Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan pedoman triase ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan pedoman ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan pedoman ini.
Penulis tentu menyadari bahwa pedoman ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
pedoman ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Batam, September 2022

i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Tujuan Pedoman...........................................................................................................2
C. Ruang Lingkup Pelayanan............................................................................................2
D. Batasan Operasional.....................................................................................................2
E. Landasan Hukum..........................................................................................................3
BAB II STANDAR KETENAGAAN.............................................................................4-5
BAB III STANDAR FASILITAS...................................................................................6-7
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN..................................................................8
A. Unit Gawat Darurat......................................................................................................8-9
B. Triase...........................................................................................................................9-11
C. Rujukan.........................................................................................................................12-15
D. Pasien Pulang...............................................................................................................15
BAB V LOGISTIK..........................................................................................................16
BAB VI KESELAMATAN PASIEN.............................................................................17-29
BAB VII KESELAMATAN KERJA.............................................................................30-31
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU...........................................................................32
BAB IX PENUTUP.........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya penanganan kegawatdaruratan adalah pelayanan medik dasar yang ditujukan untuk
membantu pasien mengatasi kegawatan jalan nafas, pernafasan, peredaran darah dan kesadaran.
Puskesmas non perawatan dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang
menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan.
Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah mencegah kecacatan dan kelemahan.
Kriteria :
1) Unit Gawat Darurat (UGD) harus dipimpin oleh dokter terlatih PPGD dokter/GELS sebagai
kepala UGD yang bertanggungjawab atas pelayanan di UGD dibantu tenaga medis keperawatan
dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD)
dengan kemampuan melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
2) Dokter melaksanakan proses triase untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
3) Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat dan petugas non medis yang bertugas di UGD.
4) Tenaga di Puskesmas mampu melakukan teknik pertolongan kegawatdaruratan, mengenali
tanda-tanda mengancam nyawa serta menyadari kapan harus merujuk penderita.
5) Puskesmas memberi pelayanan pasien gawat darurat sesuai kompetensi dan sarana yang ada.
6) Pasien dengan kegawatdaruratan harus selalu diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan
mampu.
7) Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lain.Apabila petugas,
peralatan dan sarana serta kondisi pasien diluar kemampuan Pukesmas maka pasien dapat
dirujuk ke rumah sakit.
8) Ada ketentuan tertulis tentang indikasi rujukan pendamping pasien ditransportasi
9) Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas mengenai
penyakit dan pengobatan selanjutnya.
10) Pelayanan evakuasi medik dapat dilakukan pada kejadian sehari-hari dan pada saat terjadi
bencana dengan memperhatikan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
11) Pelayanan evakuasi medik saat bencana/evakuasi korban massal harus berdasarkan hasil triase
(seleksi korban berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya untuk memberikan prioritas
pelayanan), dimana:
a) Korban label merah, dievakuasi ke rumah sakit kelas A/B
b) Korban label kuning, dievakuasi ke rumah sakit kelas B/C

1
c) Korban label hijau, dievakuasi ke Puskesmas
d) Korban label hitam, perlu diidentifikasi, dievakuasi ke rumah sakit A/B yang memiliki
bagian forensik (sesuai dengan ketentuan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1087/MENKES/SKB/IX/2001dan Nomor
Pol.KEP/40/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada
Bencana Massal)
12) Pelayanan evakuasi medik untuk korban gawat darurat harus selalu disertai petugas
pendamping yang terampil ( dokter/tenaga keperawatan).

B. Tujuan Pedoman
Pedoman pelayanan klinis bertujuan untuk menjadi acuan dalam memberi
pelayanan kepada pasien di Unit Gawat Darurat Puskesmas Kampung Jabi baik pasien anak
maupun dewasa. Sehingga pada akhirnya pelayanan klinis dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup pelayanan Unit Gawat Darurat di Puskesmas Kampung Jabi
meliputi : pasien rawat jalan, pasien rujukan

D. Batasan Operasional
1. UGD adalah salah satu unit kerja di Puskesmas Kampung Jabi yang memberikan
pelayanan kegawatdaruratan.
2. Pasien adalah pasien Puskesmas yang mendapatkan pelayanan kesehatan dengan
kondisi harus dilakukan di Puskesmas.
3. Rawat jalan adalah pelayanan medis yang diberikan kepada pasien untuk tujuan
pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya
tanpa mengharuskan rawat inap.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan terhadap pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dokter untuk
mendapatkan kepastian diagnosa dan ketepatan terapi terhadap pasien.

E. Landasan Hukum
1. Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2
2. Undang Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3. Peraturan menteri Kesehatan No.43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/104/2020 Tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi
2019-nCoV) sebagai Penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangannya;
5. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SKB/IX/2001dan Nomor Pol.KEP/40/IX/2004 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal)

3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia pelayanan klinis


Berikut ini tenaga kesehatan yang bertugas pada UGD yang ada di Puskesmas
Kampung Jabi :
1. PNS
- dr. ERNI JULITA INDAH
- dr. ROZALINA ZULVI
- dr. SERI INDRIANI SIPAYUNG
- Ns. RIFQA SOFYA, S.Kep
- MAYASARI, AMK
- SITI RAMLAH, AM.Kep
- AL ECHWAN, SKL
- FAUZIA SOFIANA, A.MK
2. Non PNS
- Henny rina S, AMK
- Siti Mulyana, AMK

B. Distribusi Ketenagaan dan pengaturan jadwal kegiatan


Penunjukan personel tersebut atas dasar :
1. Memiliki kemampuan lebih dalam penanganan kegawatdaruratan,
2. Memiliki minimal pendidikan D3 Keperawatan.
3. Memiliki sertifikat pelatihan PPGD/ BTCLS
Pembagian tugas tambahan di UGD adalah :
Koordinator UGD : Siti Ramlah, AM.Kep
Pengelola oabt/BHP : Siti Ramlah, AM.Kep
Pengelola ALKES : Siti Ramlah, AM.Kep
Pengelola Laporan : Siti Ramlah, AM.Kep
Pengelola Rujukan : Siti Ramlah, AM.Kep

4
Pembagian shift jaga pada rawat jalan terdiri dari 3 (tiga) Shift yakni Dinas Pagi dari
jam 7.30-14.00 WIB, dinas Sore jam 14.00- 21.00 WIB dan dinas malam jam 21.00 –
7.30 WIB. Pada saat terjadi bencana alam, Kebakaran, wabah , semua petugas yang
tidak piket jaga maupun UGD dihubungi semua via telpon untuk memberi pelayanan
kepada pasien secara bersama-sama meskipun tidak dalam kondisi jaga.. Semua
perawat di UGD minimal pendidikan D3 keperawatan.

5
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang UGD

8 7 4

1 9

5
3

10

Keterangan:
1. Tong sampah medis 6. Tempat tidur
2. Tong Non sampah medis 7. Lemari obat
3. Meja tindakan 8. Lemari ALKES
4. Meja EKG 9. Oksigen
5. Tempat tidur 10. Meja perawat

B. Standar Fasilitas
1. Fasilitas dan sarana
Ruang UGD terdapat 1 ruangan yang memiliki 2 bed tindakan. Pelaksanaan Triase
dilakukan di dalan UGD karena Puskesmas kampung jabi masih belum memiliki ruang triase
tersendiri. Disamping itu pada ruangan pasien sudah dilengkapi dengan lemari peralatan dan
obat. Lemari berisi alat dan bahan habis pakai, lampu tindakan melengkapi pelayanan di
UGD.

2. Peralatan
 Tabung O2
 Nebulizer set
 Suction

6
 Lampu tindakan
 Sketsel
 Heacting set
 Spuit
 Aligator
 Nierbeken
 Kom
 Tromol kassa
 Timbangan dewasa
 Stetoscope
 Tensimeter
 Termometer
 dll

7
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Unit Gawat Darurat (UGD)


1. Petugas Penanggung jawab
 Dokter
2. Perangkat Kerja
 Stetoskop
 Tensimeter
 Termometer
 Heacting set
 Nebulizer
 Dll
3. Tatalaksana
a. Kegiatan di dalam Gedung
 Petugas menerima pasien di UGD,
 Petugas melakukan anamnesa ,
 Petugas melakukan pemeriksaan Tanda – Tanda Vital
 Petugas mencatat hasil pemeriksaan dan anamnesa pada rekam medik
elektronik (ePus)
 Petugas melaporkan ke dokter jaga untuk pemeriksaan lebih lanjut ( jika tidak
ada dokter jaga yang melaksanakan pemeriksaan fisik lebih lanjut adalah
perawat yang menjadi ketua tim jaga dan sudah diberi SK pelimpahan
wewenang)
 Petugas/dokter mendokumentasikan hasil pemeriksaan ke dalam rekam medis,
 Dokter menuliskan terapi yang akan diberikan pada pasien pada lember resep
dan status,
 Perawat melakukan tindakan sesuai dengan advis dokter,
 Jika tidak ada dokter standbay maka petugas mengkonsultasikan hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik pada dokter melalui telepon untuk
mendapatkan terapi pasien,

8
 Jika terjadi kejadian sulit dihubungi atau tidak dapat dihubungi maka petugas
memberikan obat simtomatik sementara pada pasien sesuai dengan SK
pendelegasian wewenang,
 Setelah pasien mendapatkan tindakan medis sesuai dengan kebutuhan pasien,
petugas melakukan evaluasi dari tindakan yang sudah dilakukan,
 Petugas melakukan penilaian apakah pasien harus di rawat / rujuk atau tidak,
 Jika tidak di rawat maka diberikan resep untuk diambil pada apotik
Puskesmas,
 Jika pasien ada indikasi rawat, maka petugas UGD melaporkan pada dokter
jaga dan melakukan persiapan rujukan
 Pada pasien yang gawat darurat petugas langsung memberikan tindakan life
saving pada pasien dan melaporkan pada dokter jaga sehingga diperbolehkan
melakukan tindakan life saving / bantuan hidup dasar pada pasien tanpa
konsultasi pada dokter terlebih dahulu (pada saat dokter tidak di taempat).
b. Kegiatan di Luar gedung
 Melakukan kegiatan P3K jika dibutuhkan
 Pelayanan gawat darurat pada situasi bencana

B. TRIASE
Triase merupakan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu
cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas
yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien
yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya. Triase
merupakan usaha pemilahan korban sebelum ditangani berdasarkan tingkat kegawat
daruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada. Triase adalah suatu sistem pembagian/ klasifikasi prioritas klien
berdasarkan berat ringannya kondisi klien/ kegawatannya yang memerlukan tindakan
segera. Dalam triase, perawat dan dokter di puskesmas mempunyai batasan waktu
(respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi yaitu < 5 menit.
Triase diberlakukan sistem prioritas, penentuan/ penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul
dengan seleksi pasien berdasarkan :
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.

9
b. Dapat mati dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian pasien dalam triase di Puskesmas Kampung Jabi dapat
dilakukan dengan :
a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag warna
Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD Puskesmas Kampung
Jabi, perawat harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat
dan melakukan pengkajian serta pemeriksaan tanda-tanda vital, misalnya melihat sekilas
kearah pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang
tepat.

Pengumpulan data subyektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit
karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat penanggung jawab pasien.
Perawat dan dokter bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan
yang tepat. Tanpa memikirkan dimana pasien pertamakali ditempatkan setelah triase,
setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat sedikitnya setiap 30 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat
darurat, pengkajian dilakukan setiap 1 menit. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru akan mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda obyektif bahwa pasien
mengalami gangguan pada airway, breathing dan circulation, maka pasien ditangani
dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data obyektif dan data subyektif sekunder
dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian
dilengkapi dengan data subyektif yang berasal langsung dari pasien.

10
Kategori triase

Kegawatan pasien berdasarkan skala triase :


a. Segera - Immediate (Warna Merah)
b. Tunda - Delayed (Warna Kuning)

c. Minimal (Warna Hijau)

Segera - Immediate

Pasien mengalami cedera mengancam kiwa yang kemungkinan


besar dapat hidup bila ditolong segera.

Tunda - Delayed

Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman


jiwa segera.
Minimal
Pasien mendapat edera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan.

Alur proses triase

a. Petugas menerima pasien saat datang di UGD Puskesmas Kampung Jabi.


b. Petugas melaksanakan triase secara singkat dan cepat.
c. Bila jumlah penderita/ korban melebihi kapasitas ruangan UGD, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan UGD)
d. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dan mendapatkan prioritas pelayanan dengan
urutan warna merah, kuning, hijau.
e. Pasien kategori triage merah dapat langsung diberikan pengobatan di ruang tindakan
UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut pasien dapat dirujuk ke rumah
sakit setelah dilakukan stabilisasi.
f. Pasien kategori triage kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien kategori triage merah
selesai ditangani

11
g. Pasien kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan atau bila memungkinkan
dapat dipulangkan.

C. RUJUKAN
Rujukan terhadap pasien dilakukan dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan memastikan
tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien berdasarkan hasil pemeriksaan
awal secara fisik atau berdasar pemeriksaan penunjang medis; dan/atau setelah memperoleh
pelayanan keperawatan dan pengobatan ternyata pasien memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.

A. Sistem Informasi Rujukan


1. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan dicatat
dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan, yang berisikan
antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status jaminan kesehatan yang
dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas
pasien, resume hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang
telah diberikan, termasuk pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan,
nama dan tanda tangan dokter/bidan yang memberikan pelayanan serta keterangan
tambahan yang dipandang perlu.
2. Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi surat rujukan
spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan
yang dimiliki, tujuan rujukan penerima, jenis/bahan/asal spesimen, nomor spesimen yang
dikirim, tanggal pengambilan spesimen, jenis pemeriksaan yang diminta, nama dan
identitas pasien, serta diagnosis klinis. Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan /
spesimen yang dirujuk dibuat oleh pihak laboratorium penerima dan segera disampaikan
pada pihak pengirim dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang
bersangkutan.
B. Kegiatan rujukan meliputi pengiriman:
1. rujukan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
a) Prosedur standar merujuk pasien
1) Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja.

12
2) Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan.
3) Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak.
b) Prosedur klinis
1) Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk
menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding.
2) Memberikan instruksi tindakan pra rujukan sesuai kasus. Instruksi mencakup kapan
mendapatkan pelayaann yang mendesak.
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas medis / paramedis yang
berkompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans, agar
petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di UGD tujuan sampai ada kepastian
pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.
6) Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dimonitor dan
kompetensi staf yang melakukan monitor sesuai dengan kondisi pasien.
c) Prosedur Administratif
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan.
2) Membuat catatan rekam medis pasien.
3) Memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan).
4) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 lembar pertama dikirim ke tempat rujukan
bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip. Mencatat
identitas pasien pada buku regist rujukan pasien.
5) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan
tempat rujukan.
6) Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang
bersangkutan.

C. Persiapan Rujukan
Persiapan yang harus dilakukan sebelum merujuk adalah :
1. Melakukan pertolongan pertama dan atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai
indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien
selama pelaksanaan rujukan
2. Persiapan tenaga kesehatan, pastikan pasien dan keluarga didampingi oleh minimal
dua tenaga kesehatan (dokter dan/atau perawat) yang kompeten.

13
3. Persiapan keluarga, beritahu keluarga pasien tentang kondisi terakhir pasien, serta
alasan mengapa perlu dirujuk. Anggota keluarga yang lain harus ikut mengantar
pasien ke tempat rujukan.
4. Persiapan surat, beri surat pengantar ke tempat rujukan, berisi identitas pasien, alasan
rujukan, tindakan dan obat-obatan yang telah diberikanpada pasien.
5. Persiapan Alat, bawa perlengkapan alat dan bahan yang diperlukan.
6. Persiapan Obat, membawa obat-obatan esensial yang diperlukan selama
perjalananmerujuk.
7. Persiapan Kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup baik, yang memungkinkan
pasien berada dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang diperlukan.
8. Persiapan biaya, ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah cukup untuk
membeli obat-obatan dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.
9. Persiapan donor danar, siapkan kantung darah sesuai golongan darah pasien atau
calon pendonor darah dari keluarga yang berjaga - jaga dari kemungkinan kasus yang
memerlukan donor darah.

D. Pendampingan Pasien Selama Transfer/rujukan


Selama proses rujukan secara langsung semua pasien selalu dimonitor,adapun proses
tersebut adalah :
1. Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
2. Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya
penyakit / kondisi pasien).
3. Dokter ruangan (dr DPJP), bertugas untuk membuat keputusan dalam menentukan
siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer berlangsung.
4. Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan mengerti
akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses transfer.
5. Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dr
Ruangan/DPJP selama proses transfer/rujukan antar-rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan tidak
membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi
b. Pasien dengan perintah ‘Do Not Resuscitate’ (DNR)

14
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di mana
intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.
6. Perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan tingkat / derajat kebutuhan
perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat oleh dokter Ruangan/DPJP)
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di unit/
rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter, perawat,
atau paramedis (selama transfer).
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya menjalani
perawatan di Intensif Care Unit (ICU); di mana membutuhkan perawatan di
ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari tim perawatan
kritis; dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan atau dokter (selama
transfer).
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas yang
kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan perawat / paramedis
lainnya).
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced respiratory
support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory support) dengan
dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ, termasuk pasien-pasien yang
membutuhkan penanganan kegagalan multi-organ; harus didampingi oleh petugas
yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan
perawat ruang intensif / UGD atau paramedis lainnya).

D. PASIEN PULANG
Kriteria pasien pulang di UGD:
1. Pasien dalam kondisi satbil
2. Tidak di dapatkan tanda gawat darurat yang mengancam jiwa
3. Prognosis pasien baik
4. Mampu minum obat dan mematuhi petunjuk dokter pemeriksa

15
5. Apabila terjadi tanda-tanda penurunan kondisi, segera kembali memeriksakan diri
6. Mampu control apabila obat habis.

16
BAB V
LOGISTIK

Untuk menunjang terselenggaranya pelayanan klinis yang bermutu, maka perlu


didukung oleh penyediaan logistik yang memadai dan optimal, melalui perencanaan yang
baik dan berdasarkan kebutuhan pasien dan usulan petugas UGD atas dasar kebutuhan pasien
dan demi kelancaran dari pelayanan di UGD. Ketersediaan logistik harus dijamin
kecukupannya dan pemeliharaan yang sudah dianggarkan dan dijadwalkan. Pengadaan alat
dan bahan dalam pelaksanaan upaya klinis Puskesmas diselenggarakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Dalam pengadaan logistik UGD melakukan usulan kepada dokter penanggung jawab
UGD untuk disampaikan pada pimpinan Puskesmas dalam rangka mendapatkan persetujuan.

BAB VI

17
KESELAMATAN PASIEN

Ada enam sasaran keselamatan pasien, yaitu:


1. Tidak terjadinya kesalahan identifikasi pasien
2. Komunikasi efektif
3. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat
4. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan medis dan keperawatan
5. Pengurangan terjadinya resiko infeksi di Puskesmas
6. Tidak Terjadinya pasien jatuh
Upaya Puskesmas untuk mencapai enam sasaran keselamatan pasien tersebut adalah :
1. Melakukan identifikasi pasien dengan benar
Indikator melakukan identifikasi pasien secara benar adalah:
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, seperti nama pasien dan
tanggal lahir pasien, tidak termasuk nomor dan lokasi kamar.
b. Pasien diidentifikasi sebelum melakukan pemberian obat atau tindakan lainnya.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah, dan specimen lain untuk keperluan
pemeriksaan.
d. Pasien diidentifikasi sebelum memberikan perawatan atau prosedur lainnya.
Prosedur dalam identifikasi pasien :
1. Petugas Puskesmas mengidentifikasi pasien dilakukan mulai saat pasien
mendaftar, memperoleh pelayanan sampai pasien pulang terutama pasien anak dan
bayi,
2. Petugas Puskesmas mengawali dengan memperkenalkan diri pada pasien,
3. Petugas Puskesmas menanyakan data pasien meliputi: nama lengkap pasien,
umur/tanggal lahir dan pernah di rawat di Puskesmas kampung Jabi untuk
pencarian nomor rekam medis yang lama (Jangan menyebutkan nama atau
menanyakan apakah nama pasien sudah benar, Sebaliknya, minta pasien
untuk menyebutkan namanya),
4. Setiap sebelum memberikan pelayanan pasien, petugas harus melakukan
identifikasi pasien,
5. Petugas Puskesmas menggunakan komunikasi aktif (berupa pertanyaan terbuka)
dalam mengidentifikasi pasien ,
6. Petugas memberikan pertanyaan terbuka menanyakan nama lengkap pasien;
“Siapa nama lengkap Bapak / Ibu?”

18
7. Saat pasien menyebutkan nama lengkapnya, petugas mencocokkan dengan
identitas pasien.
8. Petugas Puskesmas memberikan pertanyaan terbuka menanyakan tanggal lahir
pasien/ umur ; “Kapan tanggal lahir/ umur Bapak / Ibu?”
9. Saat pasien menyebutkan tanggal lahirnya, Petugas Puskesmas mencocokkan
identitas pasien.
10. Petugas Puskesmas dapat melanjutkan pelayanan medis yang akan diberikannya
bila kedua identitas yang disebutkan pasien telah sesuai dengan yang tercantum
dalam gelang identitas,
11. Petugas Puskesmas melakukan konfirmasi dengan keluarga bila salah satu identitas
yang disebutkan pasien tidak sesuai dengan identitas,
12. Petugas Puskesmas menjelaskan kepada pasien mengenai pelayanan medis yang
akan diberikannya.
13. Pada kondisi pasien yang tidak dapat berkomunikasi mis pada pasien tidak sadar ,
tidak dapat berkomunikasi karena terhalang masalah bahasa dan tidak ada
penterjemah, karena usia (bayi), gangguan kognitif (dementia atau kelainan
mental), Identifikasi dilakukan dengan memeriksa Nama lengkap pasien dan
Identitas lain (seperti tanggal lahir, KTP) pada gelang identitas pasien, dicocokan
dengan informasi yang telah dimiliki (rekam medis, resep, atau tabung specimen).
14. Petugas Puskesmas yang memasang gelang identitas pasien harus menuliskan
tanggal dan jam masuk Puskesmas pada gelang identitas,Untuk identifikasi pasien
terlantar/ tidak ada keluarga,
15. Petugas Puskesmas dalam mengidentifikasi pasien terlantar/ tidak ada keluarga (Mr
X1, Mr X2 dst) dengan mencocokkan gelang identitas pasien yang meliputi nama
pasien, tanggal dan jam masuk UGD Puskesmas dan nomor rekam medis,
16. Dalam mengidentifikasi bayi baru lahir petugas Puskesmas memberikan gelang
identitas bayi lahir dengan memberikan nama lengkap ibu (Contoh: By Ny. Ana
Suryana) dan nomor rekam medis ibu. Dalam waktu 24 jam pada gelang identitas
bayi ditambahkan nomor rekam medis bayi dan dibuatkan rekam medik baru dan
terpisah dari ibu,
17. Petugas Puskesmas memberikan gelang identitas sesuai waktu bayi lahir dengan
memberikan nama ibu dan nomor rekam medis ibu ditambah nomor urut kelahiran
(Contoh: By Ny. Ana Suryana 1, By. Ny Ana Suryana 2) untuk mengidentifikasi
bayi kembar baru lahir,

19
18. Koordinator Ruang persalinan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
identifikasi pasien di tiap-tiap unit masing-masing,
19. Koordinator Ruang persalinan merencanakan tindak lanjut jika pelaksanaan tidak
sesuai dengan tujuan.
2. Pemasangan Gelang Identifikasi Pasien
Prosedur pemasangan gelang pasien yang benar adalah
a) Petugas Puskesmas menganamnesa identitas pasien pada saat proses identifikasi
pasien,
b) Petugas Puskesmas membuat label pada gelang identitas pasien memuat 4 (empat)
identitas pasien, yaitu nama lengkap di sisi kiri atas, tanggal lahir/ umur di sisi kiri
bawah, jenis kelamin (P untuk perempuan dan L untuk laki-laki) di sisi kanan
bawah, dan nomor rekam medis di sisi kanan atas.
Tn. Abdul Ghofur 313.10.88
13 Februari 1986 (28) L

c) Petugas UGD memasangkan gelang identitas pasien sewaktu pasien masuk pada
unitnya masing-masing,
d) Petugas menanyakan nama lengkap dan tanggal lahir pasien sebelum
memasangkan gelang identitas pasien,
e) Petugas memasang gelang identitas pasien pada tangan yang tidak dipasang infuse,
f) Pasang gelang identitas pasien dengan memberi ruang/ jarak kulit dengan gelang ±
2 cm. (lihat gambar)

g) Petugas mengganti gelang identitas bila selama perawatan gelang identitas rusak
atau terjadi infeksi pada lokasi pemasangan gelang, .

20
h) Petugas melepaskan gelang identitas di ruang persalinan bila pasien pulang atau
meninggal oleh perawat/ bidan penanggung jawab pasien,
i) Petugas melepaskan gelang identitas dengan cara memasukkan jari diantara tangan
pasien dan gelang Identitas kemudian menggunting gelang identitas tersebut,

Cara pengguntingan lihat gambar

a) Petugas membuang gelang yang sudah digunting ke tempat sampah,


b) Bila pasien menolak pemasangan gelang identitas maka pasien harus
menandatangani formulir penolakan tindakan,
c) Koordinator melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemasangan gelang
identifikasi pasien di tiap-tiap unit masing-masing,
d) Koordinator persalinan merencanakan tindak lanjut jika pelaksanaan tidak sesuai
dengan tujuan.

3. Meningkatkan komunikasi effektif


Prosedurnya adalah :
Metode Komunikasi Verbal
1. Petugas melaporkan kondisi pasien/ hasil test laboratorium yang kritis kepada
Dokter penaggungjawab menggunakan teknik Komunikasi SBAR (Situation -
Background – Assessment – Recommendation),
2. Dokter memberi instruksi verbal kepada Petugas,
3. Petugas menerapkan write down read back/ TBaK  Tulis Baca Kembali,
4. Petugas yang menerima instruksi per telepon/ lisan/ hasil test laboratorium yang
kritis menuliskan/ Tulis (write down) pesan yang disampaikan pengirim di catatan
terintegrasi,

21
5. Petugas yang menerima instruksi secara verbal / lisan bertanggung jawab untuk
mencatat instruksi tersebut pada lembar catatan terintegrasi di status rekam medis
pasien meliputi :
a. Tanggal dan jam pesan diterima.
b. Dosis yang akan diberikan dan waktu pemberian harus spesifik untuk
menghindari kesalahan penafsiran.
6. Petugas membacakan kembali /BaK (read back) kepada pengirim pesan per
telepon/ lisan untuk konfirmasi kebenaran pesan yang dituliskan, termasuk nama
pasien, tanggal lahir dan diagnosis.setelah dituliskan, pesan/ hasil test laboratorium
yang kritis ,
7. Petugas menulis nama dokter yang memberikan pesan,
8. Petugas menulis nama dan tanda tangan sebagai tanda yang menerima pesan,
9. Petugas memverifikasi dokter pengirim pesan dengan menandatangani catatan
pesan yang ditulis penerima pesan sebagai tanda persetujuan dalam waktu 1 x 24
jam.
Metode Komunikasi Tertulis:
10. Dokter menuliskan instruksi harus dilakukan secara lengkap dapat terbaca dengan
jelas agar sumber instruksi dapat dilacak bila diperlukan verifikasi,
11. Dokter menuliskan harus menuliskan nama lengkap dan tanda tangan penulis,
serta tanggal dan waktu penulisan instruksi setiap penulisan instruksi,
12. Dalam menuliskan instruksi dokter hendaknya menghindari penggunaan singkatan,
akronim, dan simbol yang berpotensi menimbulkan masalah dalam penulisan
instruksi dan dokumentasi medis (misalnya catatan lanjutan keperawatan,
anamnesis, pemeriksaan fisis, pengkajian awal keperawatan,),
13. Koordinator melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan komunikasi effektif
di tiap-tiap unit masing-masing,
14. Koordinator merencanakan tindak lanjut jika pelaksanaan tidak sesuai dengan
tujuan.

4. Penerapan 7 benar dalam menunjang medication safety

Prosedur

22
a. Benar Pasien:
1. Petugas menggunakan minimal 2 identitas pasien dalam mengidentifikasi
pasien,
2. Petugas mencocokkan obat yang akan diberikan dengan instruksi terapi tertulis,
3. Petugas menganamnesis riwayat alergi pasien,
4. Petugas menganamnesis kehamilan/ menyusui,
5. Petugas menganamnesis lengkap riwayat obat/ penggunaan obat saat ini dan
membuat daftar obat- obat tersebut,
6. Petugas membandingkan pemberian obat saat ini dengan daftar obat yang
digunakan pasien di rumah (termasuk kelalaian, duplikasi, penyesuaian,
kehilangan/ menghilangkan, interaksi, atau tambahan obat).
7. Petugas mengidentifikasi pasien yang akan mendapat obat dengan kewaspadaan
tinggi dilakukan oleh dua orang yang kompeten  double check.

b. Benar Obat
8. Petugas memberi label semua obat dan tempat obat (syringes, cangkir obat,
baskom obat), dan larutan lain.
9. Petugas menuliskan pada label nama obat, kekuatan, jumlah, kuantitas,
pengenceran dan volume, tanggal persiapan, tanggal kadaluarsa jika tidak
digunakan dalam 24 jam dan tanggal kadaluarsa jika kurang dari 24 jam.
10. Petugas melakukan verifikasi semua obat dan larutan minimal 2 orang secara
verbal dan visual jika orang yang menyiapkan obat bukan yang memberikannya
ke pasien,
11. Petugas melakukan pemberian label tiap obat atau larutan segera setelah obat
disiapkan jika tidak segera diberikan,
12. Petugas memberi label pada syringes setelah obat disiapkan/diisi ( jangan pada
saat syringe masih kosong)
13. Petugas menyiapkan satu obat atau larutan pada satu saat. Beri label hanya
untuk satu obat atau larutan pada satu saat,
14. Petugas membuang segera setiap obat atau larutan yang tidak ada labelnya,
15. Saat pergantian tugas/ jaga, petugas mereview semua obat dan larutan oleh
petugas lama dan petugas baru secara bersama,
16. Petugas mengubah daftar obat/ kardeks jika terdapat perubahan obat,

23
17. Dua petugas yang berkompeten mengecek kebenaran jenis obat yang perlu
kewaspadaan tinggi ,
c. Benar Dosis
18. Dua orang yang berkompeten mengngecek dan menghitung (double cek) jika
ada untuk dosis/ volume obat, terutama yang memerlukan kewaspadaan tinggi,
19. Petugas mengkonsultasikan dengan dokter yang menuliskan resep jika ragu,.
20. Petugas saat menyiapkan obat berkonsentrasi penuh untuk menghindari
gangguan.
d. Benar Waktu
21. Petugas memberikan obat dan menginformasikan sesuai waktu yang ditentukan:
 sebelum makan, setelah makan, saat makan.
 Perhatikan waktu pemberian:
 3 x sehari  tiap 8 jam.
 2 x sehari  tiap 12 jam. Sehari sekali  tiap 24 jam. Selang sehari  tiap
48 jam
22. Petugas memberikan obat dengan segera setelah diinstruksikan oleh dokter,
23. Petugas meneliti dengan benar bahwa obat belum memasuki masa kadaluarsa.
e. Benar Cara/ Route Pemberian
24. Petugas memberikan obat sesuai dengan cara pemberian obat, bentuk dan jenis
obat :
 Slow-Release tidak boleh digerus
 Enteric coated tidak boleh digerus.
 Obat-obat yang akan diberikan per NGT sebaiknya adalah obat cair/ sirup,
25. Petugas dalam memberikan obat obat sedapat mungkin berjarak dan jadwal
pemberian obat dan nutrisi juga berjarak.
f. Benar Dokumentasi
26. Petugas mendokumentasikan setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah
mendapat obat,
27. Petugas langsung menuliskan bukti nama dan tanda tangan/ paraf setelah
memberikan obat pada dokumen rekam medik,
28. Petugas/ dokter menuliskan nama dan paraf jika ada perubahan jenis/ dosis/
jadwal/ cara pemberian obat

24
29. Dokter memberikan coretan dan terakhir garis( ujungnya) diberi paraf jika
penulisan resep salah,
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd  Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
30. Petugas mendokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping
Obat (ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden + Formulir
Pelaporan Efek Samping Obat
31. Petugas melaporkan Insiden dikirim ke Tim Keselamatan Pasien di Unit
Pelayanan Jaminan Mutu. Pelaporan Efek Samping Obat dikirim ke Komite
Farmasi dan Terapi,
32. Petugas mendokumentasikan KNC terkait pengobatan, :
 Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
 Dokumentasikan Kejadian Tidak Diharapkan
 Format Pelaporan Insiden ke Tim Keselamatan Pasien.
g. Benar Informasi
33. Petugas mengkomunikasikan semua rencana tindakan/ pengobatan harus
dikomunikasikan pada pasien & atau keluarganya,
34. Petugas menjelaskan tujuan & cara mengkonsumsi obat yang benar,
35. Petugas menjelaskan efek samping yang mungkin timbul.
36. Petugas mengkomunikasikan rencana lama terapi pada pasien,

5. Pengkajian resep obat


Prosedur :
A. Pengkajian resep dari aspek administratif dan farmasetik :
1. Petugas memeriksa identitas pasien: nama pasien, nomor rekam medis,
penjamin, ruang rawat, berat badan (terutama pada pasien pediatri),
2. Petugas memeriksa kelengkapan resep: diagnosis, nama dokter yang merawat,
nama obat, bentuk sediaan obat, jumlah obat, dan aturan pakai,
3. Jika tertera pada aturan pakai “p.r.n” (“pro re nata” atau jika perlu), maka
petugas mengkonfirmasi ke dokter yang bersangkutan untuk mengetahui dosis
maksimal sehari sehingga etiket bisa dilengkapi dan diketahui jumlah obat
yang dibutuhkan,

25
4. Petugas memeriksa adanya masalah lain seperti masalah keuangan atau
kelengkapan persyaratan resep jaminan,
5. Petugas memeriksa adanya kesesuaian dengan pedoman pelayanan/peraturan
yang berlaku,

B. Pengkajian dari aspek klinik


6. Petugas memeriksa ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat,
terutama untuk pasien pediatri dan geriatric,
7. Petugas memeriksa adanya duplikasi obat,
8. Petugas memeriksa adanya alergi pada pasien disesuaikan dengan rekam
medic,
9. Petugas memeriksa adanya interaksi obat,
10. Petugas memeriksa adanya kontraindikasi,
11. Petugas mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan resep/
instruksi pengobatan,
C. Penanganan Resep yang Bermasalah
12. Apoteker/ asisten apoteker menghubungi dokter penulis resep/ perawat sesuai
dengan instruksi Kerja Penanganan Resep Tidak Jelas ,
13. Dokter / perawat mencoret tulisan yang tidak jelas tersebut dan menulis
perbaikan di atas coretan kemudian membubuhkan parafdan tidak boleh
menindih dengan tulisan yang baru,
14. Jika dokter tidak dapat datang untuk memperbaiki resep apoteker/asisten
apoteker/ perawat dapat mengubah resep dokter dengan memberi catatan
nama dokter dan waktu (tanggal dan jam) dilakukannya konfirmasi,
15. Jika dalam menulis resep dokter/ perawat terdapat lebih dari 2 (dua) coretan
maka harus diganti dengan lembar resep baru,
16. Jika dokter / perawat dalam menulis tanggal pada resep harus diganti dengan
resep baru.

6. Melakukan tindakan skin test sebelum memberikan injeksi antibiotik


Prosedur :
1) Dokter mencatat terapi obat injeksi di dalam rekam medis
2) Petugas selalu melakukan skin test dengan memasukkan obat yang akan diberikan
secara intra kutan

26
3) Petugas mengecek hasil test setelah 3-5 menit
4) Jika terdapat tanda – tanda alergi misal durasi membesar, kemerahan dan pasien
merasakan gatal disekeliling tempat suntikan, maka dinyatakan hasil skin test
positif
5) Jika tanda-tanda di atas tidak ada, maka dinyatakan negatif dan obat bisa diberikan
melalui intra vena.

7. Pengurangan Terjadinya Resiko Infeksi di Puskesmas


Penerapan cuci tangan dengan benar di setiap sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien
Indikator Usaha Menurunkan Infeksi Nosokomial:
a. Menggunakan panduan hand hygiene terbaru yang diakui umum.
b. Mengimplementasikan program kebersihan tangan yang efektif.
Semua petugas di rumah sakit termasuk dokter melakukan kebersihan tangan pada 5
MOMEN yang telah ditentukan, yakni:
 Sebelum kontak dengan pasien
 Sesudah kontak dengan pasien
 Sebelum tindakan asepsis
 Sesudah terkena cairan tubuh pasien
 Sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Alat Pelindung Diri


Alat yang digunakan untuk melindungi petugas dari pajanan darah, cairan tubuh,
ekskreta, dan selaput lendir pasien seperti sarung tangan, masker, tutup kepala,
kacamata pelindung, apron/ jas, dan sepatu pelindung.
Ada 2 cara cuci tangan yaitu :
1. HANDWASH – dengan air mengalir, waktunya : 40 – 60 detik
2. HANDRUB – dengan gel berbasis alcohol, waktunya : 20 – 30 detik

Prosedur cuci tangan :


1. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan sebelum
kontak dengan pasien,

27
2. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan aseptik,
3. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah kontak
dengan pasien,
4. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah
terpajan dengan cairan tubuh pasien,
5. Semua petugas dan Mahasiswa harus melakukan kebersihan tangan setelah kontak
dengan area sekitar pasien,
6. Keluarga, pegunjung, relawan dan individu yang berkunjung harus melakukan
kebersihan tangan sebelum makan, setelah makan, setelah dari kamar mandi,
setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien,
7. Koordinator mengecek ketersediaan adanya handrub , poster tentang kebersihan
tangan didinding setiap ruangan pasien,
8. Semua petugas dan Mahasiswa melepaskan perhiasan atau jam tangan saat
mencuci tangan,
9. Semua petugas dan mahas iswa harus memotong kuku jika kuku panjang,
10. Semua petugas dan mahasiswa Mencuci tangan dengan air yang mengalir
dibutuhkan waktu 40-60 detik dengan handrub cukup 20-30 detik,
11. Semua petugas dan mahasiswa melakukan kebersihan tangan dengan enam langkah
sesuai dengan langkah yang sudah ditetapkan.

28
8. Penilaian pasien jatuh pada anak, dewasa dan geriatri
Indikator usaha menurunkan risiko cedera karena jatuh :
1. Semua pasien baru dinilai risiko jatuhnya dan penilaian diulang jika diindikasikan
oleh perubahan kondisi pasien atau pengobatan, dan lainnya.

29
2. Hasil pengukuran dimonitor dan ditindak lanjuti sesuai derajat risiko jatuh pasien
guna mencegah pasien jatuh serta akibat tak terduga lainnya.

30
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh pasien dan


keluarga pasien maka tuntutan pengelolaan program Keselamatan Kerja di UGD semakin
tinggi, karena Sumber Daya Manusia (SDM) puskesmas, pengunjung/pengantar pasien,
pasien sekitar puskesmas ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena
kondisi sarana dan prasarana yang ada di puskesmas yang tidak memenuhi standar.
Puskesmas sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal
165 :”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal
di atas maka pengelola tempat kerja di puskesmas mempunyai kewajiban untuk menyehatkan
para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping
keselamatan kerja. Puskesmas harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap
pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di puskesmas.
Program keselamatan kerja di UGD merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
mutu pelayanan puskesmas, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM
puskesmas, pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar.
Tujuan umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM puskesmas, aman
dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar
sehingga proses pelayanan puskesmas berjalan baik dan lancar.
Tujuan khusus
a. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK (Penyakit Akibat Kerja) dan KAK
(Kecelakaan Akibat Kerja).
b. Peningkatan mutu, citra dan UGD puskesmas Jabi I.

31
Alat Keselamatan Kerja
1. Pemadam kebakaran (hidrant)
2. APD (alat Pelindung Diri)
3. Peralatan pembersih
4. Obat-obatan
5. Kapas
6. Plaster pembalut
7. Pembersih tangan di depan tiap-tiap ruangan pasien.

Aturan umum dalam tata tertib keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Mengenali semua jenis peralatan keselamatan kerja dan letaknya untuk memudahkan
pertolongan saat terjadi kecelakaan kerja,
b. Pakailah APD saat bekerja,
c. Orientasi pada petugas baru,
d. Melakukan audit permasalahan yang ada di UGD,
e. Harus mengetahui cara pemakaian alat darurat seperti pemadam kebakaran,
f. Harus mengetahui cara mencuci tangan dengan benar,
g. Buanglah sampah pada tempatnya,
h. Lakukan latihan keselamatan kerja secara periodik,
i. Dilarang merokok.

32
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (quality control) dalam manajemen mutu merupakan suatu


sistem kegiatan teknis yang bersifat rutin yang dirancang untuk mengukur dan menilai mutu
produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Pengendalian mutu pada pelayanan klinis
diperlukan agar produk layanan klinis terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat
sebagai pelanggan.
Ishikawa (1995) menyatakan bahwa pengendalian mutu adalah pelaksanaan langkah-
langkah yang telah direncanakan secara terkendali agar semuanya berlangsung sebagaimana
mestinya, sehingga mutu produk yang direncanakan dapat tercapai dan terjamin. Dalam
pengertian Ishikawa tersirat pula bahwa pengendalian mutu itu dilakukan dengan orientasi
pada kepuasan konsumen. Dalam bahasa layanan kesehatan keseluruhan proses yang
diselenggarakan oleh puskesmas ditujukan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai
konsumen.
Pada unit gawat darurat Puskesmas Kampung Jabi selalu dilakukan rapat internal
UGD setiap tiga bulan atau bila diperlukan untuk membahas pelayanan yang sudah
dilakukan. Jika ada permasalahan diselesaikan dalam rapat intern untuk segera diputuskan
rencana tindak lanjutnya. Rencana tindak lanjut yang dirumuskan dikonsultasikan pada
penanaggungjawab untuk disetujui oleh kepala Puskesmas Kampung Jabi.
Jika ada KTD, KTD, KPC dan KNC segera melaporkan pada koordinator UGD untuk
segera di follow up bersama-sama dengan tim mutu dan keselamatan pasien Puskesmas Jabi.

33
BAB IX
PENUTUP

Penanggung jawab penyelenggaraan pelayanan klinis di UGD Puskesmas Kampung


jabi adalah Kepala Puskesmas Kampung jabi. Sedangkan penanggungjawab utama
penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kota Batam adalah dinas
kesehatan Kota Batam. Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan Kota Batam sesuai dengan
kemampuannya. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional. Yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:


EGC
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK Unud
BPJS. 2014. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Jakarta: Badan Penyelenggara
Jaminan Nasional. D
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020
Tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai Penyakit yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya;

35

Anda mungkin juga menyukai