Disusun Oleh :
PEMBIMBING :
dr. Winarti Arifuddin, M.Kes, Sp.PD, FINASIM
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Palu,
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakil ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)
Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko untuk menderita
GGK yakni sebagai berikut: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan
faktor keturunan, glomerulonefritis primer, tubulointerstitial nefritis kronis, penyakit
kistik atau keturunan, vaskulitis, sickle cell nefropati dan gout. (NIDDK, 2017;
Muanalia, Sukeksi and Nuroini, 2018; Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021)
Nefropati gout atau nefropati asam urat merupakan suatu kondisi di mana asam
urat atau kristal urat terakumulasi dalam parenkim dan lumen tubulus yang dapat
menyebabkan cedera pada ginjal secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan
terjadinya gagal ginjal. (Moe, 2010)
Berdasarkan World Health Organization (WHO) di tahun 2015 mengemukakan
bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi. GGK
menempati penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi
penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang (RISKESDAS RI, 2018)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serabut aferen yang berjalan melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis
melalui Nervus Torakalis X, XI, dan XII (Rystianti, 2019).
B.Fisiologi
Menurut Sherwood (2013), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam peraturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain ekskresi produk
sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit,
pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan
arteri, pengaturan keseimbangan asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi
hormon (Guyton & Hall, 2008).
Menurut Sherwood pada tahun 2013, dalam pembentukan urin terdapat tiga proses
dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus.
1. Filtrasi glomerulus
filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin.
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring.
6
2. Reabsorbsi tubulus
Reabsorbsi tubulus merupakan Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian
dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah. Sewaktu filtrat mengalir
melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke
plasma kapiler peritubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari
tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan
kemudian ke jantung untuk diresirkulasi.
3. Sekresi tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk
mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah
tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus
dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus sebagai hasil
filtrasi.
4. Ekskresi urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin.
Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak
direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk
dieksresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.
2. DEFINISI
Penyakil ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Setiati S,
Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)
3. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan World Health Organization (WHO) di tahun 2015 mengemukakan
bahwa angka kejadian GGK di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi. GGK
menempati penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi
penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang. (RISKESDAS RI, 2018)
7
4. ETIOLOGI
Terdapat beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko untuk menderita
GGK yakni sebagai berikut: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Penyakit Jantung, dan
faktor keturunan, glomerulonefritis primer, tubulointerstitial nefritis kronis, penyakit
kistik atau keturunan, vaskulitis, sickle cell nefropati dan gout (NIDDK, 2017;
Muanalia, Sukeksi and Nuroini, 2018; Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021).
Pada refarat ini saya akan membahas penyakit ginjal kronik EC arthritis gout.
(Obermayr et al., 2008; Karina, 2018; Mark T Fahlen, 2019; Ardy Fenando, Manjeera
Rednam, Rahul Gujarathi, 2022)
6. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya pada pasien PGK stadium satu sampai tiga tanda dan gejala awal
tidak dialami atau gangguan keseimbangan cairan tidak dialami, elektrolit, endokrin
dan metabolik. Sedangkan pasien PGK stadium empat dan lima menunjukkan
beberapa gejala klinis (KDIGO, 2013). Terdapat beberapa tanda dan gejala PGK
yaitu:
Derajat PGK
Derajat 1 Tekanan darah pasien normal, tidak terdapat tanda-tanda abnormalitas hasil
tes laboratorium dan manifestasi klinis.
Derajat 2 Tanpa manifestasi klinis, terdapat hipertensi, mulai muncul hasil tes
laboratorium abnormal.
Derajat 3 Tanpa gejala, hasil tes laboratorium abnormal pada beberapa sistem organ,
terdapat hipertensi.
Derajat 4 Terdapat manifestasi klinis berupa kelelahan dan penurunan rangsangan.
7. KLASIFIKASI
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus
(LFG), yang dihitung dengan menggunakan rumus Cockcroft-gault sebagai berikut.
9
Berikut adalah klasifikasi stadium GGK berdasarkan (Hui, 2011; The Renal
Association, 2013) seperti pada Tabel berikut:
Stadium Deskripsi LFG
(mL/menit/1,73m)
1 Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin, ≥ 90
abnormalitas struktur atau ciri genetic menunjukkan
adanya penyakit ginjal.
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
(seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal.
3a Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan berat fungsi ginjal 15-29
5 Gagal ginjal <15
Tabel II Derajat PGK berdasarkan GFR
8. DIAGNOSTIK
a. Anamnesis
Setiap stadium pada GGK berbeda-beda hasil anamnesisnya, pada GGK stadium 1-
3 pasien belum mengalami gangguan keseimbangan air dan elektrolit atau gangguan
metabolik dan endokrin secara klinis (asimtomatis), GGK stadium 4-5 pasien pada
10
tahap awal mengalami poliuria dan edema, dan GGK stadium 5 pasien sudah
mengalami anemia, asidosis metabolik, cegukan (hiccup), edema perifer, edem
pulmo, gangguan gastrointestinal, pruritus, fatigue, somnolen, disfungsi ereksi,
penurunan libido, amenore, dan disfungsi platelet. (LEE, 2019)
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terlihat pada inspeksi tampak sakit, pucat, napas pendek,
konjungtiva anemis, mukosa anemis, kulit eksoriasi akibat pruritus, dan Edema
perifer. Tanda vital dari pasien bisa terjadi hipertensi, takipnea dan hipotermia.
Perkusi yang didapat pada pasien nyeri ketok pada costovertebrae angel (CVA).
c. Pemerikaan penunjang
Pada tes fungsi ginjal didapat blood urea nitrogen (BUN) : >20 mg/dl (N: 10- 20
mg/dL), kreatinin serum pada pria > 1,3 mg/dL (N: 0,7-1,3 mg/dL), pada wanita > 1,1
mg/dL (N: 0,6-1,1 mg/dL). Laju filtrasi glomerulus (LFG) didapat pada pria < 97
mL/menit (N: 97-137 mL/menit) dan pada wanita < 88 mL/menit (N: 88-128
mL/menit).(LEE, 2019)
Keadaan radiologis pada pasien GGK didapatkan dari intravena pyelogram (IVP),
antegrade pyelography (APG), dan ultrasonografi (USG) yaitu, hidronefrosis pada
stadium awal sebagai kompensasi, USG pada stadium lanjut GGK tampak ginjal
mengecil.(LEE, 2019)
11
Gambar 2. Hasil Foto usg pada Penderita CKD (Hsieh et al., 2014)
9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan gagal ginjal kronik yaitu terapi penyakit spesifik yang mendasari,
penanganan konservatif dan terapi pengganti ginjal dengan cara dialisis dan
transplantasi ginjal. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya diberikan ketika
sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga tidak terjadi ginjal yang semakin
memburuk. (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, 2014)
a. Terapi Konservatif
Terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolism
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit berupa:
1) Diet Protein
Pada pasien PGK harus melakukan pembatasan asupan protein. Pembatasan
asupan protein telah terbukti dapat menormalkan kembali dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal. Asupan rendah protein dapat membuat beban ekskresi
semakin berkurang sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus dan cidera sekunder pada nefron intak. Asupan protein yang
12
terjadi penurunan LFG maka terapi pada penyakit dasarnya ini sudah tidak banyak
manfaatnya. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid juga penting. Pada
pasien nefropati gout, obat yang diberikan adalah Allopurinol. Inhibitor xanthine
oxidase allopurinol memblokir konversi hipoksantin dan xantin menjadi asam urat,
mengakibatkan penurunan konsentrasi asam urat serum dan ekskresi urat urin. Waktu
paruh allopurinol kurang dari 2 jam, karena ekskresi ginjal dan konversi cepat
senyawa menjadi metabolit utamanya, oxypurinol. Untuk profilaksis optimal dari
nefropati asam urat akut, allopurinol harus diberikan pada 48-72 jam atau lebih. Pada
pasien dengan fungsi ginjal yang sehat, dosis awal alopurinol 300-600 mg setiap hari.
Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir mencapai tingkat terapeutik setelah dosis
tunggal 300-600 mg dan mempertahankan tingkat ini sampai dialisis berikutnya, di
mana tingkat serum akan berkurang 40%. Oleh karena itu, dosis pemeliharaan harus
dikurangi pada pasien dengan insufisiensi ginjal untuk menghindari akumulasi
oxypurinol.
Jika bersihan kreatinin kira-kira 50-90 mL/menit, dosisnya harus 200 mg/hari, dan
untuk bersihan kreatinin 10-50 mL/menit, dosisnya harus 100 mg setiap 2 hari. Pada
pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 10 mL/menit, dosisnya harus 100 mg
setiap 3 hari. Setelah hemodialisis, pasien harus dilengkapi dengan 50% dari dosis
allopurinol.Sedangkan untuk terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal
kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit.
Hemodialisis dapat diartikan sebagai suatu proses komposisi yang berubah yaitu
solute darah oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran semi permeabel
(membran dialisis). Pada prinsipnya, hemodialisis merupakan suatu proses pemisahan
atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu membran semipermeabel
yang dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang akut maupun kronik.
(Suhardjono, 2014)
14
10. KOMPLIKASI
Secara umum komplikasi pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini
dapat berupa: urea, kalium, fosfat. Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah
berkurangnya produksi darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yang
menyebabkan produksi eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit yang dapat
timbul akibat penyakit ginjal kronis adalah sebagai berikut:
Penyakit tulang mineral (osteodistrofi renal)
Sindrom uremia
Hypoalbuminemia
Gagal jantung kongestif
Anemia (Vania Lannisa Hasetidyatami and Wikananda, 2019)
11. PROGNOSIS
Pasien dengan CKD dan khususnya penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) berada
pada peningkatan risiko kematian, terutama dari penyakit kardiovaskular. Sebuah
tinjauan data USRDS 2009 menunjukkan bahwa kemungkinan kelangsungan hidup 5
tahun pada pasien dialisis hanya sekitar 34%.(Vaidya, S. R. and Aeddula, 2021)
15
DAFTAR PUSTAKA
Hsieh, J.-W. et al. (2014) ‘Stage Classification in Chronic Kidney Disease by
Ultrasound Image’, in Proceedings of the 29th International Conference on Image
and Vision Computing New Zealand - IVCNZ ’14. New York, New York, USA:
ACM Press, pp. 271–276. doi:10.1145/2683405.2683457.
Hui, D. (2011) Approach to Internal Medicine, Approach to Internal Medicine.
doi:10.1007/978-1-4419-6505-9.
KDIGO (2013) ‘“Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease”’, Kidney International Supplements, 3, pp. 1–163.
Available at:
https://kdigo.org/wp-content/uploads/2017/02/KDIGO_2012_CKD_GL.pdf.
LEE, J.E. (2019) KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DI RS UNIVERSITAS HASANUDDIN PERIODE JANUARI 2018 – DESEMBER
2018. Available at: http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/1648/2/C011171806_skripsi
1-2.pdf.
Moe, O.W. (2010) ‘Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid
Nephropathy Exist?: Figure 1.’, Journal of the American Society of Nephrology,
21(3), pp. 395–397. doi:10.1681/ASN.2008101115.
Muanalia, Sukeksi, A. and Nuroini, F. (2018) ‘Hubungan Kadar Asam Urat Terhadap
Kadar Ureum dan Kreatinin Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik’, Universitas
Muhammadiyah Semarang, pp. 1–8.
NIDDK (2017) Chronic Kidney Disease (CKD). Available at:
https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/chronic%EF%BF
%BEkidney-disease-ckd.
RISKESDAS RI (2018) Laporan Nasional Riskesdas. Available at:
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Lap
%0Aoran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf.%0D.
Rystianti, C.I. (2019) HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISIS DENGAN
16