II. Tujuan
Mempelajari dan memahami sifat faal otot jantung terhadap perubahan suhu
lingkungan, serta mengukur frekuensi denyut ritmis jantung katak pada suhu
yang berbeda.
V. Cara Kerja
Seekor bufo atau katak ditimbang dan diukur panjang tubuhnya dari
moncong ke anus. Katak kemudian ditundukkan dan dilumpuhkan dengan cara
sumsum tulang belakang katak ditusuk dengan jarum ose agar sumsum tulang
belakang katak rusak. Katak diletakkan di bak paraffin, kemudian bagian toraks
katak dibuka dengan pengguntingan pada sternum hingga jantung dapat terlihat,
lalu selaput jantung (perikardium) dilepas hingga jantung katak tidak terbungkus
lagi. Larutan Ringer langsung diteteskan pada jantung katak. Larutan Ringer yang
pertama kali diteteskan adalah larutan Ringer dengan suhu ruang (25 ℃),
kemudian larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃. Jantung katak harus
dinormalkan kembali dengan larutan Ringer dengan suhu ruang (25℃) setelah
pemberian larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃. Larutan Ringer dengan suhu
panas 35℃ kemudian diteteskan pada jantung katak. Selama percobaan, suhu
larutan harus diperiksa dengan termometer agar tetap konstan. Kekuatan dan
frekuensi denyut jantung katak pada setiap perlakuan suhu dihitung dengan
counter selama 1 menit dengan stopwatch. Penghitungan diulang sebanyak 3 kali.
Hasil yang didapatkan kemudian dicatat dan dibagi 3.
VI. HASIL
Tabel 1. Hasil pengamatan ritmis jantung katak pada suhu yang berbeda
Larutan Ringer Larutan Ringer Larutan Ringer
Panjang (cm) / Berat (gr)
No. Hewan Coba 15oC 28oC 45oC
♂/♀
(Denyut/Menit) (Denyut/Menit) (Denyut/Menit)
169 / 15 / ♀ 73
4. Bufo sp. 3 62 76
97
5. Bufo sp. 4 88 / 12 / ♂ 81 89
A. Perhitungan Bufo sp. 1
90 + 71 + 76 = = 79
1. Larutan Ringer suhu dingin
(15oC) Denyut/Menit
C. Perhitungan Bufo sp. 3
84 + 75 + 72 = = 77
Denyut/Menit
VII. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap denyut ritmis jantung
katak, dapat dilihat bahwa denyut ritmis jantung pada tiap katak berbeda setelah
diberi perlakuan penetesan dengan larutan Ringer dengan suhu ruang (25 ℃),
larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃, dan larutan Ringer dengan suhu panas
45℃. Perbedaan denyut ritmis jantung katak ini dipengaruhi oleh pengaruh suhu
yang berbeda. Dapat dilihat bahwa sebagian besar katak menunjukkan denyut
ritmis jantung yang lemah setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer
dengan suhu dingin 15℃ dan menunjukkan denyut ritmis jantung yang meningkat
setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer dengan suhu panas 45 ℃. Hal
ini sesuai dengan teori di mana denyut jantung akan menurun ketika diberikan
suhu dingin, karena saraf vagus jantung menjadi lebih efektif dalam
memperlambat jantung. Efektivitas saraf vagus yang meningkat dalam
memperlambat kerja otot jantung disebabkan oleh penurunan aktivitas
kolinesterase, yang akan memungkinkan pembentukan asetilkolin yang lebih
besar (Rodi, 2014). Asetilkolin adalah neurotransmiter utama pada sistem saraf
parasimpatik yang berperan dalam memperlambat denyut jantung (Moss et al.,
2018).
Peningkatan denyut jantung setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer
dengan suhu panas 45℃ disebabkan oleh terjadinya penghentian aktivitas saraf
parasimpatis ditambah dengan peningkatan aktivitas saraf simpatik jantung akibat
efek panas pada nodus sinoatrial (Wilson and Craig, 2011). Selain itu, perubahan
denyut ritmis jantung terjadi karena meningkatnya cardiac output yang diperlukan
otot yang sedang bekerja karena terpapar panas. Peningkatan cardiac output
berhubungan dengan keadaan tubuh yang berusaha untuk menurunkan panas,
sehingga aliran darah kapiler meningkat. Hal ini yang akan meningkatkan
frekuensi denyut jantung pada akhirnya (Adiningsih, 2013). Hasil pengamatan
menunjukkan denyut ritmis jantung Rana sp. 1 dengan Rana sp. 3 yang memiliki
berat tubuh yang sama dengan jenis kelamin yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang cukup jauh. Perbedaan denyut jantung ini disebabkan oleh
pengaruh jenis kelamin. Katak betina memiliki denyut ritmis
jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan katak jantan, karena pengaruh
hormone estrogen pada katak betina. Katak betina sering mengalami perubahan
hormone estrogen. Hal ini menyebabkan tekanan darah pada katak betina lebih
tinggi dibandingkan dengan katak jantan (Andiyani, 2020). Berdasarkan hasil
pengamatan juga dapat dilihat bahwa ada perbedaan selisih penurunan denyut
ritmis jantung katak setelah pemberian perlakuan penetesan larutan Ringer dengan
suhu dingin 15℃ dan perbedaan selisih peningkatan denyut ritmis jantung katak
setelah pemberian perlakuan penetesan larutan Ringer dengan suhu panas 45 ℃.
Berdasarkan hasil pengamatan, katak jantan memiliki selisih penurunan denyut
jantung ritmis yang lebih kecil dan selisih peningkatan denyut jantung ritmis yang
lebih besar dibandingkan dengan katak betina. Hal ini tidak sesuai dengan teori di
mana seharusnya katak jantan lebih tahan terhadap suhu panas dibandingkan
dengan katak betina. Hal ini disebabkan karena katak jantan memiliki jaringan
dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap suhu dingin dan daya konduksi
yang lebih rendah terhadap suhu panas. Hasil pengamatan yang tidak sesuai
dengan teori ini dapat disebabkan oleh pengaruh suhu larutan Ringer yang
berubah saat proses penetesan, sehingga reaksi yang diberikan berbeda antara
katak jantan dengan katak betina (Adiningsih, 2013)
hasil pengamatan pada Hewan Coba Bufo sp. 1, 2, 3, dan 4 dengan
menggunakan larutan Ringer pada suhu 15°C, 28°C, dan 45°C. Bufo sp.1
memiliki panjang 144,24 cm dan berat 12 gr untuk betina. Denyut jantung rata-
rata pada suhu 15°C adalah sebesar 77 denyut/menit, pada suhu 28°C 88
denyut/menit, dan pada suhu 45°C 102 denyut/menit. Bufo sp.2 memiliki panjang
142,59 cm dan berat 13 gr untuk betina. Denyut jantung rata-rata pada suhu 15°C
adalah sebesar 53 denyut/menit, pada suhu 28°C 70 denyut/menit, dan pada suhu
45°C 79 denyut/menit. Bufo sp.3 memiliki panjang 169 cm dan berat 15 gr untuk
betina. Denyut jantung rata-rata pada suhu 15°C adalah sebesar 62 denyut/menit,
pada suhu 28°C 76 denyut/menit, dan pada suhu 45°C 73 denyut/menit. Bufo sp.4
memiliki panjang 88 cm dan berat 12 gr untuk jantan. Denyut jantung rata-rata
pada suhu 15°C adalah sebesar 81 denyut/menit, pada suhu 28°C 89 denyut/menit,
dan pada suhu 45°C 97 denyut/menit.( Friedhelm and Christian, 1984).
Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa denyut jantung dari
Bufo sp.1, Bufo sp.3, dan Bufo sp.4 cenderung menurun saat suhu dinaikkan dari
28°C ke 45°C, sedangkan Bufo sp.2 menunjukkan adanya kenaikan denyut
jantung.
VIII. Kesimpulan
Perubahan suhu menyebabkan otot jantung berubah sifatnya. Pemberian suhu
panas menyebabkan kerja otot jantung meningkat, sedangkan pemberian suhu
dingin menyebabkan kerja otot jantung menurun. Frekuensi denyut ritmis
jantung katak tertinggi terjadi ketika diberi perlakuan suhu panas. Frekuensi
denyut ritmis jantung katak terendah terjadi ketika diberi perlakuan suhu
dingin.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, R. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Heat Strain pada
Tenaga Kerja yang Terpapar Panas di PT. Aneka Boga Makmur. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. 2(2): 145-153.
Bella, S. 2018. Pengaruh Model Resource Based Learning (RBL) Disertai Teknik
Diagram Fishbone terhadap Keterampilan Proses Sains pada Materi
Sistem Peredaran Darah. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung. Khasan, N. A., T. Rustiadi, dan M. Annas. 2012.
Korelasi Denyut Nadi Istirahat dan Kapasitas Vital Paru-parut terhadap
Kapasitas Aerobik. Journal of Physical Education, Sport, Health
andRecreations. 1(4): 161-164.
Khasan, N. A., T. Rustiadi, dan M. Annas. 2012. Korelasi Denyut Nadi Istirahat
dan Kapasitas Vital Paru terhadap Kapasitas Aerobik. Journal of Physical
Education, Sport, Health and Recreations. 1(4): 161-164.