Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TATARAN LINGUISTIK

FONOLOGI

Guru Pengajar :

SIGIT ANDI PRASETYA, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. DEWI RATNASARI (10223003)

2. WHISNU MUBAROK (10223012)

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

STKIP DARUSSALAM CILACAP

2023

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
LINGUISTIK UMUM dengan judul : TATARAN LINGUSTIK FONOLOGI.

Kami menyadari bahwa dalam tulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Atas perhatian serta
waktunya, kami sampaikan banyak terimakasih.

Karang pucung,15 Oktober 2023

(penulis)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Fonetik 3
a. Alat-alat Ucap 3
b. Proses Fonasi 4
c. Tulisan Fonetik 4
d. Klasifikasi Bunyi 5
1. Vocal 5
2. Diftong 5
3. Konsonan 6
e. Unsur Suprasegmental 6
1. Tekanan 7
2. Nada 7
3. Jeda 7
f. Silabel 7
B. Fonemik
a. Identifikasi fonem 8
b. Alofon 8
c. Klasifikasi Fonem 8
d. Khazana fonem 9
e. Perubahan Fonem 10
1. Asimilasi dan Disimilasi 10
2. Netralisasi dan Arkifonem 10
3. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal 10

iii
4. Kontraksi 11
5. Metatesis dan Epentesis 11
f. Fonem dan Grafem 11

BAB III PENUTUP 13

A. .Kesimpulan 13

DAFTAR PUSTAKA 14

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. .Latar Belakang

Ilmu linguistik sering disebut juga linguistik umum ( general


linguistic ). Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa
saja, seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab, melainkan mengkaji seluk beluk
bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik
manusia, yang dalam peristilahan Prancis disebut langage.

Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan


runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi, yang secara etimologi
terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu. Menurut hierarki
satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi
fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang
studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan apakah
bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi
bahasa dengan memperhatikan bunyi bahasa tersebut sebagai pembeda makna.
Untuk jelasnya, kalau kita perhatikan baik-baik ternyata bunyi [i] yang
terdapat pada kata-kata [intan], [angina], dan [batik] adalah tidak sama. Begitu
juga bunyi [p] pada kata inggris [pace], [space], dan [map], juga tidak sama.
Ketidaksamaan bunyi [i] dan [b] yang terdapat, minyalnya pada kata [paru]
dan [baru] adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan
bunyi [p] dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru]
itu.

Sebelum kita membicarakan kedua cabang fonologi itu secara lebih


luas, perlu kiranya diketahui lebih dahulu, bahwa ada juga pakar yang
menggunakan istilah fonologi untuk pengertian yang di sini kita sebut

1
fonemik. Seperti yang kita lakukan disini, melainkan menjadi fonetik dan
fonologi.

B. Rumusan masalah
Beberapa rumusan masalah pada makalah ini :
a. Menjelaskan makna Fonologi
b. Pengertian Fonetik dan Fonemik
c. Menjelaskan tentang alat-alat ucap, proses fonasi, tulisan fonetik,
klasifikasi bunyi serta unsur suprasegmental pada bagian fonetik
d. Menjelaskan tentang identifikasi Fonem, Alofon, Klasifikasi Fonem,
Khazana Fonem, Perubahan Fonem serta Fonem dan Grafem pada
bagian Fonetik

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui makna Fonologi pada Tataran Lingusitik
b. Untuk mengetahui tentang pengertian Fonetik dan Fonem pada materi
Fonologi
c. Untuk mengetahui tentang bagian-bagian materi yang terdapat dalam
fonetik dan fonemik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fonetik
Seperti sudah disebutkan di muka, fonetik adalah bidang linguistik
yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi
tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian,
menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga
jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik
auditoris.
Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik
fisiologis, yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara
manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana
bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi
bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu
diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan
timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana
mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis
fonetik ini, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik
aritikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah
bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.

a. Alat-alat ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan
adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Sebetulnya alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi bahasa
ini mempunyai fungsi utama lain yang bersifat biologis. Misalnya,

3
paru-paru untuk bernapas, lidah untuk mengecap, dan gigi untuk
mengunyah. Namun, secara kebetulan alat-alat itu digunakan juga
untuk berbicara.
Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi
nama sesuai dengan nama nama alat ucap itu. Namun, tidak biasa
disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”, melainkan bunyi dental
dan bunyi labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif dari bahasa
latinnya.

b. Proses Fonasi
Istilah fonasi memiliki arti yang sedikit berbeda tergantung pada
subbidang fonetik . Di antara beberapa ahli fonetik, fonasi adalah
proses dimana pita suara menghasilkan suara tertentu melalui
getaran kuasi-periodik . Ini adalah definisi yang digunakan di
antara mereka yang mempelajari anatomi dan fisiologi laring serta
produksi ucapan secara umum. Ahli fonetik di subbidang lain,
seperti fonetik linguistik, menyebut proses ini sebagai penyuaraan ,
dan menggunakan istilah fonasi untuk merujuk pada keadaan
osilasi apa pun di bagian mana pun dari laring yang mengubah
aliran udara, yang salah satu contohnya adalah pensuaraan. Fonasi
tak bersuara dan supra-glottal termasuk dalam definisi ini.

c. Tulisan Fonetik
Tulisan fonetis adalah tulisan yang digunakan untuk
mencatat/mentranskripsi bunyi-bunyi bahasa secara detail dalam
rangka penyelidikan bahasa terutama penyelidikan bunyi-bunyi
baahasa (oleh fonetik dan fonemik). Apa perbedaan tulisan fonetis
dengan tulisan biasa? Perhatikan contoh berikut.

4
1. Bukunya nggak ada, ‘ntar katanya sabtu baru dateng lagi. Kalo
mau pesan sekarang boleh kok.
2. [##bukuɲa ŋ’ga daʔ##’tar#kataɲa saptu baru datəŋ lagi##kalo
mo pəsən səkaraŋ boleh koʔ##]

Apa perbedaan antara tulisan kedua penulisan kalimat di atas? Bagi


orang awam, kalimat (1) pasti bisa dibaca dengan mudah, tetapi
kalimat (2) belum tentu bisa dibaca dengan benar. Secara teknik
penulisan dan set huruf — oleh ahli bahasa dikenal sebagai grafem
— atau karakter yang digunakan, antara tulisan fonetis dengan
tulisan biasa tentu terlihat perbedaannya. Akan tetapi, jika kalimat
yang ditranskripsi oleh kedua tulisan tersebut dibaca, bisa sama.

d. Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama dibedakan atas vokal
dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka
sedikit. Pita suara yang sedikit terbuka ini menjadi bergetar ketika
dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya
arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat
hambatan apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk
tertentu sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan.
1. Vokal

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak


mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada
artikulasi. Hambatan hanya terjadi pada pita suara. Pada
saat pembentukan vokal pita suara bergetar. Posisi glotis
dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali.

2. Diftong

Dalam KBBI V (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


istilah diftong diartikan sebagai bunyi vokal rangkap yang

5
tergolong dalam satu suku kata (seperti ai dalam kata
rantai, au dalam kata imbau). Di samping ai dan au,
dalam pedoman EYD V disebutkan bahwa diftong yang
lain adalah ei dan oi. Contoh dalam bentuk kata: survei,
geiser, boikot, dan koboi. Jumlah kata dalam bahasa
Indonesia yang mengandung diftong memang sangat
terbatas. Namun, kita tetap harus mengenal dan
mengenalkan kepada peserta didik.

Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa diftong terdapat


dalam satu suku kata. Itu berarti dalam penulisan tidak
boleh dipenggal atau dipotong. Kita ambil contoh kata
rantai. Pemenggalannya harus ran-tai bukan ran-ta-i.
Berbeda pemenggalan pada kata dinamai.
Pemenggalannya: di-na-ma-i (bentuk dasarnya nama, dan
imbuhan di- dan -i).

3. Konsonan

Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan


menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Pada
pembentukan konsonan terjadi artikulasi. Proses
hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan
bergetarnya pita suara, sehingga terbentuk bunyi
konsonan bersuara. Proses pembentukan konsonan pada
saat artikulasi tidak disertai bergetarnya pita suara, glotis
dalam keadaan terbuka maka akan menghasilkan bunyi
konsonan tak bersuara.

e. Unsur Suprasegmental

6
Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang tidak dapat
disegmentasikan dan menyertai bunyi segmental. Bunyi
suprasegmental bertujuan untuk membedakan makna kalimat yang
diucapkan. Berikut merupakan unsur-unsur yang masuk dalam
bunyi suprasegemental.
1. Tekanan, berkaitan dengan ketegangan otot pita suara saat
mengucapkan suatu kata.

2. Nada, merupakan sebutan dari naik turunnya suatu bunyi.

3. Jeda, berkaitan dengan bentuk hentian bunyi dalam suatu


ujaran.

f. Silabel

Suku kata atau silabel (bahasa Yunani: συλλαβή sullabē) adalah unit
pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem.
Sebagai contoh, kata kamus terdiri dari dua suku kata: ka dan mus.
Silabel sering dianggap sebagai unit pembangun fonologis kata karena
dapat memengaruhi ritme suatu kata.

B. Fonemik
Di dalam ilmu linguistik kita mengenal sebutan ilmu Fonologi, yaitu
ilmu yang mempelajari seluk-beluk bunyi bahasa serta merumuskannya
secara teratur dan sistematis. Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi
objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Berbeda
dengan fonetik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna
atau tidak, fonemik adalah studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa
dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
Untuk jelasnya, kalau kita perhatikan baik-baik ternyata bunyi [i] yang
terdapat pada kata-kata [intan], [angin], dan [batik] adalah tidak sama.

7
Begitu juga bunyi [p] pada kata inggris <pace>. <space>, dan <map> juga
tidak sama. Ketidaksamaan bunyi [i] dan bunyi [p] pada deretan kata-kata
di atas itulah sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik.
Dalam kajiannya, fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan
bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya perbedaan
bunyi [p] dan [b] yang terdapat, misalnya, pada kata [paru] dan [baru]
adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi [p]
dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fonemik itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya,
setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi
bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan
perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti
makna atau kehilangan makna.

a. Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita
harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang
mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan
satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang
pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda
maknanya, maka berarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem,
karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna.

b. Alofon
Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah
fonem, seperti bunyi [t] dan [th] untuk fonem /t/ bahasa Inggris.
Seperti juga dengan identitas fonem, identitas alofon juga hanya
berlaku pada satu bahasa tertentu.

c. Klasifikasi Fonem

8
Pengklasifikasian fonem bahasa Indonesia didasarkan pada pola
pengklasifikasian bunyi yang biasa dilakukan oleh fonetisi.
Dengan demikian pengklasifikasiaannya bisa memanfaatkan peta
bunyi vokoid dan peta bunyi kontoid yang selama ini sering kita
lihat di buku-buku tentang fonetik. Hanya saja, namanya bukan
lagi vokoid dan kotoid, tetapi vokal dan konsonan. Perlu diingat
bahwa karena fonem merupakan penamaan system bunyi yang
membedakan makna, maka jumlah fonem tentu lebih sedikit dari
bunyi-bunyi yang ada. Bahkan jumlah dan variasi bunyi bahasa
Indonesia yang tak bisa dipastikan jumlahnya itu, sebenarnya
merupakan trealisasi dari system fonem yang terbatas jumlahnya.
Berdasarkan hasil penelitian, fonem bahasa Indonesia berjumlah
sekitar 6 fonem vokal dan 22 fonem konsonan. Dikatakan
“sekitar” karena jumlahnya masih bisa berubah. Hal ini sangat
berantung pada korpus data (berupa hasil rekaman) yang dipakai
sebagai dasar anlisis. Apalagi, kosakata bahasa Indonesia terus
bertamabah setiap saat sesuai dengan keperluan penuturanya
seiring dengan era globalisasi.

Fonem-fonem yang berupa bunyi, dapat didapat sebagai hasil


segmentasi terhadap arus ujaran disebut fonem segmental.
Sebaliknya fonem yang berua unsur suprasegmental disebut
fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental. Jadi, pada
tingkat fonemik ciri-ciri prosodi itu seperti tekanan, durasi dan
nada bersifat funsional, alias dapat membeakan makna. Dalam
bahasa Indonesia unsur suprasegmental tampaknya tidak bersifat
fonemis maupun morfemis; namun, intonasi mempunyai peranan
pada tingkat sintaksis.

d. Khazanah Fonem
Yang dimaksud khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang
terdapat dalam satu bahasa. Menurut catatan para pakar, yang

9
tersedikit jumlah fonemnya adalah bahasa penduduk asli di Pulau
Hawaii, yaitu hanya 13 buah. Dan yang jumlah fonemnya
terbanyak yaitu 75 buah, adalah sebuah bahasa di Kaukasus Utara.

e. Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat
tergantung pada lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang
berada disekitarnya. Misalnya seperti sudah dibicarakan dimuka
donem /o/ kalau berada pada silabel tertutup akan berbunyi / /
dan kalau berada pada silabel terbuka akan berbunyi [o]. Namun
perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu
bersifat fonetis, tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain.
Dalam beberapa kasus lan, dalam bahasa-bahasa tertentu ada
dijumpai perubahan fonem yang mengubah identitas fonem itu
menjadi fonem yang lain.
1. Asimilasi dan Disimilasi

Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang


tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hamper
sama. Sedangkan disimilasi adalah kebalikan dari asimilasi,
disimilasi adalaha perubahan bunyi dari dua bunyi yang
sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau
berbeda.

2. Netralisasi dan Arkifonem

Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai


akibat pengaruh lingkungan. Sedangkan Arkifonem adalah
hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada
posisi yang sama.

3. Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal

Kata umlaut berasal dari bahasa Jerman. Dalam studi


fonologi kata ini mempunyai pengertian: perubahan vokal

10
sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal
yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal yang
berikutnya yang tinggi.

Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan


dalam bahasa-bahasa Indo-Jerman untuk menandai
berbagai fungsi gramatikal.

Harmoni vokal sendiri adalah penyesuaian vokal yang


dipengaruhi oleh vokal yang lain sedemikian rupa,
sehingga vokal pada tiap suku kata dalam kata yang sama
akan bersesuaian dengan bunyi vokal lain pada kata yang
bersangkutan.

4. Kontraksi

Adalah pemendekan suatu kata, suku kata, atau


gabungan kata dengan cara penghilangan huruf yang
melambangkan fon didalam kata tersebut. Dalam tata
bahasa tradisional, kontraksi dapat mengakibatkan
pembentukan kata baru yang disingkat tersebut.

5. Metatesis dan Epentesis

Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada


suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang
bersaing. Sedangkan Epentesis adalah penambahan fonem
di tengah kata. Contohnya sebagai berikut: kata ‘kapak’
menjadi ‘kampak’ dengan penambahan fonem ‘m’ di
tengah kata.

f. Fonem dan Grafem


Pembicaraan fonem ini harus dibedakan dengan grafem atau
system penulisan. Fonem merujuk pada satuan bunyi terkecil yang

11
membedakan makna, sedangkan grafem meruju pada system
pelambangan bunyi (atau fonem) yang berbentuk huruf. Fonem
/P/, sebagai mana satuan fonem bahasa Indonesia, yang beralofon
[p], secara kebetulan juga ditulis <p> dalam grafemnya. Fonem
/s/, yang hanya beralofon [s], juga ditulis <s> dalam grafemnya.
Dengan demikian seolah-olah tidak ada perbedaan antara fonem
dan grafem, bahkan fomda grafem atau symbol perlambangan
bunyi – Alih-alih disebut sistem ejaan – ini ada dua macam, yaitu
grafem yang mengikuti sistem fonetis da grafem yang mengikuti
sistem fonemis.
1. Grafem yang mengikuti system fonetis – Lebih popular
disebut ejaan fonetis. Ini melambangkan bunyi-bunyi yang
diucapkan penutur dalam bentuk huruf.

2. Grafem yang mengikuti sistem fonemis – lebih populer disebut


ejaan fonemis. Ini melambangkan fonem-fonem bahasa tertentu
dalam bentuk huruf.

12
BAB III

PENUTUP

A.kesimpulan

Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi


bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa
secara umum dan fungsional. Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan
bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi
untuk membedakan makna.

Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada kata
makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak
membedakan arti dinamakan alofon. Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi
yang kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang
kedua pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster.

Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk
menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna
tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk menentukan struktur
fonemis sebuah bahasa dan membuat ortogafi yang praktis atau ejaan sebuah
bahasa.

Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu penambahan


fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi, analogi, fonem
suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa
Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang
dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tim redaksi Reflina Octavia Artrisdyanti dan Vanya Karunia Putri, (2023)

Yuliati, Ria, Frida Unsiah. (2018). Fonologi. Malang: Universitas Brawijaya


Press.

Sutrimah, Leli Nisfi Setiana, dkk. (2023). Fonologi Bahasa Indonesia: suatu
tinjauan tentang bunyi bahasa. Sleman.

Innayahsuharto. Sekumpulanrasa. Linguistik Umum Fonemik (2017)

Kompasiana, Penajam Paser Utara, (2022)

Gamal Thabroni, fonemik-pengertian-realisasi-variasi-suprasegmental.


(2022)

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Widodo. 2004. Fonologi Bahasa Jawa. Semarang

Alwi, Hasan (Peny.) 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti, 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Lass, Roger. 1988. Fonologi (Terj.) Warsono. Cambridg

14

Anda mungkin juga menyukai