Anda di halaman 1dari 1

Berkat Kanker Otak

Rutinitas belajar dan mengajar selalu diawali dengan cek presensi. Setiap guru yang
masuk akan memanggil satu per satu murid yang hadir. Aturan yang sama berlaku di
SMA 1 Jakarta. Pada saat itu, guru Bahasa Indonesia yang terkenal galak mulai
memanggil setiap murid. Dengan nada tegas dan ekspresi kaku, ia menyebut nama
murid. Hal ini menyebabkan murid yang dipanggil pun menjawab tak kalah
lantangnya.

“Ckhristopher”

“Hadir Bu!”

“Dion”

“Hadir Bu!”

“Jono”

“Hadir Bu”

“Akhirnya kamu masuk sekolah juga ya. Kenapa kamu kemarin tidak masuk?”

“Saya mesti ke rumah sakit, Bu,” jawab Jono sembari senyum.

“Kenapa kamu jawab pertanyaan saya sambil senyum-senyum?” jawab sang guru
kesal.

“Iya Bu, soalnya kata dokter saya terkena kanker otak.”

“Apa yang lucu? Kanker otak itu berbahaya.”

“Saya senang Bu. Ibu sudah tidak bisa bilang ‘dasar kamu tidak punya otak’ karena
otak saya rusak.”

Seisi kelas meringis mendengar jawaban Bayu. Mereka ingin tertawa, tetapi
khawatir dimarahi sang guru.

Anda mungkin juga menyukai