Pembuktian dengan 1895- Bab 3 KUHPerdata berisi tentang pembuktian dengan sanksi-
III
sanksi-sanksi 1914 sanksi yang berlaku dalam hukum perdata Indonesia. Pasal 1895-
1914 mengatur tentang berbagai macam sanksi yang dapat
diberikan kepada pihak yang tidak memenuhi kewajiban mereka
dalam proses pembuktian. Pasal-pasal ini menetapkan bahwa
pihak yang gagal untuk memenuhi kewajibannya dapat dikenai
sanksi seperti kehilangan hak untuk membuktikan fakta tertentu,
diperintahkan untuk membayar biaya peradilan atau denda, atau
bahkan dilarang mengajukan gugatan dalam jangka waktu
tertentu. Selain itu, bab ini juga memuat ketentuan mengenai
kesaksian, bukti, dan sumpah dalam proses pembuktian.
Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum dan
mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan untuk
memenuhi kewajiban mereka secara tepat waktu.
Bab 4 KUHPerdata mengatur tentang persangkaan-persangkaan
dalam hukum perdata, yang terdiri dari Pasal 1915 hingga Pasal
1922. Pasal-pasal ini mengatur tentang asas persangkaan, yaitu
bahwa jika suatu fakta atau keadaan tidak dapat dibuktikan
secara langsung, maka hakim dapat melakukan persangkaan atau
Persangkaan- 1915- berasumsi atas fakta atau keadaan tersebut. Selain itu, bab ini
IV
persangkaan 1922 juga mengatur tentang bagaimana persangkaan dapat digunakan
dalam pembuktian dan bagaimana cara untuk menentukan
beratnya bukti persangkaan tersebut. Bab ini sangat penting
dalam membantu penyelesaian sengketa di pengadilan karena
dapat membantu hakim dalam menentukan keputusan
berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Bab 5 KUHPerdata membahas tentang pengakuan, yang diatur
dalam Pasal 1923 hingga Pasal 1928. Pasal 1923 menjelaskan
bahwa pengakuan dapat diberikan oleh seseorang yang memiliki
kemampuan untuk membuat perjanjian, dan pengakuan dapat
1923- berupa pengakuan mengenai hak, fakta, atau tindakan tertentu.
V Pengakuan
1928 Pasal 1924 menjelaskan bahwa pengakuan yang diberikan secara
tertulis atau lisan memiliki kekuatan pembuktian yang sama
dengan bukti lainnya. Pasal 1925 berisi ketentuan bahwa
pengakuan yang diberikan secara terpaksa atau dipengaruhi oleh
kesalahan atau tipuan dapat dibatalkan. Pasal 1926 menyatakan
bahwa pengakuan yang diberikan oleh orang yang tidak memiliki
kapasitas untuk membuat perjanjian atau yang dilarang membuat
perjanjian tidak sah. Selanjutnya, Pasal 1927 menyebutkan bahwa
pengakuan yang diberikan oleh seorang pihak dalam perjanjian
dapat digunakan sebagai dasar untuk meminta pelaksanaan
perjanjian atau ganti rugi. Sementara itu, Pasal 1928 memberikan
ketentuan mengenai batas waktu untuk mengajukan gugatan atas
pengakuan yang telah dibuat. Secara singkat, bab 5 KUHPerdata
Pasal 1923-1928 membahas tentang pengakuan yang dapat
diberikan oleh seseorang mengenai hak, fakta, atau tindakan
tertentu, dengan ketentuan-ketentuan mengenai kekuatan
pembuktian, pembatalan, sah atau tidaknya pengakuan, dan batas
waktu untuk mengajukan gugatan atas pengakuan yang telah
dibuat.