TATARAN LINGUISTIK
FONOLOGI
Guru Pengajar :
Disusun Oleh :
2023
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam tulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
(penulis)
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Fonetik 3
a. Alat-alat Ucap 3
b. Proses Fonasi 4
c. Tulisan Fonetik 4
d. Klasifikasi Bunyi 5
1. Vocal 5
2. Diftong 5
3. Konsonan 6
e. Unsur Suprasegmental 6
1. Tekanan 7
2. Nada 7
3. Jeda 7
f. Silabel 7
B. Fonemik
a. Identifikasi fonem 8
b. Alofon 8
c. Klasifikasi Fonem 8
d. Khazana fonem 9
e. Perubahan Fonem 10
1. Asimilasi dan Disimilasi 10
2. Netralisasi dan Arkifonem 10
3. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal 10
iii
4. Kontraksi 11
5. Metatesis dan Epentesis 11
f. Fonem dan Grafem 11
A. .Kesimpulan 13
DAFTAR PUSTAKA 14
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. .Latar Belakang
1
fonemik. Seperti yang kita lakukan disini, melainkan menjadi fonetik dan
fonologi.
B. Rumusan masalah
Beberapa rumusan masalah pada makalah ini :
a. Menjelaskan makna Fonologi
b. Pengertian Fonetik dan Fonemik
c. Menjelaskan tentang alat-alat ucap, proses fonasi, tulisan fonetik,
klasifikasi bunyi serta unsur suprasegmental pada bagian fonetik
d. Menjelaskan tentang identifikasi Fonem, Alofon, Klasifikasi Fonem,
Khazana Fonem, Perubahan Fonem serta Fonem dan Grafem pada
bagian Fonetik
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui makna Fonologi pada Tataran Lingusitik
b. Untuk mengetahui tentang pengertian Fonetik dan Fonem pada materi
Fonologi
c. Untuk mengetahui tentang bagian-bagian materi yang terdapat dalam
fonetik dan fonemik
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fonetik
Seperti sudah disebutkan di muka, fonetik adalah bidang linguistik
yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi
tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian,
menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga
jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik
auditoris.
Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik
fisiologis, yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara
manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana
bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi
bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu
diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan
timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana
mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis
fonetik ini, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik
aritikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah
bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
a. Alat-alat ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan
adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa
ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat biologis. Misalnya,
3
paru-paru untuk bernapas, lidah untuk mengecap, dan gigi untuk
mengunyah. Namun, secara kebetulan alat-alat itu digunakan juga
untuk berbicara.
Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi
nama sesuai dengan nama nama alat ucap itu. Namun, tidak biasa
disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”, melainkan bunyi dental
dan bunyi labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif dari bahasa
latinnya.
b. Proses Fonasi
Istilah fonasi memiliki arti yang sedikit berbeda tergantung pada
subbidang fonetik . Di antara beberapa ahli fonetik, fonasi adalah
proses dimana pita suara menghasilkan suara tertentu melalui
getaran kuasi-periodik . Ini adalah definisi yang digunakan di
antara mereka yang mempelajari anatomi dan fisiologi laring serta
produksi ucapan secara umum. Ahli fonetik di subbidang lain,
seperti fonetik linguistik, menyebut proses ini sebagai penyuaraan ,
dan menggunakan istilah fonasi untuk merujuk pada keadaan
osilasi apa pun di bagian mana pun dari laring yang mengubah
aliran udara, yang salah satu contohnya adalah pensuaraan. Fonasi
tak bersuara dan supra-glottal termasuk dalam definisi ini.
c. Tulisan Fonetik
Tulisan fonetis adalah tulisan yang digunakan untuk
mencatat/mentranskripsi bunyi-bunyi bahasa secara detail dalam
rangka penyelidikan bahasa terutama penyelidikan bunyi-bunyi
baahasa (oleh fonetik dan fonemik). Apa perbedaan tulisan fonetis
dengan tulisan biasa? Perhatikan contoh berikut.
4
1. Bukunya nggak ada, ‘ntar katanya sabtu baru dateng lagi. Kalo
mau pesan sekarang boleh kok.
2. [##bukuɲa ŋ’ga daʔ##’tar#kataɲa saptu baru datəŋ lagi##kalo
mo pəsən səkaraŋ boleh koʔ##]
d. Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal
dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka
sedikit. Pita suara yang sedikit terbuka ini menjadi bergetar ketika
dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya
arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat
hambatan apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk
tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan.
1. Vokal
2. Diftong
5
tergolong dalam satu suku kata (seperti ai dalam kata
rantai, au dalam kata imbau). Di samping ai dan au,
dalam pedoman EYD V disebutkan bahwa diftong yang
lain adalah ei dan oi. Contoh dalam bentuk kata: survei,
geiser, boikot, dan koboi. Jumlah kata dalam bahasa
Indonesia yang mengandung diftong memang sangat
terbatas. Namun, kita tetap harus mengenal dan
mengenalkan kepada peserta didik.
3. Konsonan
e. Unsur Suprasegmental
6
Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang tidak dapat
disegmentasikan dan menyertai bunyi segmental. Bunyi
suprasegmental bertujuan untuk membedakan makna kalimat yang
diucapkan. Berikut merupakan unsur-unsur yang masuk dalam
bunyi suprasegemental.
1. Tekanan, berkaitan dengan ketegangan otot pita suara saat
mengucapkan suatu kata.
f. Silabel
Suku kata atau silabel (bahasa Yunani: συλλαβή sullabē) adalah unit
pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem.
Sebagai contoh, kata kamus terdiri dari dua suku kata: ka dan mus.
Silabel sering dianggap sebagai unit pembangun fonologis kata karena
dapat memengaruhi ritme suatu kata.
B. Fonemik
Di dalam ilmu linguistik kita mengenal sebutan ilmu Fonologi, yaitu
ilmu yang mempelajari seluk-beluk bunyi bahasa serta merumuskannya
secara teratur dan sistematis. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi
objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Berbeda
dengan fonetik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna
atau tidak, fonemik adalah studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa
dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
Untuk jelasnya, kalau kita perhatikan baik-baik ternyata bunyi [i] yang
terdapat pada kata-kata [intan], [angin], dan [batik] adalah tidak sama.
7
Begitu juga bunyi [p] pada kata inggris <pace>. <space>, dan <map> juga
tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [i] dan bunyi [p] pada deretan kata-kata
di atas itulah sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik.
Dalam kajiannya, fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan
bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya perbedaan
bunyi [p] dan [b] yang terdapat, misalnya, pada kata [paru] dan [baru]
adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi [p]
dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fonemik itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya,
setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi
bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan
perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti
makna atau kehilangan makna.
a. Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita
harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang
mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan
satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang
pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda
maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem,
karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna.
b. Alofon
Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah
fonem, seperti bunyi [t] dan [th] untuk fonem /t/ bahasa Inggris.
Seperti juga dengan identitas fonem, identitas alofon juga hanya
berlaku pada satu bahasa tertentu.
c. Klasifikasi Fonem
8
Pengklasifikasian fonem bahasa Indonesia didasarkan pada pola
pengklasifikasian bunyi yang biasa dilakukan oleh fonetisi.
Dengan demikian pengklasifikasiaannya bisa memanfaatkan peta
bunyi vokoid dan peta bunyi kontoid yang selama ini sering kita
lihat di buku-buku tentang fonetik. Hanya saja, namanya bukan
lagi vokoid dan kotoid, tetapi vokal dan konsonan. Perlu diingat
bahwa karena fonem merupakan penamaan system bunyi yang
membedakan makna, maka jumlah fonem tentu lebih sedikit dari
bunyi-bunyi yang ada. Bahkan jumlah dan variasi bunyi bahasa
Indonesia yang tak bisa dipastikan jumlahnya itu, sebenarnya
merupakan trealisasi dari system fonem yang terbatas jumlahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, fonem bahasa Indonesia berjumlah
sekitar 6 fonem vokal dan 22 fonem konsonan. Dikatakan
“sekitar” karena jumlahnya masih bisa berubah. Hal ini sangat
berantung pada korpus data (berupa hasil rekaman) yang dipakai
sebagai dasar anlisis. Apalagi, kosakata bahasa Indonesia terus
bertamabah setiap saat sesuai dengan keperluan penuturanya
seiring dengan era globalisasi.
d. Khazanah Fonem
Yang dimaksud khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang
terdapat dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar, yang
9
tersedikit jumlah fonemnya adalah bahasa penduduk asli di Pulau
Hawaii, yaitu hanya 13 buah. Dan yang jumlah fonemnya
terbanyak yaitu 75 buah, adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara.
e. Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat
tergantung pada lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang
berada disekitarnya. Misalnya seperti sudah dibicarakan dimuka
donem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan berbunyi / /
dan kalau berada pada silabel terbuka akan berbunyi [o]. Namun
perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu
bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain.
Dalam beberapa kasus lan, dalam bahasa-bahasa tertentu ada
dijumpai perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu
menjadi fonem yang lain.
1. Asimilasi dan Disimilasi
10
sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal
yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang
berikutnya yang tinggi.
4. Kontraksi
11
membedakan makna, sedangkan grafem meruju pada system
pelambangan bunyi (atau fonem) yang berbentuk huruf. Fonem
/P/, sebagai mana satuan fonem bahasa Indonesia, yang beralofon
[p], secara kebetulan juga ditulis <p> dalam grafemnya. Fonem
/s/, yang hanya beralofon [s], juga ditulis <s> dalam grafemnya.
Dengan demikian seolah-olah tidak ada perbedaan antara fonem
dan grafem, bahkan fomda grafem atau symbol perlambangan
bunyi – Alih-alih disebut sistem ejaan – ini ada dua macam, yaitu
grafem yang mengikuti sistem fonetis da grafem yang mengikuti
sistem fonemis.
1. Grafem yang mengikuti system fonetis – Lebih popular
disebut ejaan fonetis. Ini melambangkan bunyi-bunyi yang
diucapkan penutur dalam bentuk huruf.
12
BAB III
PENUTUP
A.kesimpulan
Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata
makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak
membedakan arti dinamakan alofon. Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi
yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang
kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk
menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna
tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk menentukan struktur
fonemis sebuah bahasa dan membuat ortogafi yang praktis atau ejaan sebuah
bahasa.
13
DAFTAR PUSTAKA
Tim redaksi Reflina Octavia Artrisdyanti dan Vanya Karunia Putri, (2023)
Sutrimah, Leli Nisfi Setiana, dkk. (2023). Fonologi Bahasa Indonesia: suatu
tinjauan tentang bunyi bahasa. Sleman.
Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
14