Tugas Mata Kuliah Kel 3
Tugas Mata Kuliah Kel 3
Filsafat Pendidikan
Oleh Kelompok 3 :
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan
syukur bagi Allah swt yang dengan rido-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini
dengna baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami haturkan kepada junjungan
kita nabi besar Muhammad saw yang dengan do'a dan bimbingannya makalah ini
filsafat dalam mata kuliah filsafat ilmu. Makalah ini diharapkan bisa menambah
wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Berbagai teknik dan intrik
kami kemas dalam makalah ini, dan juga kami berharap bisa dimafaatkan
semaksimal mugkin.
dukungan dari Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar makalah ini bisa berhasil dan
Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin
ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin
ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan okyek
khusus yaitu ilmu pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter hamper sama
dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagiproses
keilmuan dan merupakan krangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.[1] Artinya
filsafat itu mecakup makna yang mengarahkan kepada penelaahan secara ilmiah
sebagai smber pengetahuan dan ilmu.
Dewasa ini kajian filsafat sudah menjadi bahan ajar bagi tiap-tiap universitas,
berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan. Bagaimanakah kehidupan ini? Dan
untuk apa kehidupan ini?, manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa
membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk. Orang lain yang mampu
memberikan penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan
penilaian sekaligus memberikan arti, itu adalah pengetahuan yang disebut filsafat.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
mengalami perkembangan yang sangat menyolok.Pada permulaan sejarah filsafat
di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya
kecenderungan yang lain.
Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas dari belajar atau mengkaji
sejarah filsafat. Hal ini sangat penting mengingat dalam mempelajari sejarah kita
juga akan mempelari ruang lingkup dimensi yang ada dalam ruang dan waktu yang
melandasi suatu fenomena.
Dengan fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan akibat yang
saling terkait. Oleh karena itu dalam kajian filsafat belajar sejarah filsafat
merupakan metode bahkan merupakan subject matter sebagaimana,yang dijelaskan
Wiramhardja: “sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal dan banyak
digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan metode yang
sangat penting dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject
matter itu sendiri”.
Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu
atau dalam sejarah filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama
zaman Yunani Kuno atau Filsafat Alam (600 SM – 200 SM). Kedua Zaman
Keemasan (470 SM – 300 SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada masa Abad
Pertengahan pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII
M). pereode Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada zaman modern
(1600 – 1800 M), diteruskan Zaman Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir adalah
Postmodernism atau Kontemporer (1950-M).
1) Pra Socrates
Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan
tersebut didasarkan pada munculnya banyak pemikir/filosof yang
memfokuskan pemikirannya pada apa yang diamati di sekitarnya, yakni
alam semesta. Mereka memikirkan alam- mencari unsur induk yang
dianggap asal dari segala sesuatu. Pandangan para filosof ini melahirkan
monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan
fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau
sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui.
Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak
mempercayai sepenuhnya pengetahuan yang didasarkan pada mitos-mitos,
legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di masyarakat
waktu itu. Mereka mempercayai bahwa pengetahuan bisa didapatkan
melalui proses pemikiran dan mengamati.
Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah Thales (624 – 545 SM)
berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan adalah air.
Anaximander (610 – 546 SM) adalah murid dari Thales, tetapi walaupun
begitu Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales berfikiran bahwa
permulaan yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak
memiliki sifat-sifat zat yang ada sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal
berasal dari satu subtansi azali yang abadi, tanpa terbatas yang melingkupi
seluruh alam.
2) Zaman Keemasan
Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih berkutat pada wilayah
kemenjadian, maka pada masa keemasan sudah masuk pada pemikiran dan
keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah mengarah kepada
manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai
berkembang dialektis- kritis untuk menunjukkan kebenaran.
Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama dari tiga filsafat besar
dari Yunani. Pemikiran Socrates sangat dipengaruhi oleh kondisi kaum
“sophis” cerdik cendekia yang dalam mengajarkan pengetahuannya meminta
imbalan. Dan pada masa hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang dikuasai
oleh para “sophis” yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang sangat berpengaruh sama
sebagaimana Plato, namun Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan
kecenderungan berfikir yang saintific. Menururnya tidak ada sesuatu pun di dalam
kesadaran yang belum pernah dialami oleh indra. Seluruh pemikiran dan gagasan
yang masuk ke dalam kesadaran kita melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar
sebelumnya.
Manusia memiliki akal pembawaan untuk mengorganisasikan seluruh kesan
inderawi ke dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok. Aristoteles juga
mulai membagi benda dengan melaui “bentuk” dan “substansi” nya. Selain
pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika, bahkan
Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional,
sebab nanti berkembang logika modern.
Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan
sebagai maenstream yaitu rasio insani hanya dapat abadi jika medapatkan
penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam batin kita dan
menerangi roh manusia. Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat
masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih
hidup dan dipelajari walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.
Pada zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500). Filsafat pada
abad ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani
ini adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas
Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria
(150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-
379). Tokohtokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius
(339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari
para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari Plotinos. Pada masa ini dapat
dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma agama.
Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh
Aristoteles. Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya
beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-
1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh
Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf
sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai
Sang Komentator. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman
Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang
lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan.
Filsafatnya disebut Skolastik karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam
sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang
baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan
antara iman dengan akal budi.
Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat
sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat)
bukan yang satu mengabdi terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di
penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif terhadap
perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom
berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh
otoritas Gereja, ketika mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-
benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme).
Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan
teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang
dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman Yunani yang justru telah mendapat
mandat dari otoritas Gereja. Oleh karena itu dianggap menjatuhkan kewibawaan
Gereja, itu sebabnya. opernicus di hokum oleh kerajaan atas perintah gereja.
Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah
modern menampilkan kesombongan dan arogan, bahkan menampik buah pikiran
yang telah lahir sebelumya disebut juga sebagai suatu pemberontakan yang sedikit
dilebih-lebihkan. Sehingga pemikiran filsafat modern lebih cendrung
membicarakan hal-hal antroposentris artinya mebicarakan apa yang ada dalam
dirinya.
Adapun filsafat modern memiliki ciri khas dan karakter dalam mendapatkan
kebenaran, cirinya adalah kesangsian terhadap kebenaran itu sendiri. Maka dalam
mendapatkan kebenaran yang sejati adalah dengan kesangsian dan keraguan. Sama
halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak terhadap pemikiran
modern yang terlalu menghargai rasio.
Ada tiga hal dalam fase dielektika, pertama tesis menampilkan lawannya
antithesis sebagai fase kedua. Kemudian, timbullah fase ketiga yang mendamaikan
kedua fase itu, yaitu: “aufgehoben” artinya bermacam-macam di cabut, ditiadakan,
dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis terdapat tesis dan
antithesis, keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi tesis dan antithesis
tetap ada, hanya lebih sempurna.
Pada masa ini pembicaraan filsafat lebih banyak mebahas dan membicrakan
maslah logocentris (kata/kalimat), inipun terjadi pada filosof-filosuf eropa, lain
halnya dengan di Amerika lebih bersifat Pragmatis, artinya mereka akan
mengambilnya jika filsafat itu menguntungkan bagi mereka.
Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences)
sudah lebih mantap dan mapan, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode
ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang
berkembang sesudahnya. Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran
sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya
Strukturalisme dan Postmodernisme. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya
misalnyaC.Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme
antara lain. J. Habermas, J. Derida.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Telah kita ketahui bahwa filsafat merupakan induk dari semua disiplin ilmu,
namun perlahan lahan disiplin ilmu mulai memisahkan diri dari filsafat. Mula mula
matematika dan dan fisika dan terakhir psikologi mulai memisahkan diri walaupun
masih ada yang menyatu, namun dalam jumlah kecil. Artinya, cakupan filsafat
menyentuh semua aspek disiplin ilmu maka marilah kita dalami, pelajari dengan
ikhtiar dan sungguh-sungguh agar apabila kita menguasai filsafat maka pemikiran
kita semakin luas dan dapat menguasai ilmu pengetahuan secara ilmiah. Oleh
karena itu berusahalah kita agar menjadi filosof yang terkenal seperti mereka para
ahli-ahli filsafat tersebut, InsyaAllah amin.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Jostein Gaarder, Dunia Sophie, (Terj.) Rahmani Astuti Bandung: Mizan, Cet X,
2013.
Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga post modernism, Ar-
Ruzz Media: 2008
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-
Ruzz Media:2008)
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-
Ruzz Media:2008)
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-
Ruzz Media:2008)
Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan. Cet X.
2013)
Ali Maksum Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-
Ruzz Media:2008)
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007)
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafa,t (Bandung: Refika Aditama 2007),
hlm 53
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 19
Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad. 2008. Filsafat
Umum. (Bandung: Pustaka Setia,2008)
.
Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006)