Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN METODE KOMPLEMENTER

METODE PENGOBATAN KONVENSIONAL DAN KOMPLEMENTER PADA ANAK


PENDERITA DOWN SYNDROME DENGAN
GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

MATA KULIAH TERAPI KOMPLEMENTER DALAM


PELAYANAN KEBIDANAN

OLEH :
LUH EMI RISKA YUNIASTRI (P07124217038)

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
2021
PEMBAHASAN
METODE PENGOBATAN KONVENSIONAL DAN KOMPLEMENTER PADA ANAK
PENDERITA DOWN SYNDROME DENGAN
GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

A. Pengertian Down Syndrome

Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (Suryo, 2005). Down
syndrome dinamai sesuai nama dokter berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang
pertama kali menemukan tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli
genetika Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.
Down Syndrome adalah salah satu cacat lahir bawaan yang paling sering, dan penyebab
genetik yang paling umum dari keterbelakangan mental. Dalam kebanyakan kasus, DS hasil dari
kehadiran tambahan salinan kromosom 21. DS memiliki fenotipe yang kompleks (Robert et al,
2009).

Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental
anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Sindrom Down (bahasa inggris:Down Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala akibat dari
abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama
meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh
Langdon Down pada tahun 1866 (Guyton, 2007).
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik
perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk
menerima keadaan anak dengan down sindrom. Setiap keluarga menunjukkan reaksi yang
berbeda - beda terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita down syndrom,
sebagian besar memiliki perasaan yang hampir sama yaitu sedih, rasa tak percaya, menolak,
marah, perasaan tidak mampu dan juga perasaan bersalah. Untuk dapat membantu
mengoptimalkan perkembangan anak dengan down syndrom, peran dan sikap keluarga sangat
diharapkan anak down sindrom.
Pada penderita down syndrome, pengobatan yang dilakukan tentu saja tidak hanya dengan
satu cara. Untuk metode pengobatan secara konvensional, dapat dimulai dengan tindakan
preventif yaitu dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesisi bagi para ibu
hamil terutama pada trimester pertama. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak
dengan down syndrome atau mereka yang hamil diatas usia 40 tahun perlu hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena memiliki risiko melahirkan anak down syndrome lebih tinggi.
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat
membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain. a) Pemeriksaan fisik penderita
b) Pemeriksaan kromosom
c) Ultrasonografi (USG)
d) Ekokardiografi (EKG)
e) Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

B. Pengobatan dengan Metode Konvensional


Untuk pengobatan konvensional penderita down syndrome sampai saat ini belum ditemukan
metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi down syndrome. Pada tahap
perkembangannya penderita down syndrome juga dapat mengalami kemunduran dari sistem
penglihatan, pendengaran, maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-ototnya lemah.
Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup, serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran
perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita
untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat
meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut.

C. Pengobatan dengan Metode Komplementer


Selain pengobatan konvensional, kini sedang merebak pengobatan tradisional atau yang lebih
kita kenal dengan terapi komplementer pada kasus anak berkebutuhan khusus salah satunya pada
penderita down syndrome. Pengobatan dengan metode komplementer ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer yang menyebutkan bahwa pelayanan komplementer adalah penerapan
kesehatan tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural dalam penjelasannya
serta manfaatnya dan keamanannya terbukti secara ilmiah.
Salah satu terapi komplementer pada penderita down syndrome dengan gangguan tumbuh
kembang yaitu terapi Padma (Pijat anak down syndrome mastakaraga shobia). Padma adalah
singkatan dari Pijat anak down sindrom Mastakaraga shobia. Matakaraga berasal dari bahasa
sunda, yaitu Mastaka berarti kepala dan Raga artinya badan. Mastakaraga berarti memberikan
terapi pijat dari kepala hingga seluruh tubuh. Shobia adalah kepanjangan dari Sindrom Hiper for
Balita dan Anak, merupakan bagian dari terapi pijat mastakaraga dengan kekhususan pada anak
berkebutuhan khusus. Padma adalah nama khusus untuk terapi yang diberikan pada anak down
sindrom.yang bertujuan memberikan stimulasi tumbuh kembang pada anak down sindrom dan
bermanfaat menstabilkan tanda vital anak, melancarkan sirkulasi darah tubuh, memberikan
kenyamanan pada anak, menstimulasi otot, syaraf, kelenjar, sirkulasi dan pencernaan tubuh,
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus. Penelitian yang
dilakukan oleh (Harini, 2018) terkait pemberian terapi Padma pada penderita down syndrome
usia 6 tahun, diperoleh bahwa terapi Padma dapat digunakan untuk menstimulasi tumbuh
kembang anak down sindrom.
Selain Terapi Padma, terapi akupresure pada penderita down syndrome dengan gangguan
enuresis juga dapat dilakukan. (Wahyudi, dkk., 2020) melakukan penelitian selama 3 bulan di
SDLB Kuncup Mas pada 28 penderita down syndrome dan diperoleh bahwa terapi akupresure
berpengaruh terhadap frekuensi enuresis penderita.2 Penerapan komunikasi terapeutik pada anak
penyandang down syndrome juga dapat diterapkan yaitu dengan metode modelling dan self talk
serta parallel talk, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019) ‘Antara Fakta dan Harapan


Sindrom Down’, InfoDATIN, pp. 1–10.

Guyton, A. C dan Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Philadelphia: Elsevier-Saunders: 389-391, 1029-1044.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Pelayanan Kesehatan


Tradisional

Putri, R. N. I. and Istiyanto, S. B. (2019) ‘Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada


Anak Penyandang Down Syndrome Melalui Pelayanan Terapi Wicara Di
Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto’, Jurnal Dakwah Risalah,
30(1), p. 35. doi: 10.24014/jdr.v30i1.6999.

Robert Lyle, Fre´de ´rique Be´na1, Sarantis Gagos, Corinne Gehrig, Gipsy Lopez,
Albert Schinzel, James Lespinasse. 2009. Genotype–phenotype
correlations in Down syndrome identified by array CGH in 30 cases of
partial trisomy and partial monosomy chromosome 21. European Journal
of Human Genetics. 17. 454 – 466.

Suryo. 2005. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai