Anda di halaman 1dari 10

Journal of Indonesian Dental Association.

Maret 2018, Volume 1, Number 1

E-ISSN.2615-7802

Penatalaksanaan Dental Preventif dan Perawatan Dental Non-


Farmakologis pada Pasien Down Syndrome

Randita Diany Yordian, Arlette Suzy Puspa Pertiwi

Departemen Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Padjadjaran

_____________________________________________________
ABSTRAK

Pendahuluan: Down Syndrome (DS) merupakan oral profilaksis, dan ekstraksi gigi.
kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi Diskusi: Karakteristik DS sangat mudah dikenali
21. Kelebihan kromosom ini akan mempengaruhi dengan adanya penampilan fisik yang menonjol.
keseimbangan genetik, perubahan karakteristik Dalam bidang kedokteran gigi, DS merupakan
fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan salah satu anak berkebutuhan khusus yaitu
fungsi fisiologis. anak yang tidak dapat menerima perawatan
Tujuan: Laporan kasus ini bertujuan memberikan gigi pada umumnya seperti anak lain dengan
informasi mengenai karakteristik klinis, umur yang sama, disebabkan karena kelainan
pemeriksaan yang komprehensif, dan penanganan fisik, mental, emosional, maupun kombinasinya.
preventif dental pada pasien DS berdasarkan Penatalaksanaan dental preventif maupun non-
kasus yang ditangani. farmakologis pada pasien ini memerlukan suatu
Laporan Kasus: Seorang anak perempuan usia pendekatan behavioral management agar tercapai
7 tahun datang ke Departemen Kedokteran Gigi keberhasilan perawatan.
Anak RSGM UNPAD dengan keluhan persistensi Simpulan: Secara umum individu dengan DS
gigi sulung. Dari anamnesis terhadap orang memiliki tipe tampilan klinis yang mirip meliputi
tuanya didapatkan pasien mengalami kelainan karakteristik fisik dan wajah anak yang khas,
True Downs syndrome. Pemeriksaan klinis intra kemampuan intelektual yang terbatas, serta
oral memperlihatkan maloklusi dental kelas 3, gangguan fungsi fisiologis. Rutin kontrol ke dokter
mikrodonsia, karies gigi, dan kelainan periodontal. gigi secara teratur, perawatan dental komprehensif
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dan terintegrasi, memerlukan kerjasama yang
ini meliputi behavioral management, instruksi baik antara orang tua, dokter gigi, dan individunya
kebersihan mulut kepada orang tua/pengasuhnya, sendiri.
_____________________________________________________
Kata kunci: Down syndrome, dental preventif, dental non-farmakologis.
_____________________________________________________
PENDAHULUAN Sejak tahun 1959, diketahui penyebab utama
Down syndrome adalah kelainan kromosom
Down syndrome merupakan kelainan genetik (trisomi 21). Namun, etiologi Down syndrome
autosomal yang dapat terjadi pada laki-laki dan belum diketahui pasti. Diduga kelainan kromosom
perempuan (1:1000 kelahiran hidup) dengan ini disebabkan oleh genetik, umur ibu dan ayah,
kelebihan satu kromosom 21 (trisomi 21). Kelebihan radiasi, infeksi, dan autoimun.5 Patogenesis
kromosom ini menyebabkan abnormalitas dari Down syndrome disebabkan oleh kelainan
Correspondence: perkembangan kromosom, dan perubahan genetik yang terjadi pada lebih dari 350 gen ekstra
Randita Diany Yordian keseimbangan genetik tubuh yang menyebabkan kromosom 21 yang menyebabkan gambaran
Departemen Kedokteran Gigi perubahan karakteristik fisik dan mental, karakteristik fenotipe khas Down syndrome.4
Anak, Fakultas Kedokteran kemampuan intelektual, dan gangguan fungsi Terdapat tiga tipe abnormalitas kromosom
Gigi Universitas Padjadjaran fisiologis.1-4 Istilah Down syndrome diperkenalkan sebagai penyebab Down syndrome. Pertama, tipe
pertama kali oleh dokter berkewarganegaraan trisomi 21 reguler (nondisjuction) yang merupakan
Inggris, Dr. John Langdon Down dengan gambaran kelainan sebagian besar kasus Down syndrome
kondisi spesifik Down syndrome, terhambatnya (95%). Individu ini memiliki kelebihan kromosom
tumbuh kembang dengan karakteristik fisik dan 21 pada seluruh sel tubuh yang terjadi akibat
gangguan mental yang khas tahun 1866. 1,3,5,6 kegagalan pemisahan kromosom saat oosis

@ 2018 IDGAI
70
KASUS

bermeiosis. Kedua, tipe translokasi (3-4%), yang membantu menggali karakteristik klinis dari pasien.
terjadi bila sebagian atau seluruh kromosom Melalui anamnesis diketahui pasien merupakan
ekstra 21 menempel (translokasi) pada kromosom anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat
lain (13, 14, 15, 22). Ketiga, tipe mosaik (1-2%). kesehatan saat mengandung, ibu sempat
Individu ini memiliki ekstra kromosom 21 pada mengalami flek sekitar usia 6 sampai 8 bulan
beberapa sel tubuhnya, namun sel tubuh lainnya kehamilan. Usia ibu dan ayah saat pasien
normal. Manifestasi klinis Down syndrome ini tidak dalam kandungan yaitu 23 dan 22 tahun. Kedua
begitu parah dibanding dua tipe lainnya.4,7,8 orangtua tidak mengidap penyakit apapun dan
Karakteristik klinis yang muncul pada Down tidak memiliki riwayat hubungan keluarga. Ibu
syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak rutin melakukan pemeriksaan kandungannya ke
tampak sama sekali, tampak minimal, sampai dokter spesialis kandungan. Tidak ada obat-obatan
muncul tanda yang khas. Secara umum karakteristik yang diminum selain vitamin untuk janin dan
Down syndrome dikategorikan menjadi karakteristik kehamilan. Tidak ada usaha abortus. Test torch
perkembangan dan fisik. Selain itu, kesehatan gigi negative. Ibu tidak memiliki kebiasaan merokok.
dan mulut pada Down syndrome juga merupakan Ayah tidak mengkonsumsi minuman keras, tetapi
hal yang penting. Masalah utama yang dihadapi memiliki kebiasaan merokok yang berat dan aktif
dokter gigi dalam penanganan Down syndrome (menghabiskan dua bungkus rokok perhari). Ayah
adalah penatalaksanaan manajemen tingkah sering merokok didekat ibu saat ibu mengandung.
laku anak yang sangat berbeda dengan individu Riwayat pendidikan orangtua adalah sarjana strata
normal.7,9,10 Diperlukan pemilihan teknik pendekatan pertama.
tingkah laku yang sesuai agar anak mau menerima Anak lahir spontan dibantu dokter saat usia
perawatan, tentunya dengan mempertimbangkan kandungan 8 bulan, berat 3,2 kg, dan panjang
kondisi sistemik dan kemampuan anak. Strategi 49 cm. Anak menangis kira-kira 5 menit setelah
tindakan preventif sangat penting diedukasikan dilahirkan dengan kadar bilirubin yang tinggi (>20),
terutama bagi orangtua mengingat Down syndrome sehingga harus dilakukan penyinaran selama
kurang mampu bahkan tidak mampu menjaga ±1 minggu. Riwayat kesehatan saat lahir pasien
oral higiene secara benar.1,11 Tujuan dari laporan memperlihatkan keadaan klinis yang normal,
kasus ini adalah memberikan informasi mengenai tanpa tanda-tanda kelainan. Anak memperlihatkan
karakteristik klinis, pemeriksaan klinis, dan keadaan klinis normal seusianya. Pemeriksaan saat
penanganan preventif dental pada pasien Down lahir dilakukan oleh dokter anak dan rutin kontrol pun
syndrome berdasarkan kasus yang ditangani. dilakukan. Riwayat postnatal anak tidak diberikan
ASI eksklusif. Asupan nutrisi anak berasal dari susu
LAPORAN KASUS formula. Gejala kelainan mulai terlihat ketika pasien
berusia 1 tahun dengan kenaikan berat badan
Seorang anak perempuan berusia 7 tahun 3 bulan anak tidak sesuai usianya (BB kurang). Anak mulai
datang diantar oleh orang tuanya ke Departemen memperlihatkan karakteristik yang berbeda dari
Ilmu Kedokteran Gigi Anak, RSGM Universitas anak seusianya, terdapat gangguan pertumbuhan
Padjadjaran dengan keluhan terdapat gigi fisik diantaranya perawakan tubuhnya lebih kecil
permanen depan atas yang telah tumbuh, namun dari anak seusianya, bentuk kepalanya relatif kecil
gigi sulungnya belum tanggal. Selain itu, orang dari anak seusianya dengan profil muka yang khas.
tua pasien mengeluhkan anak perempuannya Orang tua pasien melakukan pemeriksaan ke
ini sulit untuk diajarkan menyikat gigi. Setahun puskesmas terdekat, tetapi hanya diberikan vitamin
yang lalu anak pernah dibawa ke dokter gigi dan diberikan saran kecukupan asupan nutrisi.
karena sakit gigi. Namun, anak hanya diperiksa Orang tua pasien dirujuk ke Departemen Tumbuh
dan tidak dilakukan tindakan selain pemberian Kembang Anak di RSHS, dan dokter anak pun
medikasi dan edukasi untuk rajin menyikat gigi. mencurigai pasien memiliki ciri-ciri fisik menyerupai
Penatalaksanaan kesehatan gigi dan mulut selama karakteristik Down Syndrome. Orangtua dianjurkan
ini hanya berdasarkan atas kemampuan orang tua untuk mengkonfirmasi dugaan tersebut dengan
pasien. Dokter gigi menggali anamnesis meliputi pemeriksaan kromosom, dan hasil pemeriksaan
perkenalan pasien dan orang tuanya, identitas memperlihatkan pasien didiagnosis Down
pasien dan orang tua, keluhan pasien, serta Syndrome tipe 21. Tidak ada riwayat keluarga yang
riwayat kesehatan anak meliputi riwayat kelahiran mengalami hal serupa. Anak didiagnosa mengalami
(prenatal, perinatal, dan postnatal), riwayat kelainan saat usia 2 tahun. Tidak terdapat kelainan
kesehatan saat lahir, riwayat keterampilan anak, medis lainnya yang menyertainya.
riwayat kelainan saat ini, riwayat kesehatan gigi Riwayat keterampilan anak mengalami
dan mulut, caries risk assessment, dan kontrol diet. keterlambatan perkembangan. Anak mulai
Riwayat pendidikan dan sosial,serta silsilah garis dapat tengkurap usia 6 bulan, duduk 12 bulan,
keturunan keluarga pun ditanyakan dengan tujuan merangkak 18 bulan, dapat berdiri usia 1,5 tahun,

Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79. 71


KASUS

Gambar 1. Foto Klinis Body Posture Pasien. (A) Foto Tampak Frontal; (B) Foto Tampak Lateral Kanan; (C)
Foto Tampak Lateral Kiri; (D) Foto Tampak Belakang.

Gambar 2. Karakteristik Khas Profil Anak Downs Syndrome Tipe Trisomi 21. (A) Foto Punggung Tangan.
Tangan dan ruas jari-jari pendek, jarak antara jari pertama dan kedua tangan melebar; (B) Foto Telapak
Tangan; (C) Foto Telapak Tangan Tidak Memperlihatkan Simian Crest; (D) Foto Punggung Kaki. Telapak kaki
datar dengan jari kaki yang besar dan pendek serta antara jari pertama dan kedua terdapat jarak yang cukup
lebar (sandal gap); (E) Foto Telinga. Ukuran Telinga Tampak Lebih Kecil; (F) Foto Profil Wajah Frontal. Wajah
memperlihatkan kekurangan perkembangan (hypoplasia) bagian mid face. Rambut Cenderung Halus, Lurus,
dan Jarang. Bentuk Mata Sipit Keatas (Upslanting Palpebral Fisura) dan Jarak Kedua Mata Jauh.

dan mulai dapat berjalan ± usia 2,5 tahun. Anak Saat ini anak masih bersekolah di TK umum.
telah memperlihatkan kontak mata sejak usia 3 Di sekolah anak mengalami kesulitan dalam
bulan. Kontak mata disertai senyuman sekitar beberapa keterampilan yang diajarkan, diantaranya
usia 5 bulan. Anak sudah mulai mengoceh ketika mewarnai, menghapal kata/kalimat/angka, serta
berusia 8 bulan, dan mulai dapat mengucapkan keterbatasan dalam berbicara dan penguasaan
kata saat berusia 12 bulan. Anak dievaluasi oleh bahasa yang terbatas. Pasien mampu mengikuti
beberapa tenaga profesional secara multidisiplin, instruksi sederhana, tetapi perhatiannya cenderung
mencakup dokter spesialis anak sub spesialis mudah teralihkan. Kemampuan koordinasi visual
tumbuh kembang, psikolog, ahli terapi wicara dan motorik terbatas. Anak dapat bersosialisasi
okupasi. Terapi yang telah diberikan meliputi terapi dengan baik teradap orang tua, adik, lingkungan
tumbuh kembang, terapi wicara, terapi fisik, dan sekitar dan teman sebaya, tetapi terbatas.
mental. Saat ini, anak dapat berbicara jelas dengan Kemandirian dalam menyelesaikan tugas sehari-
kosakata terbatas, dan dapat diberikan instruksi hari dapat diselesaikan walaupun harus dengan
walaupun terbatas. Tidak terdapat kelainan medis dukungan. Berdasarkan pemeriksaan intellectual
yang menyertai. Anak tidak pernah dirawat di rumah yang dilakukan oleh psikolog, anak mengalami
sakit. Tidak menderita anemia dan hepatitis. Tidak keterlambatan perkembangan kognitif dengan
ada obat-obatan yang dikonsumsi anak. Tinggi retardasi mental ringan dengan IQ dibawah kisaran
badan pasien 125 cm dan berat badan pasien 25 kg. rata-rata. Hasil tes IQ berdasarkan skala Stanford

72 Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79.


KASUS

Binnet menunjukkan bahwa nilai IQ pasien 70. sulung pertama (gigi seri rahang bawah) tumbuh
Orang tua pasien berencana akan memindahkan saat berusia 12 bulan (normal 8 bulan dengan
anak ke SLB setelah lulus dari TK. ± 2 bulan). Ketika gigi anak mulai tumbuh, anak
Berdasarkan riwayat silsilah keluarga pasien, telah diperkenalkan dengan makanan padat. Saat
Downs Syndrome pada pasien merupakan kelainan diperkenalkan makanan padat, anak mengemut
genetik dengan kelebihan satu kromosom 21 makanan dan selalu diingatkan untuk menelannya
(trisomi 21). Kelebihan kromosom ini menyebabkan langsung. Anak baru diperkenalkan untuk menyikat
abnormalitas perkembangan kromosom, dan gigi saat usia 2,5 tahun, saat sebagian besar gigi
perubahan keseimbangan genetik tubuh yang sulung telah muncul. Anak masih dibantu oleh
dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik orang tuanya untuk menyikat gigi. Pembersihan
dan mental, serta kemampuan intelektual. Riwayat gigi dilakukan menggunakan sikat gigi yang dioles
Downs Syndrome tidak ditemui dalam silsilah pasta gigi. Waktu pembersihan gigi masih belum
keluarga. Diduga Downs Syndrome yang terjadi teratur. Caries risk assessment berdasarkan
pada anak dipicu oleh ketidakserasian genetik AAPD (American Academy of Pediatric Dentistry)
antara ayah dan ibu sehingga terjadi mutasi genetik memperlihatkan resiko tinggi dan analisis kontrol
yang bersifat sporadis. Pasien didiagnosis Downs diet pasien ditemukan makanan yang mengandung
Syndrome tipe trisomi 21 reguler (nondisjunction). gula. Tidak ada keterangan anak mengkonsumsi
Riwayat kesehatan gigi dan mulut menurut buah.
keterangan yang diberikan ibunya, sejak lahir Pemeriksaan klinis yang dilakukan yaitu
anak diberikan susu formula. Saat usia 2 tahun, pemeriksaan profil anak, meliputi body posture dan
anak tidak pernah lagi menggunakan dot, tetapi karakteristik klinis (Gambar 1 dan 2), pemeriksaan
menggunakan sendok dan sedotan untuk ekstra oral dan intraoral (Gambar 3), odontogram
mengkonsumsi susu formula. Riwayat dental dari (Gambar 3), serta pemeriksaan radiologi.
anak, erupsi gigi sulung mengalami keterlambatan Pemeriksaan klinis intraoral memperlihatkan
yang tidak sesuai dengan anak seusianya. Gigi fase gigi-geligi campuran. Foto klinis intraoral

Gambar 3. Foto Klinis Intraoral. (A) Foto Intraoral Saat Oklusi Regio Kanan; (B) Foto Intraoral Saat Oklusi
Frontal; (C) Foto Intraoral Saat Oklusi Regio Kanan; (D) Foto Intraoral Lengkung Rahang Atas; (E) Foto Intra
Oral Saat Gigi Tidak Beroklusi; (F) Foto Intraoral Lengkung Rahang Bawah; (G) Odontogram.

Gambar 4. Foto Rontgen Sebelum Perawatan. (A) Foto Rontgen Panoramik; (B) Foto Rontgen Sefalometri; (C)
Prediksi Cervical Vertebrae Maturation (CVM) CS2.

Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79. 73


KASUS

sebelum perawatan diperlihatkan pada Gambar 2.7. akan segera erupsi. Gigi 61 mengalami persistensi
Kebersihan mulut buruk. Terdapat kelainan gingiva dengan gigi permanen 21 telah erupsi sebagian.
stomatitis a.r labial gigi 61 e.c ulcus decubitus Gigi 21, 26, 36, dan 46 in-erupsi.
a.r gigi 61. Terdapat gingivitis marginalis kronis Foto rontgen memperlihatkan tidak terdapat
generalisata. Frenulum labii dan frenulum lingual benih gigi 18, 12, 22, 28, 38, 35, dan 48. Tidak
dalam batas normal. Lidah suspek makroglosia. terdapat gigi supernumerer. Missing teeth gigi 64
tonsil dalam batas normal T1-T1. Palatum tinggi dan dan 85. Gigi 17, 15, 14, 13, 23, 24, 25, 27, 37,
sempit. Oklusi memperlihatkan suspek maloklusi 34, 33, 43, 44, 45, dan 47 belum erupsi. Terdapat
dentoalveolar angle kelas III. Hal ini diketahui gambaran radiolusen sampai atap kamar pulpa
berdasarkan gigi permanen 21 yang erupsi berada dan pelebaran membran periodontal pada gigi
dibelakang gigi anterior rahang bawah. Jumlah gigi 55, 54, 74, dan 84. Terdapat gambaran radiolusen
sulung saat pemeriksaan awal lengkap berjumlah sampai dentin pada gigi 52, 62, 63, 65, 26, 36, dan
20. Namun terdapat mikrodonsia gigi 72, 71, 81, 75. Analisis prediksi cervical vertebrae maturation
dan 82 yang dikenali dengan mahkota klinis gigi (CVM) CS2.
anterior rahang bawah berbentuk kerucut, pendek, Berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang
dan kecil. Odontogram memperlihatkan terdapat telah dilakukan, diagnosa pasien adalah Downs
karies media gigi 63, 26, dan 36 dengan diagnosis Syndrome tipe trisomi 21 reguler (nondisjunction)
pulpitis reversibel. Karies profunda gigi 55, 54, 52, disertai profil anak yang terlihat lebih kecil,
62, 65, 75, 74, dan 84 dengan diagnosis pulpitis pendek, dan bungkuk; postur tubuh kifosis; bentuk
irreversibel. Terdapat sisa akar gigi 51, 61, 64, kepala relatif kecil dan bagian anteroposterior
dan 85 dengan diagnosis gangren radiks. Gigi 51, kepala mendatar, kecil, dan bulat; bentuk leher
61, 71 dan 81 mengalami mobility grade 2, yang tampak pendek dan lebar; wajah memperlihatkan
mengindikasikan gigi permanen penggantinya kekurangan perkembangan (hypoplasia) bagian

Gambar 5. Metode Pendekatan Behavioral Management dengan Menggunakan Metode Visual dan Alat Peraga.
(A) Model Gigi; (B) Lokasi Tempat Menyikat Gigi; (C) Beberapa Foto-Foto Perawatan Dental pada Anak; (D)
Video Youtube Memperlihatkan Video Menyikat Gigi.

Gambar 6. (A) dan (B) Pendekatan Dental Preventif dengan Menggunakan Metode Visual Melalui Foto dan
Model Gigi. Beberapa Foto yang Diperlihatkan Meliputi Foto Perawatan Dental, Alat-Alat Kedokteran Gigi,
Sikat Gigi dan Model Gigi. (C), (D), dan (E) Pasien Diajarkan Cara Menyikat Gigi Sesuai Urutan Menyikat Gigi.
Pasien Masih Dibantu Oleh Dokter Gigi dalam Melakukan Penyikatan Gigi.

74 Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79.


KASUS

Gambar 7.Kunjungan yang Memperlihatkan Pasien Mampu Menyikat Giginya Sendiri. (A) Penyikatan Gigi oleh
Pasien; (B) Keadaan Klinis Intraoral Setelah Aplikasi Disclosing Solution; (C) Keadaan Klinis Intraoral Setelah
Pasien Melakukan Penyikatan Gigi.

Gambar 8. Step By Step Penatalaksanaan Dental Ekstraksi Gigi 61, 51, 71, dan 81 dalam Beberapa
Kunjungan. (A) Foto Intraoral Frontal Rahang Atas Memperlihatkan Gigi 21 Telah Erupsi Sebagian; (B)
Foto Intraoral Frontal Setelah Ekstraksi Gigi 61 dan Memperlihatkan Gigi 11 Telah Erupsi Sebagian; Foto
Intraoral Frontal Setelah Ekstraksi Gigi 51; (D) Foto Intraoral Frontal Seminggu Setelah Ekstraksi Gigi
Memperlihatkan Perbaikan Klinis Gingiva; (E) Foto Intraoral Frontal Rahang Bawah Memperlihatkan Gigi
Permanen 31 dan 41 Telah Erupsi Sebagian. Foto tanggal 12 Februari 2016; (F) Foto Intraoral Frontal Setelah
Ekstraksi Gigi 71; (G) Foto Intraoral Frontal Setelah Ekstraksi Gigi 81; (H) Pendekatan Non-farmakologis
dengan Teknik Physical Restraint.

mid face; tipe wajah brachiocephaly, simetris; profil pasien diduga disebabkan karena riwayat prenatal
wajah cekung; hipotonus otot bibir, lip seal negatif, kesehatan ibu saat kehamilan sempat mengalami
dan relasi bibir incompetent dengan pembukaan flek sekitar usia 6 sampai 8 bulan. Tidak terdapat
mulut yang kecil; rambut cenderung halus, lurus, silsilah keluarga yang mengalami kelainan serupa,
dan jarang; bentuk mata sipit miring ke atas hal ini mengindikasikan terjadinya kelainan genetik
(upslanting palpebral fisura) dengan jarak diantara disebabkan terjadinya mutasi genetik yang bersifat
dua mata jauh, dan epicanthal fold; ukuran telinga sporadis.
lebih kecil; tangan dan ruas jari-jari pendek, jarak Sebelum memulai perawatan, orang tua pasien
antara jari pertama dan kedua tangan melebar; sidik diberikan informasi mengenai rencana perawatan
jari tangan membentuk pola ulir yang khas; telapak yang akan dilakukan. Pasien telah memberikan
kaki datar dengan jari kaki yang besar dan pendek persetujuan tertulis mengenai publikasi kasus
serta antara jari pertama dan kedua terdapat jarak ini. Tatalaksana pada pasien ini terdiri dari dental
yang cukup lebar (sandal gap); kulit lembut, kering, preventif dan dental non-farmakologis. Protokol
tipis, disertai palmoplantar hyperkeratosis; kelainan rencana perawatan penatalaksanaan kasus dental
periodontal disertai gingivitis marginalis kronis preventif pada laporan kasus pasien ini meliputi
generalisata; lidah suspek makroglosia; palatum behavioral management dengan pendekatan
tinggi dan sempit; oklusi memperlihatkan suspek metode visual melalui foto-foto, model gigi,
maloklusi dentoalveolar angle kelas III; mikrodonsia dan video youtube yang berhubungan dengan
gigi 72, 71, 81, dan 82; tidak terdapat benih gigi 18, perawatan dental pada anak. Beberapa foto yang
12, 22, 28, 38, 35, dan 48; serta prediksi cervical diperlihatkan meliputi foto perawatan dental, alat-
vertebrae maturation (CVM) CS2. alat kedokteran gigi, sikat gigi dan model gigi.
Etiologi kelainan genetik Downs Syndrome Pendekatan modelling dengan berkeliling ruang
tipe trisomi 21 reguler (nondisjunction) pada klinik pedo untuk melihat teman-teman seusianya

Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79. 75


KASUS

Gambar 10. Foto Klinis Intraoral Kontrol 6 Bulan Ke Dokter Gigi. (A) Foto Intraoral Saat Oklusi Regio Kanan;
(B) Foto Intraoral Saat Oklusi Frontal.(C) Foto Intraoral Saat Oklusi Regio Kanan; (D) Foto Intraoral Lengkung
Rahang Atas;(E) Foto Intra Oral Saat Gigi Tidak Beroklusi; (F) Foto Intraoral Lengkung Rahang Bawah.

gigi pada boneka gigi, Gerakan penyikatan gigi


yang sedang dalam perawatan dental, serta tell yang digunakan pasien adalah gerakan horizontal
show do dengan menjelaskan perawatan dental (metode Scrub). Dokter gigi mengajarkan metode
yang akan dilakukan. Pendekatan preventif lain cara menyikat gigi kepada orangtua dan
diberikan sebelum memulai perawatan dental, anak, yaitu metode Fones (Gambar 6). Penilaian
meliputi dental health education (DHE) dengan kontrol plak dilakukan setiap kunjungan dengan
mengajarkan cara menyikat gigi pada pasien, dan menggunakan disclosing dengan peningkatan
melakukan penyikatan gigi sendiri tanpa bantuan yang lebih baik setiap kunjungannya (Gambar 7).
ibunya, serta instruksi kebersihan mulut saat Dental health education (DHE) diberikan dengan
dirumah kepada orang tua pasien, serta aplikasi mengajarkan cara menyikat gigi pada pasien, dan
pasta CPP/ACP (GC Tooth Mousse without melakukan penyikatan gigi sendiri tanpa bantuan
flouride, RecaldentTM, Australia/NZ) pada malam ibunya, serta instruksi kebersihan mulut saat
hari setelah menggosok gigi dan sebelum tidur. dirumah kepada orang tua pasien, serta aplikasi
Plak skor pada setiap kunjungan untuk mengetahui pasta CPP/ACP (GC Tooth Mousse without
keberhasilan perawatan dan aplikasi topical flouride, RecaldentTM, Australia/NZ) pada malam
fluoride (60 Second Taste® Gel, Pascal Company, hari setelah menggosok gigi dan sebelum tidur.
US). Usaha ini diharapkan dapat menghambat Reinforcement positif pun selalu diberikan setelah
aktivitas karies sebagai tindakan preventif. Protokol anak berhasil melakukan tindakan yang diminta
rencana perawatan penatalaksanaan dental non- oleh dokter gigi. Hal ini dapat membantu agar
farmakologis pada laporan kasus pasien ini seperti anak mau menerima perawatan pada kunjungan
yang meliputi oral profilaksis menggunakan brush berikutnya.
dan low speed, ekstraksi gigi 51, 61, 71, 81. Beberapa pendekatan non-farmakologis
Pendekatan yang dilakukan oleh dokter telah dilakukan sebelumnya dalam usaha
gigi melalui bahasa, sentuhan, dan senyuman. penatalaksanaan dental. Beberapa alternatif
Pada beberapa kali kunjungan lebih ditekankan behavioral management diterapkap sebagai langkah
mengenai penatalaksanaan dental preventif pada untuk perawatan dental berikutnya, diantaranya
pasien berupa behavioral management dengan metode visual melalui foto-foto perawatan dental
pendekatan metode visual melalui foto-foto, model yang dilakukan, pendekatan modelling dengan
gigi, dan video youtube yang berhubungan dengan berkeliling ruang klinik pedo untuk melihat teman-
perawatan dental pada anak. Beberapa foto yang teman seusianya yang sedang dalam perawatan
diperlihatkan meliputi foto perawatan dental, alat- dental, serta tell show do dengan menjelaskan
alat kedokteran gigi, sikat gigi dan model gigi penatalaksanaan dental yang akan dilakukan.
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5 dan 6. Reinforcement positif pun selalu diberikan. Selain
Pendekatan modelling dengan berkeliling ruang itu, diberikan pula pendekatan desensitisasi yang
klinik pedo untuk melihat teman-teman seusianya berulang dimulai dari dari pemeriksaan kontrol
yang sedang dalam perawatan dental, serta metode plak yang rutin, penyikatan gigi, oral profilaksis,
Tell-Show-Do digunakan untuk mengajarkan cara hingga perawatan dental. Namun, usaha ini sia-sia
menyikat gigi pada pasien dengan bantuan model karena anak tidak memperlihatkan kooperatif saat
gigi. Pasien diminta untuk mempraktekan menyikat perawatan dental akan dilakukan. Ekstraksi gigi

76 Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79.


KASUS

dilakukan melalui pendekatan non-farmakologis yaitu pasangan kromosom 21 didalam sel tidak
lainnya berupa stabilisasi protektif physical restraint membelah tetap bersatu didalam salah satu sel
atas persetujuan oran tua seperti yang terlihat yang baru dengan prevalensi 95%, tipe translokasi
pada Gambar 8. Anak dipangku orang tuanya kromosom 21 yaitu ketika sebagian lengan
dan memegang kepala anak, serta rekan operator kromosom terpisah sehingga sisa lengan akan
menahan pergerakan anak. Pasien dipegang menempel dengan kromosom lain yang juga
oleh beberapa orang untuk mencegah terjadinya mengalami pemisahan (translokasi kromosom
gerakan yang tidak diinginkan dan resiko cedera. 21 dengan kromosom 13, 14, 15, 22) dengan
Pencabutan gigi 61 dilakukan dengan anastesi prevalensi 3-4%, dan tipe mosaik 21 yaitu ekstra
topikal dan chlor ethyl. Pencabutan dilakukan kromosom 21 pada beberapa bagian sel tubuhnya,
dengan satu kali gerakan dan anak tidak menangis. namun sel tubuh lainnya normal dengan prevalensi
Orangtua dan pasien tetap diedukasi cara menyikat 1%.4,7,8 Karakteristik Down syndrome tipe 21
gigi dan dijelaskan mengenai diet yang baik untuk (non-disjunction) terlihat pada pasien. Beberapa
mencegah karies. Step by step penatalaksanaan karakteristik klinis khas yang diperlihatkan pasien
dental ekstraksi gigi 61, 51, 71, dan 81 diperlihatkan ini diantaranya adalah postur anak terlihat lebih
pada Gambar 8. kecil, pendek, dan bungkuk. Bentuk kepala
Walaupun telah dilakukan penatalaksanaan brachicephaly. Bentuk leher tampak pendek dan
dental ekstraksi, tetapi masih terdapat beberapa lebar. Rambut cenderung halus, lurus, dan jarang.
gigi yang harus dilakukan perawatan. Beberapa Anak memiliki bentuk mata lebih sipit (upslanting
gigi yang belum dilakukan perawatan tetap palpebral fisura), jarak diantara dua mata jauh,
direncanakan untuk dilakukan perawatan dental dan epicanthal fold. Ukuran telinga lebih kecil.
pada kunjungan yang akan datang. Foto klinis Ekstremitas tangan dan ruas jari pendek dengan
intra oral kontrol 6 bulan pasca pencabutan gigi jarak antara jari pertama dan kedua pada tangan
diperlihatkan pada Gambar 10. melebar. Sidik jari tangan membentuk pola ulir
yang khas. Telapak kaki cenderung datar, jari kaki
PEMBAHASAN besar dan pendek dengan jarak antara jari pertama
dan kedua cukup lebar (sandal gap). Hal ini sejalan
Down syndrome (trisomi 21) merupakan kelainan yang dikemukakan oleh Troutman et al (1982)
genetik dengan kelebihan kromosom yang dapat dan Wilson (1973) yang mengungkapkan terdapat
mempengaruhi keseimbangan genetik, perubahan beberapa karakteristik klinis khas pada Downs
karakteristik fisik dan intelektual, serta gangguan syndrome.9,10
fungsi fisiologis. Umumnya seorang klinisi mudah Selain itu, karakteristik intra oral pada individu
mengenali karakteristik penyandang Down ini memperlihatkan pembukaan mulut kecil dengan
syndrome melalui ciri-ciri fisiknya (karakter wajah).1-4 hipotonus otot, sehingga sudut mulut turun dan
Walaupun demikian, penegakan diagnosis Down mulut terbuka. Ukuran lidah makroglosia, tetapi
syndrome lebih mudah jika dikonfirmasi melalui anak tidak memiliki kebiasaan menjulurkan
pemeriksaan kromosom. Dalam kasus ini, anak lidah. Palatum berbentuk V. Keterlambatan
didiagnosis Down Syndrome tipe 21 setelah erupsi gigi yang dipengaruhi oleh faktor genetik
pemeriksaan kromosom. Menurut Soetjiningsih dan aktivitas otot, dengan bentuk gigi seperti
(1995), diduga kelainan kromosom ini disebabkan konus (mikrodonsia). Mikrodonsia ini terlihat
oleh genetik dengan peningkatan resiko berulang pada seluruh regio anterior RB dengan mahkota
bila dalam keluarga terdapat individu dengan Downs klinis berbentuk kerucut, pendek, dan kecil. Hal
syndrome, umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan ini menyebabkan timbulnya celah antar gigi
terdapat perubahan hormonal yang menyebabkan (spacing). Tidak terdapatnya benih gigi 18, 12,
non-disjunctional pada kromosom, radiasi, infeksi, 22, 28, 38, 35, dan 48. Kelainan periodontal yang
dan autoimun.4 Pada pasien ini, riwayat Down dijumpai adalah gingivitis marginalis. Peningkatan
syndrome tidak ditemui dalam silsilah keluarga. prevalensi penyakit periodontal dikaitkan dengan
Diduga Down syndrome yang terjadi pada anak adanya maloklusi, kebiasaan buruk, serta pola
dipicu ketidakserasian genetik antara ayah dan ibu, perkembangan pada gigi dan mulut. Buruknya
serta mutasi genetik. Hal ini terlihat dari ibu yang kebersihan gigi dan mulut menyebabkan terjadinya
mengalami flek saat usia kehamilan 6 sampai 8 karies gigi, inflamasi pada margin gingiva, dan
bulan, dan ayah pasien merupakan perokok aktif. gingivitis. Wajah memperlihatkan kekurangan
Faktor usia sepertinya tidak berpengaruh dalam perkembangan (hypoplasia) bagian mid face yang
kasus ini. Walaupun demikian, faktor pencetus menyebabkan maloklusi dental kelas III. Pasien
Down syndrome pada kasus ini harus ditelusuri tidak mengalami gangguan mengunyah, menelan,
kembali dan memerlukan data lebih akurat. dan berbicara. Hal ini sejalan dengan yang
Terdapat tiga tipe Downs syndrome, meliputi tipe dikemukakan oleh Wilson (1973), Troutman et al
kromosom 21 (non-disjunctional / full trisomy) (1982), dan Cheng et al (2016), bahwa karakteristik

Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79. 77


KASUS

intra oral pada Downs syndrome meliputi hipotonus berkebutuhan khusus meliputi perawatan dengan
otot, adanya kelainan gigi berupa kelainan bentuk, pendekatan farmakologis dan non farmakologis.
jumlah, serta ukuran, keterlambatan erupsi Pendekatan farmakologis diberikan bila anak
gigi, palatum menyempit dengan ukuran lidah memerlukan perawatan dental invasif, tetapi anak
makroglosia, maloklusi, dan kelainan jaringan tidak kooperatif dan individu berkebutuhan khusus.
periodontal.7,9,10 Perawatan dental pendekatan farmakologis
Gangguan perkembangan pada Downs diantaranya sedasi dan anastesi umum.
syndrome dapat menyebabkan intelectual disability, Perawatan dental pendekatan non farmakologis
sehingga memiliki skor IQ yang lebih rendah bila bertujuan untuk membentuk tingkah laku agar lebih
dibandingkan anak normal. Tingkat intelectual kooperatif, diantaranya modelling, desensitisasi,
disability bervariasi dari ringan sampai berat. retraining, behavioral shaping (tell show do),
Menurut skala Binet, intelectual disability pada reinforcement, kontrol suara, dan hipnosis.
pasien IQ 70 tergolong kategori ringan dengan Selain itu, ada pula pendekatan non farmakologis
rentang antara 70-52 dan dikategorikan sebagai berupa hand over mouth (HOME) dan physical
intelectual disability dapat dididik (educable).12 restraint. Pemilihan pendekatan tingkah laku ini
Pasien mudah diajak berkomunikasi, dan dilatih. akan mempengaruhi keberhasilan perawatan gigi
Selain itu sejak kecil anak diberikan terapi fisik dan mulut.11 Pada laporan kasus ini, diberikan
dan mental yang hingga kini rutin dilaksanakan. behavioral management diantaranya metode visual
Dalam laporan kasus ini hampir seluruh giginya melalui foto-foto perawatan dental yang dilakukan,
mengalami karies gigi, hal ini diduga berhubungan pendekatan modelling dengan berkeliling ruang
dengan intelectual disability pada pasien, walaupun klinik pedo untuk melihat teman-teman seusianya
tergolong kategori ringan. Buruknya kebersihan gigi yang sedang dalam perawatan dental, serta tell
dan mulut diduga disebabkan tindakan pemeliharaan show do dengan menjelaskan penatalaksanaan
kebersihan gigi dan mulut terhambat karena anak dental yang akan dilakukan. Reinforcement positif
lambat menerima instruksi yang diberikan. Selain pun selalu diberikan. Selain itu, diberikan pula
itu, konsumsi makanan berkariogenik dapat pendekatan desensitisasi yang berulang dimulai
memicu terjadinya karies. Edukasi diet penting dari dari pemeriksaan kontrol plak yang rutin,
diberikan kepada orangtua sebagai usaha preventif penyikatan gigi, oral profilaksis, hingga hingga
terjadinya karies. Penerapan pola diet yang baik pencabutan gigi menggunakan anastesi topikal
terbukti menekan resiko penyakit gigi dan mulut dan chlor ethyl membuat anak lebih koperatif dan
pada Down syndrome. dapat mengurangi kecemasan. Ekstraksi gigi pun
Pendekatan dental preventif pada Down dilakukan melalui pendekatan non-farmakologis
syndrome dapat disesuaikan dengan kondisinya. berupa stabilisasi protektif physical restraint atas
Pada kasus ini, digunakan behavioral management persetujuan oran tua. Perawatan dental lainnya
metode visual, teknik tell show do, modelling, dan diantaranya ekstraksi gigi posterior, restorasi gigi,
desensitisasi. Metode visual yang diberikan berupa dan perawatan saluran akar tidak dapat dilakukan
melalui foto-foto, model gigi, dan video youtube karena terkendala oleh sikap kooperatif dari pasien
yang berhubungan dengan perawatan dental yang tidak dapat dilakukan perawatan secara non-
pada anak. Beberapa foto yang diperlihatkan farmakologis. Orangtua pasien diberi penjelasan
meliputi foto perawatan dental, alat-alat kedokteran mengenai altenatif rencana perawatan yang dapat
gigi, sikat gigi dan model gigi. Selain itu, pasien dilakukan melalui pendekatan farmakologis yaitu
sangat gelisah saat pertama kali datang, sehingga sedasi intravena maupun anestesi umum. Namun
pendekatan desensitisasi yang berulang dimulai orangtua sampai saat ini masih belum berkenan,
dari pemeriksaan skor plak yang rutin, dan sehingga perawatan dental ditunda.
penyikatan gigi. Metode lainnya yang diterapkan
adalah modeling dan tell, show, do. Metode ini dapat SIMPULAN
dilakukan karena tingkatan intelectual disability
Down syndrome yang ringan. Reinforcement Secara umum individu DS memiliki tipe tampilan
positif harus diberikan setelah anak berhasil klinis yang mirip meliputi karakteristik fisik dan
diberikan tindakan. Hal ini dapat membantu agar wajah anak yang khas, kemampuan intelektual
anak mau menerima perawatan pada kunjungan yang terbatas, serta gangguan fungsi fisiologis.
berikutnya. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Penatalaksanaan dental pasien DS membutuhkan
Soemantri (2012), yang mengungkapkan bahwa kerjasama secara multidisipliner. Rutin kontrol
Down syndrome belajar dengan memerlukan ke dokter gigi secara teratur, perawatan dental
lebih banyak pengulangan dan semakin efektif komprehensif dan terintegrasi melalui pendekatan
bila menggunakan media visual berupa foto, dan behavioral management memerlukan kerjasama
video.13 yang baik antara orang tua, dokter gigi, dan
Pendekatan perawatan dental pada anak individunya sendiri.

78 Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79.


KASUS

DAFTAR PUSTAKA 7. Cheng Ronald, H.W., et al. 2016. Oral Health


in Individuals with Down Syndrome. [serial
1. Dean, McDonald, and Avery. 2011. Dentistry online] 2016 [internet]. The University of
for The Child and Adolescent. Ninth edition. Hongkong, China. Available online at http://
Indiana: Mosby Elsevier. p164-166; p474, www.intechopen.com (Diakses 23 Juni 2017).
p196. 8. Bell EJ, Kaidonis J, Townsend GC. 2002.
2. A.R. Normastura, et al. 2013. Saliva and Toothwear in Children with Down Syndrome.
Dental Caries in Down Syndrome Children. Aust Dent J 1:30-5.
Sains Malaysiana 42:1. p59-63. 9. Troutman KC, Full CA, Bystrom EB.
3. Richard Welbury. 2005. Childhood Impairment Developmental disabilities: Considerations
and disability. In: Pediatric Dentistry. 3ed. in dental management. Dalam: Stewart RE,
Oxford University Press. p526-527, p530-537. Karber TK. Pediatric Dentistry. London. Mosby
4. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Company. 1982. p834-836.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p38- 10. Wilson S. The child with Downs syndrome
41, p211-7. (mongolism). Washington. WB Saunders
5. Kliegman; and Robert, M. 2007. Nelson Company. 1973. p7-19.
Textbook Of Pediatrics. Philadelphia: 11. Magnusson BO, Svantum B. Pedodontic:
Saunders, Elsevier. A systematic Approach. Coppenhagen:
6. World Health Organization. 2016. Genes and Munksgaard. 1981. p327-328.
Chromosomal Disease: Down Syndrome. 12. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Sari
Available online at http://www.who.int/ Pediatri. 2000:2(3):p170-177.
genomics/public/geneticdiseases/en/index1. 13. Soemantri TS. Psikologi anak luar biasa.
html (Diakses 23 Juni 2017). Bandung. Rafika Aditama. 2012. p93-119.

Indonesian Journal of Paediatric Maret 2018;1(1):70-79. 79

Anda mungkin juga menyukai