Anda di halaman 1dari 74

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PARTUS MATURUS

DENGAN SECTIO SESAREA DI RUANG NIFAS


RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas Case Based Learning Stase Maternitas


Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Disusun oleh :

Achmad Fauzi Berani 402023028


Berlian Duta Firmanti 402023037
Cep Iman 402023038
Deva Rahma Aghnata 402023068
Elis Siti Rohmah 402023048
Erna Yulianti 402023052
Fitria Fuji Rahayu 402023059
Nurida Putri Ferisa 402023088
Riscka Amelia Sopiani 402023100
Risda Andini 402023101
Silvia Nur Afifah 402023109

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga atas izin dan anugerah-Nya penulis dapat menyusun
karya tulis berupa analisis jurnal ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Post Partus Maturus Dengan Sectio Sesarea di Ruang Nifas Rumah Sakit
Al Islam Bandung”. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir
zaman.
Literature review ini untuk memenuhi salah satu syarat Pengajuan
Kenaikan Perawat Klinik Level 4. Penulis sangat menyadari di dalam penyusunan
literature review ini masih terdapat kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun untuk
menyempurnakan karya tulis ini.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam penyusunan penelitian ini, dengan besar
harapan semoga literature review ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri dan umumnya bagi pembaca. Bagi para pihak yang telah membantu dalam
penulisan karya tulis ini semoga segala amal dan kebaikannya mendapatkan
balasan yang berlimpah dari Allah SWT, Amiin.

Wassalamu,alaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2023


Penulis
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN......................................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Perumusan Masalah........................................................................................................
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................
BAB II........................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................
A. Konsep Postpartum.........................................................................................................
B. Konsep Sectio Caesarea (SC)........................................................................................
C. Konsep Letak Susang....................................................................................................
D. Konsep Ketuban Pecah Dini.........................................................................................
BAB III.....................................................................................................................................
LAPORAN KASUS.................................................................................................................
A. Pengkajian.....................................................................................................................
B. Intervensi Keperawatan.................................................................................................
C. Implementasi dan Evaluasi...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling baik untuk bayi yang
langsung diproduksi dari payudara ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya,
karena komposisinya sesuai pada setiap tumbuh kembang bayi, ASI juga
mengandung zat pelindung yang dapat menghindarkan bayi dari berbagai penyakit
infeksi. Pemberian ASI mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan
emosional yang dapat mempengaruhi hubungan batin antara ibu dan bayi
(Lowdermilk, et.al, 2013). World Health Organization (WHO), United Nation
Internasional Children’s Emergency Fund (UNICEF) dan Kementerian Kesehatan
merekomendasikan inisiasi menyusui dalam satu jam pertama kehidupan bayi,
ASI eksklusif selama 6 bulan, hingga 2 tahun, ASI harus tetap diberikan bersama
dengan makanan pendamping ASI yang aman dan bergizi (UNICEF, 2016). WHO
juga menambahkan bahwa selama pemberian ASI eksklusif ada beberapa cairan
yang dapat dikonsumsi oleh bayi pada keadaan tertentu, cairan tersebut ialah
beberapa tetes sirup yang terdiri dari vitamin, suplemen mineral atau obat-obatan
(Angriani et al., 2023).
Menurut data Riset Keseatan Dasar (RISKESDAS) 2021, 52,5% atau
hanya setenga dari 2,3 juta bayi berusia kurang dari enam bulan yang mendapat
ASI ekslusif di Indonesia, atau menurun 12 persen dari angka taun 2019. Angka
inisiasi menyusui dini (IMD) juga turun dari58,25% pada taun 2019 menadi
48,6% pada taun 2021. Berdasarkan data capaian ASI Eksklusif di Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2021 sebesar 76,46 % dan mengalami kenaikan 0,5 %
dibandingkan tahun 2022 sebesar 77 %. Faktor-faktor yang menghambat
pemberian ASI eksklusif yaitu produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%),
ingin dianggap modern 4%), masalah putting susu (28%), pengaruh iklan susu
formula (16%), pengaruh keluarga (4%), oleh karena itu dukungan keluarga,
masyarakat dan petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk pemberian ASI
sehingga dapat menciptakan generasi yang sehat dan berkualitas(Tahun & Julianti,
2023).
Memberikan ASI merupakan tugas seorang ibu setelah tugas melahirkan
bayi berhasil dilaluinya. Menyusui dapat merupakan pengalaman yang
menyenangkan atau dapat menjadi pengalaman yang tidak nyaman bagi ibu dan
bayi dikarenakan puting susu lecet, payudara bengkak, saluran susu terhambat,
mastitis, dan absesny payudara. Hal ini dapat terjadi dikarenakan teknik menyusui
yang tidak benar (Wardiyah et al., 2019) Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sebagai
salah satu yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kelangsungan
hidup anak, pertumbuhan, dan perkembangannya . Secara umum, produksi ASI
dapat dipengaruhi oleh masalah payudara dan masalah kelelahan (Chan, et al,
2006). Faktor lain yang dapat mempengaruhi produksi ASI yaitu faktor fisik dan
faktor psikis. Terkait faktor fisik ibu yaitu adalah status kesehatan ibu, umur dan
paritas, asupan nutrisi dan cairan, faktor merokok, nyeri luka operasi. Nyeri
luka operasi bisa disebabkan karena tindakan Sectio Caesarea terkait faktor
psikis ibu seperti kecemasan akibat dari kecemasan ibu dapat menghambat
produksi ASI. Menurut Hanifah (2015) pengeluaran ASI terhambat pada ibu yang
menggunakan tindakan SC (Sectio Caesarea) dikarenakan tidak mobilisasi, hal
ini disebabkan rasa nyeri pada luka jahitan.
Produksi ASI yang tidak lancar menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kegagalan dalam pemberian ASI secara eksklusif, Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Chan (2006), dari 44 ibu post partum, sebanyak 44%
berhenti menyusui sebelum bayi berusia 3 bulan karena ASI yang kurang, 31%
karena masalah payudara, 25% merasa kelelahan (Angriani et al., 2023)
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang manajemen laktasi
adalah dengan memberikan penyuluhan. Manajemen laktasi meliputi perawatan
payudara, praktek menyusui yang benar, serta dikenalinya masalah laktasi dan
cara mengatasi. Memberikan informasi tentang menyusui yang benar pada ibu
sangat penting demi suksesnya ibu dalam memberikan ASI. Seorang ibu perlu
mendapat dukungan tentang cara menyusui yang benar. Cara meletakkan bayi
pada payudara ketika menyusui berpengaruh terhadap keberhasilan menyusui.
Teknik menyusui perlu diajarkan kepada ibu untuk mencegah kesulitan dalam
pemberian ASI (Wardiyah et al., 2019)
Bagi ibu post partum dengan riwayat sectiosecaria maka diperlukan
penanganan yang lebih optimal untuk kelancaran produksi ASI. Dengan
menggunakan pengobatan komplementer. Terdapat beberapa teknik atau metode
komplementer untuk merangsang produksi ASI diantaranya dengan
mengkonsumsi sauropus adrogynus atau daun katuk dan teknik akupresur yang
dapat menstimulasi prolaktin dan oksitosin. Akupresur tersebut dapat
memberikan perintah kepada hipofisis untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin Selain itu, tehnik akupresur merupakan tehnik pijat dengan lembut
dengan bantuan anggota keluarga. Pijatan dengan bantuan anggota keluarga
dapat meningkatkan rasa kasih sayang sehingga ibu dapat merasa rileks dan
nyaman.
Terapi akupresur atau bisa dikenal dengan terapi totok/tusuk jari
merupakan pemijatan dan rangsangan pada titik-titik tertentu di daerah tubuh
(Fengge, 2012 dalam Pangastuti and Mukhoirotin,2018). Akupresur yang
digunakan adalah teknik Acupressure point for lactation.

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan tahap yang dapat menentukan arah
penelitian. Dari rumusan masalah dapat diketahui jangkauan penelitian serta
tujuan penelitian (Nirmala & Hendro, 2021). Perumusan masalah dapat
didefinisikan sebagai suatu kalimat pernyataan yang sudah disusun berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis telah merumuskan beberapa masalah penelitian
yang menjadi fokus pembahasan literatur Review: Bagaimana Efektifitas
Pemberian Terapi Akupresure Terhadap Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post
Partum Post Sectio Caesarea?

C. Tujuan Masalah
Tujuan penelitian diperoleh dari rumusan masalah penelitian yang telah
ditetapkan sebagai indikator terhadap hasil yang diharapkan (Nursalam, 2008).
Tujuan penulisan adalah gagasan atau ide yang ditulis untuk mencapai idenya
dalam suatu penelitian, Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Efektifitas Pemberian Terapi Akupresure Terhadap
Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Post Sectio Caesarea
2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi Efektifitas Pemberian Terapi Akupresure Terhadap
Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Post Sectio Caesarea
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Postpartum
1. Definisi Postpartum
Postpartum adalah masa enam minggu setelah melahirkan. Biasanya disebut
juga mana nifas atau puerperium. Post partum adalah masa setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada keadaan sebelum
hamil, masa post partum berlangsung selama 6 minggu. Post partum atau
peurperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (142 hari) setelah itu (Dewi, 2020; Fatmawati, 2020; Saleha, 2013).
Masa postpartum terbagi menjadi tiga periode, yaitu :
a. Periode immediate postprtum : periode 24 jam setelah melahirkan
b. Periode early postpartum : periode minggu pertama setelah melahirkan,
pada periode ini risiko komplikasi sering terjadi seperti perdarahan
c. Periode late postpartum : periode dua minggu setelah melahirkan
Kesimpulannya post partum atau masa nifas ini terjadi setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu yang meliputi masa penyembuhan,
pemulihan dan pengembalian kembali alat-alat kandungan ke keadaan seperti
sebelum hamil.
2. Perubahan Fisiologis Pada Ibu Postpartum
Terdapat beberapa perubahan pada ibu postpartum, yaitu :
a. Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus akan mulai mengeras karena kontraksi dan
retraksi otot-ototnya.uterus berangsung-angsur mengecil sampai keadaan
sebelum hamil. Proses ovulasi uterus disertai dengan penurunan tinggi
fundus uteri. Pada hari pertama, TFU di atas simfisis pubis atau sekitar
12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan penurunan TFU 1 cm setiap
harinya, sehingga pada hari ke 7 TFU sekitar 5 cm dan pada harike 10
TFU tidak teraba di simfisis pubis (Wahyuningsih, 2019).

b. Lochea
Lochea adalah cairan berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa
post partum (Saleha, 2013). Berikut ini beberapa jenis lochea:
1) Lochea rubra, berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa sisa
selaput ketuban, desidua, verniks kaseosa,lanugo, mekonium
berlangsung 2 hari 2 hari post partum.
2) Lochea sanguilenta, berwarna merah kuning berisi darah dan vernik
berlangsung 7 sampai 7 hari post partum.
3) Lochea serosa, berwarna kuning karena mengandung serum, jaringan
desidua, leukosit dan eritrosit berlangsung 7 sampai 14 hari post
partum.
4) Lochea alba, berwarna putih terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua
berlangsung 14 hari sampai 2 minggu berikutnya.
c. Edometrium
Perubahan terjadi dengan timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis
di tempat implantasi plasenta. Bekas implantasi plasenta karena kontraksi
sehingga menonjol ke kavum uteri, hari ke 1 endometrium tebal 2,5 mm,
endometrium akan rata setelah hari ke 3 (Sulistyawati, 2015).
d. Serviks
Setalah persalinan serviks menganga, setelah 7 hari dapat dilalui 1 jari,
setelah 4 minggu rongga bagian luar kembali normal (Sulistyawati,
2015).
e. Vagina dan Perineum
Vagina secara berangsur-angsur luasnya berkurang tatpi jarang sekali
kembali seperti ukuran nullipara. Minggu ke 3 rugae vagina kembali.
Perineum yang terdapat laserasi atau jahitan serta udem akan berangsur-
angsur pulih sembuh 6-7 hari tanpa infeksi. Oleh karena itu vulva
hygiene perlu dilakukan (Sulistyawati, 2015).
f. Mamae/payudara
Semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami.
Ada 2 mekanisme yaitu produksi susu dan sekresi susu. Selam kehamilan
jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya mempersiapkan
makanan bagi bayi. Pada hari ketiga setelah melahirkan efek prolaktin
pada payudara mulai dirasakan. ketika bayi menghisap puting, oksitosin
merangsang ensit let down (mengalirkan) sehingga menyebabkan
keluaran ASI (Sulistyawati, 2015).
g. Sistem pencernaan
Setelah persalinan 2 jam ibu merasa lapar, terkecuali ada komplikasi
persalinan, tidak ada alasan menunda pemberian makan. Konstipasi
terjadi karena psikis takut BAB karena ada luka episiotomi.
h. Sistem perkemihan
Pelvis ginjal teregang dan dilatasi selama kehamilan. Kembali normal
akhir minggu ke 4 setelah melahirkan. Kurang dari 40% wanita post
partum mengalami proteinuria non patologis.
i. Sistem musculosceletal
Ligamen, diafragma pelvis merangsang saat kehamilan, berangsur-angsur
mengecil seperti semula.
j. Sistem endokrin
Menurut Kustriyani (2020) hormon hormon yang berperan diantara lain
adalah:
1) Oksitosin, berperan dalam kontraksi uterus mencegah perdarahan,
membantu uterus kembali normal. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin.
2) Prolaktin, dikeluarkan oleh kelanjar dimana piuitrin merangsang
pengeluaran prolaktin untuk produksi ASI, jika ibu post partum tidak
menyusui dalam 14 sampai 21 hari timbul menstruasi.
3) Estrogen dan progesteron, setelah melahirkan estrogen menurun dan
progesteron meningkat.
k. Perubahan tanda-tanda vital
Menurut Sulistyawati (2015) perubahan tanda-tanda vital diantaranya:
1) Suhu tubuh, saat post partum dapat naik kurang lebih 0,5 oC setelah 2
jam post partum normal.
2) Nadi dan pernapasan, nadi dapat bradikardi tetapi jika takikardi
waspada mungkin ada perdarahan. Pernapasan akan sedikit
meningkat setelah persalinan lalu kembali normal.
3) Tekanan darah, kadang naik lalu kembali normal setelah beberapa
hari asalkan tidak ada penyakit yang menyertai.
l. Setelah partus/ melahirkan, adanya striae pada dinding abdomen tidak
dapat dihilangkan sempurna dan berubah menjadi putih (striae albicans).
m. Evaluasi tonus otot abdomen untuk menentukan diastasis (derajat
pemisahan otot rektus abdomen). Setiap wanita mempunyai 3 set otot
abdominalis yaitu rectus abdominalis, oblique, transverse. Rectus
abdominalis merupakan otot paling luar yang bergerak dari atas ke
bawah. Otot ini dinamakan rekti lebarnya ± 0,5 cm dan dihubungkan oleh
jaringan fibrous (linea alba) (Sulistyawati, 2015).
3. Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses
kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorang wanita dapat bertambah (Wahyuningsih, 2019). Hal-hal yang dapat
membantu ibu dalam beradaptasi pada masa post partum adalah:
a. Fungsi menjadi orang tua
b. Respons dan dukungan dari keluarga.
c. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan.
d. Harapan, keinginan dan fase-fase yang akan dialami oleh ibu post partum
menurut Reva Rubin diantaranya :
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari ke 2 setelah melahirkan. Ibu berfokus pada
dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada
luka jahitan, kurang tidur, dan kelelahan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah istirahat cukup, komunikasi yang baik dan
asupan nutrisi.

2) Fase taking hold


Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam
perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah
tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang
baik, dukungan dan pemberian pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri dan perawatan bayinya.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu
merasa percaya diri akan peran barunya, terjadi peningkatan
perawatan diri dan bayinya, lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan diri dan bayinya (Mansur, 2014).
B. Konsep Sectio Caesarea (SC)
1. Definisi Sectio Caesaria (SC)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sectio
Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh.
2. Jenis Sectio Caesaria (SC)
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah: Pendarahan luka insisi
tidak seberapa banyak, Bahaya peritonitis tidak besar. Perut uterus
umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar
karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak
mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh
lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal. Pada cectio cacaria
klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal. Section cacaria eksrta peritoneal dahulu
di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan
kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada
pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Sectio Caesaria (SC)
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah : Bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka : Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi : Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Saifuddin, 2002).
4. Patofisiologi Sectio Caesaria (SC)
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.
5. Penatalaksanaan Sectio Caesaria (SC)
a. Perawatan awal : letakan pasien dalam posisi pemulihan, periksa kondisi
pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar, yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
b. Diet, Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi, mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
 Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
 Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
 Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
 Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
 Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau
sesudah semalam
 Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
 Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
 Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg
per oral per hari sampai kateter dilepas
 Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka : jika pada pembalut luka terjadi
perdarahan atau keluar cairan.
g. Lakukan masase uterus
h. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
i. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
 Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
j. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
 Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
k. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan.
C. Konsep Letak Susang
Letak sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan
bagian rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah
kavum uteri) (Marmi,2016).
Sungsang merupakan keadaan dimana bagian terendah janin berada disegmen
bawah rahim, bukan belakang kepala. Dikenal beberapa jenis sungsang, yakni
: presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna. Dengan insiden 3-4% dari seluruh kehamilan tunggal
pada umur kehamilan cukup bulan (lebih dari 37 minggu), presentasi bokong
merupakan malpresentasi yang sering dijumpai. Sebelum umur kehamilan 28
minggu, kejadian presentasi bokong sekisar antara 25-30% dan sebagian
besar akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur kehamilan 34
minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu abnormal struktural
uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma uteri, dan
riwayat presentasi bokong sebelumnya (Prawirohardjo, 2010).
1. Klasifikasi Letak Sungsang
a. Letak bokong murni
Presentasi bokong murni dalam bahasa Inggris “Frank Breech” . Bokong
saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus ke atas.
b. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki)
Di samping bokong teraba kaki dalam bahasa inggris “Complete
Breech”. Disebut letak bokong kaki sempat atau tidak sempura jika di
samping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja.

c. Letak kaki atau lutut (Incomplete Breech)


Letak kaki atau lutut adalah letak bokong dimana selain bokong bagian
yang terendah juga kaki atau lutut, terdiri dari (Nita, dkk. 2013) :
 Kedua kaki : Letak kaki sempurna
 Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna
 Kedua lutut : Letak lutut sempurna
 Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna
2. Komplikasi Kehamilan Sungsang
Posisi janin sungsang tentunya dapat mempengaruhi proses persalinan. Proses
persalinan yang salah jelas menimbulkan resiko, seperti pada ibu mengalami
perdarahan, trauma persalinan dan infeksi, sedangkan pada bayi terjadi
perdarahan, infeksi pasca artus seperti meningitis dan trauma persalinan
seperti kerusakan alat vital, trauma ekstermitas dan trauma alat vesera seperti
lever ruptur dan lien rupture
D. Konsep Ketuban Pecah Dini
1. Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
jauh sebelum waktunya melahirkan (Prawihardjo, 2010).
Ketuban pecah dini atau spontaneous/early premature of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu dan sebelum terdapat
tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput
ketuban secara spontan sebelum pembukaan 5 cm (Manuaba, 2013).
Jadi ketuban pecah dini adalah masa dimana pecahnya ketuban sebelum
waktunya, dimana yang seharusnya pecah dan keluar karena kontraksi rahim
menjelang persalinan justru pecah sebelum saat persalinan tiba. Ketuban
pecah dini dapat terjadi pada akhir kehamilan atau bahkan jauh sebelum
waktunya melahirkan.
2. Anatomi Ketuban
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel
sepertisel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam
matriks kolagen. Selaput ketuban fungsi menghasilkan air ketuban dan
melindungi janin terhadap infeksi (Achidat, 2011)
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang
terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis
membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimulus
seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”.
Menurut Achidat (2011), air ketuban mempunyai fungsi yaitu:
a. Melindungi janin terhadap trauma luar.
b. Memungkinkan janin bergerah dengan bebas.
c. Melindungi suhu tubuh janin.
d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saat partus, sehingga serviks
membuka.
e. Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril, dan
akan mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi tidak
mengalami infeksi.
f. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan/diminum yang
kemudia dikeluarkan melalui kencing.
3. Etiologi Ketuban Pecah Dini
Menurut Achidat (2011) penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih
berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi
adalah:
a. Infeksi
Yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD.
b. Servik yang inkompetensia
Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik
uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin
Yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya trauma. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya
KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak janin
Misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
4. Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran mendatang.
Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Sementara itu, demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Suniarti, 2017).
5. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebebkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh, bukan seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan
antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur,jumlah
sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati
waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit
periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban
pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahin dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini
prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkomperen serviks, solusio
plasenta (Prawihardjo, 2016).
6. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Menurut Ratnawati (2017) penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu:
a. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau
tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan
posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi
bersujud.
c. Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat
tidak tertekan kepala janin.
d. Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi
plastik.
e. Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
KPD lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.
f. Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan
posisi berbaring miring, berikan antibiotik.
g. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif,
yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.
h. Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24
jam lalu induksi persalinan.
i. Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan
akselerasi bila ada inersia uteri.
j. Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban
pecah dini lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih dari 5.
k. Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1) Induksi
Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim
sebelum kontraksi alami terjadi, dengan tujuan untuk mempercepat
proses persalinan.
2) Persalinan secara normal/pervaginam
Persalinan normal adalah proses persalinan melalui kejadian secara
alami dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan
pembukaan untuk mengeluarkan bayi.
3) Sectio caesarea (SC)
SC adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut untuk melahirkan
janin dari dalam rahim.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
Tabel 3.1 Tabel Identitas Pasien
Identitas Pasien Pasien 1 Pasien 2
Nama Ny. N Ny. S
Usia 36 tahun 37 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan Terakhir SMA SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Ibu Rumah Tangga
Alamat Kaledong, Kab.Bandung Bandung
Diagnosa Medis P3A0 Partus Maturus Post SC P2A0 Partus Maturus dengan SC a.i Bekas SC
Tanggal Masuk RS 05 Oktober 2023 09 Oktober 2023
Tanggal Operasi 05 Oktober jam 22.30 10 Oktober 2023 jam 08.00
Tanggal Pengkajian 06 Oktober 2023 Pukul 14.00 WIB 10 Oktober 2023 jam 15.00
No. Rekam Medis 696237 901006
Keluhan Utama Nyeri luka bekas SC, sering mules Pasien mengatakan nyeri post op skala 5 (0-
10)
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien masuk IGD pada pukul 14.30 dengan Pada tanggal 02 Oktober 2023 pasien control
keluhan sakit kepala,perut mulas-mulas dan rutin ke dr. Dwiwahyu sp.Og letak bayi
sering tegang, usia kehamilan pasien 35 sungsang dan bekas SC disarankan operasi SC,
minggu, Gravida 3 . Pasien dipindahkan ke namun pasien belum siap karena anaknya sakit
ruang vk pada pukul 15.30, dan dilakukan sehingga pasien disarankan untuk kontrol tiap
Tindakan SC pada pukul 22.00. minggu
Pada saat dikaji pasien mengatakan nyeri luka Pada tanggal 09 oktober 2023 jam 16.00 WIB
bekas SC, skala nyeri 5 (0-10), pasien tampak pasien kontrol Kembali dan letak bayi masih
meringis ketika merasa nyeri. sungsang, hasil USG disebut hamil tunggal
hidup dengan taksiran BB 2250 gr. pasien
diasrankan Kembali SC. Pasien dan suami
setuju untuk dilakukan Tindakan SC, pasien
masuk ke IGD pada tanggal 09 Oktober 2023
jam 18.00 saat di IGD keluhan perut tegang
tapi tidak teratur, belum ada pengeluaran
cairan jalan lahir, pasien masuk rawat inap
Darussalam lantai 2 jam 21.00 WIB, dan
direncanakan operasi SC tanggal 10 Oktober
2023 jam 08.00 WIB.
Pada saat pengkajian tanggal 10 Oktober 2023
jam 15.00 pasien mengeluh nyeri di daerah
luka operasi skala 5 (0-10), nyeri dirasakan
seperti disayat-sayat benda tajam, nyeri
bertambah bila mobilisasi dan merubah posisi
miring kiri dan miring kanan, nyeri berkurang
apabila menarik nafas dalam, wajah pasien
tampak meringis ketika berubah posisi dan
bersikap protektif ketika abdomen akan
diperiksa. Keluhan lain kaki masih terasa baal,
tapi sudah dapat digerakan. Perut kadang
terasa kram pada area perut bagian bawah.
Pasien merasa lemas dan pegal post operasi
SC karena masih harus tirah baring sampai
jam 20.00 malam ini

Tabel 3.2 Riwayat Kesehatan Pasien


Riwayat Kesehatan Pasien 1 Pasien 2
Kesehatan Dahulu Kehamilan pertama pasien pada tahun 2010 Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit
secara spontan diusia kehamilan 39 minggu yang dialami sebelumnya maupun penyakit
dengan BB 3000 gram, kehamilan kedua pada menahun, klien pernah ada riwayat operasi 8
tahun 2017 secara Spontan diusia kehamilan 36 tahun lalu yaitu operasi SC karena ketuban
minggu dengan BB 2600 gram. Klien pecah dini dan panggul sempit, pasien
mempunyai hipertensi sejak melahirkan anak ke mengatakan tidak ada riwayat penyakit
2 dan jantung dari awal kehamilan menular seksual.
Kesehatan Keluarga Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi Pasien mengatakan tidak ada penyakit
sejak kehamilan anak ke 2, dan riwayata DM keturunan seperti asma, alergi, DM, hipertensi,
sejak 2 tahun sebelum hamil , tidak ada riwayat dan tidak ada riwayat kehamilan gemelli baik
kehamilan gemelli. dari pihak pasien maupun suami.
Obsetri Pernah melahirkan sebanyak 2 kali pada tahun Pernah melahirkan sekali pada tahun 2015
2010 dan 2017 yang pertama lewat spontan dan melalui SC. Keadaan bayi hidup.
yang kedua SC. Keadaan bayi keduanya hidup. Riwayat kehamilan saat ini:
Riwayat kehamilan saat ini : mual-mual pada Pasien mengatakan usia kehamilan saat ini 35-
trimester 1, pasien mengatakan pada usia 36 minggu, mual dan muntah saat awal
kehamilan 8 minggu ada kelainan jantung tapi kehamilan sampai usia 4 bulan, gerakan janin
setelah melahirkan normal kembali , Gerakan dirasakan pertama kali sekitar bulan ke 5, tidak
janin dirasakan ketika usia kehamilan 4bulan, dilakukan imunisasi TT. ANC dilakukan
ANC teratur, USG rutin tiap bulan, selama teratur sesuai usia kehamilan di dr. Dwiwahyu
hamil pasien mengkonsumsi obat-obatan untuk Dian. Sp.Og. Pemeriksaan USG dilakukan
hipertensi, DM, jantung dan vitamin-vitamin tiap1 kontrol (tiap bulan), obat yang
ibu hamil dikonsumsi selama hamil yaitu folamil genio
1x1 tab dan vit D3 1000 1x1 tab. Peningkatan
BB saat hamil 11 kg dari 42 kg ke 53 kg
Ginekologi Riwayat Menstruasi : Pertama menstruasi saat Riwayat Menstruasi :
usia 13 tahun, siklus nya 29-30 hari, tidak ada Pasien mengatakan menarche usia 13 tahun,
keluhan saat menstruasi. HPHT 13 Desember dengan siklus 28 hari, tidak ada gangguan haid,
2022 HPHT 07 Februari 2023 (HPL 14 November
Riwayat Keluarga Berencana : pernah 2023).
menggunakan IUD tapi dilepas karena ada
infeksi, setelah melahirkan pasien masih
bingung apakah akan menggunakan IUD Riwayat Keluarga Berencana :
Kembali atau menggunakan KB suntik. Pasien mengatakan Riwayat KB menggunakan
Riwayat Pernikahan : Usia menikah 21 tahun, suntik per 3 bulan selama 2 tahun, tidak ada
usia suami 24 tahun, dan merupakan pernikahan keluhan saat menggunakan KB suntik, untuk
pertama bagi keduanya. saat ini rencana akan menggunakan KB suntik
3 bulan kembali.
Riwayat Pernikahan :
Pasien mengatakan menikah di usia 28 tahun.
Belum pernah menikah sebelumnya, saat ini
usia pernikahan dengan suaminya berjalan 9
tahun.

Tabel 3.3 Tabel Hasil Observasi dan Pemeriksaan Fisik


Observasi dan Pasien 1 Pasien 2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Compos Mentis, GCS 15 Compos Mentis, GCS 15
TTV TD : 130/80 mmHg TD : 100/60 mmHg
N : 60x / menit HR : 98 x/ menit
RR : 20x / menit RR : 20 x/ menit
S : 37,0 C S : 37,0 C
SpO2 : 97 % SpO2 : 98 %
BB & TB 62 Kg & 161 Cm 53 Kg & 150 cm
Sistem Pernafasan RR 20x/menit, Suara paru vesikuler, pola nafas regular I:E ratio 1:2, pengembangan
pengembangan pasru simetris, tidak terdapat paru simetris, suara nafas vesikuler, RR 20
pernafasan cuping hidung x/menit tidak ada PCH
Sistem Kardiovaskuler Nadi 60x/menit, konjugtiva anemis, CRT < 3 Sistem Kardiovaskuler : nadi teraba kuar dan
detik, Tekanan darah 130/800mmHg, tidak ada regular, konjungtiva tidak anemis, warna bibir
edema pada eksremitas bawah, tidak terdapat merah muda, tidak ada peningkatan jpv, CRT
varises, tidak ada peningkatan JVP, akral 2 detik detik, tidak ada oedema ekstremitas,
hangat, tidak ada hemoroid Homan sign’s negative, tidak ada varises
ektremitas atas dan bawah, akral teraba hangat
dan tidak ada hemoroid
Sistem Pencernaan Bibir lembab, mulut bersih, tidak ada bau Sistem Pencernaan : mukosa bibir lembab,
mulut, gigi tidak ada karies maupun bolong, tidak terdapat bau mulut, gigi tampak bersih,
bising usus 11x/menit bising usus 10 x/menit, pola BAB 1-2 hari
sekali, tidak ada mual, nafsu makan baik
Sistem Perkemihan Pada saat dipalpasi kandung kemih kosong, Sistem Perkemihan : kandung kemih teraba
terpasang DC urin 200cc/4jam kosong, terpasang folley catheter, urine
tampak jernih
Sistem Persarafan Fungsi pendengaran baik, pengecapan baik, Sistem Persarafan : fungsi pendengaran
penciuman baik, dan penglihatan baik, bisa normal, pasien mampu mencium dan
merasakan sensasi, tidak ada kram pada membedakan bau- bauan, penglihatan normal
ekstremitas bawah. Reflek patella (+) tidak ada minus maupun plus, pengecapan
normal pasien mampu merasakan manis, asin,
pahit dan asam makanan, sensasi di wajah
tidak ada ada keluhan, tidak ada kram
ekstremitas, reflek patella positif
Sistem Endokrin Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Sistem Endokrin : tidak terdapat perbesaran
dan thyroid kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening,
terdapat produksi kolostrum berwarna bening
Sistem Reproduksi Mamae : putting menonjol, areola tampak Mamae : payudara simetris, tidak ada
hitam, saat dipalpasi payudara hangat, tidak ada pembengkan, payudara teraba hangat, tidak
nyeri tekan. terdapat nyeri tekan, bentuk putting menonjol
Uterus : TFU 1 jari diatas simfisis keluar, puting tampak bersih, tidak ada
Vulva : Terlihat sedikit kotor dengan pembengkakan payudara, payudara teraba
mengeluarkan darah bewarna merah terdapat lembek, terdapat pengeluaran kolostrum ketika
pengeluaran darah berwarna merah, diapers aerola ditekan, pasien sudah mencoba menyusi
penuh -+ 30cc tidak terdapat pembengkakan, anaknya dengan posisi berbaring, tapi tampak
tidak ada kebiruan dan tidak ada pengeluaran perlekatan mulut bayi belum optimal dan bayi
cairan belum dapat menghisap ASI dengan kuat.
Uterus : tinggi vundus uteri 1 jari di bawah
pusat, uterus teraba keras,
Vulva : vulva tampak bersih, tidak ada
keputihan tidak ada jamur, terdapat lochea
rubra sekitar 40 cc, warna merah kehitaman
bau amis. Ketika hamil pasien mengatakan
mengganti celana dalam 2x sehari dan terbiasa
cebok menggunakan air bersih dari arah depan
kebelakang
Sistem Musculoskeletal Ekteremitas atas : terpasang infus RL ditangan Ekteremitas atas : terpasang infus RL ditangan
kiri, tetesan infus lancar area penusukan tidak kiri, tetesan infus lancar area penusukan tidak
terdapat tanda tanda flebitis terdapat tanda tanda flebitis
Ekstremitas bawah : reflek patela (+), human’s Ekstremitas bawah : reflek patela (+), human’s
sign(-), CRT < 3 detik, akral hangat. Tidak sign(-), CRT < 3 detik, akral hangat. Tidak
terdapat edema pada ekstremitas bawah, reflek terdapat edema pada ekstremitas bawah, reflek
patela (+), human’s sign(-), CRT < 3 detik, patela (+), human’s sign(-), CRT < 3 detik,
akral hangat akral hangat
Sistem Integumen Terdapat linia nigra, striae gravidarum, dan Sistem Integumen : tidak terdapat
terdapat luka operasi sepanjang 10cm di tutup hiperpigmentasi pada daerah leher dan wajah,
dengan kassa, tidak terdapat pengeluaran cairan dibagian perut terdapat linea nigra, terdapat
strae gravidarum diperut berwarna putih.
Terdapat hiperpigmentasi area aerola.
Terdapat luka operasi sepanjang +- 25 cm
ditutup dengan kasa, tidak terdapat keluaran
cairan dari luka, kassa bersih, tidak tampak
kemerahan area sekitar luka operasi.

Tabel 3.4 Riwayat ADL (Activity Daily Living)


Aktivitas Pasien 1 Pasien 2
Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi 3x sehari 3x sehari
- Jenis Nasi, lauk Nasi, lauk
- Makanan yang Semua suka Semua suka
disukai
- Makanan yang
tidak disukai
- Makanan Tidak ada Tidak ada
pantangan/alergi
- Porsi makan
b. Minum Tidak ada Tidak ada
- Jumlah Cukup 1 porsi
- Jenis
±7-8 gelas ±8-12 gelas
Air putih Air putih, jus, susu
Eliminasi
a. BAB Belum BAB
1. Frekuensi 1x sehari -
2. Warna Kecoklatan -
3. Bau Berbau -
4. Konsistensi Lunak, kadang keras
5. Keluhan Tidak ada Folley catheter, 600
b. BAK cc/ 6 jam
- Frekuensi ±7 kali Kuning jernih
400cc/6jam Bau khas urine
- Warna Kuning jernih Tidak ada
- Bau Berbau
- Konsistensi Cair
- Keluhan Tidak ada keluhan
Personal hygiene
1. Mandi Belum dilakukan Belum dilakukan
2. Gosok gigi Belum dilakukan Belum dilakukan
3. Keramas Belum dilakukan Belum dilakukan
4. Kuku Pendek dan bersih Pendek dan bersih
5. Vulva hygiene Menggunakan diapers Menggunakan diapers
(perdarahan +30 cc) (perdarahan +50 cc)
Istirahat tidur
a. Waktu tidur Malam Malam
b. Lama tidur/hari 6-7 jam sehari 8 jam malam, 1 jam siang
c. Kebiasaan pengantar Tidak ada Tidak ada
tidur
d. Kebiasaan saat tidur Tidak ada Tidak ada
e. Kesulitan dalam hal Tidak ada Sering terbangun karena
tidur nyeri
Gaya hidup
a. Kegiatan dalam Ibu rumah tangga Bedrest karena nyeri luka
pekerjaan Tidak ada post op, mobilisasi jalan.
b. Olahraga
c. Kegiatan diwaktu Mengurus rumah
luang
Ketergantungan fisik Membutuhkan bantuan Membutuhkan bantuan
Sebagian karena nyeri Sebagian karena nyeri luka
luka post op SC post op SC

Tabel 3.5 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang


Laboratorium
Pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2 Nilai Rujukan
Hemoglobin 8,8 g/dL 12.4 g/dL 12 – 16 gr/dl
Leukosit 25,020sel/uL 26.990 sel/uL 4000-10.000 sel/uL
Hematokrit 27,2% 36.4 % 37-47%
Trombosit 190.000/ uL 307.000 sel/uL 150.000-450.000
sel/uL
Gula Darah Sewaktu 113mg/dL - 110-140

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Pasien 1 Pasien 2
Radiologi - dimensi ruang-ruang Tidak ada
jantung normal
- mild concentric LVH
- Fungsi sistolik global
dan segmental LV
normal
- LVEF 65%
- Fungsi diastolik normal
- Katup-katup baik
- Kontraktilitas RV
normal
- Low PH probability
Tabel 3.6 Terapi Farmakologi
Pasien 1
Nama Obat Dosis Rute Indikasi

Durogesic 12,5 mcg/h Untuk meredakan nyeri

Bisoprolol 2,5 mg PO Untuk mengatasi hipertensi

Isoptin 240 mg Untuk mencegah terjadinya aritmia

Ceftriaxone 1gr Antibiotic, unrtuk menghambat


pertumbuhan bakteri penyembab infeksi
dalam tubuh

Asam 500 gram PO Untuk meredakan nyeri dan memberi rasa


mefenamat nyaman

Cefixime Cap 200 mg Antibiotic untuk mengobati berbagai macam


infeksi

Dopamet 250 mg Obat untuk menurunkan tekanan darah


(hipertensi)

Pasien 2
Jenis Dosis Rute Waktu Kegunaan
Terapi

Ceftazidime 1x 2 gr iv Jam 06.00 Ceftazidme termasuk dalam antibiotic sefalosporin generasi ketiga. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri yang dibutuhkan untuk hidup
sehingga bakteri mati.

Nacl 0.9% 1000 IV Pemberian Norages adalah sediaan obat dengan kandungan metamizole digunakan untuk mengatasi
+ Norages cc/ 24 1 labu saja nyeri sedang hingga berat termasuk pasca operasi. Bekerja dengan cara menghalangi
1000 mcg + jam sintesis pyrogen endogen sehingga menghasilkan efek anti nyeri serta antiperadangan.
fentanyl Begitupun fentanil bekerja dengan cara memblokir sinyal rasa sakit dalam otak.
200 mcg

Asam 3x1 PO 08-14-20 Asam mefenamat merupakan obat yang termasuk dalam golongan anti inflamasi non
mefenamat steroid sebagai anti nyeri tingkat ringan hingga sedang, dengan cara reversible
menghambat siklooksigenase -1 dan -2 (COX-1 dan -1), mengakibatkan penurunan laju
(mulai tgl.
sintesis prostaglandin (sifat analgesic), antiinflamasi dan antipiretik.
11/10/23)

Cefadroxil 2x1 PO 08-20 Cefadroxil merupakan antibiotic golongan Cefalosporin yang bekerja dengan cara
mengikat 1 atau lebih protein pengikat penisilin (PBPs) yang pada gilirannya menghalangi
(mulai tgl
langkah trfanspetidasi akhir sintesis peptidoglikan di dinding sel bakteri, sehingga
12/10/23)
menghambat biosistesis dinding sel yang mengakibatkan lisis bakteri.

Tabel 3.7 Aspek Psikososial dan Spiritual


Pasien 1 Pasien 2
Pola pikir dan persepsi Pasien senang kelahiran bayinya, pasien dan suami Pasien mempunyai pola pikir terbuka dimana pasien
tidak mempermasalahkan jenis kelamin yang selalu rutin memeriksakan kehamilannya juga
penting bayi sehat, pasien mengatakan akan melahirkan di rumah sakit. Pasien menanyakan terkait
menyusui sampai 2 tahun, pasien mengatakan cara perawatan payudara dan khawatir karena bayinya
belum pernah mendapatkan informasi tentang belum dapat menghisap putting dengan baik, juga
perawatan payudara, pasien mengatakan belum khawatir produksi ASI nya sedikit. Pasien juga tidak
mengetahui cara melakukan perawatan payudara. mempunyai pantangan-pantangan yang berhubungan
dengan budaya
Persepsi diri Pasien mengatakan ingin cepat pulih dan pulang Selama perawatan pasien mengatakan lega karena
kerumah berkumpul bersama keluarganya operasinya berjalan dengan lancar, pasien mengatakan
ingin cepat sembuh dari nyeri post operasinya dan
ingin segera pulang kerumah berkumpul dengan
keluarganya
Konsep diri Pasien mengatakan sekarang sudah menjadi Pasien menerima dan senang karena dia menjadi
seorang ibu, yang wajib melakukan tanggung seorang ibu dari kedua anaknya yang berarti dia
jawab sebagai ibu kepada anaknya dan sebagai merasa sempurna menjadi seorang perempuan karena
istri kepada suaminya. telah melahirkan
Gaya komunikasi Pasien kooperatif saat berkomunikasi dengan Pasien berkomunikasi secara baik dengan perawat,
perawat, komunikasi dua arah dan menggunakan menjawab setiap pertanyaan yang diberikan perawat
Bahasa Indonesia juga terbuka kepada perawat. Gaya komunikasi pasien
terbuka dan terarah
Aspek Spiritual Pasien belum melakukan ibadah karena masih Pasien beragama Islam. Setelah melahirkan, pasien
dalam masa nifas mengaku belum melakukan ibadah apapun selain
mendengarkan bacaan qur’an yang diputar melalui
speaker dan HP

Tabel 3.8 Analisa Data


Data Etiologi Masalah
Pasien 1 Post operasi SC hari ke 1 Nyeri akut
DS : ↓
- Pasien mengatakan Luka post operasi
nyeri luka bekas ↓
operasi Jaringan terputus

DO : Merangsang area sensorik
Tampak luka bekas SC motoric
sekitar 10 cm dibalut ↓
perban Nyeri luka pada operasi
Pasien tampak meringis ↓
TD : 130/80 mmHg Nyeri akut
N : 60x / menit
RR : 20x / menit
S : 37,0 C
SpO2 : 97 %
Pemberian obat asam
mefenamat
Pasien 2
DS:
- Pasien mengatakan nyeri
luka operasi
- Nyeri seperti disayat-
sayat benda tajam
- Nyeri bertambah bila
merubah posisi miring
kanan dan kiri
- Pasien mengatakan Skala
nyeri 4 (1-10)
- Pasien mengatakan
setelah oprasi tidur siang
sering terbangun karena
nyeri
DO:
- Wajah pasien terlihat
meringis saat berubah
posisi miring kanan
miring kiri
- Terdapat luka operasi
sepanjang 25 cm
didaerah perut.
- Bersikap protektif Ketika
akan dilakukan
pemeriksaan area perut
- Terapy terpasang Nacl
0.9 % + fentanyl 200
mcg + norages 1000 mcg
15 tetes per menit.
TTV :
TD : 100/60 mmHg
HR : 98x/ menit
RR : 20 x/ menit
S : 37,0 C
SpO2 : 98 %

Pasien 1 Post Partum Nifas Risiko perdarahan


DS : - ↓
DO : Progesterone meningkat
- TFU 2 jari dibawah dan Estrogen menurun
pusat ↓
- Kontraksi uterus teraba Prolactin ↑
keras ↓
- Perdarahan pervaginam Kontraksi uterus
50 cc ↓
- Hemoglobin 8,8 g/dL Involusi
- Hematokrit 27,2% ↓
TD : 130/80 mmHg Tidak adekuat (Atonia
N : 60x / menit Uterus)
RR : 20x / menit ↓
S : 37,0 C Perdarahan
SpO2 : 97 % ↓
Pasien 2 Risiko perdarahan
DS :
-pasien mengatakan perut
terasa kram.
DO :
- Terdapat lochea rubra
sebanyak 40 cc,
kontraksi uterus baik
- TFU 1 jari dibawah
pusat

Pasien 1 Luka sc Resiko infeksi


Ds : ↓
- Pasien mengatakan Kuman pathogen dari luar
nyeri luka operasi ↓
Do : Reaksi jarigan terhadap
- Terdapat luka sc inflamasi kuman pathogen
sepanjang 10 cm ↓
- Tindakan invasive post Resiko infeksi
partum sc
Pasien 2
DS :
- Pasien mengatakan
nyeri luka operasi skala
4 (0-10)
DO :
- Tampak luka operasi
sepanjang 25 cm
didaerah perut tertutup
verban.
- Nilai lekosit tinggi
26.990
- Terapy ceftazidime 1x2
gr iv
- Terpasang Folley
catheter

Pasien 1 Post partum sc Menyusui Tidak Efektif


DS : ↓
- Pasien mengatakan Perubahan fisiologis system
belum pernah endokrin
mendapatkan informasi ↓
tentang perawatan Estrogen menurun
payudara. ↓
- Pasien mengatakan Produksi prolactin menurun
belum mengetahui cara ↓
Kurang pengetahuan
melakukan perawatan tentang manajemen laktasi
payudara. ↓
DO : Posisi menyusui dan
- Pasien terlihat menyusui perlekatan masih salah
bayinya, namun posisi ↓
menyusui masih salah Isapan bayi tidak adekuat
- Tampak pelekatan saat ↓
menyusui salah ASI tidak keluar
Pasien 2 ↓
DS : Menyusui Tidak Efektif
- Pasien mengatakan
khawatir ASI nya
kurang
- Pasien mengatakan bayi
tidak mau menghisap
putting.
- Pasien menanyakan cara
perawatan payudara
- Pasien mengatakan
masih lelah setelah post
SC
DO :
- Produksi kolostrum
sudah ada
- Mamae teraba lembek
- Posisi menyusui belum
efektif
- Perlekatan putting saat
menyusui belum
adekuat
- Bayi belum menghisap
dengan kuat

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d post partum SC hari ke 1 d.d adanya nyeri diluka operasi
2. Risiko perdarahan b.d komplikasi pasca partum
3. Risiko infeksi b.d post partum SC
4. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan refleks menghisap bayi d.d Pasien terlihat menyusui bayinya, namun posisi
menyusui masih salah, dan pelekatan saat menyusui sala
B. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Nyeri Akut b.d. agen Setelah intervensi keperawatan Manajemen Nyeri


pencedera fisik (prosedur selama 2x24 jam diharapkan
Observasi
operasi SC) d.d. pasien tingkat nyeri menurun dengan
mengatakan nyeri di luka kriteria hasil : 1. Identifikasi karakteristik nyeri 1. Mengidentifikasi
operasi (daerah perut (lokasi, durasi, intensitas, karakteristik nyeri bertujuan
1. Kemampuan menuntaskan
bagian bawah), skala nyeri kualitas, skala) untuk mengetahui bagaimana
aktivitas meningkat
4 (1-10), nyeri terasa 2. Identifikasi respon non verbal nyeri yang dirasakan pasien
2. Keluhan nyeri menurun
seperti disayat-sayat benda 3. Identifikasi faktor yang agar bisa menentukan
3. Meringis menurun
tajam, nyeri bertambah memperberat dan memperingan tindakan yang harus
4. Frekuensi nadi membaik
saat berubah posisi miring nyeri diberikan apa
5. Pola tidur membaik
kanan-kiri dan tidur siang 2. Respon nyeri nonverbal dapat
Terapeutik
sering tebangun karena memvalidasi respon verbal
nyeri, wajah pasien 4. Berikan terapi nonfarmakologis nyeri yang dikatakan oleh
nampak meringis saat berupa teknik nafas dalam dan pasien.
berubah posisi, bersikap murotal al-quran dengan surat 3. Dapat menghindari factor-
protektif Ketika akan Ar-Rahman 78 ayat selama + 20 faktor yang memperberat
diperiksa area perut, menit. nyeri agar skala nyeri tidak
terdapat luka operasi 5. Control lingkungan yang meningkat.
sepanjang 25 cm di memperberat rasa nyeri (misal 4. terapi murottal Ar-Rahman
abdomen suhu ruangan, pencahayaan, dikombinasikan dengan
kebisingan) napas dalam dapat
menurunkan nyeri pada
6. Fasilitasi istirahat dan tidur pasien post SC. Seperti hal
nya music, terapy murrotal
Edukasi
Hal ini terjadi karena musik
7. Ajarkan pasien do’a menghadapi dapat memproduksi zat
rasa sakit endorphin dan bekerja pada
sistim limbik dihantarkan
Kolaborasi
kepada sistem saraf dan
8. Kolaborasi dengan dokter untuk merangsang organ-organ
pemberian Nacl 0.9 % + fentanyl tubuh untuk memproduksi
200 mcg + norages 1000 mcg 15 sel-sel yang rusak akibat
tetes per menit. pembedahan sehingga nyeri
berkurang. (Wahyuningsih
dan Khayati, 2021)
5. Lingkungan yang nyaman
dan minim distraksi dapat
mengurangi factor pemberat
nyeri
6. istirahat dan tidur dapat
meningkatkan hormon
endorphine sehingga pasien
lebih rileks dan membantu
pasien memperingan nyeri
7. doa adalah salah satu teknik
non farmakologi yang
mengarah kesehatan fisik ke
yang lebih baik, mengurangi
rasa sakit, meningkatkan
respons imun, memperbaiki
kesejahteraan emosional, dan
memperkuat pertumbuhan
spiritual (Tina, 2021).
8. Norages adalah sediaan obat
dengan kandungan
metamizole digunakan untuk
mengatasi nyeri sedang
hingga berat termasuk pasca
operasi. Bekerja dengan cara
menghalangi sintesis pyrogen
endogen sehingga
menghasilkan efek anti nyeri
serta antiperadangan.
Begitupun fentanil bekerja
dengan cara memblokir
sinyal rasa sakit dalam otak.

2. Risiko perdarahan d.d Setelah intervensi keperawatan Perawatan pasca secsio sesaria
pasien mengatakan kadang selama 2x24 jam diharapkan
Observasi 1. Riwayat kehamilan dan
kram area perut bawah, status pasca partum membaik
persalnan yang bermasalah dapat
TFU 1 jari dibawah pusar, dengan kriteria hasil : 1. identifikasi Riwayat kehamilan
bersiko meningkatan perdarahan
kontraksi uterus teraba dan persalinan
kuat, lochea rubra 40cc 1. Sirkulasi perifer meningkat pasca partum
2. Perdarahan vagina menurun 2. monitor tanda vital ibu 2. Tanda tanda vital terutama
tekanan darah dan frekuensi serta
3. jumlah lochea membaik
kekuatan pulsasi dapat
3. monitor tinggi fundus uteri,
4. warna lochea membaik memberikan gambaran kondisi
involusio uteri, pengeluaran
hemodinamik pasien, apakah
lochea dan perdarahan jalan lahir
stabil atau menunjukkan tanda-
tanda syok
4. monitor respon fisiologis (mis.
3. kontraksi uterus yang tidak
Nyeri, perubahan uterus,
adequat atau adanya atonia uteri
kepatenan jalan nafas dan lokea)
akan menyebabkan perdarahan,
Terapeutik
dikarenakan tidak adanya
5. Diskusikan perasaan, pertanyaan vasokontriksi dari pembuluh
dan perhatian pasien terkait darah.
pembedahan.
4. respon fisiologisperlu dimnitor
Edukasi
untuk menentukan intervensi
6. Informasikan pada ibu dan yang cepat dan tepat bagi pasien
keluarga tentang kondisi ibu dan
6. hal ini dapat menurunkan
bayi.
kecemasan pasien sehingga
7. Ajarkan Latihan ekstremitas,
memperbaiki status pasca partum
perubahan posisi, batuk dan
pasien
nafas
7. Informasikan secara jelas
1. terkat kondisi ibu dan bayi, untuk
menghindari kecemasan dan
kebingungan pasien, serta
melibatkan pasen dan keluarga
dalam rencana perawatan ibu dan
bai selanjutnya
8. hal-hal ini penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya
dehisensi luka operasi akibat
tekanan yang terlalu keras akibt
perubahan posisi, atuk dan
tarikan napas yang terlalu keras

3. Risiko infeksi d.d. luka Setelah intervensi keperawatan Pencegahan Infeksi


post op di abdomen selama 2x24 jam diharapkan
Observasi
Panjang 25 cm tertutup tingkat infeksi menurun dengan
verband, terpasang folley kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Tanda infeksi dapat terlihat
catheher, terdapat nyeri lokal dan sistemik dengan adanya rubor
1. Demam menurun
area luka oprasi skala 4 2. Monitor kondisi luka dan dan (kemerahan), kalor (panas),
2. Kemerahan menurun
balutan tumor (bengkak) dan dolor
3. Nyeri menurun
(nyeri)
4. Bengkak menurun
Terapeutik
5. Kadar sel darah putih 2. kondisi luka dan balutan yang
m 3. Batasi jumlah pengunjung baik, menunjukkan proses
e 4. Berikan perawatan pada luka penyembuhan luka efektif, serta
m operasi dengan mempertahankan perdarahan luka yang terjadi
ba teknik steril pada area luka minimal
ik 5. Cuci tangan sebelum dan
3. Tingginya jumlah pengunjung
sesudah kontak dengan pasien
dapat meningkatkan risiko
dan lingkungan pasien
penyebaran infeksi / kontaminasi
6. Pertahankan teknik aseptic pada
yang dibawa oleh pengunjung
pasien berisiko tinggi
dari luar kepada pasien
Edukasi
4. Perawatan luka yang tepat
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
dengan mempertahankan teknik
8. Ajarkan cara mencuci tangan
steril dapat mencegah terjadinya
dengan benar
infeksi dan meningkatkan proses
9. Anjurkan meningkatkan asupan
penyembuhan luka
nutrisi
10. Anjurkan meningkatkan asupan 5. Cuci tangan dapat
cairan menghilangkan mikroorganisme
11. Edukasi perawatan personal penyebab penyakit yang dapat
hygiene. menyebabkan infeksi pada luka
Kolaborasi operasi
12. Kolaborasi pemberian antibiotic 6. Teknik aseptic penting
ceftazidme 1x2 gr iv dilakuka untuk meminimalkan
risiko terjadinya infeksi pada
luka operasi
7. Pasien perlu diedukasi terkait
tanda dan gejala infeksi untuk
mendeteksi sejak dini jika
terdapat masalah pada luka
operasi untuk mencegah
terjadinya infeksi yang lebih
berlanjut
8. Cuci tangan dapat
menghilangkan mikroorganisme
penyebab penyakit yang dapat
menyebabkan infeksi pada luka
operasi
9. Kecukupan nutrisi memiliki
peranan penting dalam proses
penyembuhan luka
10. Status cairan yang cukup
dapat mencegah dehidrasi,
sehingga memaksimalkan
volume sirkulasi dan aliran urie
11. Ceftazidme termasuk dalam
antibiotic sefalosporin generasi
ketiga. Obat ini bekerja dengan
cara menghambat pembentukan
dinding sel bakteri yang
dibutuhkan untuk hidup sehingga
bakteri mati.

4. Menyusui tidak efektif b.d Setelah intervensi keperawatan Edukasi menyusui


kurang terpapar informasi selama 2x24 jam diharapkan
Observasi
d.d pasien menanyakan tingkat pengetahuan meningkat
bagaimana cara perawatan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan 1. ibu-ibu membutuhkan bantuan
payudara yang benar kemampuan menerima dan informasi serta dukungan
1. Perilaku sesuai anjuran
setelah melahirkan, informasi agar dapat merawat payudara
meningkat
perlekatan bayi belum 2. Identifikasi tujuan atau
2. Verbalisasi minat dalam secara benar untuk
efektif, menghisap belum keinginan menyusui
belajar meningkat mempersiapkan ASI pada saat
kuat, produksi kolostrum Terapeutik
3. Kemampuan menjelaskan menyusui, sehingga menambah
sudah ada, mamae lembek
pengetahuan tentang suatu 3. Sediakan materi dan media keyakinan bahwa mereka dapat
topik meningkat Pendidikan Kesehatan menyusui bayinya dengan baik
4. Kemampuan menggambarkan 4. Memberikan teknik non- dan mengetahui fungsi dan
pengalaman sebelumnya yang farmakologis (terapi pijat manfaat perawatan payudara
sesuai dengan topik meningkat akupressur) untuk (Nurhayati, 2020)
5. Perilaku sesuai dengan melancarkan asi
2. Mengidentifikasi faktor-faktor
pengetahuan meningkat 5. Dukung ibu meningkatkan
yang meningkatkan motivasi
6. Pertanyaan tentang masalah kepercayaan diri dalam
dapat memacu semangat
yang dihadapi menurun menyusui
merubah perilaku sehat
7. Persepsi yang keliru terhadap 6. Jadwalkan Pendidikan
masalah menurun Kesehatan sesuai 3. Dengan adanya materi dan
kesepakatan media dapat memperjelas
7. Berikan kesempatan untuk penyampaian pendidikan
bertanya Kesehatan
Edukasi
4. Akupresur akan meredakan
8. Berikan konseling menyusui ketegangan dan menimbulkan
9. Jelaskan manfaat menyusui relaksasi otot pada tubuh, begitu
bagi ibu dan bayi bunda yang mengalami masalah
10. Ajarkan 4 posisi menyusui psikologis akan merasa rileks dan
dan perlekatan dengan benar hal ini pada akhirnya akan
11. Ajarkan perawatan payudara membawa emosi positif.
post partum. Keadaan relaksasi yang dirasakan
● Pengurutan 1 yaitu ibu akan meningkatkan
tempatkan kedua
kenyamanan ibu, sehingga
telapak tangan diatasmeningkatkan refleks let-down
kedua payudara, arah dan meningkatkan kadar hormon
urutan dimulai ke prolaktin dan oksitosin. Titik
arah atas kemudian keakupresur untuk laktasi juga
samping (telapak
dapat merangsang produksi
tangan kiri ke arah hormon prolaktin dari otak, yang
sisi kiri, telapak
pada akhirnya dapat
tangan kanan menuju mempengaruhi kuantitas ASI
ke sisi kanan). Arah diproduksi (Indrayani et al.,
gerakan yang terakhir2022)
adalah melintang
5. Ibu membutuhkan bantuan dan
kemudian dilepas
informasi serta dukungan agar
perlahan – lahan.
dapat merawat payudara secara
● Pengurutan 2 yaitu benar untuk mempersiapkan ASI
satu telapak tangan pada saat menyusui, sehingga
menopang payudara, menambah keyakinan bahwa
sedang tangan lainnya mereka dapat menyusui bayinya
mengurut payudara dengan baik dan mengetahui
dari pangkal menuju fungsi dan manfaat perawatan
puting susu. payudara (Nurhayati, 2020).
● Pengurutan 3 yaitu
6. Dengan adanya kesepakatan
merangsang payudara
waktu pendidikan kesehatan
dengan cara kompres
pasien lebih siap dan tidak
kedua payudara
mengganggu waktu pasien
dengan air hangat,
kemudian air dingin 7. Kesempatan bertanya
dan air hangat. meningkatkan pemahaman
● Bersihkan minyak / pasien tentang materi pendidikan
baby oil yang kesehatan
menempel pada
8. Dengan konseling menyusui
sekitar payudara
ibu paham untuk meningkatkan
dengan air hangat
produksi ASI, cara menyusui
kemudian keringkan
yang benar.
dengan handuk
bagian atas. 9. Pemberian ASI eksklusif pada
● Gunakan BH khusus bayi baru lahir merupakan salah
untuk menyusui dan satu upaya untuk mencegah
menyokong. penyakit infeksi, masalah kurang
(Nurahmawati et al., gizi, dan kematian pada bayi dan
2021) balita, karena ASI merupakan
nutrisi lengkap untuk bayi, yang
dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, karena ASI mengandung
zat antibodi serta dapat
melindungi bayi dari serangan
alergi (Ibrahim & Rahayu, 2021)
10.Teknik perlekatan yang benar
saat menyusui adalah dengan
rumus AMUBIDA, yaitu:
A : Aerola, memasukkan sebagian
besar Aerola bagian bawah ke
mulut bayi.
Mu: Mulut terbuka lebar, Ketika
ibu memasukkan puting dan
aerola kedalam mulut bayi,
pastikan mulut harus terbuka
lebar,
Bi: Bibir harus 'dower, Saat
menghisap puting, bibir bayi
harus terbuka dower ke
bawah, sehingga Aerola
sebagian besar bagian
bawahnya masuk ke dalam
mulut bayi.
Da: Dagu menempel ke
payudara
Pentingnya memposisikan
Dagu menempel ke payudara
ibu agar hidung bayi tidak
tertutup.(Kemenkes RI, 2022)
11, Perawatan payudara dapat
memberikan rangsangan pada
otot-otot payudara untuk
memperlancar ASI yang
mempengaruhi hypofise untuk
mengeluarkan hormone
oksitosin. Pengeluaran
oksitosin selain dipengaruhi
oleh isapan bayi, juga oleh
reseptor yang terletak pada
ductus. Bila ductus melebar,
maka secara reflektoris
oksitosin dikeluarkan oleh
hipofisis. Hormon oksitosin
akan menimbuklan kontraksi
pada sel-sel lain sekitar
alveoli sehingga air susu
mengalir turun kearah putting
secara mekanik, pemijatan
atau penekanan pada
payudara akan membantu ASI
keluar dari alveoli dan seluruh
ductus. Semua gerakan
pemijatan bermanfaat
melancarkan pengeluaran ASI
dan merupakan cara efektif
meningkatkan volume ASI,
serta mencegah bendungan
ASI. Perawatan payudara juga
memperlancar sirkulasi darah
dan mencegah tersumbatnya
saluran susu sehingga
mempercepat sekresi ASI.
(Indrayani & Ph, 2019)

C. Implementasi dan Evaluasi


Hari/Tanggal Implementasi dan Evaluasi Pasien 1 Implementasi dan Evaluasi Pasien 1
Implementasi Evaluasi Implementasi Evaluasi
Pasien 1 1. Mengidentifikasi DX 1 - Mengidentifikasi factor S: pasien mengatakan
06-10-23 lokasi, karakteristik, S: yang dapat nyeri berkurang skala 3
Pasien 2 durasi, frekuensi, - pasien megatakan memperberat dan (0-10)
10 Oktober kualitas, intensitas, nyeri dibagian memperingan nyeri O:
2023 skala nyeri, serta perut bekas SC, R: menurut pasien k/u sakit sedang TD
factor yang dapat nyeri dirasakan bertambah jika gerak 110/80mmhg. HR:
memperberat dan ketika bergerak - Menganjurkan pasien 90x/mnt RR: 18x/mnt
memperingan nyeri - Skala nyeri 5 untuk mobilisasi Suhu 37,2c Spo2: 95%.
Respon : Pasien O: bertahap agar proses Luka post op SC di
mengeluh nyeri luka - Bekas luka penyembuhan luka baik abdomen tertutup
bekas SC. Nyeri tertutup kasa, dan nyeri mulai verban, tidak ada
bertambah apabila tidak ada rembes terkontrol hari ini rembesan, dan
bergerak dan - Kontraksi uterus mika-miki. R: pasien kemerahan
berkurang jika duduk teraba keras mengerti dan akan Mamae lembek
dan berbaring dengan - TFU sepusat mencoba mobilisasi simetris, putting
nyaman, dan menarik TD : 100/70 mika-mikimemberikan menonjol, kolostrum
nafas dalam. Skala mmHg dan melakukan edukasi sudah ada, menyusui
nyeri 5 (sedang). N : 80x / teknik non belum efektif
Nyeri dirasakan perih . menit farmakologis untuk Kontraksi uterus teraba
Nyeri berfokus dan RR : 18x / mengurangi rasa nyeri kuat, TFU 1 jari
tidak menyebar. Nyeri menit terutama bila berubah dibawah pusar
dirasakan sesekali S : 35,5 C posisi: teknik nafas Blass kosong, BAK via
apabila bergerak SpO2 : 90 % dalam dan murotal al- f.catheher urine jernih,
terlalu lama quran dengan surat Ar- D=0,6cc/kgbb/jam (6
2. Memonitor tanda – A: Masalah nyeri belum Rahman 78 ayat selama jam)
tanda vital + 20 menit. Dan Bising usus 10x/mnt,
Respon : TD : 130/80 teratasi mengajarkan doa nyeri belum BAB, flatus ada ,
mmHg, Nadi : 60 P: Lanjutkan intervensi R: tubuh jadi lebih Lochea rubra 40 cc,
x/menit, RR : 20 rileks skala nyeri tidak ada perdarahan
x/menit, Suhu : 37,0 DX 2 berkurang jadi 3 Homan sign negative
C, SPO : 97% S: pasien mengatakan - Menganjurkan untuk Emosi stabil
3. Memonitor tanda perdarahan pervagina makan selagi makanan A: 1. Nyeri akut belum
homan berkurang hangat untuk teratasi
Respon : Homan sign O: perdarahan pemenuhan nutrisi. 1. Resiko
(-) pasien tidak pervaginam lochea rubra Melakukan edukasi diet perdarahan
mengeluh nyeri ketika +- 30 cc, kontraksi uteru seimbang untuk belum teratasi
pergelangan kaki di keras, TFU 1 jari di penyembuhan luka dan 2. Resiko infeksi
tekuk. bawah pusat prod ASI dan belum teratasi
4. Mengajarkan ibu A: masalah risiko melakukan perhitungan 3. Menyusui tidak
mengurangi masalah perdarahan belum pemenuhan cairan efektif belum
thrombosis vena teratasi tubuh harian. (minimal teratasi
Respon : Pasien P: lanjutkan intervensi 2160cc dalam keadaan) P: lanjutkan intervensi
mengatakan mengerti R: porsi makan habis
penjelasan yang di DX 3 1P, pasien mengerti
sampaikan perawat S: pasien mengatakan pemenuhan carian
5. Memonitor keadaan tidak terasa gatal tubuh harian
lokea maupun panas di area - Melakukan vulva
Respon : Terdapat luka operasi hygiene, dan perawatan
lokea rubra perdarahan O: Terdapat luka post op kateter, edukasi teknik
di pembalut sebanyak tertutup verban, kondisi cebok yang benar,
-+ 20cc. luka baik, rubor (-),
6. Mengajarkan cara tumor (-), kalor (-), dolor mengobservasi lochea.
melakukan vulva (-), tidak ada discharge R: pasien mengerti
hygiene luka akan teknik cebok yang
Respon : Pasien A: masalah risiko infeksi benar, lochea rubra
mengatakan paham teratasi sebagian prod 40cc (3 jam post
dengan penjelasan P: lanjutkan intervensi ganti pembalut)
perawat - Membantu pasien
7. Memonitor keadaan DX 4 menyusui bayinya.
luka bekas SC S : pasien mengatakan R: pasien mengatakan
Respon : luka tertutup pengeluaran asi masih masih kagok karena
perban, tidak ada sedikit posisi berbaring, bayi
tanda-tanda infeksi O : Pasien terlihat masih belum kuat
pada luka menyusui bayinya menghisap.
8. Mengidentifikasi dengan posisi yang - Melakukan Kontrak
kesiapan dan benar, tampak pelekatan waktu untuk edukasi
kemampuan menerima sudah mulai benar, bayi perawatan payudara
informasi terlihat nyaman saat dan teknik akupresure
Respon : Pasien digendong ibu. untuk meningkatkan
mengatakan siap untuk A : Masalah Menyusui produksi ASI setelah
mengikuti penyuluhan Tidak Efektif teratasi pasien bisa mobilisasi
perawatan payudara sebagian duduk,
9. Menyediakan materi P : Lanjutkan R: Pasien sepakat,
dan media Pendidikan Intervensi waktu edukasi besok
kesehatan (Leaflet, siang
alat dan bahan untuk - Mengobservasi TTV
perawatan payudara) 110/80mmhg. HR:
Respon : Alat dan 90x/mnt RR: 18x/mnt
bahan sudah disiapkan Suhu 37,2c Spo2: 95%
10. Mendukung ibu - Membuang urine,
meningkatkan menghitung diuresis
kepercayaan diri 0,6cc/kgbb/jam (6jam)
dalam menyusui
Respon : Pasien
mengatakan bisa
memberikan ASI
eksklusif kepada
bayinya
11. Menjelaskan manfaat
menyusui bagi ibu dan
bayi
Respon : Pasien
memahami manfaat
menysui bagi diri dan
bayinya
12. Mengajarkan
perawatan payudara
post partum (pijat
payudara)
Respon : Pasien dapat
melakukan perawatan
payudara dengan
benar
13. Melakukan tindakan
pijat akupressur
14. Respon : pasien
mengatakan merasa
nyaman tapi
pengeluaran ASI
masih sedikit
Pasien 1 1. Mengidentifikasi DX 1 - Mengobervasi porsi Dx1
07-10-2023 lokasi, karakteristik, S: makan. S: pasien mengatakan
Pasien 2 durasi, frekuensi, - pasien megatakan R: habis 1P nyeri berkurang skala 3
11/10/23 kualitas, intensitas, nyeri sudah mulai - Mengobservasi skala (0-10), sudah ke kamar
skala nyeri, serta berkurang nyeri dan memberi madi untuk BAK dan
factor yang dapat - Skala nyeri 3 therapy asam nyeri terkontrol
memperberat dan O: mefenamat 1 tab. O:
memperingan nyeri - Bekas luka R: obat diminum, k/u sakit sedang ttv
Respon : pasien tertutup kasa, pasien mengatakan TD: 120/70mmhg. HR:
mengeluh nyeri bekas tidak ada rembes skala nyeri 3 bila 91x/mnt RR: 20x/mnt
SC, Skala nyeri 3 - Kontraksi uterus diam, bertambah saat SUh 37,1c A: 1. Nyeri
(sedang). Nyeri teraba keras mobilisasi dari tidur akut belum teratasi
berfokus dan tidak - TFU 1 jari ke duduk, semalam P: lanjutkan intervensi
menyebar. Nyeri diabawah pusat tidur tidak nyenyak
dirasakan sesekali TD : 130/90 sering terbangun Dx 2
apabila bergerak - Pasien mengeluh
terlalu lama mmHg ingin BAK, S: -
2. Memonitor tanda – N : 80x / memotivasi pasien O: perdarahan
tanda vital menit untuk BAK spontan pervaginam lochea
Respon : TD : 130/90 RR : 20x / ke kamar mandi. rubra +- 25 cc,
mmHg, Nadi : 80 menit R pasien bersedia kontraksi uteru keras,
x/menit, RR : 20 S : 36,0 C TFU 2 jari di bawah
x/menit, Suhu : 36,0 SpO2 : 98 % pusat
C, SPO : 98% A: - Mengantar pasien ke A: masalah risiko
3. Memonitor tanda - Masalah nyeri kamar mandi. perdarahan teratasi
homan tertasai sebagian R: BAK spontan, sebagian
Respon : Homan sign P: pasien tampak dapat P: intervensi dihentikan
(-) pasien tidak - lanjutkan mengontrol nyeri
mengeluh nyeri ketika intervensi dengan teknik nafas Dx 3
pergelangan kaki di DX 2 dalam S : pasien mengatakan
tekuk. S: pasien mengatakan tidak ada kemerahan di
4. Mengajarkan ibu perdarahan pervagina - Melakukan edukasi luka maupun gatal
mengurangi masalah berkurang - Hand hygiene O:
thrombosis vena O: perdarahan - ASI eklusive, manfaat k/u sakit sedang TD:
Respon : Pasien pervaginam lochea rubra menyusui, teknik 120/70mmhg. HR:
mengatakan mengerti +- 20 cc, kontraksi uteru menyusui (perlekatan 91x/mnt RR: 20x/mnt
penjelasan yang di keras, TFU 2 jari di dan posisi) SUh 37,1c
sampaikan perawat bawah pusat - perawatan payudara Luka post op SC di
5. Memonitor keadaan A: masalah risiko dan akupresure abdomen tertutup
lokea perdarahan teratasi R: pasien mengerti materi verban, tidak ada
Respon : Terdapat penyuluhan dan dapat rembesan, tidak ada
lokea rubra perdarahan sebagian mempraktekan, mamae tanda-tanda infeksi
di pembalut sebanyak P: lanjutkan intervensi teraba mulai berisi, putting seperti tumor, kalor,
20cc. DX 3 menonjol, produksi dolor, fungsiolesa.
6. Memonitor keadaan S: pasien mengatakan kolostrum ada A : risiko infeksi
luka bekas SC tidak terasa gatal teratasi Sebagian
Respon : luka tertutup maupun panas di area - Mengobservasi TTV, P : lanjutkan intervensi.
perban, tidak ada luka operasi Konut, lochea dan
tanda-tanda infeksi O: Terdapat luka post op diuresis, R, TD : 90/60 Dx 4
pada luka tertutup verban, kondisi mmHg, HR: 88x/m, r: S: pasien mengatakan
7. Menganti perban luka luka baik, rubor (-), 20x/m, s: 37,2 c, spo2: sudah faham terkait cara
Respon : tidak ada tumor (-), kalor (-), dolor 96%, diuresis perawatan payudara
tanda-tanda infeksi (-), tidak ada discharge 0,6cc/kgbb/jam dengan benar
pada luka luka R/ Kontraksi uterus O: pasien Nampak
8. Menyediakan materi A: masalah risiko infeksi teraba kuat, TFU 2 jari memahami materi
dan media Pendidikan teratasi sebagian dibawah pusat, blass edukasi terkait
kesehatan (Leaflet, P: lanjutkan intervensi kosong, perdarahan perawatan payudara
alat dan bahan untuk pervagina tidak ada, yang telah disampaikan
perawatan payudara) DX 4 lochea rubra (25cc) Mamae lembek
Respon : Alat dan S : pasien mengatakan simetris, putting
bahan sudah disiapkan pengeluaran asi masih - mengajarkan latihan menonjol, kolostrum -
9. Mengajarkan sedikit ekstremitas, perubahan sudah ada, menyusui
perawatan payudara O : Pasien terlihat posisi, batuk dan napas belum efektif
post partum (pijat menyusui bayinya - R/ klien dapat A: masalah menyusui
payudara) dengan posisi yang memahami dan tidak efektif teratasi
Respon : Pasien dapat benar, tampak pelekatan mempraktikan apa
melakukan perawatan sudah mulai benar, bayi yang telah diajarkan Sebagian
payudara dengan terlihat nyaman saat P: lanjutkan intervensi
benar digendong ibu. - Memberi therapy asam
10. Melakukan tindakan A : Masalah Menyusui mefeamat 1 tab. R:
pijat akupressur Tidak Efektif teratasi obat diminum
11. Respon : pasien sebagian
mengatakan merasa P : Lanjutkan - Membantu pasien
nyaman tapi Intervensi menyusui. R: posisi
pengeluaran ASI menyusui dusah baik,
masih belum terlalu perlekatan bayi baik
banyak
Melakukan observasi
TTV. R: TD:
120/70mmhg. HR:
91x/mnt RR: 20x/mnt
SUh 37,1c Spo2: 96%

Memotivasi pasien untuk


makan dalamkeadaan
hangat. R: makan habis 1P
Menghitung diuresis,
melakukan pemeriksaan.
R: D=1,6cc/kgbb/jam,
TFU 2 jari dibawah pusar,
kontraksi uterus teraba
kuat, perdarahan tidak
ada, lochea rubra 25 cc

Memberi therapi asam


mefenamat 1 tab,
mengkaji skala nyeri. R:
skala nyeri 3, pasien
mengatakan sudah
mobilisasi ke kamar mandi
da nyeri sudah terkontrol.
Therapy asam mefenamat
diminum
Pasien 1 1. Mengidentifikasi DX 1 Memberi therapy asam Jam 20.00
08-10-23 lokasi, karakteristik, S: mefenamat 1 tab, Dx1
Pasien 2 durasi, frekuensi, - pasien megatakan cefadroxil 1 tab. R: S: pasien mengatakan
12/10/23 kualitas, intensitas, nyeri sudah therapy diminum nyeri berkurang skala 2
skala nyeri, serta berkurang - memonitor tanda (0-10), sudah terkontrol
factor yang dapat - Skala nyeri dan gejala infeksi dengan nafas dalam
memperberat dan O: R/ tidak nampak rubor, O:
memperingan nyeri - Bekas luka dolor, kalor dan tumor - k/u sakit sedang ttv
Respon : Pasien tertutup kasa, pada area luka operasi TD: 110/70mmhg,
mengeluh nyeri luka tidak ada rembes - Melakukan hr: 90x/m, rr:
bekas SC, skala nyeri - Kontraksi uterus perawatan luka operasi 20x/m, s: 37.6, spo2
2 teraba keras R/ klien Nampak sedikit 95%
2. Memonitor tanda – - TFU 2 jari meringis saat dilakukan
tanda vital diabawah pusat perawatan luka, kondisi A: 1. Nyeri akut teratasi
Respon : TD : 140/100 TD : 140/100 luka baik dan bersih P: intervensi dihentikan
mmHg, Nadi : 80 mmHg - Menjelaskan pada Dx 3
x/menit, RR : 20 N : 80x / klien tanda dan gejala S : pasien mengatakan
x/menit, Suhu : 36,5 menit infeksi, tidak ada kemerahan di
C, SPO : 96% RR : 20x / R/ klien mengerti apa yang luka maupun gatal
3. Memonitor keadaan menit telah dijelaskan, dan dapat O:
lokea S : 36,5 C menyebutkan kembali k/u sakit sedang TD
Respon : Terdapat SpO2 : 96 % tanda2 infeksi 100/80mmhg. HR:
lokea rubra perdarahan A: Masalah nyeri tertasi 90x/mnt RR: 18x/mnt
di pembalut sebanyak P: Intervensi dihentikan - Melakukan Suhu 37,2c Spo2: 95%.
5 cc. DX 2 tindakan pijat akupressur Luka post op SC di
4. Memonitor keadaan S: pasien mengatakan R/ pasien mengatakan abdomen tertutup
luka bekas SC perdarahan pervagina merasa nyaman dan verban, tidak ada
Respon : tidak ada berkurang pengeluaran ASI sudah rembesan, tidak ada
tanda-tanda infeksi O: perdarahan bertambah, suami pasien tanda-tanda infeksi
pada luka pervaginam lochea rubra melakukan praktek seperti tumor, kalor,
5. Melakukan tindakan +- 5 cc, kontraksi uteru akupresur kepada pasien dolor, fungsiolesa.
pijat akupressur keras, TFU 2 jari di Melakukan pemeriksaan A : risiko infeksi
Respon : pasien bawah pusat TTV, R: TD: teratasi Sebagian
mengatakan merasa A: masalah risiko 110/70mmhg, hr: 90x/m, P : lanjutkan intervensi.
nyaman tapi perdarahan teratasi rr: 20x/m, s: 37.6, spo2
pengeluaran ASI P: Intervensi dihentikan 95% Dx 4
sudah cukup banyak DX 3 Melakukan pemeriksaan S: pasien mengatakan
S: pasien mengatakan tahu terkait cara
tidak terasa gatal kondisi sebelum pulang perawatan payudara
maupun panas di area R: kontraksi uterus kuat, dengan benar
luka operasi TFU 2 jari dibawah pusar, O: pasien Nampak
O: Terdapat luka post op lochea rubra 20 cc (ganti 2 memahami materi
tertutup verban, kondisi jam yang lalu), edukasi terkait
luka baik, rubor (-), perawatan payudara
tumor (-), kalor (-), dolor mengantar pasien pulang yang telah disampaikan
(-), tidak ada discharge Mamae lembek
luka simetris, putting
A: masalah risiko infeksi menonjol, kolostrum -
teratasi sudah ada, menyusui
P: Intervensi dihentikan belum efektif
A: masalah menyusui
DX 4 tidak efektif teratasi
S : pasien mengatakan P: intervensi dihentikan
pengeluaran asi sudah Jam 14.10
mulai banyak DX 3
O : Pasien terlihat S : pasien mengatakan
menyusui bayinya tidak ada ada panas
dengan posisi yang maupun gatal di area
benar, tampak pelekatan operasi
sudah mulai benar, bayi O:
terlihat nyaman saat Terdapat luka post op
digendong ibu. tertutup verban, kondisi
A : Masalah Menyusui luka baik, tidak ada
Tidak Efektif teratasi rubor, , tidak ada tumor,
P : Intervensi di tidak ada kalor, tidak
hentikan ada dolor , tidak ada
discharge luka
A:
Masalah risiko infeksi
teratasi
P : intervensi dihentikan
Dx 4
S: pasien mengatakan
tahu terkait cara
perawatan payudara
dengan benar
O: pasien Nampak
memahami materi
edukasi terkait
perawatan payudara
yang telah disampaikan
Mamae lembek
simetris, putting
menonjol, kolostrum
sudah ada, produksi ASI
banyak
A: masalah menyusui
tidak efektif teratasi
P: intervensi
dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Achidat. (2011). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. EGC.


Angriani, R., Sudaryati, E., & Lubis, Z. (2023). Hubungan Frekuensi Menyusui
dengan Kelancaran Produksi ASI Ibu Post Partum di Wilayah Kerja
Puskesmas Peusangan Selatan Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh Tahun
2017. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran, Dan Ilmu Kesehatan, 2(1),
299–304.
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmistki/article/download/2110/1408/547
1
Dhamayanti, P. V. (2022). Systematic literature review: Pengaruh strategi
pembelajaran inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Indonesian Journal of Educational Development, 3(2), 209–219.
Dewi, Y. (2020). Buku Ajar Kebidanan (3rd ed.). Media Sains.
Fatmawati, A. (2020). Modul Keperawatan Maternitas 1. STIKes ’Aisyiyah
Bandung.
Kustriyani, M. (2020). Buku Ajar Post Partum, Menyusui dan Cara
Meningkatkan Produksi ASI. Qiara Media.
Mansur, H. (2014). Psikologi Ibu Dan Anak Untuk Kebidanan. Salemba Medika.
Manuaba. (2013). Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Ginekologi. EGC.
Prawihardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka.
Prawihardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka.
Purssell, E., & Mccrae, N. (2020). How to Perform a Systematic Literature
Review.
Ratnawati. (2017). Selekta Obstetri dan Ginekologi. EGC.
Saleha. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum. Deepublish
Publish.
Sulistyawati, A. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Salemba
Medika.
Suniarti. (2017). Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Nuha Medika.
Tahun, K. B., & Julianti, N. (2023). Penerapan Terapi Akupresure Terhadap
Produksi Asi Pada Ibu Menyusui 0-6 Bulan Di Desa Bantarjaya Kecamatan
Pebayuran. 7(September), 2102–2109.
Wahyuningsih, S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum
Dilengkapi Dengan Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa
Keperawatan. CV Budi Utama.
Wardiyah, A., Puspitasari, R., & Susmarini, N. (2019). Peningkatan Kemampuan
Menyusui Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi Ii.
Malahayati Nursing Journal, 1(2), 125–139.
https://doi.org/10.33024/manuju.v1i2.1222

Anda mungkin juga menyukai