Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

PENGARUH SUHU TERHADAP DENYUT RITMIS JANTUNG


BUFO sp

Nama : Ni Gusti Ayu Made Mahasatya Narayani


NIM : 2208531004
Kelompok/Kelas : 2/A
Asdos : Ahmad Rovikhi
Tanggal : 27 Oktober 2023

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2023
I. Judul
Pengaruh suhu terhadap denyut ritmis jantung Bufo sp

II. Tujuan
Mempelajari dan memahami sifat faal otot jantung terhadap perubahan suhu
lingkungan, serta mengukur frekuensi denyut ritmis jantung katak pada suhu
yang berbeda.

III. Dasar Teori


Bufo sp atau katak merupakan hewan poikiloterm, di mana suhu tubuhnya
berubah sesuai suhu lingkungan. Sistem peredaran darah pada katak terdiri dari
jantung, arteri, kapiler, vena, pembuluh-pembuluh limfa, darah, dan limfa.
Struktur anatomi jantung katak terdiri atas 3 ruangan. Ruangan tersebut, yaitu 2
atrium yang telah terpisah sempurna oleh septum inter-uariculum menjadi atrium
kiri dan kanan dan 1 ventrikel (Merta dkk., 2019). Ruangan jantung katak yang
terdiri dari 1 ventrikel ini berpengaruh terhadap peredaran darahnya, karena darah
yang datang dari seluruh tubuh kaya CO2 akan tercampur kembali dengan darah
yang datang dari paru-paru (pulmo) yang kaya O2 (Merta dkk., 2016). Sistem
peredaran darah adalah suatu proses transportasi berbagai zat yang diperlukan
seluruh tubuh, serta pengambilan zat-zat yang sudah tidak diperlukan bagi tubuh
untuk dikeluarkan dari tubuh (Bella, 2018). Sistem peredaran darah memiliki tiga
fungsi utama, yaitu untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh, melindungi tubuh
melalui peran sel darah putih, dan mempertahankan homeostasis (Purba dkk.,
2020). Dalam melakukan fungsinya, sistem peredaran darah dibantu oleh jantung,
pembuluh-pembuluh darah (vena, arteri, dan kapiler), dan darah itu sendiri
(Tambayong dkk., 2016). Jantung merupakan organ yang berfungsi memompa
darah. Jantung memompa darah dengan melakukan kontraksi yang kuat dan
teratur dari serabut otot yang membentuk dinding ronggarongganya. Pola
kontraksi ini menyebabkan kedua bilik berkontraksi secara bersamaan dan hampir
1/10 detik kemudian, kedua serambi juga berkontraksi bersamaan (Khasan dkk.,
2012). Mekanisme kerja jantung yang secara berulang -ulang serta berlangsung
secara terus-menerus ini disebut dengan denyut jantung (Sari dkk., 2020).
Jaringan otot jantung terdiri atas sinsisium serabut-serabut otot yang satu
dengan yang lain tidak terpisahkan. Setiap impuls yang timbul di jantung akan
disebar ke seluruh otot jantung, dengan demikian kontraksinya selalu akan
bersifat “all-or-none”. Disamping itu, kuat kontraksi otot sangat ditentukan oleh
panjang awal dari serabut-serabutnya. Satu sifat utama otot jantung adalah
kemampuannya untuk membangkitkan sendiri impuls irama denyut jantung
(otomasi jantung). Jantung yang dikeluarkan dari tubuh mampu untuk tetap
berkontraksi ritmis. Pada amfibia dan reptilia, irama ditentukan oleh sinus
venosus. Aurikel iramanya kurang cepat dan ventrikel paling rendah tingkat
otomasinya. Otot jantung peka terhadap perubahan-perubahan metabolik, kimia
dan suhu. Kenaikan suhu meningkatkan metabolisme dan frekuensi jantung.
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung sebagai pemompa dan pembuluh darah
sebagai saluran. Darah dipompakan oleh jantung ke dalam pembuluh darah dan
akan disebarkan ke seluruh tubuh dan kemudian kembali lagi ke jantung sebagai
suatu sirkulasi (Alowanou et al,)
Otot jantung berbeda dari otot kerangka dalam hal struktur dan fungsinya.
Untuk berkontraksi otot jantung tidak memerlukan stimulus sebab otot jantung
memiliki sifat otomatis. Pada sel otot jantung dapat terjadi peristiwa depolarisasi
secara spontan tanpa ada stimulus. Selain itu otot jantung juga memiliki sifat
ritmis, peristiwa depolarisasi dan repolarisasi berjalan menurut irama tertentu
(Dubois et al,2020).
Denyut jantung adalah jumlah ketukan jantung dalam satu menit. Rata-rata
kecepatan detak jantung menunjukkan aktivitas dari jantung. Kecepatan denyut
jantung dapat dipengaruhi oleh faktor internal. Faktor internal yang memengaruhi
kecepatan denyut jantung adalah suhu (Ackerman et al,2020). Stres akibat suhu
panas dan dingin dapat mengubah kerja dan fungsi jantung. Menurut Wilson and
Craig (2011), suhu panas dapat menyebabkan kerja otot jantung meningkat,
sedangkan suhu dingin tidak memengaruhi kerja otot jantung atau menyebabkan
kerja otot jantung menjadi lemah.
IV. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum pengaruh suhu terhadap denyut
ritmis jantung katak, yaitu alat bedah, bak paraffin, waterbath, termometer, gelas
beker, wadah, pipet, counter, stopwatch, es batu, dan timbangan. Bahan yang
digunakan untuk praktikum pengaruh suhu terhadap denyut ritmis jantung katak,
yaitu katak dan larutan Ringer suhu 25℃, suhu kamar 45℃.

V. Cara Kerja
Seekor bufo atau katak ditimbang dan diukur panjang tubuhnya dari
moncong ke anus. Katak kemudian ditundukkan dan dilumpuhkan dengan cara
sumsum tulang belakang katak ditusuk dengan jarum ose agar sumsum tulang
belakang katak rusak. Katak diletakkan di bak paraffin, kemudian bagian toraks
katak dibuka dengan pengguntingan pada sternum hingga jantung dapat terlihat,
lalu selaput jantung (perikardium) dilepas hingga jantung katak tidak terbungkus
lagi. Larutan Ringer langsung diteteskan pada jantung katak. Larutan Ringer yang
pertama kali diteteskan adalah larutan Ringer dengan suhu ruang (25 ℃),
kemudian larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃. Jantung katak harus
dinormalkan kembali dengan larutan Ringer dengan suhu ruang (25℃) setelah
pemberian larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃. Larutan Ringer dengan suhu
panas 35℃ kemudian diteteskan pada jantung katak. Selama percobaan, suhu
larutan harus diperiksa dengan termometer agar tetap konstan. Kekuatan dan
frekuensi denyut jantung katak pada setiap perlakuan suhu dihitung dengan
counter selama 1 menit dengan stopwatch. Penghitungan diulang sebanyak 3 kali.
Hasil yang didapatkan kemudian dicatat dan dibagi 3.
VI. HASIL
Tabel 1. Hasil pengamatan ritmis jantung katak pada suhu yang berbeda
Larutan Ringer Larutan Ringer Larutan Ringer
Panjang (cm) / Berat (gr)
No. Hewan Coba 15oC 28oC 45oC
♂/♀
(Denyut/Menit) (Denyut/Menit) (Denyut/Menit)

1. Bufo sp. 1 144,24 / 12 / ♀ 77 88 102


79
2. Bufo sp. 2 142,59 / 13 / ♀ 53 70

169 / 15 / ♀ 73
4. Bufo sp. 3 62 76
97
5. Bufo sp. 4 88 / 12 / ♂ 81 89
A. Perhitungan Bufo sp. 1
90 + 71 + 76 = = 79
1. Larutan Ringer suhu dingin
(15oC) Denyut/Menit
C. Perhitungan Bufo sp. 3
84 + 75 + 72 = = 77

Denyut/Menit 1. Larutan Ringer suhu dingin


2. Larutan Ringer suhu kamar (15oC)
(28oC)
62 + 64 + 60 = = 62
90 + 88 + 86 = = 88
Denyut/Menit
Denyut/Menit 2. Larutan Ringer suhu kamar
3. Larutan Ringer suhu panas (28oC)
(45oC)
78 + 76 + 74 = = 76
97 + 103 + 106 = = 102
Denyut/Menit
Denyut/Menit 3. Larutan Ringer suhu panas
B. Perhitungan Bufo sp. 2 (45oC)
1. Larutan Ringer suhu dingin
73 + 74 + 73 = = 73
(15oC)
Denyut/Menit
60 + 51 + 48 = = 53
D. Perhitungan Bufo sp. 4
Denyut/Menit 1. Larutan Ringer suhu dingin
2. Larutan Ringer suhu kamar (15oC)
(28oC)
78 + 81 + 82 = = 81
74 + 66 + 70 = = 70
Denyut/Menit
Denyut/Menit 2. Larutan Ringer suhu kamar
3. Larutan Ringer suhu panas (28oC)
(45oC)
3. Larutan Ringer suhu panas
92 + 90 + 84 = = 89
(45oC)
Denyut/Menit
98 + 97 + 96 = = 97

Denyut/Menit

VII. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap denyut ritmis jantung
katak, dapat dilihat bahwa denyut ritmis jantung pada tiap katak berbeda setelah
diberi perlakuan penetesan dengan larutan Ringer dengan suhu ruang (25 ℃),
larutan Ringer dengan suhu dingin 15℃, dan larutan Ringer dengan suhu panas
45℃. Perbedaan denyut ritmis jantung katak ini dipengaruhi oleh pengaruh suhu
yang berbeda. Dapat dilihat bahwa sebagian besar katak menunjukkan denyut
ritmis jantung yang lemah setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer
dengan suhu dingin 15℃ dan menunjukkan denyut ritmis jantung yang meningkat
setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer dengan suhu panas 45 ℃. Hal
ini sesuai dengan teori di mana denyut jantung akan menurun ketika diberikan
suhu dingin, karena saraf vagus jantung menjadi lebih efektif dalam
memperlambat jantung. Efektivitas saraf vagus yang meningkat dalam
memperlambat kerja otot jantung disebabkan oleh penurunan aktivitas
kolinesterase, yang akan memungkinkan pembentukan asetilkolin yang lebih
besar (Rodi, 2014). Asetilkolin adalah neurotransmiter utama pada sistem saraf
parasimpatik yang berperan dalam memperlambat denyut jantung (Moss et al.,
2018).
Peningkatan denyut jantung setelah diberi perlakuan penetesan larutan Ringer
dengan suhu panas 45℃ disebabkan oleh terjadinya penghentian aktivitas saraf
parasimpatis ditambah dengan peningkatan aktivitas saraf simpatik jantung akibat
efek panas pada nodus sinoatrial (Wilson and Craig, 2011). Selain itu, perubahan
denyut ritmis jantung terjadi karena meningkatnya cardiac output yang diperlukan
otot yang sedang bekerja karena terpapar panas. Peningkatan cardiac output
berhubungan dengan keadaan tubuh yang berusaha untuk menurunkan panas,
sehingga aliran darah kapiler meningkat. Hal ini yang akan meningkatkan
frekuensi denyut jantung pada akhirnya (Adiningsih, 2013). Hasil pengamatan
menunjukkan denyut ritmis jantung Rana sp. 1 dengan Rana sp. 3 yang memiliki
berat tubuh yang sama dengan jenis kelamin yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang cukup jauh. Perbedaan denyut jantung ini disebabkan oleh
pengaruh jenis kelamin. Katak betina memiliki denyut ritmis
jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan katak jantan, karena pengaruh
hormone estrogen pada katak betina. Katak betina sering mengalami perubahan
hormone estrogen. Hal ini menyebabkan tekanan darah pada katak betina lebih
tinggi dibandingkan dengan katak jantan (Andiyani, 2020). Berdasarkan hasil
pengamatan juga dapat dilihat bahwa ada perbedaan selisih penurunan denyut
ritmis jantung katak setelah pemberian perlakuan penetesan larutan Ringer dengan
suhu dingin 15℃ dan perbedaan selisih peningkatan denyut ritmis jantung katak
setelah pemberian perlakuan penetesan larutan Ringer dengan suhu panas 45 ℃.
Berdasarkan hasil pengamatan, katak jantan memiliki selisih penurunan denyut
jantung ritmis yang lebih kecil dan selisih peningkatan denyut jantung ritmis yang
lebih besar dibandingkan dengan katak betina. Hal ini tidak sesuai dengan teori di
mana seharusnya katak jantan lebih tahan terhadap suhu panas dibandingkan
dengan katak betina. Hal ini disebabkan karena katak jantan memiliki jaringan
dengan daya konduksi yang lebih tinggi terhadap suhu dingin dan daya konduksi
yang lebih rendah terhadap suhu panas. Hasil pengamatan yang tidak sesuai
dengan teori ini dapat disebabkan oleh pengaruh suhu larutan Ringer yang
berubah saat proses penetesan, sehingga reaksi yang diberikan berbeda antara
katak jantan dengan katak betina (Adiningsih, 2013)
hasil pengamatan pada Hewan Coba Bufo sp. 1, 2, 3, dan 4 dengan
menggunakan larutan Ringer pada suhu 15°C, 28°C, dan 45°C. Bufo sp.1
memiliki panjang 144,24 cm dan berat 12 gr untuk betina. Denyut jantung rata-
rata pada suhu 15°C adalah sebesar 77 denyut/menit, pada suhu 28°C 88
denyut/menit, dan pada suhu 45°C 102 denyut/menit. Bufo sp.2 memiliki panjang
142,59 cm dan berat 13 gr untuk betina. Denyut jantung rata-rata pada suhu 15°C
adalah sebesar 53 denyut/menit, pada suhu 28°C 70 denyut/menit, dan pada suhu
45°C 79 denyut/menit. Bufo sp.3 memiliki panjang 169 cm dan berat 15 gr untuk
betina. Denyut jantung rata-rata pada suhu 15°C adalah sebesar 62 denyut/menit,
pada suhu 28°C 76 denyut/menit, dan pada suhu 45°C 73 denyut/menit. Bufo sp.4
memiliki panjang 88 cm dan berat 12 gr untuk jantan. Denyut jantung rata-rata
pada suhu 15°C adalah sebesar 81 denyut/menit, pada suhu 28°C 89 denyut/menit,
dan pada suhu 45°C 97 denyut/menit.( Friedhelm and Christian, 1984).

Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa denyut jantung dari
Bufo sp.1, Bufo sp.3, dan Bufo sp.4 cenderung menurun saat suhu dinaikkan dari
28°C ke 45°C, sedangkan Bufo sp.2 menunjukkan adanya kenaikan denyut
jantung.

VIII. Kesimpulan
Perubahan suhu menyebabkan otot jantung berubah sifatnya. Pemberian suhu
panas menyebabkan kerja otot jantung meningkat, sedangkan pemberian suhu
dingin menyebabkan kerja otot jantung menurun. Frekuensi denyut ritmis
jantung katak tertinggi terjadi ketika diberi perlakuan suhu panas. Frekuensi
denyut ritmis jantung katak terendah terjadi ketika diberi perlakuan suhu
dingin.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, R. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Heat Strain pada
Tenaga Kerja yang Terpapar Panas di PT. Aneka Boga Makmur. The
Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. 2(2): 145-153.

Andiyani, L. 2020. Pengaruh Aktivitas Fisik Mahasiswa terhadap Denyut Nadi


dan Tekanan Darah pada Masa Pandemi Covid-19 di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Alowanou GG, D'Amico M, et al. (2020). The effects of temperature on cardiac


activity in recordings of isolated whole heart preparations of grass frogs
(Rana temporaria). Journal of Thermal Biology. 88:102457.
Ackerman RA, Merkes CM, et al. (2020). High temperature and heart rate
variability: Thermoregulation for rehabilitation engineering applications.
Conference proceedings Annual International Conference of the IEEE
Engineering in Medicine and Biology Society. IEEE Engineering in
Medicine and Biology Society. Conference. 2020:4452-4455.

Bella, S. 2018. Pengaruh Model Resource Based Learning (RBL) Disertai Teknik
Diagram Fishbone terhadap Keterampilan Proses Sains pada Materi
Sistem Peredaran Darah. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung. Khasan, N. A., T. Rustiadi, dan M. Annas. 2012.
Korelasi Denyut Nadi Istirahat dan Kapasitas Vital Paru-parut terhadap
Kapasitas Aerobik. Journal of Physical Education, Sport, Health
andRecreations. 1(4): 161-164.

Dubois O, Bolduc A, et al. (2020). Cardiac susceptibility to global warming: an


experimental test using genome-phenotype associations in Atlantic cod.
Evolutionary Applications. 13(2):387-401.
Hammersen, Friedhelm, and Stick, Christian. (1984). Temperature dependance of
the isolated frog heart. Pflügers Archiv European Journal of Physiology,
400(4), 424–431.

Khasan, N. A., T. Rustiadi, dan M. Annas. 2012. Korelasi Denyut Nadi Istirahat
dan Kapasitas Vital Paru terhadap Kapasitas Aerobik. Journal of Physical
Education, Sport, Health and Recreations. 1(4): 161-164.

Anda mungkin juga menyukai