Anda di halaman 1dari 20

KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia)

Dosen Pengampu:
Sani Insan Muhamadi, M.Pd.

Disusun Oleh:
Nurul Shafa’ Salsabila NIM : 1222050118
Risnawati NIM : 1222050140

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmannirahim
Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa`atnya di akhirat
nanti.
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, penulis mengucapkan
Alhamdulillahirabbil`alamin karena penulis dapat menyusun makalah ini sampai
selesai. Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat, khususmya penulis dan
pembaca.Semoga kebaikan semuanya mendapat pahala yang belipat ganda dari
Allah SWT. Dan berbuah manis yang dapat kita petik dari syurga-Nya. Amiin

Bandung, 17 Desember 2022

Penulis.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3 Tujuan........................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5

2.1 Pengertian pendidikan...............................................................................5

2.2 Tujuan pendidikan di Indonesia................................................................6

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan di


indonesia....................................................................................................9

2.4 Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di indonesia................18

BAB III PENUTUP...............................................................................................20

3.1 Kesimpulan..............................................................................................20

3.2 Saran........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan
antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang
menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102
(1996), ke-99 (1997), ke105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke12 dari 12 negara di Asia.
Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World
Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia.
Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data
Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary
Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya
delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle
Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja
yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian pendidikan?
2. Apa tujuan pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan pendidikan Indonesia pada saat ini?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pendidikan
di Indonesia?
5. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia?

4
1.3 Tujuan
1. Memaparkan pengertian pendidikan
2. Menjelaskan tujuan pendidikan di Indonesia
3. Memaparkan perkembangan pendidikan Indonesia pada saat ini
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia
5. Mengetahui apa saja upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia

5
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Pendidikan
Menurut UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah
usaha sadar dan te-rencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian pendidikan menurut para ahli :
1. Lengeveld
Lengeveld memberikan pengertian bahwa pendidikan adalah usaha
mempengaruhi, melindungi serta memberikan bantuan yang tertuju
kepada kedewasaan anak didiknya atau dengan kata lain membantu anak
didik agar cukup mampu dalam melaksanakan tugas hidupnya sendiri
tanpa bantuan orang lain.
2. Dewey
Menurut ahli pendidikan ini konsep pendidikan mengandung
pengertian sebagai suatu proses pengalaman, karena kehidupan adalah
pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa di-
batasi usia. Proses pertumbuhan ialah proses penyesuaian pada tiap-tiap
fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
3. Crow
Crow memberikan batasan pengertian pendidikan adalah
pengalaman yang memberikan pengertian, insight dan penyesuaian bagi
peserta didik sehingga dia dapat berkembang dan bertumbuh.
4. Prof. Dr. M.J Langeveld
Prof. Dr. M.J Langeveld pengertian pendidikan ialah pemberian
bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukannya
5. Prof. Zaharai Idris
Prof. Zaharai Idris pengertian pendidikan ialah serangkaian
kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si

6
anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam
rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya.
6. H. Horne
H. Horne pengertian pendidikan adalah proses yang di lakukan
terus menerus dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual,
emosional dan kemanusiaan dari manusia.Invalid source specified.
1.2 Tujuan Pendidikan Indonesia
Semua penyelenggara pendidikan baik ditingkat kebijakan,
manajemen, sampai ke pelaksana (Guru) dengan berbagai levelnya baik di
level makro, meso, dan mikro, merujuk kepada tujuan pendidikan nasional
pasal 3 Undang-undang Sistem pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003.
Yakni : Berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.
Begitu sentralnya tujuan pendidikan nasional dalam konteks
posisinya sebagai acuan bagi para penyelenggara pendidikan di indonesia.
Sehingga semua orientasi kegiatan pendidikan nasional secara subtansial
mengacu kepada tujuan pendidikan nasional. Wajah bangsa indonesia
kedepan secara konsep bisa di baca dari rumusan tujuan pendidikan
nasional.
Karena rumusan tujuan pendidikan nasional telah tercantum dalam
pasal perundang undangan, maka mengikat semua elemen bangsa indonesia
untuk melaksanakannya terutama bagai para penyelenggara pendidikan.
(Noor, 2018)
1.3 Perkembangan Pendidikan di Indonesia Pada Saat Ini
Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya merata keseluruh lapisan
masyarakat Indonesia. Terbukti dengan Indonesia yang memiliki angka
buta huruf tertinggi jika dibandingkan dengan negara lainnya (Kurniawan,
2013). Di negara Indonesia 15% anak di bawah usia 15 tahun mengalami

7
buta huruf, dan di negara lain hanya kurang dari 10% anak muda buta huruf
(Nurfatimah, Hasna, & Rostika, 2022).
Akibatnya, dalam skenario ini, kesenjangan pendidikan
merupakan hambatan utama untuk mencapai pendidikan yang berkualitas.
Situasi pendidikan di kota-kota besar jauh lebih unggul daripada di daerah
unggulan, luar provinsi, dan daerah miskin (3T). Artinya, pertumbuhan
di Indonesia terfokus pada pulau Jawa dan Sumatra selama satu
dekade terakhir, sementara pulau-pulau lain, seperti Kalimantan, Bali,
NTT, NTB, Sulawesi, Maluku, dan Papua jauh tertinggal. Dalam hal
pemerataan pedagogis, indikator disparitas pedagogis yang muncul di
Indonesia antara lain sarana dan prasarana pedagogik serta sumber daya
pengajaran yang tersedia (Nurfatimah, Hasna, & Rostika, 2022).
Kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan
adalah topik yang menarik untuk diperdebatkan. Hal ini karena sekolah
perkotaan jauh lebih unggul daripada sekolah pedesaan dalam hal
kualitas. Hal ini dapat dilihat pada infrastruktur kota dan fasilitas
sekolah yang berkembang dengan baik, tetapi di daerah pedesaan,
banyak infrastruktur yang tidak sesuai lagi dengan peruntukannya.
Salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan adalah kurangnya
infrastruktur pedagogis. 760.000, atau sekitar 59%, dari 1.300.000 kelas
kapal yang ada masih beroperasi, dengan 299.000, atau sekitar 23 %, rusak
berat dan 242.000 sisanya, atau sekitar 18%, rusak berat. Hal ini
sesuai dengan pengamatan peneliti sebelumnya, bahwa sekolah umum
dan pedesaan serta daerah terpencil masih terkendala masalah sarana
dan prasarana (Nasution, 2008).
Masalah kualitas dan kuantitas guru terus menjadi masalah.
Kesenjangan distribusi tenaga pengajar ditunjukkan dengan minimnya
jumlah pengajar. Di pedesaan, perbatasan, dan lokasi terpencil,
kekurangan guru tersebar luas. Hanya ada 3 sampai 4 guru di staf.
Sementara itu, di kota-kota dengan infrastruktur yang memadai, jumlah
pengajar semakin bertambah (Nasution, 2008).

8
Dari segi akses pendidikan, jumlah siswa yang bersekolah
meningkat pesat. Untuk menjamin kesiapan siswa, cara yang lebih baik
adalah dengan meningkatkan pembiayaan, meningkatkan keterlibatan
organisasi lokal dalam administrasi pendidikan, dan meningkatkan
tanggung jawab dan kualitas guru. Namun, kualitas pendidikan di
Indonesia tidak membaik sebagai akibat dari temuan ini. Akibatnya,
pemerintah harus memastikan bahwa pendidikan tersedia untuk semua
warga negara dengan cara yang lebih adil dan sesuai dengan standar
pendidikan di seluruh dunia. (Nurfatimah, Hasna, & Rostika, 2022)

1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Kualitas Pendidikan


di Indonesia
1. Rendahnya Sarana dan Prasarana
Dari segi sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia bisa
dikatakan kondisinya masih jauh dari kata mencukupi, hal ini dapat kita
amati sekolah yang terdapat di desa-desa yang letaknya jauh dari pusat
kota. Misalnya saja masih adanya gedung sekolah yang rusak ataupun tak
layak pakai, kepemilikan dan penggunaan media belajar masih minim
sekali, perpustakaan yang tidak memadai sehingga sumber buku
pembelajaran tidak lengkap, laboratorium tidak memiliki standard
operasional, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan lain
sebagainya. Bahkan masih ada saja sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, lalu sekolah yang tidak memiliki perpustakaan , tidak memiliki
laboratorium dan lain sebagainya. Hal-hal yang demikian tentu akan
sangat mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan di Indonesia.
Maka dari itu, sangat penting bagi bangsa Indonesia khususnya pemerintah
untuk meningkatkan sarana dan prasarana agar pembelajaran bisa berjalan
dengan sangat baik sehingga meningkatnya kualitas pendidikan di Negara
yang kita cintai ini.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia bisa dikatakan cukup memprihatinkan.
Hal ini disebabkan karena masih banyaknya guru yang belum memiliki

9
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
yang disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian
dan melakukan pengabdian masyarakat. Dalam realita yang terjadi saat ini
masih banyak guru yang tidak optimal dalam menjalankan tugasnya,
seperti: terlambat ketika masuk ke kelas, lebih banyak bercerita dibanding
menjelaskan pelajaran, kurang memahami konsep materi yang akan
diajarkan, kurang memahami karakter siswa bahkan ada yang masuk ke
dalam kelas hanya untuk memberikan tugas lalu pergi meninggalkan kelas
begitu saja. Walaupun guru bukan satu-satunya faktor penentu dalam
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral
pendidikan sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar. Namus kualitas
guru yang rendah ini juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan guru yang ada di Indonesia.
Salah satu contoh rendahnya kualitas guru yang lainnya yaitu
dalam sistem pengajaran yang di lakukan oleh guru masih bersifat
monoton. Sistem pembelajaran yang monoton selalu di terapkan seoarang
guru untuk siswanya, dengan memberi peraturan bahwa selama guru
menyampaikan materi, murid tidak di perbolehkan bertanya. Hal ini akan
membuat murid untuk malas dalam bertanya dan tidak jarang murid tidak
memperhatikan guru ketika menjelaskan materi sehingga tidak adanya
komunikasi yang aktif yang terjadi antara siswa dan guru.
3. Rendahnya Kualitas Siswa
Seperti yang sudah diketahui bahwa rendahnya kualitas sarana &
prasarana pendidikan serta rendahnya kualitas guru di Indonesia, maka hal
tersebut juga berimbas pada pencapaian prestasi siswa sehingga
pencapaiannya menjadi tidak maksimal. Dalam(Sabandi, 2013), gambaran
prestasi belajar siswa sebagaimana dalam hasil penilaian yang dilakukan
oleh International Association for the Evaluation of Educational
Achievement Study Center Boston College, yang diikuti oleh 500.000
siswa dari 63 negara terhadap Trends in Mathematics and Science Study

10
(TIMSS); Indonesia diwakili oleh siswa kelas VIII tahun 2011. Dari hasil
penilaian tersebut mengungkapkan bahwa Indonesia dalam bidang
Matematika berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang
siswanya di tes (skor Indonesia turun 11 angka dari penilaian tahun 2007).
Peringkat pertama diraih oleh siswa Korea (613), selanjutnya diikuti
Singapura (500). Dalam bidang sains, Indonesia berada di urutan ke-40
dengan skor 406 dari 42 negara (skor Indonesia turun 21 angka dari
penilaian tahun 2007). Rendahanya prestasi siswa di Indonesia salah
satunya juga di sebabkan oleh rendahnya minat baca dari siswa itu sendiri.
Sehingga prestasi yang harus diperoleh oleh siswa menjadi rendah. Jadi
sebagai seorang pendidik dan selaku masyarakat kita harus menanamkan
sifat budaya membaca kepada anak sejak dini.
4. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat
rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII
(Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005,
idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah.
Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta.
guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp
10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di
sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang
mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya
(Republika, 13 Juli, 2005). Dengan adanya UU Guru dan Dosen,
barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10
UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu
disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada
gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain
yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab
bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas. Tapi, kesenjangan
kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul.

11
Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak
70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk
menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan
Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
5. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,
kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan
matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut
Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa
Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains.
Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan
Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Dalam hal prestasi, 15
September 2004 lalu United Nations for Development Programme
(UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia
secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human
Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya
menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan
negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia
(Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of
Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa
keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah.
Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0
(Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Anak-
anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan
dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang
memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa
menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Selain itu, hasil studi The
Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R,

12
1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta,
prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk
IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut
majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik
ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati
peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
6. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar.
Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat
Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai
94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi.
Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%
(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat
terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan.
Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan
yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal.
Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya
yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan
lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk
masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai
Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Makin mahalnya
biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada
realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana.
Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ
MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha

13
memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, "sesuai
keputusan Komite Sekolah". Namun, pada tingkat implementasinya, ia
tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota
Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.
Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala
Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung
jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya. Kondisi ini
akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk
Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat
melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada
pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri
pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya
BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang
kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya
pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit. Privatisasi atau semakin
melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari
tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang
luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya
merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor
yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana
pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005). Dari
APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.
Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25%
belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah
memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan,
seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum
Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan
Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada
privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No

14
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu
disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang
didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum
pendidikan. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal
untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM
Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti
Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan
menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan
sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan
mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu
untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat
semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan
miskin. Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir.
Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global
yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank
Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua
satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP)
yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh
sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi. Bagi masyarakat tertentu,
beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik
Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan
bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di
Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya,
banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya
rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya
pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau
tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang
seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban

15
untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin
akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan
tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab.
Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah
untuk cuci tangan.
1.5 Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia
Tugas pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
sangat penting untuk kualitas pendidikan di Indonesia, dan pendidikan
berkualitas ini harus merata, yang tiap daerahnya mempunyai kualitas sama
dengan daerah lain. Karena, ketersediaan sumber daya manusia yang
terdidik dinilai menjadi sumber kekuatan yang signifikan dalam
menghadapi perubahan yang terjadi di segala aspek kehidupan. Oleh karena
itu, Indonesia harus terus fokus dan memperhatikan kualitas
pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan, serta jumlah guru yang
tersedia, akan menjadi faktor utama yang perlu dipertimbangkan karena
kedua faktor tersebut berkontribusi terhadap keberhasilan pendidikan yang
unggul di Indonesia. (Nurfatimah, Hasna, & Rostika, 2022)
Untuk mencapai tujuan penilaian mutu, sistem pendidikan
yang ada harus diciptakan dengan lingkungan dan proses belajar
yang menyenangkan yang mendorong siswa untuk mengembangkan
keterampilannya secara maksimal. Lebih lanjut, peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan merupakan komponen yang dapat membantu suatu
negara mencapai pendidikan yang berkualitas (Salim, 2015).
Dalam hal ini, pemerintah dapat menerapkan berbagai langkah untuk
mengembangkan sistem pendidikan berkualitas tinggi yang dapat
diterapkan di kemudian hari. Siswa didorong untuk mengejar bakat
dan minat mereka, terutama dengan menyediakan fasilitas pendidikan
yang memadai dan memungkinkan mereka untuk menikmati
kegiatan belajar dan belajar di lingkungan yang bebas stres dan bebas
kecemasan. Kedua, memberikan lingkungan belajar yang dinamis agar
siswa tertarik pada kegiatan belajar dan tidak mudah bosan, sekaligus
mendorong motivasi belajar yang berkelanjutan agar hasil belajarnya

16
meningkat nantinya. Namun mengingat pentingnya kedua komponen
tersebut dalam kelangsungan kegiatan pembelajaran dan pendidikan, maka
kelengkapan perpustakaan dan laboratorium juga menjadi masalah.
(Nurfatimah, Hasna, & Rostika, 2022)
Kemudian, guru sebagai pemain kunci dalam proses belajar mengajar
yang berlangsung di sekolah perlu pelatihan pengembangan profesional,
karena seorang guru harus memiliki empat keterampilan: pedagogik,
pribadi, sosial, dan profesional jika ia tidak menguasai materi, kurikulum,
dan konten professional (Febriany, 2021). Tetapi, guru juga harus di beri
gaji dan tunjangan yang layak oleh pemerintah, agar para guru lebih
semangat lagi dalam mengajarkan para murid di sekolah.

17
BAB III
PENUTUP
1.6 Kesimpulan
Kualitas Pendidikan Indonesia sampai saat masih rendah. Maka,
Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sudah merupakan keharusan
dan kewajiban. Proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
yang sedang berlangsung perlu mendapat dukungan dari semua pihak.
Walaupun dari kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal,
namun hal ini tidak menyurutkan semua pihak untuk terus meningkatkan
kualitas. Harapannya sistem yang sedang digunakan bisa memajukan
kualitas pendidikan Indonesia lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alifah, S. (2021). PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI


INDONESIA UNTUK MENGEJAR KETERTINGGALAN DARI
NEGARA LAIN. CERMIN : JURNAL PENELITIAN.
Asriati, N. (2012). Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan
Lokal melalui Pembelajaran di Sekolah. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan
Humaniora.
Febriany, F. S. (2021). Implikasi Model Pembelajaran VCT (Value Clarification
Technique) dalam Meningkatkan Kesadaran Nilai Moral pada
Pembelajaran PKn di SD.
Kurniawan, M. I. (2013). Integrasi Pendidikan Karakter Ke Dalam Pembelajaran
Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar. Jurnal Pemikiran Dan
Pengembangan Sekolah Dasar (JP2SD).
Nasution, E. (2008). Problematika Pendidikan di Indonesia. Jurnal Fakultas
Ushuluddin Dan Dakwah IAIN Ambon.
Noor, T. (2018). RUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL Pasal 3
UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL NO 20
TAHUN 2003. Wahana Karya Ilmiah Pendidikan, 134.
Nurfatimah, S. A., Hasna, S., & Rostika, D. (2022). Membangun Kualitas
Pendidikan di Indonesia dalam Mewujudkan Program Sustainable
Development Goals(SDGs). JURNAL BASICEDU.
suti, M. (2011). Strategi peningkatan mutu di era otonomi pendidikan. Jurnal
Medtek.
Al-Jawi, M. S. (2006, mei Sabtu). Pendidikan Di indonesia: Masalah dan
Solusinya. Retrieved from MS Al-Jawi - … dalam Seminar Nasional
Potret Pendidikan Indonesia …, 2006 - academia.edu:
biWNqrUpTVwmhttps://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/32101353/file-
libre.pdf?1391452115=&response-content-disposition=inline
%3B+filename
%3DPENDIDIKAN_DI_INDONESIA_MASALAH_DAN_SOLU.pdf&E
xpires=1671258074&Signature=CEq48cCbeJO7vR-

19
kXeHYFu9p4K3KGYGftIWM6V1B7t~ni
Drs.Ahmad Suriansyah, M. P. (2011). Landasan Pendidikan. Banjarmasin:
comdes-kalimantan.
Fajri, I., & Afrimansyah, H. (2019). Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Pendidikan Di Indonesia. I Fajri, H Afriansyah - 2019 - osf.io.

20

Anda mungkin juga menyukai