Anda di halaman 1dari 16

1

Bagian Ilmu Penyakit Dalam REFARAT


Fakultas Kedokteran 6 AGUSTUS 2022
Universitas AlKhairaat
Palu

PENYAKIT GINJAL KRONIS EC NEFROPATI GOUT

Disusun Oleh :

Risty Namirah R.Lataha, S.Ked


(18 21 777 14 484)

PEMBIMBING :
dr. Winarti Arifuddin, M.Kes, Sp.PD, FINASIM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2022
2

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Risty Namirah R.Lataha

No. Stambuk : 18 21 777 14 484

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul : Penyakit Ginjal Kronis EC Nefropati Asam Urat

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Winarti Arifuddin,M. Sp.PD,FINASIM, Risty Namirah R.Lataha, S.Ked


3

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakil ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)
Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko untuk menderita
GGK yakni sebagai berikut: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan
faktor keturunan, glomerulonefritis primer, tubulointerstitial nefritis kronis, penyakit
kistik atau keturunan, vaskulitis, sickle cell nefropati dan gout. (NIDDK, 2017;
Muanalia, Sukeksi and Nuroini, 2018; Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021)
Nefropati gout atau nefropati asam urat merupakan suatu kondisi di mana asam
urat atau kristal urat terakumulasi dalam parenkim dan lumen tubulus yang dapat
menyebabkan cedera pada ginjal secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan
terjadinya gagal ginjal. (Moe, 2010)
Berdasarkan World Health Organization (WHO) di tahun 2015 mengemukakan
bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi. GGK
menempati penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi
penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang (RISKESDAS RI, 2018)
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


A.Anatomi
Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong, Ginjal orang dewasa memiliki
massa sekitar 150 g (2 ons) dan dimensi rata- rata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan
tebal 3 cm atau seukuran sabun besar. Ginjal terletak pada retroperitoneal (antara
dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di daerah lumbal superior. Proyeksi
ginjal terhadap tulang belakang setinggi T12 sampai L3. Ginjal kanan terdesak
oleh hepar dan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Di atas setiap ginjal
terdapat kelenjar adrenal (atau suprarenal).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang mengandung jutaan alat
penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula
ginjal terdapat piramida ginjal yang berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi
yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.
Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap nefron terdiri dari
glomerulus, kapsula Bowman, tubulus contortus proksimalis, loop henle, tubulus
contortus distalis. Bagian luar ginjal disebut korteks dan bagian dalam disebut
medulla, serta bagian paling dalam disebut pelvis. Dibagian medulla ada bentukan
piramida sebagai saluran pengumpul (tubulus collectivus) yang membawa filtrat dari
nefron korteks menuju pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada bentukan
Hilus. Hilus merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis, dan tempat keluarnya
pelvis renalis.
Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan darah balik adalah
vena renalis yang merupakan cabang vena kava inferior. Persarafan ginjal berasal dari
pleksus simpatikus renalis dan tersebar sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis.
5

Serabut aferen yang berjalan melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis
melalui Nervus Torakalis X, XI, dan XII (Rystianti, 2019).

Gambar 1. Anatomi dari Ginjal

B.Fisiologi
Menurut Sherwood (2013), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam peraturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain ekskresi produk
sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit,
pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan
arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi
hormon (Guyton & Hall, 2008).
Menurut Sherwood pada tahun 2013, dalam pembentukan urin terdapat tiga proses
dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1. Filtrasi glomerulus
filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin.
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring.
6

2. Reabsorbsi tubulus
Reabsorbsi tubulus merupakan Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah. Sewaktu filtrat mengalir
melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke
plasma kapiler peritubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari
tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan
kemudian ke jantung untuk diresirkulasi.
3. Sekresi tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk
mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah
tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus
dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus sebagai hasil
filtrasi.
4. Ekskresi urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin.
Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak
direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk
dieksresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.

2. DEFINISI
Penyakil ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)

3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan World Health Organization (WHO) di tahun 2015 mengemukakan
bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi. GGK
menempati penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi
penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang. (RISKESDAS RI, 2018)
7

4. ETIOLOGI
Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko untuk menderita
GGK yakni sebagai berikut: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan
faktor keturunan, glomerulonefritis primer, tubulointerstitial nefritis kronis, penyakit
kistik atau keturunan, vaskulitis, sickle cell nefropati dan gout (NIDDK, 2017;
Muanalia, Sukeksi and Nuroini, 2018; Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021).
Pada refarat ini saya akan membahas penyakit ginjal kronik EC arthritis gout.

5. PATOMEKANISME NEFROPATI ASAM URAT


Kelebihan produksi asam urat yang disebabkan oleh mengkomsumsi makanan
tinggi purin, konsumsi alcohol yang berlebihan dan obat obatan yang dapat
meningkatkan asam urat. Pembentukan asam urat dimulai dengan metabolisme dari
DNA dan RNA menjadi adenosin dan guanosin. Adenosin yang terbentuk kemudian
dimetabolisme menjadi hipoxantin kemudian dimetabolisme lagi menjadi enzim
xanthine, sedangkan guonosin juga dimetabolisme menjadi xanthine. Kemudian
enzim xanthine dari hasil metabolisme hipoxantin dan guonosin dimetabolisme
dengan bantuan enzim xanthine oksidase menjadi asam urat. Asam urat tersebut
dibawa ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi kemudian direabsorbsi Sebagian, dan
asam urat yang tidak di reabsorbsi akan diekskresikan melalui urin.
Kelebihan asam urat dapat membentuk kristal asam urat ditubulus proximal
ginjal yang dapat menyebabkan obstruksi tubulus ginjal. Deposisi kristal
menyebabkan peningkatan tekanan tubulus, peningkatan tekanan intrarenal, dan
kompresi ekstrinsik dari jaringan vena ginjal berdiameter kecil. Hal ini menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal dan penurunan aliran darah ginjal.
Peningkatan tekanan tubulus dan penurunan aliran darah ginjal menyebabkan
penurunan filtrasi glomerulus dan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Pada pasien dengan hiperurisemia kronis, pembentukan mikrotofi di
interstitium medula ginjal memicu reaksi benda asing dan menyebabkan peradangan
kronis dan fibrosis. Hiperurisemia juga mengaktivasi sistem renin-angiotensin pada
penyakit ginjal progresif, yang dapat meningkatkan regulasi reseptor angiotensin 1
pada sel otot polos pembuluh darah dan menginduksi arteriolopati pembuluh darah
preglomerular, yang mengganggu respon autoregulasi arteriol aferen, sehingga dapat
mengakibatkan hipertensi glomerulus, dan obliterasi lumen yang terjadi akibat dari
penebalan dinding pembuluh darah dan menyebabkan hipoperfusi ginjal yang parah.
8

(Obermayr et al., 2008; Karina, 2018; Mark T Fahlen, 2019; Ardy Fenando, Manjeera
Rednam, Rahul Gujarathi, 2022)

6. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya pada pasien PGK stadium satu sampai tiga tanda dan gejala awal
tidak dialami atau gangguan keseimbangan cairan tidak dialami, elektrolit, endokrin
dan metabolik. Sedangkan pasien PGK stadium empat dan lima menunjukkan
beberapa gejala klinis (KDIGO, 2013). Terdapat beberapa tanda dan gejala PGK
yaitu:
Derajat PGK

Derajat 1 Tekanan darah pasien normal, tidak terdapat tanda-tanda abnormalitas hasil
tes laboratorium dan manifestasi klinis.
Derajat 2 Tanpa manifestasi klinis, terdapat hipertensi, mulai muncul hasil tes
laboratorium abnormal.
Derajat 3 Tanpa gejala, hasil tes laboratorium abnormal pada beberapa sistem organ,
terdapat hipertensi.
Derajat 4 Terdapat manifestasi klinis berupa kelelahan dan penurunan rangsangan.

Derajat 5 BUN (kadar ureum nitrogen darah) meningkat, anemia, hipokalsemia,


hiponatremia, asam urat meningkat, proteinurea, pruritus, edema, hipertensi,
kreatinin meningkat, penurunan rangsangan, asidosis metabolik, mudah
mengalami perdarahan, hiperkalemia.
Tabel I. Manifestasi PGK Berdasarkan Derajat.

7. KLASIFIKASI
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus
(LFG), yang dihitung dengan menggunakan rumus Cockcroft-gault sebagai berikut.
9

Berikut adalah klasifikasi stadium GGK berdasarkan (Hui, 2011; The Renal
Association, 2013) seperti pada Tabel berikut:
Stadium Deskripsi LFG
(mL/menit/1,73m)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥ 90
abnormalitas struktur atau ciri genetic menunjukkan
adanya penyakit ginjal.
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
(seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal.
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan berat fungsi ginjal 15-29
5 Gagal ginjal <15
Tabel II Derajat PGK berdasarkan GFR

Kategori Deskripsi ACR AER


(approximate equivalent) (mg/24 jam)
(mg/mmol)
A1 Normal – peningkatan <3 <30
ringan.
A2 peningkatan sedang. 3-30 30-300
A3 Penurunan berat. >30 >300
Tabel III. Kategori PGK berdasarkan Albumin (Hui, 2011; LEE, 2019)

8. DIAGNOSTIK
a. Anamnesis
Setiap stadium pada GGK berbeda-beda hasil anamnesisnya, pada GGK stadium 1-
3 pasien belum mengalami gangguan keseimbangan air dan elektrolit atau gangguan
metabolik dan endokrin secara klinis (asimtomatis), GGK stadium 4-5 pasien pada
10

tahap awal mengalami poliuria dan edema, dan GGK stadium 5 pasien sudah
mengalami anemia, asidosis metabolik, cegukan (hiccup), edema perifer, edem
pulmo, gangguan gastrointestinal, pruritus, fatigue, somnolen, disfungsi ereksi,
penurunan libido, amenore, dan disfungsi platelet. (LEE, 2019)
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat pada inspeksi tampak sakit, pucat, napas pendek,
konjungtiva anemis, mukosa anemis, kulit eksoriasi akibat pruritus, dan Edema
perifer. Tanda vital dari pasien bisa terjadi hipertensi, takipnea dan hipotermia.
Perkusi yang didapat pada pasien nyeri ketok pada costovertebrae angel (CVA).

c. Pemerikaan penunjang
Pada tes fungsi ginjal didapat blood urea nitrogen (BUN) : >20 mg/dl (N: 10- 20
mg/dL), kreatinin serum pada pria > 1,3 mg/dL (N: 0,7-1,3 mg/dL), pada wanita > 1,1
mg/dL (N: 0,6-1,1 mg/dL). Laju filtrasi glomerulus (LFG) didapat pada pria < 97
mL/menit (N: 97-137 mL/menit) dan pada wanita < 88 mL/menit (N: 88-128
mL/menit).(LEE, 2019)
Keadaan radiologis pada pasien GGK didapatkan dari intravena pyelogram (IVP),
antegrade pyelography (APG), dan ultrasonografi (USG) yaitu, hidronefrosis pada
stadium awal sebagai kompensasi, USG pada stadium lanjut GGK tampak ginjal
mengecil.(LEE, 2019)
11

Gambar 2. Hasil Foto usg pada Penderita CKD (Hsieh et al., 2014)

9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan gagal ginjal kronik yaitu terapi penyakit spesifik yang mendasari,
penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal dengan cara dialisis dan
transplantasi ginjal. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya diberikan ketika
sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga tidak terjadi ginjal yang semakin
memburuk. (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)

a. Terapi Konservatif
Terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolism
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit berupa:
1) Diet Protein
Pada pasien PGK harus melakukan pembatasan asupan protein. Pembatasan
asupan protein telah terbukti dapat menormalkan kembali dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah protein dapat membuat beban ekskresi
semakin berkurang sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus dan cidera sekunder pada nefron intak. Asupan protein yang
12

berlebihan dapat berakibat hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran


darah dan tekanan intraglomerulus berubah yang justru meningkatkan
progresifitas ginjal semakin memburuk.
2) Diet Kalium
Pembatasan kalium juga harus dilakukan pada pasien PGK dengan cara diet
rendah kalium dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung
kalium tinggi. Pemberian kalium yang berlebihan akan menyebabkan
hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh.
3) Diet Kalori
Kebutuhan kalori untuk pasien PGK harus adekuat yang bertujuan untuk
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
4) Kebutuhan cairan
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang perlu diperhatikan pada pasien
PGK. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, oedem dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal.

Pengobatan pada Penyakit ginjal kronik bertujuan untuk memperlambat


perkembangan penyakit menjadi End-Stage Renal Disease (ESRD). kontrol tekanan
darah menggunakan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors atau
Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs) secara efektif dapat membantu
memperlambat perkembangan dari PGK. Selain itu control glikemik pada pasien
dengan diabetes dapat menghambat perkembangan dari PGK. sehingga tidak terjadi
perburukan ginjal. Jika sudah terjadi penurunan LFG maka terapi terhadap penyakit
dasarnya ini sudah tidak banyak bermanfaat. Pasien yang membutuhkan obat-obatan
harus diperhatikan secara ketat untuk memastikan kadar obat-obatan yang sedang
dikonsumsi tersebut dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik dalam
darah dan jaringan yang membuat efek toksik pada pasien PGK. Apabila sudah
13

terjadi penurunan LFG maka terapi pada penyakit dasarnya ini sudah tidak banyak
manfaatnya. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid juga penting. Pada
pasien nefropati gout, obat yang diberikan adalah Allopurinol. Inhibitor xanthine
oxidase allopurinol memblokir konversi hipoksantin dan xantin menjadi asam urat,
mengakibatkan penurunan konsentrasi asam urat serum dan ekskresi urat urin. Waktu
paruh allopurinol kurang dari 2 jam, karena ekskresi ginjal dan konversi cepat
senyawa menjadi metabolit utamanya, oxypurinol. Untuk profilaksis optimal dari
nefropati asam urat akut, allopurinol harus diberikan pada 48-72 jam atau lebih. Pada
pasien dengan fungsi ginjal yang sehat, dosis awal alopurinol 300-600 mg setiap hari.
Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir mencapai tingkat terapeutik setelah dosis
tunggal 300-600 mg dan mempertahankan tingkat ini sampai dialisis berikutnya, di
mana tingkat serum akan berkurang 40%. Oleh karena itu, dosis pemeliharaan harus
dikurangi pada pasien dengan insufisiensi ginjal untuk menghindari akumulasi
oxypurinol.
Jika bersihan kreatinin kira-kira 50-90 mL/menit, dosisnya harus 200 mg/hari, dan
untuk bersihan kreatinin 10-50 mL/menit, dosisnya harus 100 mg setiap 2 hari. Pada
pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 10 mL/menit, dosisnya harus 100 mg
setiap 3 hari. Setelah hemodialisis, pasien harus dilengkapi dengan 50% dari dosis
allopurinol.Sedangkan untuk terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit.
Hemodialisis dapat diartikan sebagai suatu proses komposisi yang berubah yaitu
solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran semi permeabel
(membran dialisis). Pada prinsipnya, hemodialisis merupakan suatu proses pemisahan
atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran semipermeabel
yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang akut maupun kronik.
(Suhardjono, 2014)
14

10. KOMPLIKASI
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini
dapat berupa: urea, kalium, fosfat. Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah
berkurangnya produksi darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yang
menyebabkan produksi eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit yang dapat
timbul akibat penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
 Penyakit tulang mineral (osteodistrofi renal)
 Sindrom uremia
 Hypoalbuminemia
 Gagal jantung kongestif
 Anemia (Vania Lannisa Hasetidyatami and Wikananda, 2019)

11. PROGNOSIS
Pasien dengan CKD dan khususnya penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) berada
pada peningkatan risiko kematian, terutama dari penyakit kardiovaskular. Sebuah
tinjauan data USRDS 2009 menunjukkan bahwa kemungkinan kelangsungan hidup 5
tahun pada pasien dialisis hanya sekitar 34%.(Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021)
15

DAFTAR PUSTAKA
Hsieh, J.-W. et al. (2014) ‘Stage Classification in Chronic Kidney Disease by
Ultrasound Image’, in Proceedings of the 29th International Conference on Image
and Vision Computing New Zealand - IVCNZ ’14. New York, New York, USA:
ACM Press, pp. 271–276. doi:10.1145/2683405.2683457.
Hui, D. (2011) Approach to Internal Medicine, Approach to Internal Medicine.
doi:10.1007/978-1-4419-6505-9.
KDIGO (2013) ‘“Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease”’, Kidney International Supplements, 3, pp. 1–163.
Available at:
https://kdigo.org/wp-content/uploads/2017/02/KDIGO_2012_CKD_GL.pdf.
LEE, J.E. (2019) KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE JANUARI 2018 – DESEMBER
2018. Available at: http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/1648/2/C011171806_skripsi
1-2.pdf.
Moe, O.W. (2010) ‘Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid
Nephropathy Exist?: Figure 1.’, Journal of the American Society of Nephrology,
21(3), pp. 395–397. doi:10.1681/ASN.2008101115.
Muanalia, Sukeksi, A. and Nuroini, F. (2018) ‘Hubungan Kadar Asam Urat Terhadap
Kadar Ureum dan Kreatinin Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik’, Universitas
Muhammadiyah Semarang, pp. 1–8.
NIDDK (2017) Chronic Kidney Disease (CKD). Available at:
https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/chronic%EF%BF
%BEkidney-disease-ckd.
RISKESDAS RI (2018) Laporan Nasional Riskesdas. Available at:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Lap
%0Aoran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf.%0D.
Rystianti, C.I. (2019) HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN
16

KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD BLAMBANGAN


BANYUWANGI. Available at: https://eprints.umm.ac.id/56190/.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, S.A. (2014) ilmu penyakit dalam. VI.
jakarta: InternaPublishing.
Suhardjono (2014) Hemodialisis: Prinsip Dasar dan Pemakaian Kliniknya. 6th edn.
jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
The Renal Association (2013) ‘Chapter 1: Definition and classification of CKD’,
Kidney International Supplements, 3(1), pp. 19–62. doi:10.1038/kisup.2012.64.
Vaidya, S. R. and Aeddula, N.R. (2021) ‘Chronic renal failure’, in Bookshelf
StatPearls. StatPearls Publishing. doi:10.3109/9780203640500.
Vania Lannisa Hasetidyatami and Wikananda, I.M.F. (2019) CHRONIC KIDNEY
DISEASE. Available at:
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/34661/1/611d557bacf8c413fe9f526a7bd9f361.pdf.

Anda mungkin juga menyukai