Anda di halaman 1dari 3

Diskusi 1 Kriminologi

Soal :

Dalam perkembangannya ilmu tentang kriminologi tidak dapat berdiri


sendiri dan memerlukan ilmu lain salah satunya adalah sosiologi

Diskusikan:

Menurut saudara jelaskan hubungan/keterkaitan antara kriminologi


dengan sosiologi.

Jawaban :

Mazhab positif, yang diasosiasikan dengan teori hukum yang dikembangkan oleh Hans
Kelsen, lebih fokus pada deskripsi dan analisis hukum yang ada daripada
mempertimbangkan pertimbangan moral atau nilai-nilai. Oleh karena itu, ketika mencari
sebab-musabab kejahatan akibat penggunaan teknologi, pandangan mazhab positif akan
menekankan pada analisis faktor-faktor objektif yang terkait dengan tindakan kriminal
tersebut. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan menurut pandangan
mazhab positif:

a. Faktor Sosial Ekonomi dan Psikologis:


Pendekatan mazhab positif dapat melihat faktor-faktor sosial dan ekonomi yang
memengaruhi terjadinya kejahatan di dunia teknologi. Misalnya, rendahnya tingkat
pendidikan atau kesenjangan ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk terlibat dalam
kejahatan seperti cybercrime. Faktor-faktor sosial seperti ketidakadilan atau ketidakstabilan
sosial juga dapat memainkan peran penting dalam mendorong kejahatan dalam
penggunaan teknologi. Selain itu, faktor-faktor psikologis seperti ketidakpuasan atau
keinginan untuk menyebabkan kerusakan juga dapat memainkan peran dalam tindakan
kriminal.

b. Faktor Teknologi dan Infrastruktur:


Mazhab positif akan mengevaluasi faktor-faktor teknologi dan infrastruktur yang
mempengaruhi penyalahgunaan teknologi. Misalnya, kerentanan sistem keamanan atau
celah dalam infrastruktur teknologi dapat mempermudah terjadinya serangan siber atau
penyebaran informasi palsu (hoax).

Faktor Hukum dan Penegakan Hukum:


Pandangan mazhab positif akan mempertimbangkan peran hukum dalam mencegah dan
menangani kejahatan di dunia teknologi. Faktor-faktor seperti ketatnya atau lemahnya
undang-undang terkait dengan kejahatan teknologi, keefektifan penegakan hukum, dan
kapasitas sistem peradilan untuk menangani kasus teknologi menjadi pertimbangan penting
dalam menganalisis sebab-musabab kejahatan tersebut.

Cybercrime dewasa ini muncul ketika penyalahgunaan internet sudah di luar batas sehingga
menjadi suatu kejahatan. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum di
dunia maya/Internet yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis pada
kecanggihan perkembangan teknologi internet sebagai senjata utamanya.
Beberapa faktor pendorong terjadinya kejahatan akibat penggunaan Teknologi atau Cyber
crime adalah berikut:
a. Kesadaran hukum masyarakat yang masih kurang terhadap tindakan Cyber crime.
Mengenai kendala proses penataan
terhadap hukum, jika masayarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime baik
secara langsung mapun tidak langsung masayarakatakan
membentuk suatu pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena akan
ketentuan akan ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime
atau pola
penataan itu tumbuh atas kesadaran mereka sediri sebagai
masyarakat hukum.
b. Faktor keamanan yang membuat pelaku merasa aman dalam melakukan kejahatan cyber
crime. Hal ini dikarenakan Internet lazim dipergunakan di tempat-tempat yang relative tutup,
seperti di rumah, kamar, tempat kerja, perpustakan bahkan di warung internet (warnet).
Serta apabila pelaku sudah menjalankan aksinya, maka akan dengan mudah untuk pelaku
menghapus jejak kejahatannya yang kemudian nantinya menjadi sulit untuk aparat penegak
hukum untuk menemukan bukti-bukti kejahatan dari pelaku.
c. Faktor penegak hukum sering menjadi penyebab maraknya
cyber crime. Karena masih sedikit aparat penegak hukum yang memahami sebeluk beluk
teknologi(internet), sehingga pada saat pelaku tindak kejahatan pidana ditangkap, aparat
penegak hukum mengalami kesulitan alat bukti yang dapat dipakai untuk menjerat pelaku,
terlebih dahulu apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoprasian yang sangat
rumit.
Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai
cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat
dijadikan sebagai sebab terjadinya aksi cyber crime dan juga dikenakan bagi para pelaku
cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana,
diantaranya:
1. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja
yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di dunia maya atau menyalahgunakannya.
2. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan menawarkan dan menjual
suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang
tertarik untuk membelinya dan setelah transaksi pembayaran dilakukan, barang yang
dijanjikan tidak kunjung diberikan oleh si penjual.
3. Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan
pemerasan yang dilakukan melalui sosial media atau e-mail yang dikirimkan oleh pelaku
untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku
dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya
dilakukan karena pelaku mengetahui rahasia korban.
4. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Contohnya pelaku membuat fitnah atau berita palsu (hoax)
mengenai korban dan lalu disebarkan melalui sosial media sehingga merusak nama baik
korban.
5. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara
online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno
yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet.
7. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para mahasiswa,
pekerja atau pejabat publik.
8. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
10. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang dimana menurut Pasal 1
angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah
sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk
lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan
mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi
tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30).
11. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi atau Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi Elektronik. Menurut Pasal 1 angka (1)
Undang - Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran,
pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang
dimilikinya merupakan
salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap
informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
12. Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang
penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan
melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk
dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).

Anda mungkin juga menyukai