Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMICUAN

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Apra Salsabila Fitri (2013351003)


Azwati (2013351004)
Restu Edo Pratama (2013351010)
Sava Afifah (2013351014)
Wahyu Nafisah R (2013351015)
Alivia Shafa Hanafi (2013351018)
Utari Wulandari (2013351043)
Firda Lutfi Azahra (2013351047)
Nurmala Muzaretta (2013351048)

MK. Pemberdayaan Masyarakat


Dosen Pengampu : Rifai Agung Mulyono, SKM,M.Kes

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen


bangsa yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga diharapkan terjadi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan Nasional, 2009). Salah satu
upaya pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah melalui program
nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014


tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, bahwa dalam rangka memperkuat upaya
perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan,
meningkatkan kemampuan masyarakat, serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi
dasar. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat dengan lima pilar (Stop Buang air
besar Sembarangan, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum dan Makanan
Rumah Tangga, Pengamanan Sampah Rumah Tangga, dan Pengamanan Limbah Cair Rumah
Tangga) akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik
serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan sehat.

Menurut Chandra (2007), Buang air besar sembarangan dapat mengakibatkan


kontaminasi pada air, tanah, udara, makanan, dan perkembangbiakan lalat. Sesuai dengan
model ekologi, ketika lingkungan buruk akan menyebabkan penyakit. Penyakit yang dapat
terjadi akibat kontaminasi tersebut antara lain tifoid, paratiroid, disentri, diare, kolera,
penyakit cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta
infeksi parasit lain. Upaya untuk memutus terjadinya penularan penyakit dapat dilaksanakan
dengan memperbaiki sanitasi lingkungan. Program ini lebih menekankan pada perubahan
perilaku kelompok masyarakat dengan pemicuan menggunakan metode Metodology
Participatory Assesmant Participatory Hygiene And Sanitation Transformasi. Pemicuan
dilaksanakan dengan cara fasilitasi kepada masyarakat dalam upaya memperbaiki keadaan
sanitasi di lingkungan mereka hingga mencapai kondisi Open Defecation Free (ODF).
Kondisi ODF ditandai dengan 100% masyarakat telah mempunyai akses BAB di jamban
sendiri, tidak adanya kotoran di lingkungan mereka, serta mereka mampu menjaga
kebersihan jamban (Permenkes No.3 Tahun 2014).

Pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan STBM menjadi hal yang penting
dan unik supaya menyentuh perasaan , pikiran dan pengetahuan masyarakat. Pemicuan
adalah Cara untuk mendorong perubahan perilaku higienis dan saniter individua atau
masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku dan
kebiasaan individu atau masyarakat. Maka dari itu makalah ini di buat, supaya pembaca lebih
memahami apa itu pemicuan beserta teknik-tekniknya.

1.2 Tujuan

Adapun Tujuan Dari Pembuatan Makalah Ini Adalah :

1. Untuk Mengetahui Definisi Pemicuan


2. Apa Saja Teknik-Teknik Dan Rambu-Rambu Pemicuan
3. Langkah-Langkah Pemicuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi pemicuan

Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi oleh
individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir,
perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat (Permenkes No.3/2014 pasal 1 ayat 3).
Pemicuan dilakukan untuk menimbulkan kesadaran bahwa sanitasi (kebisaan BAB di
sembarang tempat) adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua
masyarakat sehingga pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama.

pemicuan juga bisa diartikan sebagai upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat
yang higiene dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan metodepartisipatory
berprinsip pada pendekatan CLTS (Community-Led Total Sanitation).

Prinsip dasar pemicuan adalah memfasilitasi dan membiarkan individu/masyarakat


menyadari permasalahannya dan menemukan solusi tanpa menawarkan subsidi. Dalam
pemicuan STBM, fasilitator tidak menawarkan adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban
keluarga) dan tidak menetapkan blue print jamban yang nantinya akan dibangun oleh
masyarakat. Pada dasarnya pemicuan STBM adalah “pemberdayaan” dan “tidak
membicarakan masalah subsidi”.

Tujuan pemicuan STBM adalah untuk memicu kesadaran diri di antara anggota
komunitas bahwa mereka sendiri harus merubah perilakunya masing-masing, dengan
demikian fasilitator tidak pernah boleh memberi kuliah atau nasehat mengenai kebiasaan-
kebiasaan sanitasi, dan seharusnya jangan memberikan solusi eksternal pada tahap permulaan
terkait dengan model-model jamban. Tujuan fasilitator adalah murni untuk membantu
anggota komunitas melihat sendiri bahwa buang air besar di sembarang tempat atau
difasilitas yang tidak layak mempunyai akibat yang menjijikkan, menciptakan lingkungan
yang kurang menyenangkan, dan meningkatkan risiko terkena penyakit. Kemudian terserah
kepada anggota-anggota masyarakat untuk menentukan bagaimana caranya menangani
masalah ini serta mengambil langkah-langkah tindakan.

B. Prinsip Prinsip Pemicuan

Prinsip – prinsip dasar pemicuan, adalah :


1. Tanpa subsidi kepada masyarakat

2. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban

3. Masyarakat sebagai pemimpin

4. Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan -perencanaan


– pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan.

C. Langkah-Langkah Dalam Pemicuan STBM perubahan perilaku Stop BABS

Proses pemicuan di masyarakat pada prinsipnya adalah menyentuh perasaan, pola pikir,
dan perilaku masyarakat untuk berhenti buang air besar sembarangan atau buang air besar di
fasilitas yang tidak layak. Cara memicu rasa tersebut dapat dengan menggunakan rasa jijik,
rasa malu, rasa takut sakit, rasa verdosa, rasa tanggung jawab, rasa gengsi, atau rasa lainnya
yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat untuk tidak lagi BAB di sembarang tempat
atau di fasilitas yang tidak layak. Dan untuk membantu proses pemicuan tersebut digunakan
beberapa komponen PRA seperti pemetaan, transek, alur kontaminasi dan simulasi lainnya.

a. Kegiatan Pra Pemicuan

Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat, hendaklah Tim pemicuan sudah


memiliki informasi dan data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat
Untuk itu sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan) maupun diskusi dengan
masyarakat di lokasi pemicuan untuk mendapatkan informasi tersebut. Persiapan ini
dilakukan dengan melakukan kunjungan kepada pemimpin setempat yang akan menjadi
lokasi pemicuan dan menjelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama
proses pemicuan STBM termasuk proses pemberdayaan masyarakat yang akan
dilaksanakan di lapangan.
b. Langkah Pemicuan
1. Perkenalan dan Penyampaian Tujuan

Pada saat melakukan pemicuan di masyarakat, terlebih dahulu anggota tim fasilitator
memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuannya. Tujuan tim ingin “melihat”
kondisi sanitasi dari kampung tersebut, jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim
bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin
melihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat
mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar,
dan lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim
dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan tadi.

2. Bina Suasana

Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses


fasilitasi berjalan lancar, sebaiknya dilakukan pencairan suasana.

3. Kesepakatan Istilah Tinja, BAB dan Jamban

Agar istilah tinja, BAB & Jamban yang digunakan betul-betul istilah sehari-hari dan
cenderung Bahasa kasar sehingga efektif dipakai sebagai bahasa pemicu. Selanjutnya
pada saat itu temukan istilah setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB
(ngising, naeng, dll)

4. Pemetaan

Pembuatan peta sanitasi sederhana dilakukan sendiri oleh masyarakat termasuk


wanita, pria dan anak muda yang difasilitasi oleh Tim Pemicu. Peta harus berisi
informasi tentang batas dusun, rumah yang mempunyai dan rumah tanpa jamban,
jalan, sungai, sumber air untuk minum, mandi dan mencuci, masalah sanitasi yang
ada. Dalam peta ditunjukkan/ditandai tempat yang biasanya digunakan untuk buang
air besar, membuang sampah dan air limbah. Lalu Mendiskusikan dan menanyakan
isi peta kepada masyarakat tentang tempat/lokasi mana yang paling kotor, kemudian
disusul lokasi kotor berikutnya, dan seterusnya.

Tujuan: a) Mengetahui / melihat peta wilayah utamanya berkaitan dengan perilaku


BAB masyarakat, b) Sebagai alat monitoring pada pasca pemicuan, setelah ada
mobilisasi masyarakat.

5. Transect Walk

Tujuan: Mengunjungi, melihat dan mengetahui lokasi yang paling sering dijadikan
tempat BAB, dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana, hal ini dilakukan sambil
mengamati lingkungan, menanyakan dan mendengarkan, serta mengingat-ingat lokasi
tempat buang air besar, tempat membuang sampah dan air limbah, juga dilakukan
kunjungan ke rumah-rumah yang sudah memiliki jamban. Mengunjungi keluarga
yang telah mempunyai sumur, menjadi penting untuk mempelajari apakah jamban
dan sumur gali yang dibangun mempunyai jarak yang cukup, sehingga sumber air
tidak terkontaminasi oleh bakteri dari jamban. Sangat penting untuk berhenti di lokasi
masyarakat buang air besar sembarangan, membuang sampah dan air limbah serta
meluangkan waktu untuk diskusi dengan masyarakat di sana, berdiskusi di tempat
tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Bagi orang yang biasa BAB di
tempat tersebut akan terpicu untuk berubah karena merasa malu.

6. Simulasi Air Terkontaminasi

Peragaan air yang terkontaminasi tinja dilakukan oleh fasilitator atau kader
dimaksudkan agar masyarakat memahami dan merasakan ketidak nyamanan
menggunakan air yang sudah terkontaminasi. Simulasi dengan menggunakan air
dapat dilakukan pada saat transect walk, saat pemetaan atau pada saat diskusi
kelompok lainnya

Tujuan: Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka
gunakan sehari-hari.

7. Hitung Volume Tinja

Tujuan dari kegiatan ini adalah bersama-sama dengan masyarakat, melihat kondisi
yang ada dan menganalisisnya, sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat
dapat merumuskan yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasan
meliputi:

• FGD untuk menghitung volume/jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di


sembarang tempat/tempat terbuka selama 1 hari, 1 bulan, dalam 1 tahun dst.

• FGD tentang privacy, kemiskinan agama,dll

c. Elemen Pemicuan
1. Memicu Perubahan dengan Elemen Rasa Malu

Diskusi untuk memicu perubahan karena rasa “malu” contoh : a) Tanyakan seberapa
banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan
mengapa mereka melakukannya. b) Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika
BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung sementara kegiatan yang dilakukan
dapat dilihat oleh banyak orang?

2. Memicu Perubahan dengan Elemen Harga Diri


Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan meningkatkan “harga diri” contoh :
a) Menumbuhkan kebanggaan karena telah mempunyai jamban dan telah
melaksanakan Stop BABS. b) Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan
BABS dengan melaksanakan Stop BABS.

3. Memicu Perubahan dengan Elemen Rasa jijik dan Takut Sakit

Diskusi untuk memicu perubahan karena rasa “jijik” dan “takut sakit” contoh : a)
Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah “tinja di kampungnya”, dan
kemana perginya tinja tersebut. b) Jika dalam diagram alir terdapat pendapat
masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media penghantar kotoran ke mulut,
lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki lalat, bagaimana
lalat hinggap di kotoran dan terbang kemana-mana dengan membawa kotoran di
kakinya, dan bagaimana menjamin bahwa makanan di rumah tidak dihinggapi lalat,
dsb.

4. Memicu Perubahan dengan Elemen Berkaitan dengan Keagamaan

Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan yang berkaitan dengan


“keagamaan” contoh : Bisa dengan mengajak masyarakat untuk mengingat hukum
agama berkaitan dengan menghilangkan “najis”. Tanyakan air apa yang selama ini
digunakan masyarakat? Apakah benar-benar bebas dari najis?

5. Memicu Perubahan dengan Elemen Berkaitan dengan Kemiskinan

Diskusi untuk memicu perubahan karena alasan yangberkaitan dengan


“kemiskinan”: Diskusi ini biasanya berlangsung ketika sebagian masyarakat sudah
terpicu dan ingin melakukan perubahan, namun terhambat dengan tidak adanya uang
untuk membangun jamban. Contoh : a) Apabila masyarakat mengatakan bahwa
membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator bisa menanyakan apakah benar
jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif yang paling
sederhana). b) Apabila masyarakat tetap beralasan mereka miskin untuk bisa
membangun jamban (meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa
mengambil perbandingan dengan masyarakat yang “jauh lebih miskin” namun tetap
berupaya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.

d. Kesepakatan Bersama

misal dengan : 1) Membangun komitmen masyarakat yang mau berubah: kapan akan
merealisasikan keinginannya untuk berubah. 2) Membuat kesepakatan membentuk
komite masyarakat yang akan mempelopori pembangunan jamban di komunitasnya. 3)
Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan komitmen / kesanggupan
mereka untuk mulai membangun jamban.
e. Pertemuan Pleno di Kantor Desa untuk Menyusun Rencana Tindak Lanjut

misal : Mengundang 4 - 5 orang dari masing-masing dusun yang telah dipicu ke kantor
desa untuk presentasi hasil pemicuan sebelumnya. Pemicuan ulang sering bermanfaat
dilakukan untuk memperkuat semangat perubahan masyarakat. Dalam pertemuan
tersebut, mengundang kepala desa, pemimpin informal dan kepala dusun/RW. Tujuan
dari pertemuan ini adalah untuk membuat Rencana Aksi masing-masing dusun dan
membentuk komite masyarakat. Panitia yang disebut “Tim Pemberantas BABS Dusun “
untuk tingkat dusun dan sekaligus membentuk Komite Desa dan Komite Dusun seperti
“Tim Pemberantas BABS Tingkat Desa “ (atau bahasa setempat yang lebih mereka
pahami) untuk menjadikan desa SBS. Tim Pemberantas BABS Dusun bekerja di
dusun/RW mereka dan Tim Pemberantas BABS Desa bekerja dibantu Tim Pemicu
STBM Desa, dan langkah selanjutnya.

f. Pasca Pemicuan

Paska pemicuan merupakan tindak lanjut kegiatan pemicuan dan harus dilaksanakan
segera setelah pemicuan. Tujuan dari kegiatan pasca-pemicuan adalah untuk memastikan
dilaksanakanya rencana kerja SBS masyarakat. Teknis kegiatan pasca pemicuan ini
antara lain adalah:

a. Membangun ulang komitmen masyarakat


b. Pendampingan dan monitoring
c. Pilihan teknologi sanitasi
d. Membangun jejaring dan layanan penyediaan sanitasi
e. Adakan program Usaha Kesehatan Sekolah
f. Melakukan Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan
g. Pembagian Peran berbagai pelaku selama paska pemicuan dijelaskan sebagai berikut:
misal, 1) sebagai Kader Desa: melakukan pendampingan masyarakat dengan
melakukan pemantauan, advokasi dalam rangka pembangunan jamban dan fasilitas
cuci tangan di dekat jamban, 2) sebagia Sanitarian: selalu melakukan advokasi ke
kepala desa / sekolah, pendampingan kader selam pasca-pemicuan dan memberikan
pilihan teknologi yang tepat, menghubungkan masyarakat dengan pengusaha sanitasi
dan / atau lembaga kredit mikro, melakukan verifikasi keluarga SBS dan pelaporan,
membantu pemimpin desa.
Dan begitupun seterusnya.

g. Membuat pelaporan kegiatan paska pemicuan


Pelaporan kegiatan pemicuan yang difasilitasi melalui program dan kegiatan rutin paska
pemicuan di dusun dituangkan pada format tertentu. Hasil analisa perkembangan
pelaporan disampaikan ke pertemuan berkala pemerintah desa disamping disampaikan
kepada sanitarian/ tenaga sanitasi puskesmas untuk dimasukkan
ke dalam server data based STBM.

D. Rambu-Rambu Untuk Fasilitator

JANGAN LAKUKAN LAKUKAN


Menawarkan subsidi Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakana bahwa tidak akan pernah
ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika
masyarakat bersedia maka kegiatan bisa
dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa
menerimanya hentikan proses.

Mengajari Memfasilitasi

Menyuruh membuat jamban Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa


kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan
malu dan mendorong orang dari bab di
sembarangan tempat menjadi bab di fasilitas
yang layak

Memberikan alat-alat atau petunjuk kepada Melibatka masyarakat dalam setiap


orang perorang pengadaan alat untuk proses fasilitas

Menjadi pemimpin, mendominasi proses Fasilitator hanya menyampaikan “pertanyaan


diskusi, (selalu menunjukkan dan menyuruh sebagai pancingan“ dan biarkan masyarakat
masyarakat melakukan ini dan itu pada saat berbicara/diskusi lebih banyak (masyarakat
fasilitas) yang memimpin)

Memberitahukan apa yang baik dana pa yang Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
buruk

Langsung memberikan jawaban terhadap Kembalikan setiap pertanyaan dari


pertanyaan-pertanyaan masyarakat masyarakat kepada masyarakat itu sendiri,
misalkan : “jadi bagaimana sebaiknya
menurut bapak/ibu?”
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

POB-Pemicuan-Perubahan-Perilaku-Stop-BABS.pdf atau
http://pamsimas.org/konten/pustaka/pob/POB-Pemicuan-Perubahan-Perilaku-Stop-BABS.pdf

Kemenkes R. Pedoman Pelaksanaan Pemicuan Desa Program Kesehatan dan Gizi Berbasis
Masyarakat (PKGBM) untuk Menurunkan Stanting. Jakarta2016.

Mukti DA, Raharjo M, Dewanti NAY. Hubungan Antara Penerapan Program Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibogor
Kabupaten Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2016

Kemenkes R. Panduan Pelaksanaan Verifikasi 5 Pilar STBM. Jakarta: Bidang Penyehatan


Lingkungan

Davik FI. Evaluasi Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Pilar Stop BABS Di Puksesmas
Kabupaten Probolinggo. Jurnal Administrasi Kesehatan

WHO. Preventing diarrhoea through better water, sanitation and hygiene: exposures and impacts
in low- and middle-income countries Ganeva:
https://www.who.int/water_sanitation_health/publications/gbd_poor_water/en /

Kemenkes R. Pedoman Pelaksanaan Teknis STBM. In: Kesehatan D, editor. Jakarta2012.

Anda mungkin juga menyukai