahui. Secara
khas, herpes zoster hadir dengan ruam vesikuler unilateral pada wajah, kepala, atau badan,
meskipun dapat juga terjadi pada ekstremitas (11,12).

Herpes zoster didiagnosis secara klinis dengan nyeri terbakar, morfologi khas, dan distribusi
khas. Virus herpes simpleks terkadang dapat menimbulkan ruam dengan pola yang disebut
herpes simpleks zosteriform.

Tes untuk virus varicella-zoster meliputi (15–17):

 Apusan Tzanck pada cairan vesikular menunjukkan sel raksasa berinti banyak. Ini
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan antibodi
fluoresen langsung (DFA) atau reaksi berantai polimerase (PCR).
 Antibodi IgM spesifik virus varicella-zoster dalam darah terdeteksi selama infeksi
aktif cacar air atau herpes zoster tetapi tidak terdeteksi ketika virus dalam keadaan
dorman.
 Tes antibodi fluoresen langsung terhadap cairan vesikular atau cairan kornea dapat
dilakukan bila ada keterlibatan mata.
 Tes PCR terhadap cairan vesikular, lesi kornea, atau darah pada kasus yang
melibatkan mata atau infeksi yang menyebar.

Tes biologi molekuler berdasarkan amplifikasi asam nukleat in vitro (tes PCR) saat ini
dianggap paling dapat diandalkan. Tes Nested PCR memiliki sensitivitas yang tinggi, namun
rentan terhadap kontaminasi sehingga menghasilkan hasil positif palsu. Tes PCR real-time
terbaru bersifat cepat, mudah dilakukan, sama sensitifnya dengan PCR bersarang, memiliki
risiko kontaminasi lebih rendah, dan juga lebih sensitif dibandingkan kultur virus (15–17)

Prognosis pada penyakit herpes zoster, adalah baik, jika sistem imun setiap individu dijaga
dengan baik, dan penanganan lebih cepat akan memberikan hasil yang baik pula, karena
penyakit ini jarang berakibat fatal pada pasien yang imunokompeten namun dapat
mengancam jiwa pada orang yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (3,14).

Terapi antivirus direkomendasikan untuk semua pasien herpes zoster baik itu pasien non-
immunocompromised maupun pasien immunocompromised. Tiga analog guanosin yang telah
disetujui oleh FDA (Food an Drug Administation) dalam penanganan herpes zoster akut
adalah asiklovir, valasiklovir, dan famciclovir. Pengobatan dengan antivirus harus dimulai
dalam 72 jam dari onset ruam. Diantara ketiga obat tersebut, ternyata Valasiklovir dan
Famsiklovir lebih efektif dalam mengurangi nyeri serta pembentukan lesi baru dibandingkan
dengan asiklovir. Famciclovir diberikan secara oral 500 mg setiap 8 jam per hari selama 7
days atau Valacyclovir oral 1 g setiap 8 jam per hari selama 7 hari atau Acyclovir 800 mg oral
5 kali sehari selama 7 hari (4,5,18).

Perawatan dan penatalaksanaan pasien terinfeksi herpres zoster melalui terapi antivirus.
Terapi antivirus mempercepat penyembuhan lesi, mengurangi nyeri akut dan membantu
mencegah neuralgia pascaherpetik terutama pada pasien lanjut usia. Asiklovir 800 mg, lima
kali sehari selama lima hari, valasiklovir 1 gram tiga kali sehari selama lima hari, dan
famciclovir 500 mg tiga kali sehari selama tujuh hari adalah obat antivirus yang digunakan
untuk mengobati herpes zoster. Krim antibiotik topikal seperti mupirocin atau soframycin
membantu mencegah infeksi bakteri sekunder. Analgesik membantu meringankan rasa sakit.
Kadang-kadang, nyeri hebat mungkin memerlukan obat opioid. Lidokain topikal dan blok
saraf juga dapat mengurangi rasa sakit (15,19,20).
Kenapa pada sitomegalo virus penderita mengalami xerostomia?

Virus ini dapat ditularkan antar individu melalui seluruh cairan tubuh (misalnya air liur, ASI,
air mani, produk darah), serta melalui cangkok sumsum tulang dan transplantasi organ padat.
Setelah infeksi primer, sistem kekebalan tubuh tidak mampu menghilangkan virus, sehingga
menyebabkan infeksi laten yang dapat bertahan sepanjang hidup tubuh dan dapat diaktifkan
kembali kapan saja. Untuk mencapai kehadiran permanen pada inangnya, HCMV terpaksa
mengembangkan strategi yang dirancang untuk menghindari pengenalan oleh cabang sistem
kekebalan bawaan dan adaptif (21–23).

Antigenemia sitomegalovirus manusia umum terjadi pada pasien dengan psoriasis plak kronis
dan dikaitkan dengan tingginya tingkat ekspresi TNF- α. DNA HCMV, antigen spesifik, dan
partikel virus menular telah terdeteksi di jaringan sinovial dan cairan yang diperoleh dari
pasien RA dan cairan sinovial yang diperoleh dari sendi yang terkena juga mengandung sel T
+
spesifik HCMV. Populasi sel T CD4 /CD28− / CD57 +
juga meningkat pada pasien ini.
Selain itu, antibodi pengikat komplemen tingkat tinggi yang ditujukan terhadap HCMV
terdapat pada pasien dengan sindrom Sjögren. Infeksi sel duktal kelenjar ludah dan lakrimal
oleh HCMV dapat menimbulkan respon imun yang diarahkan terhadap sel-sel ini dan
penghancuran sel-sel duktus ini akan menyebabkan gejala klasik SS, yaitu keratoconjuctivitis
sicca dan xerostomia (22,24,25). Persistensi CMV dengan perubahan ekspresi permukaan sel
pada jaringan tertentu dapat memulai kerusakan jaringan yang mengarah pada manifestasi
klinis Sjögren's sindroma. Sel duktal kelenjar ludah dan lakrimal diserang secara imunologis
karena ekspresi antigenik CMV. Penghancuran saluran ini menyebabkan xerostomia.
Daftar Pustaka

1. Menaldi S, Bromono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK


UI; 2017.
2. Adiwinata R, Suseno E. Peran Vaksinasi dalam Pencegahan Herpes Zoster. CDK-241.
2016;43(6).
3. Le P, Rothberg M. Herpes Zoster Infection. BMJ. 2019;10:5095.
4. Koshy E, Mengting L, Kumar H, Jianbo W. Epidemiology, Treatment and Prevention
of Herpes Zoster: A Comprehensive Review. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
2018;84:251–62.
5. Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, Wolf K. Fitzpatrick‘s
Dermatology in General Medicine. 8th Vol.2. New York: Mc. Graw Hill Medical;
2012.
6. Tseng HF, Chi M, Hung P, Harpaz R, Schmid DS, LaRussa P. Family History of
Zoster and Risk of Developing Herpes Zoster. Int J Infect Dis. 2018;66:99–106.
7. Cukic V. The Uncommon Localization of Herpes Zoster. Med Arch. 2016;70(1):72.
8. Senderovich H, Grewal J, Mujtaba M. Herpes Zoster Vaccination Efficacy In The
Long-Term Care Facility Population: A Qualitative Systematic Review. Curr Med Res
Opin. 2019;35(8):1451–62.
9. Warren-Gash C, Forbes HJ, Williamson E, Breuer J, Hayward AC, Mavrodaris A, et
al. Human Herpesvirus Infections And Dementia Or Mild Cognitive Impairment: A
Systematic Review And Meta-Analysis. Sci Rep. 2019;9(1):4743.
10. Kaakinen JR, Gedaly-Duff V, Coehlo DP, Hanson SMH. Family Health Care Nursing:
Theory, Practice and Research. 4th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2010.
11. Kennedy P, Gershon A. Clinical Features of Varicella-Zoster Virus Infection. Viruses.
2018;10(11):609.
12. Marra F, Parhar K, Huang B, Vadlamudi N. Risk Factors for Herpes Zoster Infection:
A Meta-Analysis. Open Forum Infect Dis. 2020;7(1):1–8.
13. Tang X, Zhao S, Chiu APY, Ma H, Xie X, Mei S. Modelling The Transmission and
Control Strategies of Varicella Among School Children in Shenzhen, China. PLoS
One. 2017;12(5):1–17.
14. Olabode OP, Sebastine O, Akinboro AO. Herpes Zoster in Diverse Situations: A
Review. Int J Clin Med. 2018;9(9):716–36.
15. Baumrin E, Voorhees A Van, Garg A, Feldman SR, Merola JF. A Systematic Review
Of Herpes Zoster Incidence And Consensus Recommendations On Vaccination In
Adult Patients On Systemic Therapy For Psoriasis Or Psoriatic Arthritis: From The
Medical Board Of The National Psoriasis Foundation. J Am Acad Dermatol.
2019;81(1):102–10.
16. Miles LW, Williams N, Luthy KE, Eden L. Adult Vaccination Rates in the Mentally Ill
Population: An Outpatient Improvement Project. J Am Psychiatr Nurses Assoc.
2020;26(2):172–80.
17. Rooney B V., Crucian BE, Pierson DL, Laudenslager ML, Mehta SK. Herpes Virus
Reactivation in Astronauts During Spaceflight and Its Application on Earth. Front
Microbiol. 2019;10(16):1–9.
18. Cohen JI. Herpes Zoster. N Engl J Med. 2013;369(3):55–63.
19. Hurley LP, Allison MA, Dooling KL, O’Leary ST, Crane LA, Brtnikova M, et al.
Primary Care Physicians’ Experience With Zoster Vaccine Live (ZVL) And
Awareness And Attitudes Regarding The New Recombinant Zoster Vaccine (RZV).
Vaccine. 2018;36(48):7408–14.
20. Syed YY. Recombinant Zoster Vaccine (Shingrix®): A Review in Herpes Zoster.
Drugs Aging. 2018;35(12):1031–40.
21. Stadler LP, Bernstein D., Callahan S., Ferreira J, Simone GA., Edwards K.
Seroprevalence Of Cytomegalovirus [CMV] And Risk Factors For Infection In
Adolescent Males. Clin Infect Dis. 2010;51:76–81.
22. Burns J. Persistent Cytomegalovirus Infection-The Etiology of Sjogren’s Syndrome.
Med Hypotheses. 1983;10:51–60.
23. Scully C. Sjögren’s Syndrome: No Demonstrable Association by Serology of
Secondary Sjögren’s Syndrome with cytomegalovirus. J Oral Pathol Med.
1990;19(1):43–4.
24. Thorn J., Oxholm P, Andersen H. High levels of comple_ment fixing antibodies
against cytomegalovirus in patients with primary Sjogren’s syndrome. Clin Exp
Rheumatol. 1988;6:71–5.
25. Hooper M, Kallas E., Coffin D, Campbell D, Evans T., Looney R. Cytomegalovirus
seropositivity is associated with the expansion of CD4+CD28- and CD8+CD28- T
cells in rheumatoid arthritis. J Rheumatol. 1999;26:1452–9.

Anda mungkin juga menyukai