Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan obat-obatan dalam usaha peternakan hampir tidak dapat dihindarkan, karena
ternak diharapkan selalu berproduksi secara optimal yang berarti kesehatan ternak harus
selalu terjaga. Untuk memenuhi tuntutan produksi ternak yang tinggi, maka ketersediaan
obat hewan sangat diperlukan, di samping penggunaan bibit unggul dan pemuliaan yang
memakan waktu yang relatif lama (Masrianto,dkk, 2013). Pemberian antibiotic pada hewan
dalam peternakan skala besar umumnya diberikan melalui air minum dan dapat diikuti
dengan pemberian antibiotic melalui pakan (putri, M.A dkk, 2015) (martaleni, 2007).
Hampir semua pabrik pakan menambahkan obat hewan berupa antibiotic ke dalam ransum
jadi (putri, M.A dkk, 2015) (bahri et al., 2000). Apabila peternak yang menggunakan pakan
tersebut tidak memperthatikan aturan pemakaiannya, maka produk ternak tersebut dapat
mengandung residu antibiotic yang dapat membahayakan kesehatan manusia (putri, M.A
dkk, 2015) (yuningsih, 2005. Adapun beberapa jenis antibiotik diantaranya yaitu golongan
β-laktam (seperti penisilin, amoksisilin, ampisilin), golongan aminoglikosida (seperti
gentamisin, neomisin), golongan tetrasiklin (seperti oksitetrasiklin dan doksisiklin), serta
golongan makrolida ( seperti tilosin, tilmikosin, spiramisin) ( Nurhidayah,dkk, 2014).

Hati merupakan salah satu organ penting dalam tubuh. Organ ini sangat penting untuk
sekresi empedu, detoksifikasi atau degradasi zat sisa hormone serta obat dan sentawa asing
lainnya. Namun hati mempunyai banyak tempat pengikat senyawa-senyawa yang tidak bias
detoksifikasi sehingga menyebabkan kadar residu obat dalam hati menjadi lebih tinggi
dibandingkan kadar residu dalam jaringan lain (putri, M.A dkk, 2015) (lu,1995; doull 1996).
Hati ayam broiler memiliki kemungkinan yang besar untuk diolah kembali menjadi produk
yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Vitamin utama yang banyak terdapat pada hati ayam
adalah vitamin A, vitamin B kompleks terutama vitamin B12 dan asam folat serta zat besi
(Pramono dkk, 2013).

Untuk memastikan produk pangan aman untuk dikonsumsi, Badan Standarisasi Nasional
(BSN 2000) menetapkan batas maksimum residu (BMR) yang tercantum dalam SNI 01-
6366-2000 yang menetapkan bahwa batas cemaran residu tetrasiklin pada produk hewan
ternak ialah 100 ppb pada daging, 50 ppb pada telur, dan 50 ppb pada susu.

Metode yang efisien dibutuhkan untuk memfasilitasi pengawasan residu antibiotic dalam
daging ayam, khususnya hati ayam yang lebih mudah tercemar oleh antibiotuk golongan
tetrasiklin diantaranya oksitetrasiklin. Metode deteksi residu antibiotic golongan tetrasiklin
yaitu analisis dengan instrument analisis HPLC-MS, HPLC chemiluminerscence detection,
HPLC fluorescence detection, dan HPLC-UV detection. Telah dilaporkan bahwa metoda
HPLC-UV sering digunakan untuk deteksi tetrasiklin, klortetrasiklin, dan oksitetrasiklin
(Donghi, 2010) (panduan)

1.2 Perumusan Masalah

Apakah dalam hati ayam broiler yang dijual di pasar tradisional (pasar minggu) mengandung
residu antibiotic oksitetrasiklin?

Apakah kadar residu antibiotic oksitetrasiklin yang terdapat dalam hati ayam broiler yang
dijual di pasar tradisional (pasar minggu) melebihi atau tudak melebihi batas residu
maksimum yang tercantum dalam SNI 01-6366-2000 yaitu 0,01 mg/kg.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui kadar residu antibiotic oksitetrasiklin yang terkandung dalam hati ayam
broiler yang di jual di pasar tradisional (pasar minggu) Jakarta selatan

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui ada atau tidaknya residu antibiotic oksitetrasiklin yang terkandung dalam
hati ayam broiler yang di jual di pasar tradisional (pasar minggu) Jakarta selatan

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi gambaran tentang keberadaan
analisis residu antibiotic pada produk ternak, serta menambah wawasan para peternak
tentang cara pemberian antibiotic secara selektif dan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

Untuk Instansi Terkait

Memberikan informasi kepada instansi terkait (Dinas Peternakan) untuk lebih melakukan
pengawasan pendistribusian pangan hewani yang aman serta melakukan pembinaan
terhadap para peternak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anda mungkin juga menyukai