Anda di halaman 1dari 42

Tugas Pengantar Ilmu Hukum

Penggolongan dan klasifikasi hukum, kaidah hukum dan


kaidah sosial, hukum sebagai pranata sosial

Disusun oleh

Nama : Alicya Anggreli Sinaga

Nim : 2309112992

Fakultas/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum

Kelas :C

UNIVERSITAS RIAU

FAKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya kepada saya, saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
membahas tentang “Penggolongan dan klasifikasi hukum, kaidah hukum dan
kaidah sosial, hukum sebagai pranata sosial”. Dan juga saya berterimakasih
kepada ibu Mardalena Hanifah, S.H., M.Hum. selaku dosen mata kuliah
Pengantar Ilmu Hukum di Universitas Riau yang telah memberikan tugas ini
kepada saya sehingga saya dapat mengkaji dan mengetahui lebih dalam mengenai
Penggolongan dan klasifikasi hukum, kaidah hukum dan kaidah sosial, dan
hukum sebagai pranata sosial.

Adapun makalah ini telah saya buat dengan sesungguh-sungguhnya dan


tentu dengan berbagai referensi buku dan jurnal yang saya miliki melalui internet
atau pun media cetak, sehingga dapat memperlancar dan menambah wawasan
dalam proses pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa menyampaikan
banyak terimakasih juga terhadap referensi-referinsi yang telah berperan sebagai
sumber dalam proses pembuatan makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan
pengetahuan saya dan semua yang membaca tentang Penggolongan dan klasifikasi
hukum, kaidah hukum dan kaidah sosial, hukum sebagai pranata sosial, terkhusus
bagi saya. Saya sebagai manusia juga sepenuhnya menyadari bahwa didalam
proses pembuatan makalah ini mungkin terjadi beberapa kesalahan dalam segi
penulisan atau dari segi lain. Oleh sebab itu, saya membuka dan beraharap adanya
kritik, saran,dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat ini.

Semoga makalah ini dapat menjelaskan secara rinci, dan mudah untuk
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Demikianlah makalah ini supaya
dapat dipergunakan dan berguna bagi saya dan yang membaca. Apabila ada salah
dalam perkataan dan penulisan saya mohon maaf.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I (PENDAHULUAN)

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan........................................................................................1

BAB II (PEMBAHASAN)

2.1 Penggolongan dan Klasifikasi Hukum............................................................3

2.2 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial.................................................................19

2.3 Hukum sebagai Pranata Sosial......................................................................31

BAB III (PENUTUPAN)

3.1 Kesimpulan....................................................................................................36

3.2 Saran..............................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah mahluk sosial sehingga memerlukan orang lain untuk


mepertahankan hidupnya, dalam hubungan tersebut sering terjadi konflik maka
dibuatlah aturan-aturan dalam hubungan tersebut yang kemudian kita kenal
dengan sebutan hukum. Pembelajaran mengenai ilmu hukum sangatlah luas maka
perlu adanya pengolongan hukum agar mudah dipelajari. Sebagai pribadi manusia
yang pada dasarnya dapat berbuat menurut kehendaknya secara bebas. Akan tetapi
dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan-
ketentuan yang mengatur tingkahlaku dan sikap tindak mereka. Apabila tidak ada
ketentuan-ketentuan tersebut akan terjadi ketidak adanya keseimbangan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan terjadi pertentangan-pertentangan
satu sama lain. Aturan yang dimaksud tersebut adalah kaidah sosial. Kaidah atau
norma adalah ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat.

Supaya hubungan yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat


berbeda-beda, diperlukan sebuah pranata sosial budaya, yang dimana mempuyai
fungsi-fungsi dan aturan untuk memenuhi kebutuhan dalam hidup bermasyarakat.

1.2 Runusan Masalah

1. Apa saja penggolongan dan klasifikasi hukum?


2. Apa yang dimaksud dengan kaidah hukum dan kaidah sosial?
3. Bagaimanakah hukum sebagai pranata sosial?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Meningkatkan pemahaman tentang penggolongan Hukum

1
2. Memberikan penjelasan secara tertulis terkait kaidah hukum dan
kaidahs sosial
3. Penyelesaian tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan dan Klasifikasi Hukum


1. Penggolongan Hukum berdasarkan bentuknya

a. Hukum tertulis
Yaitu hukum sebagaiman tercantum dalam peraturan
perundang-undangan. 1Hukum tertulis telah menjadi tanda ciri
dari hukum modem yang harus mengatur serta melayani
kehidupan modern. Kehidupan yang makin kompleks, bidang-
bidang yang makin beraneka ragam, serta perkembangan
masyarakat dunia yang makin menjadi suatu masyarakat yang
tersusun secara organisatoris (organized society), hubungan
antar manusia yang makin kompleks pula, memang tidak bisa
lagi hanya mengandalkan pada pengaturan tradisi, kebiasaan,
kepercayaan atau budaya ingatan. Hukum tertulis dibagi lagi
dalam hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak
dikodifikasikan. Hukum ter- tulis (statute law atau Written
law)

1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan adalah tertulis yang telah


dikodifikasikan seperti :
(a) Hukum pidana yang telah dikodifikasikan adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918.
(b) Hukum sipil yang telah dikodifikasikan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Sipil (KUHS) pada tahun 1847.
(c) Hukum dagang yang telah dikodifikasikan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) pada tahun 1847.

1
Rudi Abdullah, Asrianti Dja’wa, and Endang Tri Pratiwi, ‘Sistem Hukum Dan Klasifikasi Hukum’,
2018.

3
2) Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan misalnya :
(a) Peraturan Undang-undang Hak Merek Perdagangan.
(b) Peraturan Undang-Undang Hak Oktroi/hak mene- mukan di
bidang industri.
(c) Peraturan Undang-Undang Hak Cipta (auteursrecht).
(d) Peraturan Undang-Undang Hak Ikatan Perkreditan.2

b. Hukum tak tertulis


Yaitu hukum yang berlaku serta diyakini oleh masyarakat dan
dipatuhi, akan tetapi tidak dibentuk menurut prosedur yang
formal, melainkan lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat
tersebut. Contoh hukum tidak tertulis biasanya berupa adat
istiadat yang diakui dan tiaati oleh suatu masyarakat di suatu
daerah tanpa tercatat secara resmi.

2. Penggolongan Hukum berdasarkan tempat berlakunya

1. Hukum Lokal, yaitu hukum yang berada dan berlaku di dalam


wilayah suatu negara dan dengan demikian mengatur
hubungan dan kejadian di dalam wilayah negara tersebut.
Contohnya di Indonesia, Hukum Adat Batak, Minangkabau,
Jawa dan sebagainya.

2. . Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku di suatu daerah


atau negara tertentu. Contohnya Hukum Indonesia, Malaysia,
Mesir, dan sebagainya

3. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan


antara dua negara atau lebih. Suatu karakteristik yang
menonjol pada hukum internasional adalah tidak dijumpainya
2
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. ke-11 (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

4
satu otoritas tertinggi di situ, berbeda halnya dengan pada
hukum domestik. Keadaan yang demikian itu menyebabkan,
bahwa sedikit banyak negara-negara itu tetap mempertahankan
kedaulatannya sekalipun mereka sudah masuk ke dalam
masyarakat hukum internasional. Contohnya yaitu Hukum
Perang,Perdata Internasional dan sebagainya3

3. Penggolongan Hukum berdasarkan waktu yang diaturnya


Hukum berdasarkan waktu berlakunya adalah dapat dibagi dalam:

1. a. Ius constitutum. disebut juga ius operatum, artinya


hukum yang telah ditetapkan atau dipositifkan (positum)
atau dipilih atau ditentukan (constitutum) berlakunya
sekarang (operatum) dalam masyarakat atau wilayah
tertentu. Ius operatum mengandung arti bahwa hukum atau
peraturan perundang-undangan telah berlaku dan
dilaksanakan di masyarakat.4Ada sarjana yang menamakan
hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat tertentu pada
suatu waktu, dalam suatu tempat tertentu hukum positif ini
"Tata Hukum".

2. Ius constituendum
Ius constituendum adalah hukum yang diharapkan berlaku
pada waktu yang akan datang atau hukum yang masih
dicita citakan5. dapat menjadi ius constitutum atau ius
operatum apabila sudah ditetapkan berlaku oleh penguasa
yang berwenang, dan pemberlakuannya memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum positif lainnya
yang mengatur pember- lakuan suatu hukum (undang-
undang), misalnya perundang-undang- an harus telah

3
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, KEENAM (BANDUNG: PENERBIT PT CITRA ADITYA BAKTI, 2006).
4
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia (Sinar Grafika, 2021).
5
Chainur Arrasjid, DASAR DASAR ILMU HUKUM, Cet. 4 (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

5
disahkan oleh lembaga pembuat undang-undang dan
diundangkan oleh lembaga yang berwenang.
3. Hukum asasi (hukum alam)
yaitu hukum yang berlaku di mana-mana, kapan saja dan
untuk siapa saja (segala bangsa di dunia). Hukum ini tak
mengenal batas waktu melainkan ber- laku abadi terhadap
siapapun juga dan di mana saja mereka berada.6

4. Penggolongan Hukum berdasarkan wujudnya


Penggolongan hukum menurut wujudnya dapat dibagi dalam dua
bagian.

1. Hukum objektif, adalah kaidah atau peraturan (de regel de


norm) yang mengatur hubungan sosial antara individu yang satu
dengan individu yang lain atau antara badan hukum yang satu
dengan badan hukum yang lain, antara badan hukum dengan
individu disebut hukum objektif. Hukum ini berlaku umum dan
tidak mengenai orang atau golongan tertentu.

2. Hukum subjektif, adalah peraturan hukum yang dihubungkan


dengan seorang dan oleh karena itu telah menjadi kekuasaan
kewajiban atau disebut juga sebagai hak. Hukum timbul dari
hukum objektif dan berlaku terhadap seorang tertentu atau lebih.
Pembagian hukum semacam ini kini jarang digunakan orang.

5. Penggolongan Hukum berdasarkan sumbernya


Hukum merupakan kaidah atau peraturan yang mengatur
berbagai hukuman sosial. Jika ditinjau dari sumbernya maka
hukum dapat dibagi menjadi yang berikut ini.

6
Soeroso.

6
1. Hukum undang-undang (wettenrecht), yaitu hukum yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Hukum
undang- undang merupakan hukum yang tertulis, baik hukum
nasional maupun internasional.

2. Hukum kebiasaan dan hukum adat (gewoonte-en adatrecht),


yaitu hukum yang dijumpai dalam suatu ketentuan-ketentuan
kebiasaan atau ketentuan adat istiadat yang diyakini atau
ditaati oleh anggota dan para penguasa masyarakat. Hukum
kebiasaan dan hukum adat merupakan hukum yang tidak
tertulis. Sebagian dari hukum adat dapat menjadi hukum
tertulis setelah adanya keputusan dari fungsionaris hukum
yang berwenang yaitu hakim, pengetua-pengetua adat, kepala
d esa dan lain-lain, yang diturunkan baik dalam sengketa
maupun di luar sengketa.7

3. Hukum traktat (tractaten-recht) yaitu, hukum yang


ditetapkan oleh negara-negaradalam suatu perjanjian antar
negara.perjanjian ini dapat berupa perjanjian bilateral, yaitu
perjanjian yang dibuat oleh dua negara, maupun perjanjian
multilateral, yaitu perjanjian yang dibuat oleh lebih dari dua
negara. Hukum traktat dapat juga dikatakan sebagai hukum
tertulis.8

4. Hukum yurisprudensi (yurisprudentie-recht), yaitu hukum


yang terbentuk karena keputusan hakim.
5. Hukum ilmu (wetenschaps-recht), yaitu hukum yang pada
dasarnya berupa ilmu hukum yang terdapat dalam
pandangan- pandangan para ahli hukum yang terkenal dan
sangat berpengaruh.

7
Chainur Arrasjid.
8
Neni Sri Imaniyati and Panji Adam, Pengantar Hukum Indonesia: Sejarah Dan Pokok-Pokok
Hukum Indonesia (Sinar Grafika, 2021).

7
6. Penggolongan Hukum berdasarkan sifatnya

1.Hukum kaidah (Normen recht)


Yang dimaksudkan dengan hukum kaidah, ialah ketentuan
ketentuan hukum, baik publik ataupun privat, di mana
dinyatakan ada perintah, atau larangan atau perkenan
tentang sesuatu. Juga apabila ternyata ada
persetujuan/perintah/larangan/perkenan/ janji itu timbul
"kewajiban" dan pada pihak lain "hak" dijadi ketahuilah
hal-hal apa yang diharuskan, diperbolehkan atau dilarang
dan dijanjikan untuk diperbuat seorang itu.

2.Hukum sanksi (Sanctirecht)


Yang dimaksud dengan sanksi ialah ketentuan-ketentuan
hukum yang menetapkan apakah hukuman yang ada
(dapat) dikenakan kepada seseorang yang melanggar
kaidah-kaidah undang-undang atau kaidah-kaidah hukum
lainnya. Yang akhir ini umpamanya dalam hukum pidana,
yang kaidah-kaidahnya terdapat pada ukuran agama,
kesusilaan. Jadi hukum sanksi ini penjelasan tentang reaksi
hukum. Sama saja halnya, apakah ketentuan-ketentuan
tentang sanksi tersebut terletak pada hukum publik
(contohnya hukum pidana dan sepanjang yang mengenai
sanksinya hukum negara) atau tata usaha negara atau
hukum privat).

3.Hukum memaksa (dwingend recht)


Dari sudut lain mengenai hal kerjanya, hukum itu dapat
diper- bedakan dalam hukum memaksa dan hukum
mengatur. Istilah- istilah itu sebenarnya juga kurang tepat,
oleh karena semua hukum sifatnya memaksa dan juga

8
mengatur. Yang sudah biasa diartikan dengan hukum
memaksa, ialah hukum yang dalam keadaan apapun harus
dilaksanakan, oleh para pencari hukum dan fungsionaris la
tidak memperkenankan penyimpangan.Suatu
penyimpangan dari hukum memaksa, menyebabkan
timbulnya akibat, bahwa perbuatan itu tidak sah, dapat
dinyatakan batal, atau malahan batal demi hukum. Ia dapat
menyebabkan juga si pelaku atau si lalai menderita sanksi
hukumannya.9
Misalnya menurut Pasal 147 KUH Perdata syarat-syarat
perka- winan, setiap perjanjian perkawinan harus dibuat
dengan akta no- taris sebelum perkawinan dilangsungkan.
Peraturan itu tidak dapat dikesampingkan oleh perjanjian
yang bertentangan. Apabila syarat- syarat perkawinan
tersebut tidak dapat dibuat dalam suatu akta notaris maka
syarat-syarat itu bagi hukum dianggap tidak ada.10

4.Hukum mengatur (regelend recht)


yakni hukum dalam keadaan konkret dapat
dikesampingkan oleh perjanjian yang dibuat oleh kedua
belah pihak yang berkepentingan. Artinya apabila kedua
belah pihak dapat menyelesaikan masalah mereka dengan
peraturan yang dibuatnya sendiri maka peraturan hukum
yang tercantum dalam pasal yang bersangkutan, tidak perlu
dijalankan. Hukum yang bersifat mengatur hanyalah
semata-mata untuk mengatur saja dengan tanpa mengikat.
Ia hanya mengikat jika dan sepanjang pihak-pihak yang
berkepentingan tidak menentukan peraturan lain dengan
perjanjian yang dibuat oleh mereka.

9
Soeroso.
10
Chainur Arrasjid.

9
Misalnya Pasal 119 KUH Perdata. "Sejak saat
dilangsungkannya perkawinan maka menurut hukum
terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh
tentang hal itu tidak diadakan ketentuan- ketentuan lain
dalam perjanjian perkawinan." Jadi, dalam hal ini kedua
belah pihak dapat mengesampingkan peraturan tersebut
apabila mereka membuat perjanjian yang lain, misalnya
hart a perkawinan mereka terpisah satu sama lainnya.
11
memaksanya hukum mengatur itu tergantung dari syarat-
syarat tertentu.Apabila syarat-syarat itu dipenuhi, maka
memaksalah hukum mengatur itu seperti hukum memaksa
sendiri, baik kepada fungsio-naris hukum atau kepada
pencari-pencari hukum yang berkepen- tingan.12

7. Penggolongan Hukum berdasarkan isinya


Bedasarkan isinya, hukum dibagi dalam dua golongan,
yaitu Hukum Publik dan Hukum Privat.

a. Hukum Publik

Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur tiap-tiap


hubungan di antara negara atau alat-alat negara sebagai
pendukung kekuasaan penguasa. Secara singkatnya dapat
dikatakan, bahwa Hukum Publik adalah hukum yang
mengatur hubungan antara negara atau perlengkapannya
dengan perseorangan (warga negara) yang mengatur hal-
hal yang menyangkut kepentingan umum seperti
pembunuhan karna diatur oleh hukum publik karena
menyangkut kepentingan seluruh rakyat.13

11
Chainur Arrasjid.
12
Soeroso.
13
Novri Febriansyah, ‘Kedudukan Pemerintah Dalam Hukum Publik’, FISIP Universitas Sriwijaya,
2019.

10
Yang termasuk ke dalam golongan Hukum Publik ialah:

1) Hukum Pidana, ialah keseluruhan Peraturan hukum yang


mengatur/menerangkan perbuatan mana yang merupakan
kejahatan atau pelanggaran, serta hukuman mana yang
dapat dijatuhkan oleh karena kejahatan atau pelanggaran
tersebut. Hukum Pidana ini dapat digolong-golongkan
sebagai berikut:
(a) Hukum Pidana Obyektif dan Subyektif. Hukum Pidana
obyektif, yaitu semua larangan atau perintah yang dapat
berakibat dijatuhkannya penderitaan atau siksaan sebagai
hukuman oleh negara, kepada siapa saja yang melanggar
(ius poenale).
(b) Hukum Pidana Obyektif ini dibagi lagi menjadi Hukum
Pidana Obyektif dalam arti luas, yang terdiri dari Hukum
Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil, dan Hukum
Pidana Obyektif dalam arti sempit, yang hanya meliputi
Hukum Pidana Materiil saja.
(c) Hukum Pidana Subyektif, yaitu hukum yang mengatur
hak negara untuk menghukum siapa saja yang melanggar
peraturan-peraturan Hukum Pidana Obyektif.
(d) Yang dimaksud dengan Hukum Pidana Sipil, ialah
Hukum Pidana yang hanya berlaku terhadap orang sipil
(umum) saja.
(e) Hukum Pidana Militer, ialah Hukum Pidana yang hanya
berlaku kepada anggota militer atau yang dipersamakan.
(f) Hukum Pidana Fiscal, ialah Hukum Pidana yang
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan pajak
negara.Perlu ditambahkan bahwa sebagaimana telah
diketahui, bahwa setiap jenis hukum bertujuan untuk
melindungi kepentingan orang, masyarakat, di dalam
negara.

11
-Untuk Hukum Pidana, ternyata justru mempunyai suatu
keistimewaan yang tidak ditemui di bidang hukum lain-
nya. Keistimewaan dari hukum pidana ialah, bahwa apa-
bila hukum tersebut diterapkan/diperlakukan kepada
seseorang (yang bersalah), maka berarti hak-hak dari orang
tersebut dilanggar oleh hukum pidana tersebut.

-Misalnya orang yang ditahan, diadili, dihukum, dan se-


bagainya. Karena sifatnya inilah Hukum Pidana, diiba-
ratkan sebuah pedang yang bermata dua.

2) Hukum Negara.
Hukum negara dibagi menjadi 2, yaitu :

a) Hukum negara dalam arti sempit yaitu Hukum Tata


Ne- gara, ialah hukum yang berupa peraturan-peraturan
hu- kum yang mengatur kewajiban sosial dan
kekuasaan (bevoegdheid competentie) suatu organisasi
Negara.
Di dalam kenyataannya organisasi suatu negara terdiri
atas jabatan-jabatan, oleh karenanya dapat dikatakan
bahwa Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban
sosial dan kekuasaan pejabat Negara.

b) Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Administrasi


Negara adalah suatu hukum dimana mengatur
mengenai sejumlah tata cara pelaksanaan tugas sebagai
contoh hak serta kewajiban terhadap sejumlah
kekuasaan alat beserta dengan perlengkapan negara
tersebut.14Misal: Undang-undang Pokok Kepegawaian

14
Revaldo Rhenfi, ‘PERBEDAAN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PRIVAT’, 2021.

12
(UU No. 8 Th. 1974, LN. 1974 No. 55), di mana di
dalam undang-undang tersebut diatur hal yang
berhubungan dengan Pegawai Negeri.Hukum Tata
Usaha Negara, antara lain meliputi :
(1) Hukum Pajak, ialah hukum yang berupa peraturan-
peraturan yang mengatur hal-hal mengenai pajak,cara-cara
memungut Pajak, dan sebagainya serta peraturan hukum
yang mengatur cara menyelesaikan perselisihan Pajak.
(2) Hukum Perburuhan ialah hukum yang berupa per-
aturan-peraturan hukum yang mengatur kewajiban serta
kekuasaan buruh dan majikan serta peraturan-peraturan
hukum yang mengatur cara menyelesaikan perselisihan
antara buruh dengan majikannya.

Penyelesaian perselisihan perburuhan tersebut diadakan


menurut hukum acara pidana, acara perdata (privat) dan
cara perburuhan.
(3) Hukum Acara.Hukum acara atau hukum formil ada tiga
jenis :
1.Hukum Acara Pidana, yaitu keseluruhan peraturan
hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan
Hukum Pidana Materiil dengan demikian menentukan
bagaimana cara-cara mengajukan perkara pidana di depan
Pengadilan dan bagaimana Hakim menjatuhkan
putusannya.Di dalam perkara pidana pada asasnya
diajukan suatu perkara di muka Pengadilan, tidak
tergantung adanya pengaduan oleh pihak-pihak yang
dirugikan.

2.Hukum Acara Perdata yaitu keseluruhan peraturan-


peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara
mempertahankan hukum perdata materiil, jadi mengatur

13
bagaimana cara mengajukan perkara- perkara perdata di
muka pengadilan dan bagaimana Hakim menjatuhkan
putusannya (vonisnya).

Karena di dalam perkara ada sengketa perdata, maka


pihak-pihak yang berhadapan adalah seba- gai berikut:
1. Hakim sebagai pihak yang memimpin sidang dan
bersifat pasif.
2. Penggugat yaitu pihak yang merasa hak/ kepentingannya
dirugikan. Penggugat dapat terdiri dari 1 orang atau lebih.
Penggugat dapat mewakilkan kepada kuasanya, untuk
bertindak atas nama dia.
3. Tergugat: yaitu pihak yang dianggap merugikan atau
melanggar hak/kepentingan orang lain.
Sebagaimana Penggugat, Tergugat dapat terdiri satu orang
atau beberapa orang, dan dapat menun- juk orang lain
sebagai kuasanya di dalam ber- perkara di muka
Pengadilan.

3.Hukum Acara Administrasi, yaitu hukum acara yang


mengatur bagaimana cara berperkara di muka sidang
Pengadilan di bidang hal-hal yang ber- hubungan dengan
tata usaha negara atau Admi- nistrasi Negara.

b. Hukum Privat

Hukum Privat ialah hukum yang mengatur hubungan


antara orang yang satu dengan yang lain, dan juga Negara
sebagai pribadi.15Yang termasuk hukum Privat ialah :

1) Hukum Perdata.

15
Sukiman Aziz and others, Pengantar Ilmu Hukum (Zahir Publishing, 1983).

14
Hukum Perdata ialah, hukum yang bertujuan menjamin
adanya kepastian di dalam hubungan antara orang yang
satu dengan yang lain kedua-duanya sebagai anggota
masyarakat dan men- jamin adanya kepastian dalam
hubungan antara seseorang dengan Pemerintah.
Peraturan yang mengatur soal-soal Perdata telah di-
himpun (dikodifikasi) di dalam kitab undang-undang
hukum per- data KUH Perdata.

Di dalam hukum perdata, berdasarkan isinya dikenal


dengan 2 sistematik/susunan, yaitu sistematik berdasarkan
ilmu pengetahuan dan berdasarkan undang-undang.
Sistematik Hukum Perdata berdasarkan ilmu Pengetahuan
sebagai berikut:
a. Hukum orang.
b. Hukum keluarga.
c. Hukum harta kekayaan, yang meliputi :
-Hukum Harta kekayaan Mutlak, yaitu mengenai hak-hak
kebendaan dan hak-hak atas benda immateril (misal: hak
cipta, dan sebagainya).
-Hukum Harta kekayaan Nisbi, yaitu Hukum yang
mengatur segala macam hak-hak dan kewajiban yang
timbul dari suatu perikatan.

d. Hukum Waris.
Sistematik menurut undang-undang (KUH Perdata) adalah
sebagai berikut:
a. Buku ke I: Hukum orang dan keluarga (van Personen).
b. Buku ke II: Hukum Benda dan Waris (van Zaken).
c. Buku ke III: Hukum Perikatan (van Verbintenissen).
d. Buku ke IV: Hukum Pembuktian dan Daluwarsa (van
Bewijs en verjaring).

15
2) Hukum Dagang. ialah keseluruhan peraturan yang
meliputi perbuatan manusia di dalam masyarakat,
terutama di dalam la- pangan perniagaan/perdagangan.
Keseluruhan peraturan Hukum Dagang dihimpun di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), yang isinya terdiri dari:
Buku I: Tentang Perniagaan pada umumnya (van den
Koop- handel in het algemeen).
Buku II: Tentang Hak dan Kewajiban yang
ditimbulkan oleh karena Perkapalan (van de regten en
verplichtingen uit scheepvaart voortspruitende).

3) Hukum Perselisihan
Di samping Hukum Perdata dan Hukum Dagang, dikenal
pula Hukum Perselisihan.Yang dimaksud dengan hukum
perselisihan, ialah hukum yang menerangkan peraturan apa
yang menjadi peraturan hukum atau peraturan hukum
mana yang berlaku mengenai sesuatu hu- bungan hukum
yang diadakan oleh karena suatu peristiwa hukum yang
memuat anasir-anasir yang dapat menyangkutkan dua atau
lebih tata hukum (sistem hukum) yang berlainan.

Hukum Perselisihan ini dibagi lagi menjadi:

(a) Hukum perselisihan (privat) Internasional, yaitu hukum


yang menerangkan peraturan apa yang menjadi peraturan
hukum yang berlaku mengenai sesuatu hubungan hukum
yang diadakan oleh karena suatu peristiwa hukum yang
memuat anasir-anasir yang dapat menyangkutkan dua atau
lebih tata hukum privat nasional yang berlaku di wilayah
dua atau lebih Negara nasional masing-masing.

16
Contoh: Seorang saudagar warga negara Indonesia menjual
kayu ke pedagang warga negara Jerman.
Dalam hal ini perjanjian (jual-beli) diadakan oleh 2 orang
yang berbeda kewarganegaraannya dan tunduk kepada tata
hukum/sistem hukum privat internasional.

(b) Hukum perselisihan Nasional. Hukum perselisihan


Nasional digolongkan lagi menjadi :

(1) Hukum Intergentil.


Hukum Intergentil atau hukum antar golongan, ialah
himpunan peraturan-peraturan yang menentukan hukum
mana yang berlaku atau apa yang menjadi hukum menge-
nai suatu hubungan hukum yang memuat anasir-anasir
yang menyangkut dua atau lebih tata hukum yang berlaku
bagi masing-masing dua atau lebih golongan yang ber-
lainan di wilayah satu negara.Contoh: Seorang WNI
keturunan Eropa menjual sebuah mobil kepada seorang
W.N.Asli (Pribumi).

(2) Hukum Interlokal.


Hukum Interlokal atau Hukum Antar Daerah atau Antar
Tempat, ialah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang-orang Indonesia asli dari masing-masing
lingkungan hukum Adat.Contoh: Orang Minangkabau
kawin dengan orang Jawa Tengah.

(3) Hukum Antar Agama.


Hukum Antar Agama atau Hukum Interreligius, ialah hu-
kum yang mengatur antara lain perkawinan antara dua
orang yang berlainan agamanya dan akibat hukum dari
perkawinan tersebut.Contoh: Orang Ambon yang

17
beragama Kristen kawin dengan orang yang beragama
Islam.

(4) Hukum Interregional: ialah hukum yang mengatur


hukum antar penduduk dari negara bagian. Hukum ini
berlaku pada zaman kolonial.Contoh: Mahasiswa
Indonesia yang sedang belajar di Negara Belanda kawin
dengan orang Belanda di sana.16

8. Penggolongan Hukum berdasarkan cara


mempertahankannya

1) Hukum materiil, yaitu hukum yang mengatur isi


hubungan antara kedua belah pihak atau menerangkan
perbuatan-perbuatan mana yang dapat dihukum dan
hukum apa yang dapat dijatuhkan.Misalnya:
Barangsiapa dengan sengaja atau melawan hak
membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak
bisa dipakai lagi, atau menghilangkan suatu barang
yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang
lain, dihukum penjara selama- lamanya dua tahun
delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp
4.500.- (Pasal 406 ayat (1) KUH Pidana). "Paksaan
menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila
dilakukan terhadap salah satu pihak yang membuat
persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap
suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas
maupun ke bawah".

2) Hukum formal, adalah hukum yang mengatur cara


mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan

16
Soeroso.

18
hukum materiil. Dalam sengketa perdata, hukum formal
mengatur cara menyelesaikan sengketa itu di muka hakim.
Hukum formal disebut juga sebagai hukum proses atau
hukum acara, misalnya hukum acara perdata dan hukum
acara pidana yang berfungsi mempertahankan atau
menjalankan hukum perdata materiil dan hukum pidana
materiil.17

2.2 Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial

Menurut Aristoteles Manusia adalah makhluk sosial atau


“zoon Politicon. Selalu ingin hidup berkelompok Sebagai
makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Keinginan itu
didorong oleh kebutuhan biologis:

a. Keinginan untuk memenuhi makan dan minum atau


memenuhi kebutuhan ekonomi.

b. Keinginan untuk membela diri.

c. Keinginan untuk mempunyai keturunan.

Dalam kehidupan bermasyarakat tersebut manusia


memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Maka dari
itu diperlukan hubungan antara anggota masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan dan melidungi kepentingannya

Sebagai pribadi manusia yang pada dasarnya dapat


berbuat menurut kehendak secara bebas. Akan tetapi
dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut
dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah
laku dan tindakan sera sikap mereka. Apabila tidak ada
ketentuan-ketentuan tersebut akan terjadi
ketidakseimbangan dalam masyarakat dan pertentangan-
17
Chainur Arrasjid.

19
pertentangan satu sama lain. Dengan pembawaan sikap
pribadi, manusia biasanya ingin agar kepentingannya
dipenuhi lebih dulu. Tanpa mengingat kepentingan orang
lain, kepentingan itu terkadang sama tetapi juga sering
terjadinya kepetingan yang saling bertentangan. Apabila
keadaan yang demikian itu tidak diatur atau tidak dibatasi,
maka yang lemah akan tertindas atau setidaknya timbul
pertentangan-pertentangan. Aturan yang dimaksud disebut
kaidah sosial. Dengan demikan kaidah atau norma adalah
ketentuan tata tertib yang berlaku dalam masyarakat. Kata
kaidah itu sendiri berasal dari bahasa Arab dan norma
berasal dari bahasa Latin yang berarti ukuran.

A. KAIDAH SOSIAL

Kaidah Sosial yang mengatur tingkahlaku manusia di


dalam masyarakat ada bermacam-macam, yang secara
berurutan adalah :

1. Kaidah Susila.

Kaidah susila adalah kaidah yang paling tua dan paling


asli, juga terdapat di dalam sanubari manusia sendiri
karena manusia makhluk bermoral, tanpa melihat
kebangsaan atau masyarakat : "Tidak mengindahkan
norma susila berarti a susila".

Norma susila dapat dikatakan sebagai peraturan hidup


yang berasal dari hati nurani manusia. Ia menentukan
perbuatan yang baik dan yang buruk, berdasarkan bisikan
suara hatinya. Norma susilalah yang mendorong manusia
untuk memperbaiki akhlak pribadinya guna

20
menyempurnakan manusia itu sendiri.Kaidah susila
melarang manusia untuk berbuat cabul, mencuri dan lain-
lain, karena hal itu dirasa bertentangan dengan kaidah
kesusilaan yang ada di dalam hati nurani setiap manusia
yang normal.

Contoh-contoh norma susila ialah:

Jangan mencuri milik orang lain

-Berbuatlah jujur

-Hormatilah sesamamu

-Jangan berzinah

-Jangan membunuh, dsb

Pelanggaran atas norma susila ialah pelanggaran


perasaannya sendiri. sanksi hukumnya adalah penyesalan.
Van Aveldoorn mengadakan perbedaan antara susila
dengan moral. Menurut Surojo Wignyodipuro perbedaan
tersebut hanyaperbedaan gradual saja karena kesusilaan
bersumber pada moral.Manusia adalah makhluk bermoral
yang berperasaan ialah perasaan susila.

1. Kaidah kesopanan.

Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang


timbul dari pergaulan dalam masyarakat. Norma
kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan,
kepatutan yang berlaku di masyarakat.18Oleh karena itu
kesopanan dinamakan norma sopan santun, tata krama
atau adat istiadat.

18
Cecep Cahya Supena, ‘TINJAUAN TENTANG KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH-KAIDAH BUKAN
HUKUM DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: Array’, Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 7.2
(2021), 211–24.

21
Jadi norma kesopanan timbul dan diadakan oleh
masyarakat itu sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga
masing-masing anggota masyarakat saling menghormati.

Norma kesopanan ditujukan kepada sikap lahiriah atau


tingkah laku manusia demi untuk ketertiban masyarakat
dalam pergaulan dalam rangka mencapai suasana
keakraban dalam pergaulan, sehingga manusia sebagai
makhluk sosial dapat hidup bersama serta hidup
berdampingan di tengah-tengah masyarakat.

Pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan


dari sesamanya. Celaan ini dapat berujud kata-kata tetapi
akan lebih dirasakan apabila celaan itu berupa sikap
kebencian, pandangan rendah dari orang-orang
sekelilingnya, sampai dengan di jauhi dalam pergaulan
bahkan lebih lagi dengan pemboikotan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Sikap tersebut menimbulkan rasa malu, rasa hina, rasa


kehilanganharga diri, dikucilkan sehingga merasakan
penderitaan batin yang dapat dikatakan merupakan sanksi
hukuman. :

Contoh-contoh kaidah kesopanan misalnya

a. Orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua.

b. Meminta izin lebih dahulu bila mau masuk rumah orang


lain.

c. Mempersilakan duduk seorang wanita hamil yang


berada dalam kendaraan umum yang penuh penumpang.

d.Mengenakan pakaian yang pantas bila menghadiri pesta.

22
e. Menggunakan barang orang lain harus minta izin lebih
dahulu dari pemilikinya.

f. Jangan meludah di hadapan orang lain.

Selanjutnya perasaan kesopanan dapat menjelma menjadi


perasaan kebiasaan. Norma kebiasaan dapat menjelma
menjadi norma kesopanan yang wajib diindahkan karena
pelanggaran dianggap tidak biasa dan salah oleh
masyarakat. Kebiasaan yang demikian itu disebut pula
adat.

3. Kaidah agama atau kaidah kepercayaan

Norma agama berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan


Yang Maha Esa. Norma agama dianggap sebagai
ketentuan dari Tuhan. Jadi norma agama atau kepercayaan
adalah norma sosial yang aslinya dari Tuhan yang berisi
larangan,perintah dan ajaran. Norma agama merupakan
ketentuan hidup manusia ke arah yang baik dan benar. Ia
mengatur kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan
dan kepada manusia itu sendiri. Jika melanggar berarti
menentang perintah Tuhan. Akibatnya atau sanksinya
datang dari Tuhan di akhirat. Contoh-contoh norma agama
atau kepercayaan :

a. Jangan membunuh sesama manusia.

b. Hormatilah ibu bapakmu.

c. Jangan berbuat cabul.

d. Jangan mencuri.

4. Kaidah hukum

23
Ketiga kaidah sosial, kesopanan, kesusilaan, dan agama
belum cukup mejamin tata tertib di dalam masyarakat,
pergaulan hidup bermasyarakat karena tidak adanya
ancaman yang cukup di rasakan sebagai paksaan dari luar.
Oleh karenanya diperlukan norma hukum yang
mempunyai sifat memaksa untuk melindungi kepentingan
manusia dalam pergaulan hidupnya di masyarakat. Sifat
yang nampak pada norma hukum adalah :

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang


bertugas mempertahankan, dan membina tata tertib
masyarakat dengan perantaraan alat-alatnya.

b. Sifat Undang-Undang yang berlaku bagi siapa saja.

Norma hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia. Ia


tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu
baik atau buruk. Yang diperhatikan adalah bagaimana
perbuatan lahiriahnya.

Norma hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang


yang mempunyai sikap batin yang buruk, tetapi yang
diberi sanksi adalah perwujudan sikap batin yang buruk
atau menjadikan perbuatan nyata atau perbuatan konkret.

Selanjutnya berbeda dengan ketiga norma-norma pertama


maka pelanggaran terhadap norma hukum diberi hukuman
badan yang dapat dipaksakan oleh penguasa.

Contoh-contoh norma hukum :

1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan secara hukum


masing-masing agama dan kepercayaannya (pasal 2 ayat 1
UU No. 1/1974).

24
2. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu
(pasal 1234 BW).

3. Apabila sesuatu persetujuan perburuhan dibuat tertulis


maka biaya akte beserta lain-lainnya harus dipikul oleh
majikan (pasal 1601 d BW).

4. Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain tanpa


hak, diancam karena pembunuhan, dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun (pasal 338 KUHP).

5. Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang


seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak enam puluh rupiah (pasal 362
KUHP).

Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya

1.Hubungan positif atau hubungan yang saling


memperkuat :

a. hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah agama

Kaidah hukum dan kaidah agama sangat erat


hubungannya: kaidah agama medorong tercapainya tujuan
kaidah hukurn. Jika manusia mematuhi kaidah agama,
takwa kepada Tuhan maka tidak ada manusia yang
mempunyai sikap batin yang buruk, tidak ada rencana
berbuat jahat, hubung- an antar anggota masyarakat baik,
masyarakat menjadi tertib dengan rasa keadilan, maka
tujuan kaidah hukum tercapai. Sebaliknya jika semula

25
manusia itu jahat, dia berani melakukan pelanggaran
terhadap kaidah karena ta- kut akan dihukum, maka sikap
batin itu berubah menjadi baik dan akhirnya takwa kepada
Tuhan. Dengan kata lain kaidah hukum mendukung
tercapainya kaidah agama.

b. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah


kesusilaan. Kaidah hukum dan kaidah kesusilaan
mempunyai kaitan yang erat karena keduanya saling
melengkapi. Kalau suara hati setiap pribadi manusia
menghendaki agar manusia selalu berbuat baik, maka
pribadi-pribadi manusia yang hidup bersama di tengah
masyarakat itu juga baik, dalam pergaulan mereka tidak
menimbulkan sesuatu yang ter- cela, akhirnya kehidupan
masyarakat tertib dan damai. Dengan demikian tujuan
kaidah hukum untuk mewujudkan masyarakat yang tertib
dapat dicapai. Sebaliknya jika seorang pribadinya tidak
baik ia cenderung melakukan perbuatan melanggar kaidah
hukum maka ia akan mendapat sanksi yang tegas berupa
hukuman. Apabila setelah menjalani hukuman orang itu
menjadi baik tidak pernah berbuat jahat lagi, berarti sikap
batin atau pribadi manusia itu berangsur-angsur menjadi
baik lagi, akhirnya tujuan kaidah kesusilaan dapat
direalisasi. Kedua kaidah tersebut saling melengkapi
dalam arti saling menunjang tercapainya tujuan masing-
masing kaidah.

c. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah


kesopanan. Kedua kaidah ini pun saling mengisi, saling
melengkapi maka hubungan antara keduanya erat sekali.
Anggota masyarakat yang mengetahui kaidah kesopanan
akan selaku bertingkah laku sopan, tidak mengganggu
orang lain, sehingga jika semua anggota masyarakat

26
berperilaku seperti itu masyarakat akan tertib dan damai,
maka tujuan kaidah hukum dapat dicapai. Jika seseorang
selalu melanggar kaidah kesopanan, dirinya akan merasa
terkucil dan akibatnya seolah-olah dia hidup menyendiri.
Jika tidak di- sadari maka orang itu akan cenderung
berbuat sesuai de- ngan kehendaknya dan tidak mustahil
bahwa suatu ketika ia akan melakukan perbuatan yang
melanggar kaidah hukum. Jika hal itu benar dilaksanakan
maka ia akan mendapat sanksi tegas dan keras dari
masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia akan dihukum.
Apabila kemudian setelah menjalani hukuman orang itu
bertobat, maka cepat atau lambat orang itu akan menjadi
orang baik, akan selalu berbuat sopan dan tidak lagi
melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum.
Dengan lain kata kaidah hukum juga mendukung
tercapainya tujuan kaidah kesopanan.

2. Hubungan negatif yakni hubungan yang saling


melemahkan yaitu jika isi kaidah hukum dan kaidah sosial
lainnya saling bertentangan. Contoh: larangan oleh salah
satu agama mem- bunuh sesama manusia dengan alasan
apapun bertentangan dengan undang-undang wajib militer.

D. PERSAMAAN ANTARA KAIDAH HUKUM


DENGAN KAIDAH LAINNYA).

1. Maksud dari kaidah hukum dengan kaidah lainnya


adalah sama yakni melindungi kepentingan perorangan
maupun umum, sehingga terdapat tata tertib dalam
masyarakat.

2. Antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.

a. Memandang manusia sebagai makhluk sosial.

27
b. Sudah puas dengan perbuatan lahiriah saja.

c. Heteronom (dikehendaki masyarakat).

d. Memberikan kesempatan pihak yang bersangkutan


untuk mengadakan reaksi (geven aanspraken)

e. Sama memiliki wilayah berlakunya.

E. PERBEDAAN ANTARA KAIDAH HUKUM


DENGAN KAIDAH SOSIAL LAINNYA

1. Pebedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama


dan kaidah kesusilaan dapat ditinjau dari beberapa segi
seperti berikut:

a. Ditinjau dari tujuannya kaidah hukum bertujuan untuk


menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manu-
sia beserta kepentingannya, sedang kaidah agama dan
kaidah kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi
manusia agar menjadi manusia ideal.

b. Ditinjau dari sasarannya kaidah hukum mengatur


tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap
pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi.
Kaidah hukum meng- hendaki tingkah laku manusia
sesuai dengan aturan, sedangkan kaidah agama dan kaidah
kesusilaan menghen- daki sikap batin setiap pribadi
manusia itu baik.

c. Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidan hukum dan


kaidah agama sumber sanksinya berasal dari luar dan
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia
(heteronom), sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya

28
berasal dan di- paksakan oleh suara hati masing-masing
pelanggaran (otonom).

d. Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan


kaidah hukum dipaksakan secara nyata oleh kekuasaan
dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan
kesusilaan pada asasnya tergantung pada yang
bersangkutan sendiri.

e. Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan


kewajiban (atributif dan normatif), sedang kaidah agama
dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja
(normatif).

2.Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah


kesopanan.

a. Kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah


kesopanan hanya memberi kewajiban saja.

b. Sanksi kaidah hukum dipaksakan oleh masyarakat


secara resmi, sanksi kaidah kesopanan dipaksakan oleh
masya rakat secara tidak resmi.

3. Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah


agama dan kaidah kesusilaan:

a. Asalnya kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah


agama dan kaidah kesusilaan berasal dari pribadi manusia.

b. Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada


sikap lahir manusia. Kaidah agama dan kaidah kesusilaan
berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia.

c. Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar


tidak ada korban, kaidah agama dan kaidah kesusilaan

29
bertujuan menyempurnakan manusia agar tidak menjadi
manusia jahat.19

2.3 Hukum sebagai Pranata Sosial

Suatu sistem tata tingkah laku dalam hubungan yang


berpusat kepada aktivitas- aktivitas dalam bentuk
memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.
pranata sosial berasal dari bahasa asing social institutions,

19
Amiruddin Pabbu and Rahman Syamsuddin, ‘Pengantar Ilmu Hukum’, Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2014.

30
itu sebabnya ada beberapa ahli sosiologi yang
mengartikannya sebagai lembaga kemasyarakatan, di
antaranya adalah Soerjono Soekanto. Lembaga
kemasyarakatan diartikan sebagai himpunan norma dari
berbagai tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok di dalam kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain,
pranata sosial merupakan kumpulan norma (sistem norma)
dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pokok
masyarakat.20

1.Hukum sebagai Suatu Institusi Suatu sistem norma


untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh
masyarakat di pandang penting atau secara formal,
sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar
pada suatu kegiatan pokok manusia. Di dalam masyarakat
dijumpai berbagai institusi yang masing-masing
diperlukan oleh masyarakat itu untuk memenuhi
kebutuhan- kebituhannya dan memperlancar jalannya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Oleh karena
fungsinya yang demikian itu maka masyarakat sangat
membutuhkan kehadiran institusi tersebut. Institusi
bergerak di sekitar kebutuhan tertentu manusia. Melihat
hukum sebagai institusi sosial, berarti melihat hukum itu
dalam kerangka yang luas, yaitu yang melibatkan berbagai
proses dan kekuatan dalam masyarakat. Seperti
diungkapkan oleh Edwin M. Schur, sekalipun hukum
itunampak sebagai perangkat norma-norma hukum, tetapi
hukum merupakan hasil dari suatu proses sosial, sebab
hukum dibuat dan dirubah oleh usaha manusia danhukum
itu senantiasa berada di dalam keadaan yang berubah

20
Saiful Ibnu Hamzah, ‘Pemikiran Hukum Dan Pranata Sosial’, Maqasid: Jurnal Studi Hukum Islam,
9.1 (2021).

31
pula.21 Agar kita berbicara mengenai adanya suatu institusi
yang demikian itu, kebutuhan yang dilayaninya terlebih
dulu harus mendapatkan pengakuan oleh masyarakat.
Pengakuan di sini diartikan, bahwa masyrakat disitu
memang telah mengakui pentingnya kebutuhan tersebut
bagi kehidupan manusia. Diantara berbagai kebutuhan
tersebut adalah, pengadaan pangn dan lain kebutuhan
fisik, agama, pendidikan, keadilan dan kebutuhan untuk
mempertahankan diri. Pengakuan terhadap kebutuhan-
kebutuhan tersebut menyebabkan perlunya masyarakat
mengusahakan agar ia dipelihara dan di selenggarakan
secara saksama. Untuk menyelenggarakannya secara
saksama barang tentu pemenuhan akan kebutuhan-
kebutuhan tersebut tidak dapat diserahkan kepada
kemampuan dan kegiatan masing- masing orang secara
sendiri. Justru kehadiran masyarakat adalah untuk
mengusahakan agar anggota masyarakat itu dapat dipenuhi
kebutuhannya secara bersama- sama.

2.Hukum sebagai Sistem Sosial Reduksi dari kimpleksitas


dan tak beraturan dari lingkungan tempat ia bernaung,
agar dapat membedakan dirinya dan mempertahankan
keberlangsungan hidupnya, hukum menciptakan logika
berpikirnya yang khas, namun demikian ia tak cukup diri
hukum sebagai sistem sosial mengambil juga dari sistem
lain yang justru karena sifat kemandirian tersebutlah ia
dapat berkomunikasi dengan lingkungan. Megenai hal itu
manusia mempunyai kebutuhan dalam hidupnya. Oleh
karena itu pemenuhan kebutuhan- kebutuhan tersebut
merupakan syarat agar manusia itu bertahan hidup di
dunia ini. Semakin baik kebutuhan-kebutuhan itu bisa
21
Sulaiman Sulaiman, ‘Hukum Responsif: Hukum Sebagai Institusi Sosial Melayani Kebutuhan
Sosial Dalam Masa Transisi (Responsive Law: Law as a Social Institutions to Service of Social Need
in Transition)’, Jurnal Hukum Samudera Keadilan, 9.2 (2014), 199–205.

32
dipenuhi , semakin sejahtera pula hidupnya, demikian pula
sebaliknya. Mengenai manusia yang harus melakukan
hubungan-hubungan sosial, maka terbukalah dimensi baru
dalam pembicaraan kita mengenai kebutuhan manusia itu
sebagai suatu kategori tersendiri disamping kebutuhan-
kebutuhan manusia yang lain yang tidak kurang
fundamentalnya pula.Dimensi ini adalah dimensi sosial
dalam kehidupan manusia, Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat maka perlunya terbentuknya
hukum sebagai sosial control masyarakat, diartikan
sebagai pengawas oleh masyarakat terhadap jalannya
pemerintahan.22 Dengan demikian sosial control
bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas,
dengan perubahan dalam masyarakat yang terdapat
beberapa unsurnya:

a.Sistem sosial

b.Lembaga sosial

c.Pengendalian sosial

Timbulnya ketertiban ini disebabkan oleh karena anggota-


anggota masyarakat itu masing-masing untuk dirinya
sendiri dan dalam berhadapan dengan orang lain,
mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Misalnya Si
A mengetahui,perbuatan yang bagaimana yang diharapkan
oleh masyarakat dan orang lain dari padanya. Si A juga
mengetahui, apa dan perbuatan apa yang bisa diharapkan
dari orang lain. Dengan demikian apakah A dengan B itu
berhubungan. Maka tidak akan terjadi, suasana
kesimpang-siuran. Hal yang demikian ini tidak mungkin
terjadi, apabila anggota-anggota masyarakat itu tidak
22
Dewi Iriani, ‘Hukum Sebagai Alat Kontrol Sosial Dan Sistem Supremasi Penegakan Hukum’,
Justicia Islamica: Jurnal Kajian Hukum Dan Sosial, 8.1 (2011).

33
mendapatkan informasi mengenai apa dan tingkah laku
apa yang diharapkan dari mereka. Seperti telah diuraikan
diatas, sistem sosial itu dapat kita sebut sebagai suatu cara
mengorganisasi kehidupan orang dalam masyarakat.
Masyarakat ini mempunyai anggota yang terdiri dari
individu-individu. Di dalam wadah masyarakat itu
individu disitu dengan yang lain berhubungan. Hubungan-
hubungan ini ternyata tidak bersifat kacau, melainkan
merupakan proses yang berjalan secara teratur. Setiap
sistem sosial ada beberapa hal yang membuat manusia
menciptakan sistem sosial antara lain:

a.Manusia mempunyai kebutuhan dasar biologi tertentu


seperti pangan, papan, dan sandang.

b.Untuk memuaskan kebutuhan ini,manusia tergantung


pada organisai-organisasi kemasyarakatan.

c.Pada akhirnya manusia berusaha untuk


memaksimumkan kepuasan dari kebutuhan dirinya. Oleh
karena itu bisa dikatakan bahwa seiring dengan adanya
suatu sistem sosial, pada saat itu pula sistem
mengembangkan cara-caranya sendiri untuk
mempertahankan dirinya.dengan perkataan lain kebutuhan
untuk mempertahankan diri, dan kemudian usaha-usaha
yang dilakukan ke arah itu,adalah inheren dengan sistem
sosial itu sendiri. Usaha sistem sosial untuk
mempertahankan diri inilah yang disebut sebagai
pengendalian sosial

34
BAB III

PENUTUPAN

a. KESIMPULAN
Hukum pada hakikatnya merupakan aturan tingkah laku yang
dibuat oleh lembaga negara yang berwenang dan apabila
dilanggar dikenakan sanksi yang tegas dan nyata dari penegak

35
hukum. Penggolongan hukum digolongkan menjadi
beberapa,diantaranya adalah berdasarkan sifatnya hukum
memiliki dua sifat yaitu bersifat memaksa pada setiap
individu yang menjadi objek dari hukum itu dan bersifat
mengatur karena yang menjadi objek dari hukum itu sendiri
adalah berdasarkan kesepakatan antara individu.
Penggolongan hukum berdasarkan bentuknya dibagi menjadi
dua pula yang pertama adalah hukum tertulis yaitu hukum
yang sudah terkodifikasi dan dapat dilihat oleh siapapun
sehingga hukum ini mudah di pahami oleh setiap orang
yang melihatnya sedangkan hukum tidak tertulis adalah
kebalikan dari hukum tertulis sebagai contoh adalah hukum
adat suatu daerah tertentu. Keberadaan kaidah-kaidah sosial
yang terdiri dari Kaidah Agama, Kaidah Kesusilaan, Kaidah
Kesopanan, serta Kaidah Hukum, adalah bertujuan untuk
mengatur kehidupan manusia supaya jangan saling
merugikan satu sama lain, tidak saling konflik satu sama
lain melainkan bisa selaras satu sama lain dalam memenuhi
kebutuhannya masing-masing, serta terciptanya ketertiban dan
keadilan dalam kehidupan manusia. Mengingat betapa
pentingnya keberadaan kaidah-kaidah itu bagi kehidupan
manusia,maka sudah seharusnya apabila keberadaan kaidah-
kaidah itu hendaknya dapat dipertahankan oleh setiap
manusia dengan cara menjadikannya sebagai pedoman hidup,
yakni dalam bentuk senantiasa menaati dan menjunjung
tinggi isi dari masing-masing kaidah itu dalam kehidupan.
Hukum hadir sebagai pengendali sosial tentang norma apa
yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ruang lingkupnya
masyarakat memilki pranata sosial dan budaya dimana hukum
menjadi pengendali untuk mewujudkan masyarakat madani
dan beradab.

36
b. SARAN
Uraian di atas tentang penggolongan hukum kedalam
beberapa golongan tentunya masih kurang lengkap apabila
hanya dipaparkan melalui makalah ini.Menyadari bahwa
penulis masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu,
sekiranya jika ada saran atau kritik terhadap makalah kami
semoga bersifat membangun dan menjadi pedoman bagi kami
untuk lebih baik lagi sehingga, penulis kedepanya akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas,
dengan sumber-sumber pengetahuan dan referensi yang lebih
banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rudi, Asrianti Dja’wa, and Endang Tri Pratiwi, ‘Sistem Hukum Dan
Klasifikasi Hukum’, 2018

Aziz, Sukiman, Ilyas Sarbini, Gufran Sanusi, and Ahmad Yasin, Pengantar Ilmu

37
Hukum (Zahir Publishing, 1983)

Chainur Arrasjid, DASAR DASAR ILMU HUKUM, Cet. 4 (Jakarta: Sinar Grafika,
2006)

Febriansyah, Novri, ‘Kedudukan Pemerintah Dalam Hukum Publik’, FISIP


Universitas Sriwijaya, 2019

Hamzah, Saiful Ibnu, ‘Pemikiran Hukum Dan Pranata Sosial’, Maqasid: Jurnal
Studi Hukum Islam, 9.1 (2021)

Imaniyati, Neni Sri, and Panji Adam, Pengantar Hukum Indonesia: Sejarah Dan
Pokok-Pokok Hukum Indonesia (Sinar Grafika, 2021)

Iriani, Dewi, ‘Hukum Sebagai Alat Kontrol Sosial Dan Sistem Supremasi
Penegakan Hukum’, Justicia Islamica: Jurnal Kajian Hukum Dan Sosial, 8.1
(2011)

Pabbu, Amiruddin, and Rahman Syamsuddin, ‘Pengantar Ilmu Hukum’, Jakarta:


Mitra Wacana Media, 2014

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, KEENAM (BANDUNG: PENERBIT PT


CITRA ADITYA BAKTI, 2006)

Rhenfi, Revaldo, ‘PERBEDAAN HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PRIVAT’,


2021

Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, Cet. ke-11 (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

Sugiarto, Umar Said, Pengantar Hukum Indonesia (Sinar Grafika, 2021)

Sulaiman, Sulaiman, ‘Hukum Responsif: Hukum Sebagai Institusi Sosial


Melayani Kebutuhan Sosial Dalam Masa Transisi (Responsive Law: Law as
a Social Institutions to Service of Social Need in Transition)’, Jurnal Hukum
Samudera Keadilan, 9.2 (2014), 199–205

Supena, Cecep Cahya, ‘TINJAUAN TENTANG KAIDAH HUKUM DAN


KAIDAH-KAIDAH BUKAN HUKUM DALAM KEHIDUPAN

38
MANUSIA: Array’, Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 7.2 (2021),
211–24

39

Anda mungkin juga menyukai