Anda di halaman 1dari 35

DEFINISI, PRINSIP, DAN RELEVANSI PENGGUNAAN RAS

(RECIRCULATION AQUACULTURE SYSTEM) DALAM KONTEKS


BUDIDAYA IKAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Dasar-Dasar Akuakultur
Yang dibina oleh Ibu Diana Aisyah, S.Pi., MP

Oleh
GHIYAS HAQQI ATHAR (235080501113008)
RESTIONO ABDUL HANIF (235080501113010)
ERA FAZIRA (235080501113012)
WAHYU NUR FADILA (235080501113014)
MAULIZAN HAFIDZ BALQI (235080501113016)
NURYADIN NEFA WICAKSONO (235080501113018)
NABILA SHABITA RAMADHANY (235080501113020)
RAFAEL FIRMANSYAH FAHREZI (235080507113020)

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Definisi, Prinsip, dan Relevansi Penggunaan RAS
(Recirculation Aquaculture System) dalam Konteks Budidaya Ikan” ini dengan
baik tanpa ada halangan.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar


Akuakultur. Makalah ini menyajikan berbagai penjelasan tentang sistem RAS
(Recirculating Aquaculture System) yang digunakan untuk budidaya. Agar
pembaca dapat lebih jelas memahami tentang sistem RAS.

Terselesaikannya makalah ini tentu tidak lepas dari bantuan banyak pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih atas bantuannya kepada Ibu Diana
Aisyah, S.Pi., MP selaku dosen mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur.

Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat untuk


menambah wawasan bagi pembaca. Mengingat keterbatasan kemampuan kami,
maka sekiranya dapat dimaklumi apabila nantinya di dalam makalah ini terdapat
banyak kesalahan. Kami menyadari akan hal tersebut, karena itu kami mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun. Demikian yang dapat kami sampaikan,
apabila ada salah kata dalam penulisan ini mohon di maafkan.

Kediri, 2 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Pengertian RAS ........................................................................................... 4
2.2 Prinsip Kerja RAS ........................................................................................ 4
2.3 Komponen Sistem RAS ............................................................................... 5
2.3.1 Tangki ................................................................................................... 5
2.3.2 Filter Fisik .............................................................................................. 6
2.3.3 Fraksionator Busa ................................................................................. 7
2.3.4 Filter Biologis ......................................................................................... 7
2.3.5 Aerator .................................................................................................. 8
2.3.6 Pompa ................................................................................................... 8
2.3.7 Disinfeksi Ozon ..................................................................................... 9
2.4 Kelebihan Sistem RAS................................................................................. 9
2.5 Kekurangan Sistem RAS ........................................................................... 10
2.6 Tipe-tipe RAS ............................................................................................ 11
2.7 Kualitas dari tipe-tipe RAS ......................................................................... 12
2.8 Manajemen Sistem RAS ............................................................................ 13
2.9 Penerapan dan Perkembangan Sistem RAS di Indonesia ........................ 17
2.10 Studi Kasus Pembudidayaan Ikan dengan Sistem RAS.......................... 18
2.10.1 Penerapan Sistem RAS pada Budidaya Ikan Nila ............................ 18
2.10.2 Penerapan Sistem RAS pada Budidaya Ikan Lele ............................ 21
BAB III ................................................................................................................. 30
PENUTUP ........................................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 30

ii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iii
Gambar 2. 1 Prinsip Kerja RAS .................................................................. 5
Gambar 2. 2 Tangki .................................................................................... 6
Gambar 2. 3 Filter Biologis ........................................................................ 8
Gambar 2. 4 Tipe Sistem Resirkulasi Sederhana..................................... 11
Gambar 2. 5 Tipe Sistem Resirkulasi Kompleks ...................................... 12
Gambar 2. 6 Pembuatan filter................................................................... 18
Gambar 2. 7 Desain Filter......................................................................... 19
Gambar 2. 8 Penerapan Teknologi RAS .................................................. 20
Gambar 2. 9 Pengukuran Kualitas Air ...................................................... 21
Gambar 2. 10 Grafik Pengamatan Suhu Rata-rata .................................. 24
Gambar 2.11 Pengamatan Kecerahan Rata-rata .................................... 25
Gambar 2. 12 Grafik Pengamatan pH dan Pengamatan Oksigen Terlarut
.................................................................................................................. 26
Gambar 2. 13 Grafik Pengamatan Amonia, Pengamatan Nitrit, dan
Pengamatan Nitrat .................................................................................... 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


RAS merupakan sistem budidaya yang menggunakan air daur
ulang yang pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada awal
tahun 1960 dan mulai diterapkan sejak tahun 1990-an. Teknologi RAS
pada saat itu menjadi solusi atas permasalahan pencemaran organik sungai
dari tempat budidaya bersamaan dengan permintaan benih ikan salmon
yang tinggi yang dibutuhkan sepanjang waktu (kontinu). Kualitas suatu
perairan merupakan syarat penting yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup perkembangan, pertumbuhan, dan tingkat produksi
ikan. Lingkungan yang baik sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup
organisme akuatik. Resirculating Aquaculture System (RAS) merupakan
salah satu solusi dalam budidaya berkelanjutan yang dapat menghasilkan
produksi secara kontinu dengan meminimalisir dampaknya kepada
lingkungan. Berdasarkan studi literatur penerapan RAS di Indonesia
dengan sistem akuaponik merupakan yang paling populer dilakukan
dikarenakan bahan-bahannya yang relative mudah ditemukan, Adapun
modifikasi lain yaitu penerapan RAS yang terintegrasi dengan teknologi
microbubble dan Sistem Imuno- Probiosirkulasi (SI-PBR). (Jacinda et.al,
2021).

Perikanan budidaya merupakan sektor produksi pangan yang


paling pesat perkembangannya (Fidyandini et al., 2020). Pengembangan
sektorbudidaya secara intensif dapat memacu peningkatan perekonomian
melalui penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan/ kapita
masyarakat dan devisa negara serta sebagai sumber protein hewani
(Arsanti et al., 2020; Yuniar et al.,2021). Salah satu komoditas budidaya
yang mengalami peningkatan yaitu budidaya ikan lele.Salah satu teknologi

1
budidaya ikan yang dapat digunakan yaitu sistem resirkulasi akuakultur
(Recirculating Aquaculture System). Recirculatin Aquaculture System
(RAS) merupakan salah satu teknologi akuakultur berkelanjutan yang
dapat mengontrol pembuangan limbah di lingkungan serta menjaga
kualitas air dalam kolam budidaya(Fauzia & Suseno, 2020). Sistem RAS
ini dapat menurunkan kandungan amonia dan nitrit yang beracun
bagi.Secara prinsip dasar mekanisme RAS adalah kandungan amonium
dikonversi menjadi nitrit dan menjadi nitrat yang rendah racun sehingga
air dapat digunakan kembali (Hapsari et.al., 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari RAS?
2. Bagaimana prinsip kerja RAS?
3. Apa saja komponen sistem RAS?
4. Apa kelebihan sistem RAS?
5. Apa kekurangan sistem RAS?
6. Apa saja Tipe-tipe RAS?
7. Bagaimana kualitas tiap-tipe RAS?
8. Bagaimana pola Manajemen sistem RAS?
9. Bagaimana penerapan dan perkembangan sistem RAS di Indonesia?
10. Apa saja studi kasus sistem RAS tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengertian dari RAS
2. Mengetahui prinsip kerja RAS
3. Mengetahui komponen sistem RAS
4. Memahami kelebihan RAS
5. Memahami Kekurangan RAS
6. Mengetahui tipe-tipe serta kualitas RAS
7. Mengetahui pengaruh RAS terhadap ikan tertentu

2
8. Memahami penerapan dan perkembangan sistem RAS di Indonesia
9. Mempelajari studi kasus yang digunakan pada RAS

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian RAS


RAS (Resirculating Aquaculture System) merupakan salah satu
solusi dalam budidaya berkelanjutan yang dapat menghasilkan produksi
secara kontinu dengan meminimalisir dampaknya kepada lingkungan
(Jancinda, Yustiati, Andriani, 2021). RAS adalah salah satu teknologi
populer di seluruh dunia. Ini adalah teknologi budidaya organisme akuatik
dengan menggunakan kembali air dalam produksi berdasarkan penggunaan
filter mekanis dan biologis (Bregnballe, 2015). Ini dirancang untuk
memelihara ikan dalam jumlah besar dalam volume yang relatif kecil air
dengan mengolahnya untuk menghilangkan limbah beracun seperti amonia
dan menggunakannya kembali untuk membudidayakan ikan (Rakocy,
2003).

2.2 Prinsip Kerja RAS


Prinsip dasar sistem resirkulasi adalah memanfaatkan secara terus
menerus air dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan sebaliknya dari tanaman
ke kolam ikan. Inti dasar dari sistem teknologi ini adalah penyediaan air
yang optimum untuk masing-masing komoditas dengan memanfaatkan
sistem resirkulasi sistem ini juga dikenal dengan sistem budidaya
akuaponik. Secara sederhana sistem resirkulasi pada akuaponik atau
budidaya ikan dan tanaman dapat digambarkan sebagai berikut, air yang
berasal dari wadah pemeliharaan ikan dialirkan dengan menggunakan
pompa air ke filter yang juga berfungsi sebagai tempat untuk menanam
tanaman, kemudian air yang sudah difilter tersebut dialirkan kembali
kedalam kolam ikan dialirkan secara terus menerus. Mekanisme resirkulasi
tersebut, menyebabkan keanekaragaman jenis plankton sangat sedikit,
akibat unsur hara yang dibutuhkan oleh plankton untuk melakukan

4
perkembangbiakan dan proses fotosintesis sangat terbatas. Berdasarkan
hasil pengamatan jenis plankton ditemukan adalah sebagai berikut
Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Euglena, Dinophyceae, dan
Paramecium. Hasil tersebut, menunjukan bahwa pada budidaya ikan sidat
menggunakan sistem resirkulasi ketersedian pakan alami tidak menjadi
prioritas utama, akan tetapi ketersedian pakan buatan menjadi hal utama
yang harus diperhatikan.

Gambar 2. 1 Prinsip Kerja RAS

2.3 Komponen Sistem RAS


Komponen sistem RAS antara lain:

2.3.1 Tangki

Sifat tangki yang cocok untuk RAS harus mempunyai efek


pembersihan sendiri, waktu retensi partikel yang rendah, kontrol dan
pengaturan oksigen, dan ruang pemanfaatan. Tangki pemeliharaan ikan
harus menyediakan lingkungan yang harus memenuhi kebutuhan ikan,
baik dari segi kualitas air maupun desain tangki. Faktor yang perlu
diperhatikan saat memilih desain tangki yang tepat adalah ukuran dan
bentuk, kedalaman air, kemampuan membersihkan diri, dll. yang dapat
memiliki dampak yang cukup besar terhadap kinerja spesies yang
dipelihara dan kepadatan penebaran (Bregnballe, 2015; Malone, 2013).

5
Gambar 2. 2 Tangki

2.3.2 Filter Fisik

Padatan yang dapat mengendap paling mudah dihilangkan dan harus


dihilangkan secepatnya dimungkinkan dari tangki melalui tangki
sedimentasi (clarifier), mekanis filter (butiran atau layar), atau pemisah
pusaran (Losordo, 1998). Fisik filter berfungsi untuk menyaring
kotoran-kotoran kasar yang berukuran relatif besar seperti kotoran,
lendir, sisa pakan, dll meskipun ada filter kimia yang menyaringnya
partikel yang tidak dapat diproses oleh filter fisik yaitu arang. Filtrasi
mekanis pada air keluar terbukti praktis solusi untuk menghilangkan
sampah organik tetapi hampir semua pertanian disirkulasi ulang
menyaring air keluar menggunakan layar mikro yang biasanya
dilengkapi dengan kain saring 40 hingga 100 mikron (Bregnballe,
2015). Menggunakan layar mikro ditampilkan peningkatan kualitas air
yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol di suatu percobaan
percobaan yang dilakukan oleh Fernandes dkk. (2015).. Namun,
kualitas air menggunakan 20 μm tidak meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan 100 ukuran mata jaring μm. Ini mungkin
disebabkan oleh pengoperasian yang berkepanjangan dan terus-
menerus kondisi yang melemahkan ukuran mata jaring 20 μm dan
menyebabkan kue formasi mengganggu pembuangan air yang efisien.

6
Di beberapa sistem, berbeda jenis filter seperti sedimentasi yang
disaring, pasir aliran atas, serta plastik filter manik, dapat
dikombinasikan untuk mencapai filtrasi mekanis (Al Hafedh et al.,
2003).

2.3.3 Fraksionator Busa

Beberapa padatan tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dasar


tetapi ada di dalam kolom air dapat menghalangi fungsi insang ikan dan
membatasi pertumbuhan. Padatan halus meningkatkan kebutuhan
oksigen dalam sistem dan juga menyebabkan iritasi pada insang.
Padatan jenis ini dapat dihilangkan dengan menggunakan busa
fraksionator yang juga disebut sebagai skimmer protein dan juga
membantu untuk mengontrol bahan pembusa yang dapat terakumulasi
dalam sistem dalam waktu lama penggunaan kembali air (Losordo et
al., 1998; Malone, 2013)

2.3.4 Filter Biologis

Filter biologis merupakan pengolah senyawa nitrogen dalam air


tersebut seperti bio ball dan bio-ring dan digunakan untuk menjaga air
tetap dapat diterima parameter untuk larva dan remaja dengan
mengurangi konsentrasi amonia (Tanjung dkk., 2019; Pedreira dkk.,
2016). Ini juga digunakan untuk menghilangkannya organik terlarut
(Malone, 2013). Biofilter diklasifikasikan sebagai film yang
ditangguhkan atau diperbaiki (Golz, 1995).

7
Gambar 2. 3 Filter Biologis

2.3.5 Aerator

Konsentrasi oksigen di dalam tangki juga sangat penting. Itu


konsentrasi oksigen yang dibutuhkan dapat disuplai ke sistem melalui
aerasi terus menerus, baik dengan oksigen atmosfer (udara) atau gas
murni oksigen menggunakan aerator dan sistem difusi udara (Losordo
et al., 1998).

2.3.6 Pompa

Sekelompok peneliti menjelaskan bahwa untuk mencapai biaya


rendah, hanya satu pompa digunakan dalam desain keseluruhannya
untuk menghubungkan tangki budidaya dengan tangki cadangan tangki
(Lee dkk., 2013). Suntikan oksigen secara langsung juga dapat
dilakukan dengan cara diffuser di dalam tangki (Bregnballe, 2015). Hal
ini menyebabkan oksigen cukup di dalam tangki untuk menjaga kondisi
pertumbuhan yang sesuai untuk ikan.

8
2.3.7 Disinfeksi Ozon

Setelah 3 sampai 4 jam memberi makan ikan, konsentrasi amonia


larut organik, dan produk limbah lainnya mencapai hasil maksimal dan
ini merupakan sebuah potensi waktu untuk aplikasi ozon. Menurut
frekuensi pemberian makan, limbahnya tingkatnya berbeda sehingga
serangkaian perawatan ozon dapat diterapkan sistem (Goncalves dan
Gagnon, 2011). Jumlah ozon yang dibutuhkan untuk pengolahan air
dalam satu RAS biasanya dihitung menggunakan harian data laju
umpan. Ozon secara efisien menghancurkan bakteri, virus, jamur, alga,
dan protozoa oleh fungsi membran sel yang sulit diatur, memasuki sel
dan menghentikan kimia nuklir sel (Lawson, 1995). Penggunaan ozon
dalam sistem air tawar dapat bermanfaat, namun kita harus berhati-hati
saat menggunakannya dalam sistem air laut atau air asin. Ozon sangat
reaktif terhadap ion bromida dan klorida dalam air asin untuk
membentuk hipobromit beracun dan ion hipoklorit. Itu sebabnya sisa
garam setelah pengolahan ozon air harus dibuang atau dibuang sebelum
air tersebut dapat digunakan kembali sistem (32 dan 31). Selain itu,
ozon juga dapat menyebabkan penipisan jejak unsur dalam air asin,
terutama mangan dan kalsium (Lawson, 1995).

2.4 Kelebihan Sistem RAS

Sistem Akuakultur Resirkulasi menggunakan kembali sebagian air


setelahnya menjalani perawatan yang tepat sehingga mengurangi
penggunaan air dan meningkatkan kualitas limbah (Ramirez-Godinez et al.,
2013). Sistem ini memberikan keuntungan potensial dibandingkan budidaya
kolam atau keramba seperti lokasi yang fleksibel seleksi, penggunaan air
lebih sedikit, volume limbah lebih rendah yang memberikan hasil lebih baik
pengelolaan lingkungan hidup, memberikan intensitas produksi yang lebih
tinggi, dan memiliki pengendalian lingkungan yang lebih baik (Goncalves
dan Gagnon, 2011). Salah satu dari Kemampuan RAS adalah mengatur suhu
yang bermanfaat sebagai hal ini mempercepat perkembangan berbagai ikan

9
yang dipelihara dan juga menghindari prevalensi ikan musiman (Mongirdas
et al., 2017). Meskipun menghemat air, RAS menawarkan banyak
keuntungan seperti lebih sedikit terjadinya penyakit, peningkatan konversi
pakan, siklus produksi yang lebih pendek karena terkendali lingkungan, dan
kualitas produk yang konsisten (Singh et al., 1999). Sistem ini juga diakui
sebagai sistem yang tepat dan menghasilkan limbah yang minimal
pembuangan, penggunaan kembali air yang efisien, dan konservasi air yang
optimal (Rakocy dkk., 2006).

2.5 Kekurangan Sistem RAS

RAS adalah operasi padat modal, membutuhkan dana yang tinggi


untuk peralatan, infrastruktur, influen dan efluen, sistem pengolahan,
teknik, konstruksi, dan manajemen. Dalam sistem ini, ada sirkulasi air yang
sama secara terus menerus yang menjadi tantangan bagi pencegahan dan
pengobatan penyakit. Patogen menyebar ke seluruh sistem dan penambahan
bahan kimia dan antibiotik dapat mengganggu mikrobioma biofilter
(Almeida et al., 2019). Kegagalan dalam biofilter dapat menyebabkan
berbagai tingkat amonia atau nitrit, yang keduanya beracun bagi ikan dan
dapat berakhir dengan masalah kesehatan, pertumbuhan yang tertekan, dan
kematian hewan air yang dibudidayakan (Khun et al., 2010). RAS dengan
pertukaran air yang rendah memiliki lebih banyak peluang infeksi pada
hewan air daripada sistem pertukaran air yang tinggi seperti tangki aliran
(Good et al., 2009). Meskipun RAS memiliki banyak keuntungan, RAS
memiliki potensi risiko penyakit laten dan risiko kesehatan masyarakat.
Ketika air digunakan kembali, patogen yang dimasukkan ke dalam sistem
dapat tetap dimasukkan ke dalam biofilm, memberi makan pada paparan
berulang ikan terhadap patogen dan adanya pembawa tanpa gejala. Patogen
manusia yang paling signifikan yang ditemukan adalah Bacillus cereus,
spesies Shigella, dan spesies Vibrio yang semuanya bertanggung jawab atas
penyakit pencernaan (King, 2001).

10
2.6 Tipe-tipe RAS

Tipe sistem resirkulasi Bioflok, Biasanya penanam akan


menyalakan aerator sebagai penyuplai oksigen selama 24 jam. Karena
kurangnya pompa air untuk mensirkulasikan dan membersihkan kotoran di
kolam, penyediaan ini menyebabkan petani harus secara manual membuang
air kolam. Dengan adanya sensor dan mikrokontroler, maka lebih mudah
membuat perangkat otonom dengan memanfaatkan kemajuan teknologi.
Pada penelitian ini, sensor kekeruhan digunakan sebagai indikator
kekeruhan air, dan pompa air yang beroperasi untuk mensirkulasikan air
dioperasikan tergantung pada tingkat kekeruhan air(Widodo et al., 2020)
Tipe Sistem resirkulasi sederhana adalah sistem di mana pasokan air
yang diperlukan untuk mendukung populasi hewan tertentu dikurangi
dengan penggunaan aerasi atau pengolahan air. Terkadang sistem ini tidak
memberikan pengobatan sama sekali(Kepenyes, J.(1983).

Gambar 2. 4 Tipe Sistem Resirkulasi Sederhana

Tipe sistem resirkulasi kompleks, jumlah air yang disuplai dapat


dikurangi secara signifikan dengan menggunakan perangkat pengolahan air
atau aeerasi selain menggunakan re-aerasi dan filtrasi mekanis, setidaknya
satu pengolahan biologis juga digunakan sistem resirkulasi kompleks di
mana pasokan air yang dibutuhkan untuk mendukung populasi ikan tertentu
dikurangi menjadi 1/10 dari jumlah air yang dibutuhkan dalam sistem sekali
pakai. Dalam sistem sirkulasi kompleks yang dikembangkan baru-baru ini,
terdapat lebih banyak siklus pengalihan air interna. Sistem ini biasanya
merupakan sistem semi-tertutup. Istilah "semi tertutup" digunakan ketika air

11
disuplai hanya untuk pengisian ulang dan penggantian evaporasi(Kepenyes,
J.(1983).

Gambar 2. 5 Tipe Sistem Resirkulasi Kompleks

2.7 Kualitas dari tipe-tipe RAS


Penggunaan mesin aerator yang digunakan dalam sistem bioflok
untuk meningkatkan sirkulasi air dan oksigenasi. yang bisa membantu
partikel bioflok bergerak, menghindari sedimentasi dan memastikan
pasokan oksigen ke organisme akuakultur (Widodo et al., 2020)
Berbicara tentang kualitas sistem resirkulasi sederhana tentunya
sangat minim karna Sistem resirkulasi sederhana cenderung mengandalkan
aerasi atau pengolahan air dengan pengolahan minimal atau tanpa
pengolahan. Mungkin kualitas atau kelebihan resirkulasi sederhana yaitu
bahan-bahan yang dibutuhkan mudah didapat (Kepenyes, J.(1983).

Salah satu kualitas utama sistem resirkulasi kompleks adalah


kemampuannya mengurangi jumlah air yang dibutuhkan dibandingkan
sistem sekali pakai tradisional. Dengan mengurangi pasokan air hingga
hanya 1/10 dari jumlah yang dibutuhkan dalam sistem sekali pakai, hal ini
mendukung operasional yang lebih berkelanjutan dengan meminimalkan
konsumsi air (Kepenyes, J.(1983).

12
2.8 Manajemen Sistem RAS
1. Pemilihan Spesies Ikan
RAS dapat digunakan pada hampir semua spesies ikan, air tawar
atau laut atau hewan air lainnya. Kesesuaian pemeliharaan spesies ikan
tertentu dalam resirkulasi bergantung pada banyak faktor yang berbeda,
seperti profitabilitas, masalah lingkungan, kesesuaian biologis
(Bregnballe 2015). Ikan yang dibudidayakan disarankan merupakan
ikan-ikan ekonomis yang memiliki daya jual tinggi untuk menutupi
modal yang dikeluarkan dan mampu bekerja dengan baik di sistem
resirkulasi. Contoh ikan yang dapat digunakan antara lain ikan nila,
udang vaname, udang galah, kepiting bakau, sidat, patin, lele dan mas
merupakan salah satu contoh yang baik untuk budidaya dalam sistem
resirkulasi.

2. Padat Tebar dan Ukuran Ikan


Semakin mengingkat kepadatan yang secara tidak langsung
berkaitan dengan makin meningkatnya buangan metabolit dan sisa
pakan yang dihasilkan didalam sistem budidaya. Dekomposisi metabolit
dan sisa pakan yang meningkat akan meningkatkan konsentrasi
ammonia didalam sistem sehingga mendorong meningkatnya laju
oksidasi ammonia. Kepadatan yang terlalu tinggi juga akan
meningkatkan kompetisi baik makanan maupun ruang gerak. Menurut
Nugroho (2013) yang menggunakan padat tebar 10, 15 dan 20 ekor/10
liter pada ikan nila didapat bahwa padat tebar 10 ekor/10 Liter
merupakan padat tebar optimal dengan SR 93%. (Balami,
2021).budidaya udang vaname pada PL 32 menggunakan padat tebar
1500, 2000, dan 2500 ekor/m2 menunjukan bahwa padat tebar 1500
ekor/m2 merupakan padat tebar optimal dengan SR 82%. Hal ini
dikarenakan kesamaan dua atau lebih spesies dalam memanfaatkan
ruang dan sumber daya makanan dapat menggambarkan kompetisi antar
spesies dalam suatu ekosistem atau tumpang tindih relung (niche
overlap) (Wijaya, 2017).

13
3. Pemilihan Pakan
Penggunaan pakan kering pada sistem resirkulasi lebih disarankan
dibandingkan pakan basah. Hal ini dikarenakan penggunaan pakan
kering lebih aman untuk system dan memiliki keuntungan karena
dirancang untuk memenuhi kebutuhan biologis ikan. Penggunaan pakan
basah seperti pakan alami atau penggunaan ikan rucah harus dihindari
karena akan sangat mencemari sistem dan kemungkinan besar tertular
penyakit(Surg et al., 2021). Dalam sistem resirkulasi, tingkat
pemanfaatan pakan yang tinggi menguntungkan karena akan
meminimalkan jumlah produk ekskresi sehingga menurunkan dampak
pada sistem pengolahan air. Pakan yang tidak dimakan hanya
membuang-buang uang dan mengakibatkan beban yang tidak perlu pada
sistem filter (Bregnballe, 2018). Pemilihan pakan dapat dilakukan
dengan melihat komposisi serta karakteristik pakan yang sesuai dengan
kebutuhan dan kebiasaan makan ikan yang akan dibudidayakan. Hal
tersebut bertujuan untuk memaksimalkan serapan protein pada ikan
sehingga meminimalkan ekskresi amonia ke dalam air (Bregnballe,
2018).

4. Pemilihan Filter

14
Filter dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air sehingga
layak untuk kolam budidaya. Menurut Ilyas (2014), proses pengolahan
kualitas air dapat dilakukan dengan filtrasi fisik, kimia dan biologi.
Filter fisik/mekanik bekerjanya secara mekanis sehingga fungsinya
hanya menyaring kotoran, sisa pakan, debu, dan koloid yang berada di
dalam air budidaya. Material filter mekanis adalah spons, ijuk, atau serat
kapas. Filter mekanis pada umumnya dapat dikonstruksikan, baik
sebagai filter internal maupun filter eksternal. Dalam penggunaannya,
filter ini perlu dicuci setiap periode waktu tertentu, misalnya dua hari
atau seminggu sekali. Filter mekanis dapat digunakan sebagai prafilter,
yaitu filter awal sebelum air masuk ke proses filter biologi atau
kimia(Zakiya et al., n.d.). Hal ini disebabkan partikel besar seperti debu
dan koloid tidak dapat atau sulit terproses, baik secara kimia maupun
biologi (Samsundari. S & Wirawan, 2013)Bentuk filter kimia berupa
absorben atau bahan kimia penyerap maupun pengikat sisa metabolit
beracun yang ada dalam air. Filter kimia digunakan pada kondisi tertentu
dengan reaksi cepat atau memineralisasi substansi organik dengan cepat.
Berbeda dengan filter biologi yang dapat bertahan lama, daya kerja dan
batas aktif filter ini sangat tergantung pada material yang digunakan dan
kapasitas daya serapnya. Ada beberapa bahan yang berfungsi sebagai
filter kimia, di antaranya ialah arang aktif, ozon, dan sinar ultraviolet,
resin, zeolit, serta peat (Priono, 2012). Sedangkan filter biologi
berfungsi untuk menetralkan secara biologis senyawa ammonia dan zat
toksik lainnya (nitrit, nitrat, fosfat) sebagai pengurai senyawa nitrogen
yang beracun menjadi senyawa tidak beracun melalui proses nitrifikasi
dan nitratasi. Amonia adalah senyawa anorganik bentuk racun dari Total
Ammonia Nitrogen (TAN) dan dapat menimbulkan ancaman bagi
organisme akuatik (Alonso, 2009 ; Burgess, 2004 ; Canadian Council of
Minister of the Enviroment, 2010). Ikan mengeluarkan 80- 90% amonia
(N-anorganik) melalui proses osmoregulasi, sedangkan dari feses dan
urine sekitar 10-20% dari total nitrogen (Rakocy et al., 1992 dalam
Sumoharjo, 2010).

15
5. Sistem Budidaya yang Digunakan
Secara umum sistem budidaya biota air dapat dikelompokan
menjadi sistem terbuka (karamba jaring apung, rakit apung, longline,
dan karamba tancap) ; semi terbuka (kolam air deras, kolam air tenang
dan tambak) dan tertutup (bak fiber dan akuarium) yang masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangannya (Setyono et al., 2021). Menurut
Badan Pusat Statistik sistem budidaya di Indonesia yang paling populer
yaitu sistem budidaya semi terbuka dengan total luas budidaya yang
digunakan sebesar 970.663 ha pada tahun 2016. Pada penerapan sistem
RAS sistem budidaya tertutup merupakan sistem budidaya yang paling
optimal. Kelebihan sistem ini yaitu memudahkan pembudidaya
mengontrol kondisi akuakultur secara menyeluruh seperti lokasi
budidaya, kualitas air, pemberian pakan dan pencegahan penyakit. Pada
sistem ini tidak ada parasite atau predator dan dapat dipelihara dengan
kepadatan tinggi, tumbuh dengan cepat dan seragam. Namun,
kekurangannya adalah biaya investasi sangat mahal, perlu fasilitas untuk
penanganan kualitas air yang baik, biaya untuk listrik dan pemompaan
tinggi, memerlukan SDM berpengalaman dan jika terjadi kontaminasi
akan cepat menyebar ke seluruh system (Setyono et al., 2021)yo

6. Bentuk Kolam Budidaya


Ikan dapat dibudidayakan di dalam akuarium dengan berbagai
bentuk dan ukuran. Tangki ikan biasanya berbentuk persegi panjang,
circular atau oval. Adapun masing-masing kelebihan penerapan RAS
pada bentuk kolam berbeda yaitu dapat dilihat pada Tabel 4 dengan nilai
skala semakin besar mengartikan lebih baik

16
2.9 Penerapan dan Perkembangan Sistem RAS di Indonesia
Penerapan dan perkembangan penggunaan teknologi RAS di
Indonesia sedang dijalankan di beberapa lokasi seperti yang disebutkan pada
Tabel 1 berikut

Lokasi Gambar Keterangan

UPT Balai Jenis komoditas : Ikan nila ukuran 2-3 cm


Perikanan Budidaya Air Investasi awal : Rp 80 juta
Tawar (BPBAT) Tatelu, Masa pemeliharaan : max 1 bulan/siklus
Sulawesi Utara Padat tebar : 5000 ekor/m3
Jumlah produksi : min 1 juta ekor
Jumlah unit : 20 bak fiber bulat
Ukuran tangki budidaya : diameter 100 cm
Biaya penyusutan: Rp 13,3 juta/tahun
Biaya operasional : Rp 1,5 juta/bulan
Perkiraan pendapatan kotor : Rp 100
juta/tahun atau Rp 8 juta/bulan

Unit Pembenihan Jenis komoditas : Ikan nila ukuran 5-7 cm


Rakyat (UPR) Kelompok Jumlah produksi : min. 108.000 ekor
Mina Ngremboko, Desa /bulan
Wisata Bokasen, Padat tebar : 30.000 ekor/kolam
Cangkringan, Sleman, DI. Jumlah unit : 4 kolam
Yogyakarta Perkiraan pendapatan kotor: min. Rp 9,18
juta/bulan atau Rp 91,8 juta/tahun

Balai Benih Air Jenis komoditas : Ikan nila


Payau (BBAP) Ujung Jumlah produksi : 500.000 ekor/bulan
Batee, Nanggroe Aceh
Darussalam

Kepala Badan Riset Jenis komoditas : Udang Vaname


dan Sumber Daya Manusia Padat Tebar : > 1000 ekor/m3
Kelautan dan Perikanan (ultraintensif) Volume : 49 m3
(BRSDM) dengan Lama pembesaran : 60 hari
penerapan teknologi Micro Bobot Produksi : 14 gram/ekor
Bubble dengan integrasi Investasi Awal : 31 juta
RAS Keuntungan Bersih : 94.3 juta/tahun

17
2.10 Studi Kasus Pembudidayaan Ikan dengan Sistem RAS

2.10.1 Penerapan Sistem RAS pada Budidaya Ikan Nila


Penerapan teknologi RAS dimulai dengan pembuatan sistem filter.
Bahan utama sistem filter adalah drum plastik bundar berkapasitas
200 liter, dengan diameter drum plastik 67 cm dan tinggi 90 cm.
Penggunaan drum plastik tersebut memiliki beberapa keunggulan,
yaitu tebal dan kuat sehingga memiliki daya tahan yang lama, dapat
menampung bahan penyaring dengan kapasitas besar serta tidak
tembus cahaya matahari sehingga tidak mudah berlumut. Langkah
pembuatan filter dimulai dengan memotong bagian tutup drum plastik
menggunakan gerindra. Saat pemotongan menggunakan gerinda,
pinggiran tutup akan meleleh karena panas yang dikeluarkan akibat
gesekan antara gerindra dengan drum plastik, sehingga harus
menggunakan sarung tangan dan pelindung wajah. Bagian sisi drum
ketinggian 73 cm dilubangi dengan diameter 1,5 inchi dan dipasang
drat pipa yang berfungsi sebagai saluran keluar (outlet). Pada bagian
bawah ketinggian 5 cm dibuat saluran backwash diameter ¾ inchi
untuk memudahkan dalam membuang air kotor di dasar drum.

Gambar 2. 6 Pembuatan filter

Tutup drum yang sudah dipotong berbentuk bulat dilubangi


menggunakan bor bermata bulat ½ inchi pada bagian pinggirnya.
Sedangkan pada bagian tengahnya dilubangi menggunakan bor dan
dirapikan menggunakan gerindra agar pipa diameter 2 inchi bisa

18
masuk. Selanjutnya pipa berdiameter 2 inci dengan panjang 82cm
dimasukkan ke bagian tengah tutup drum yang sudah dilubangi. Pipa
diameter 2 inchi berperan sebagai saluran air masuk (inlet) yang
masuk ke dalam drum plastik.

Langkah berikutnya adalah memasukkan pipa 2 inchi dan tutup


drum yang sudah dilubangi ke dalam drum. Jarak antara tutup drum
yang sudah dilubangi dengan dasar drum sekitar 9 cm serta diberikan
penyangga agar terdapat ruang kosong di bawah tutup drum. Setelah
pipa 2 inchi berdiri tegak, selanjutnya dimasukkan batu apung ke
bagian pinggir pipa (di atas tutup drum). Batu apung yang dimasukkan
sebelumnya telah dikemas dalam kantong waring ukuran 40x50 cm
untuk mudah diangkat kembali pada proses pencucian/pembersihan.
Desain filter dapat dilihat pada

Gambar 2. 7 Desain Filter

Sebelum digunakan bahan-bahan filter seperti drum, pipa, keran, dan


drat pipa harus dicuci menggunakan sabun sampai bersih. Batu apung
yang digunakan, terlebih dahulu harus direndam selama 24 jam bersih
dari agar sisa-sisa kotoran atau pasir.

Pemeliharaan Ikan Nila


Ikan nila yang dipelihara menggunakan teknologi RAS menunjukkan
pertumbuhan yang baik. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

19
ikan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal
diantaranya adalah faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia. Benih
yang baik berasal dari induk berkualitas, benih ikan nila yang ditebar
berasal dari Balai Benih Ikan (BBI) Batu Kumbung, Lingsar, Lombok
Barat yang memiliki kualitas baik. Ukuran benih yang ditebar adalah
5-8 cm. Selama pemeliharaan benih diberi pakan berupa pellet
komersial yang mengandung protein 29-32%. Tingkat kelangsungan
hidup ikan nila selama tiga bulan pemeliharaan sebesar 80%.
Penerapan teknologi RAS dapat dilihat pada

Gambar 2. 8 Penerapan Teknologi RAS

Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan nila salah


satunya adalah kualitas air. Kualitas air selama pemeliharaan
tergolong cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran
beberapa parameter kualitas air. Nilai pH pada media pemeliharaan
adalah 8,42, suhu sebesar 31,6⁰C dan kadar oksigen terlarut sebesar
5,1 mg.l-1. Sedangkan kualitas air pada filter drum plastik memiliki
nilai pH sebesar 8,32, suhu sebesar 31,6⁰C dan kadar oksigen terlarut
sebesar 4,0 mg.l-1. Pengukuran kualitas air dapat dilihat pada

20
Gambar 2. 9 Pengukuran Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air masih dalam kisaran optimal bagi


pertumbuhan ikan nila. Berdasarkan SNI 7550:2009 tentang
Produksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus Bleeker) Kelas
Pembesaran di Kolam Air Tenang, kualitas air optimal untu
suhu berkisar antara 25-32०C, pH optimal berkisar antara 6,5-
8,5 dan oksigen terlarut ≥3 mg.l-1. Secara visual penampakan
air kolam selama pemeliharaan ikan terlihat sangat jernih.

2.10.2 Penerapan Sistem RAS pada Budidaya Ikan Lele


1. Persiapan Kolam
Kolam yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 4 kolam
pembesaran. Jumlah padat tebar masing masing kolam adalah 1500 ekor
bibit ikan lele. Total keseluruhan bibit yang ditebar sebanyak 4500 dalam
semua kolam. Ukuran kolam yang digunakan dengan diameter sebesar 3
m dan tinggi kolam 1,05 m. Pada kolam budidaya terdapat beberapa
pembagian komponen diantaranya kolam budidaya dan swillfilter.
Wadah budidaya merupakan tempat ikan yang dibudidayakan sedangkan
filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material
yang tidak dikehendaki seperti amonia, residu organik, padatan dan
bahan kimia lain yang tidak diinginkan. Bak filtrasi terdiri atas tiga

21
bagian yaitu filter fisik, filter biologi dan filter kimia. Susunan ketiga
filter ini harus berurutan sesuai dengan proses kimia yang terjadi. Pada
bagian filter fisika menerapkan sistem sentrifuga dan bejana
berhubungan. Kemudian kolam diisi dengan air sekitar 40-50 cm dan
dilakukan penangan air sebelum bibit ikan lele dimasukan ke kolam.
Sementara itu, tanaman di akuaponik menggunakan tanaman kangkung
sebagai filter biologi dan tambahan hasil budidaya.

2. Pengukuran Kualitas Air


Pengamatan kualitas air ini dilakukan untuk mangamati kondisi
kualitas air selama proses budidaya. Pengamatan kualitas air ini meliiputi
paramter fisika dan kimia yang terdiri dari suhu, kecerahan, pH, oksigen
terlarut, nitrat, nitrit, dan amonia. Pengukuran paramter suhu
menggunakan termometer. Kecerahan diukur menggunakan sechi disk.
Parameter pH diukur menggunakan PH009(I)A. Pengukuran oksigen
terlarut (DO) menggunakan DO Meter tipe DO-5509. Pengukuran Nitrat
(NO3 - ) menggunakan Test NO3 - Tetra GnbH Herrenteich 78 D-49304
Melle. Pengukuran Nitrat (NO2 - ) menggunakan Test NO2 - sera D
52518 Heinsbergn. Pengukuran Amonia (NH3 + ) menggunakan
Ammonium/Ammoniak-Test (NH4/NH3) sera GmbH D 52518
Heinsbergn.

3. Analisis Pertumbuhan
Analisis indikator pertumbuhan yang dilakukan terdiri dari analisis
kelulus hidupan, laju pertumbuhan dan konversi pakan. Adapun
persamaan perhitungan adalah sebagai berikut:
a. Kelulushidupan (Survival Rate) Analisis kelulushidupan adalah
jumlah yang hidup pada akhir periode relatif dengan jumlah yang
hidup pada awal periode (Fidyandini et al., 2020), rumus perhitungan
kelulushidupan dapat diketahui dengan persamaan.

22
b. Laju Pertumbuhan (Grwoth Rate)
Laju pertumbuhan dinyatakan sebagai perubahan bobot tubuh rata-
rata selama percobaan berlangsung, rumus perhitungan laju
pertumbuhan dapat diketahui dengan persamaan (Yuniar et al.,
2021):

c. Konversi Pakan (Food Conversion Ratio)


Nilai rasio konversi pakan merupakan jumlah pakan yang
diberikan selama masa pemiliharaan dibandingkan dengan
pertambahan biomassa selama masa percobaan (Hermawan et al.,
2014; Armina et al, 2013) rumus untuk menghitung nilai FCR dapat
diketahui dengan persamaan (Arsanti et al., 2020);

4. Analisis Kualitas
Air Hasil pengamatan kualitas air dilakukan pada masing
masing kolam budidaya. Berdasarkan pengamatan dan
perhitungan diperoleh detail data pengukuran rata-rata suhu pada
kolam pembesaran dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil pengukuran
suhu diperoleh hasil seperti pada berkisar antara 27,5-30◦C.
Kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan lele di perairan tropis
adalah antara 28°C-32°C (Deswati et al., 2020). Kenaikan dan
penurunan suhu air sangat mempengaruhi kehidupan organisme
akuatik, salah satunya pada kelarutan oksigen (Deswati et al.,
2020). Apabila semakin tinggi suhu air, maka semakin rendah
daya larut oksigen di dalam air, begitu pula sebaliknya. Hal ini
dikarenakan pada saat suhu tinggi maka tingkat kebutuhan oksigen
untuk akan semakin besar. Sehingga akan menurunkan oksigen
yang ada di dalam perairan karena perairan tersebut dalam kondisi

23
yang jenuh. Selain itu juga akan berpengaruh terhadap nafsu
makan dan aktifitas metabolisme ikan. Semakin tinggi suhu, maka
aktifitas metabolisme juga akan meningkat dan juga menyebabkan
nafsu makan ikan juga meningkat.

Gambar 2. 10 Grafik Pengamatan Suhu Rata-rata

Hasil pengamatan parameter rata-rata kecerahan pada kolam dapat


dilihat pada Gambar 2. Rata-rata nilai kecerahan berkisar dari 2,7-
8,7cm. Kondisi kecerahan yang baik pemeliharaan ikan lele
dikolam berkisar dari 3-19 cm (Hermawan et al., 2013). Menurut
Hermawan et al. (2012), menyatakan untuk kondisi kecerahan yang
baik pemeliharaan ikan lele dikolam berkisar dari 3-19 cm.
Berdasarkan pernyataan tersebut kondisi kecerahan dalam kondisi
yang baik. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat
mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadinya
proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak
keruh, yang sedikit keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak
terlampau keruh dan tidak pula terlampaui jernih baik untuk
kehidupan ikan (Kordi, 2007)

24
Gambar 2.11 Pengamatan Kecerahan Rata-rata

Hasil pengukuran nilai pH dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai pH


rata-rata berkisar antara 6,8-8,7. pH yang ideal untuk budidaya ikan
lele yaitu berkisar 6-9, namun untuk pertumbuhan yang optimal
untuk budidaya berkisar 6,5-8,5 (Su et al., 2020). Nilai pH
digunakan untuk melihat laju metabolisme dengan mengendalikan
aktivitas enzim. Berdasarkan pernyataan tersebut kondisi pH di
kolam ikan lele pokdakan termasuk dalam kondisi yang ideal untuk
proses budidaya. Untuk mengatasi naik turunya pH air dapat
dilakukan dengan pemberian kapur atau melakukan pemupukan
pada kolam.

25
Gambar 2. 12 Grafik Pengamatan pH dan Pengamatan Oksigen
Terlarut

Hasil pengamatan kadar oksigen terlarut dapat pada Gambar 4.


Nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar dari 0,3 – 3,1 mg/l. Kadar
optimal untuk memeroleh produksi ikan secara optimal berkisar 3-
5 ppm (Arinta et al., 2017). Kebutuhan oksigen ikan bervariasi
tergantung jenis, umur dan kondisi alami ikan. Ikan kecil biasanya
mengkonsumsi oksigen yang lebih besar dibadingkan ikan dewasa.
Penurunan kelarutan oksigen secara kronis dapat menyebabkan
stres pada ikan, sehingga meningkatkan peluang infeksi pada ikan
(Wicaksono, 2005). Kandungan oksigen akan menurun apabila
nilai pH dalam keadan asam. Hal ini terjadi karena proses biota
akuatik lebih sensitif terhadap perubahan pH dan cnderung
menyukai pH yang basa. Hasil pengukuran rata-rata nitrat, nitrit

26
dan amonia berkisar 12,5 mg/l (Gambar 5), 0 – 0,5 mg/l (Gambar
6) dan 0,003 – 0,09 mg/l (Gambar 7). Nilai kandungan optimal
untuk nitrat, nitrit dan amonia untuk budidaya sebesar <0,5 mg/L,
<0,5 mg/L, dan < 1ppm (Pratama et al., 2017; Su et al., 2020;
Zhang et al., 2020).

27
Gambar 2. 13 Grafik Pengamatan Amonia, Pengamatan
Nitrit, dan Pengamatan Nitrat

5. Analisis Pertumbuhan
Hasil analisis pertumbuhan pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1. Kelulusanhidupan ikan lele diperoleh sebesar 95%.
Tingkat kelulushidupan ikan lele berkisar >94% dan tingkat
kelulushidupan tidak dipengaruhi oleh kepadatan (Hermawan et
al., 2012; Mohapatra et al., 2020). Namun, dipengaruhi pleh
kondisi kualitas air pada media pemeliharaan masih dalam kondisi
layak untuk menunjang kelulushidupan ikan lele. Hasil
perhitungan laju pertumbuhan ikan lele sebesar 0,96 g/hari. Nilai
laju pertumbuhan yang bagus menunjukan nilai mencapai 0,36-1
g/hari (Amalia & Endang, 2013). Semakin besar nilai laju
pertumbuhan maka semakin baik untuk pertumbuhan ikan lele.

Pada hasil perhitungan konversi pakan diperoleh sebesar 0,705.


Besar kecilnya konversi pakan menunjukan tinggi rendahnya

28
kualitas pakan. Pakan ikan kualitas baik mempunyai nilai konversi
pakan yang rendah (Wasiadi et al., 2003). Berdasarkan hasil
perhitungan aspek biologi yang diperoleh menunjukan tingkat
produksi yang tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Teknologi
A-RAS ini dapat dijadikan meningkatkan hasil produksi dalam
proses budidaya (Bich et al., 2020; Gibbons, 2020; Hao et al., 2020)

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penggunaan RAS memiliki banyak keunggulan karena hanya menggunakan
air yang sedikit jika dibandingkan dengan sistem konvensional dan dengan
demikian dapat dilakukan di tempat dengan ketersediaan air yang terbatas,
pemeliharaan dapat dilakukan dengan padat tebar yang tinggi serta keamanan hayati
dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Meskipun sistem RAS melibatkan
investasi modal dan faktor risiko yang relatif tinggi, hal ini dapat diimbangi dengan
produksi ikan / udang kualitas unggul tanpa gangguan dimanapun dan kapanpun.
Oleh karena itu, teknologi ini cocok untuk dikembangkan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Balami, S. (2021). Recirculation Aquaculture Systems: Components, Advantages,


and Drawbacks. Tropical Agroecosystems, 2(2), 104–109.
https://doi.org/10.26480/taec.02.2021.104.109
Jacinda, A.K., A.Yustiati., Y. Andriani. (2021). Aplikasi Teknologi Resirculating
Aquaculture System (RAS) di Indonesia; A Review. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 1(11), 44-54.
Samsundari. S, & Wirawan, G. A. (2013). Analisis Penerapan Biofilter Dalam
Sistem Resirkulasi Terhadap Mutu Kualitas Air Budidaya Ikan Sidat
(Anguilla Bicolor). Jurnal Gamma, 8, 2.
Setyono, B. D. H., Junaidi, M., Scabra, A. R., & Kaswadi, H. (2021). Penerapan
Teknologi Recirculating Aquaculture System (Ras) Untuk Perbaikan
Kualitas Lingkungan Pada Budidaya Ikan Nila Di Desa Sokong Kecamatan
Tanjung Kabupaten Lombok Utara. Indonesian Journal of Fisheries
Community Empowerment, 1(1), 69–76.
https://doi.org/10.29303/jppi.v1i1.128

Surg, P., Surg, H., & Surg, P. R. (2021). 殷旭峰 1 综述,布文博 2 陈 旭 2 周炳

荣 1 审校. 30(3), 186–189.

Widodo, T., Irawan, B., Prastowo, A. T., & Surahman, A. (2020). Sistem Sirkulasi
Air Pada Teknik Budidaya Bioflok Menggunakan Mikrokontroler Arduino
UNO R3. Jurnal Teknik dan Sistem Komputer, 1(2), 34–39.
https://doi.org/10.33365/jtikom.v1i2.12
Zakiya, G., Ansyari, P., Akuakultur, P. S., Mangkurat, U. L., & Selatan, K. (n.d.).
( Oreochromis niloticus ) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM
RESIRKULASI VARIATION OF DENSITY ON THE GROWTH OF TILAPIA
( Oreochromis niloticus ) SEEDS IN THE AQUACULTURE WITH
RECIRCULATION SYSTEM. 42–49.

31

Anda mungkin juga menyukai