Anda di halaman 1dari 4

Sistem saraf motorik secara garis besar dibagi atas sistem otonom dan somatik.

Sistem
saraf otonom sesuai dengan namanya bersifat otonom (independen) dimana aktifitasnya tidak
dibawah kontrol kesadaran secara langsung. Sistem saraf otonom (SSO) terutama berfungsi
dalam pengaturan fungsi organ dalam seperti curah jatung, aliran darah ke berbagai organ,
sekresi dan motilitas gastrointestinal, kelenjar keringat dan temperatur tubuh. Aktifasi SSO
secara prinsip terjadi dipusat di hipothalamus, batang otak dan spinalis. Impuls akan diteruskan
melalui sistem simpatis dan parasimpatis (Indra, 2012).

Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf yang mengatur fungsi visceral tubuh.
Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medula spinalis,
batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks serebri khususnya korteks limbic, dapat
menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi
pengaturan otonomik (Cahyono, et al., 2009).

Sistem saraf otonom adalah system saraf yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan
kita melalui otak. System saraf otonom mengendalikan beberapa organ tubuh seperti jantung,
pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung dan usus. System saraf ini dapat dipicu (induksi)
atau dihambat (Inhibisi) oleh senyawa obat (Darmono, 2011).

Sistem saraf simpatis terbagi juga menjadi dua bagian, yaitu saraf otonom cranial dan
otonom sacral. Sistem saraf ini berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-
serabut sarafnya yang letaknya didepan column vertebrae.Sistem saraf simpatis ini berfungsi
untuk: Mensarafi otot jantung. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar. Mempersarafi
semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan usus. Melayani serabut motorik sekretorik pada
kelenjar keringat. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit. Mempertahankan tonus semua
otot sadar (Yulia, 2019).

Sistem saraf parasimpatis bekerja berlawanan dengan sistim saraf simpatis : Jika saraf
simpatis memacu jantung misalnya, maka sistem saraf parasimpatis memperlambat denyut
jantung. Fungsi saraf parasimpatis adalah sebagai berikut: Merangsang sekresi kelenjar air mata,
kelenjar sublingualis, submandibularis dan kelenjar-kelenjar dalam mukosa rongga hidung.
Mensarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung. Menpersarafi kelenjar ludah , kelenjar
parotis. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-paru, GIT, ginjal,
pancreas,lien,hepar dan kelenjar suprarenalis. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum,
vesika urinaria dan alat kelamin. Mensarafi proses Miksi dan defekasi (Yulia, 2019).

Sistem saraf simpatis bertugas untuk meningkatkan rangsangan atau memacu kerja
organ-organ tubuh, meningkatkan denyut jantung dan pernafasan, menimbulkan penyempitan
pembuluh darah tepi serta menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit. Sebaliknya pada
sistem saraf parasimpatis ini bertugas untuk menurunkan semua fungsi tubuh yang dinaikkan
fungsinya oleh sistem saraf simpatis sehingga aktivitas sistem tubuh akan mulai menurun, denyut
jantung, laju pernafasan dan tekanan darah juga mengalami penurunan akibat perasaan yang
relaks (Sulistyarini, 2013).

Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem parasimpatis berperan dalam fungsi
konservasi dan reservasi tubuh. sedangkan sistem simpatis berfungsi mempertahankan diri
terhadap tantangan dari luar tubuh dengan reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri yang
dikenal dengan fight or flight reaction. (Katzung, 2014). Sistem parasimpatis fungsinya lebih
terlokalisir, tidak difus seperti sistem simpatis, dengan fungsi utama menjaga dan memelihara
sewaktu aktifitas organisme minimal. Sistem ini mempertahankan denyut jantung dan tekanan
darah pada fungsi basal, menstimulasi sistem pencernaan berupa peningkatan motilitas dan
sekresi getah pencernaan, meningkatkan absorbsi makanan, memproteksi retina terhadap cahaya
berlebihan, mengosongkan rektum dan kandung kemih. Dengan demikian saraf parasimpatis
tidak perlu bekerja secara serentak (Darmansyah dkk, 1994).
Obat-obat golongan sistem saraf otonom:
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, H. Sasongko, dan A. Primatika. (2009). Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf


Otonom, JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), Vol. , tidak. 1 hlm. 42-55.
https://doi.org/10.14710/jai.v1i1.6297.

Darmansyah I, Arini setiawati, Sulistia gan, Susunan saraf Otonom dan transmisi Neurohumoral,
Dalam : Farmakologi dan Terapi, FKUT : Jakarta. 1994 : 23-38.

Darmono, S., (2011) , Buku Ajar: Farmakologi Eksperimental. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

Indra, I. (2012). Aktivitas otonom. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 12(3), 180-186.

Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., (2014), Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2, Edisi
12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Sulistyarini, L., (2013). Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Meningkatkan
Kualitas Hidup Penderita Hipertensi. Jurnal Psikologi, Volume 40, No.1.

Sunaryo dkk. (2020). Buku Ajar Farmakologi Obat Sistem Saraf. UHAMKA PRESS.

Yulia N., (2019). Modul Patofisiologi 2 Sistem Saraf Otonom. Universitas Esa Unggul.

Anda mungkin juga menyukai