Anda di halaman 1dari 27

GURU DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidika


Dosen Pengampu : Dr. Sitriah Salim Utina, M.A

Oleh:

Tricitra Berlian Damogalad (221032033)

Putri H.K Dullah (221032038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SULTAN AMAI GORONTALO

2023

1
DAFTAR ISI
Contents
DAFTAR ISI...................................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...........................................................................................................................2
A. Latar Belakang......................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
A. Pengertian Guru....................................................................................................................5
B. KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN GURU......................................................................6
1) Fleksibilitas kognitif.........................................................................................................7
2) Keterbukaan Psikologi......................................................................................................9
C. KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU.................................................................10
1) Kompetensi Kognitif Guru..............................................................................................10
2) Kompetensi Afektif Guru................................................................................................11
3) Kompetensi Psikomotor Guru.........................................................................................12
D. HUBUNGAN GURU DENGAN PROSES BELAJAR-MENGAJAR..............................12
1) Konsep Dasar PBM.........................................................................................................12
2) Sistem enquiry-discovery................................................................................................15
3) Sistem expository............................................................................................................16
4) Sistem learning for mastery............................................................................................17
5) Sistem humanistic education...........................................................................................18
6) Faktor yang Mempengaruhi PBM...................................................................................18
BAB III..........................................................................................................................................24
PENUTUP.....................................................................................................................................24
A. Kesimpulan.........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Guru adalah seorang figur pemimpin. Guru adalah salah satu sosok arsitek yang dapat
membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru berperan dalam membentuk dan membangun
kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa , dan bangsa. Guru
bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat di harapkan membangun
dirinya dan membangun bangsa dan negara. Oleh karena itu, guru di tuntut untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila
dapat menunjukkan bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan bagi masyarakat yang ada
di sekelilingnya.Masyarakat akan melihat karakter atau sikap dan perbuatan guru itu sehari-
hari, apakah memang patut di teladani atau tidak. Seorang guru harus memiliki karakter atau
sikap yang baik kemudian sikap itu dapat di contoh atau di teladani oleh masyarakat secara
umum dan secara khusus oleh peserta didiknya. Oleh karena itu, guru profesional harus
memiliki citra yang baik sebagai panutan peserta didik dan masyarakat.

Pendidikan memegang peran krusial dalam pembentukan masyarakat yang unggul


dan berdaya saing. Di tengah dinamika perkembangan global dan revolusi industri, sistem
pendidikan perlu terus beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan zaman. Pendidikan tidak lagi
sekadar tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter,
keterampilan abad ke-21, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang cepat.

Perubahan dunia kerja yang cepat dan revolusi teknologi telah memberikan dampak
signifikan pada pendidikan. Peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bukan hanya
sebagai pelengkap, tetapi menjadi katalisator dalam merancang metode pembelajaran yang
inovatif. Guru dihadapkan pada tantangan untuk mengintegrasikan teknologi secara efektif
dalam proses belajar mengajar agar dapat memaksimalkan potensi siswa.

2
Guru, sebagai agen utama dalam proses pendidikan, memiliki peran ganda sebagai
penyampai pengetahuan dan pembimbing moral. Perannya tidak hanya selesai pada
pemberian informasi, tetapi juga melibatkan motivasi, pembinaan karakter, dan memberikan
inspirasi kepada siswa. Lingkungan belajar yang kondusif dan hubungan yang baik antara
guru dan siswa menjadi kunci keberhasilan pembelajaran.

Meskipun pentingnya peran guru diakui, proses belajar mengajar tidak lepas dari
berbagai tantangan. Beragam gaya belajar siswa, kendala infrastruktur, dan tekanan terhadap
kurikulum adalah beberapa aspek yang menjadi kendala. Pemahaman mendalam terhadap
tantangan ini menjadi langkah awal dalam merumuskan solusi yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas proses pembelajaran.

Mengingat perubahan yang cepat dalam dunia pendidikan, evaluasi terhadap metode
pembelajaran dan peran guru perlu dilakukan secara berkala. Peningkatan berkelanjutan dan
adaptasi terhadap perkembangan baru merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa
sistem pendidikan tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tuntutan masa depan.

Dalam konteks ini, penelitian tentang peran guru dan proses belajar mengajar menjadi
sangat relevan. Menganalisis dinamika interaksi antara guru dan siswa, memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran, dan mengeksplorasi inovasi dalam
pendidikan dapat memberikan landasan untuk pengembangan kebijakan dan praktik yang
lebih baik di dunia pendidikan.

Dengan demikian guru dalam proses belajar mengajar bertanggung jawab untuk
mengefektifkan proses belajar sehingga siswanya mempunyai semangat dan keinginan
belajar yang tinggi. Apabila seorang guru berhasil dengan baik dalam menjalankan tugas dan
kewajiban-kewajibannya maka ia akan mendapat kesan yang positif dari siswanya.
Sebaliknya guru yang tidak mampu secara baik.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Definisi dari Guru?

2. Jelaskan karakteristik Profesional Guru?

3
3. Jelaskan Bagaimana Kompetensi Profesionalisme Guru?

4. Bagaimana Hubungan Guru dengan Proses Belajar Mengajar?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar bisa menjelaskan secara rinci dan jelas definisi dari Guru.

2. Agar bisa menjelaskan karakteristik Profesional Guru.

3. Agar bisa mengidentifikasi Kompetensi Profesionalisme Guru.

4. Agar bisa mengidentifikasi dan menjelaskan Hubungan Guru dengan Proses Belajar
mengajar.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru

Guru dalam bahasa jawa adalah menunjuk pada seorang yang harus digugu dan
ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat. Harus digugu artinya segala sesuatu
yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh
semua murid. Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri teladan (panutan)
bagi semua muridnya. Secara tradisional guru adalah seorang yang berdiri didepan kelas
untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.
Guru sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu kedua yang
mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator anak supaya dapat
belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal,hanya saja
ruang lingkupnya guru berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun
swasta. Adapun pengertian guru menurut para ahli:
1. Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan
individu yang sanggup berdiri sendiri.
2. Menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu
organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan
tertentu serta bersifat mandiri.
3. Menurut Keputusan Men.Pan Guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas,
wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
pendidikan di sekolah.

5
4. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

B. KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN GURU

Guru memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Karena guru memegang
kunci dalam pendidikan dan pengajaran disekolah. Guru adalah pihak yang paling dekat
dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan sehari-hari, dan guru merupakan pihak yang
paling besar peranannya dalam menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
pendidikan.
Kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan
perbuatannya yang membedakan dirinya dari yang lain. Setiap individu mempunyai
kepribadian yang berbeda dengan individu yang lainnya, sehingga dari sifat hakiki inilah
kita bisa menilai kepribadian seseorang. Kepribadian (personalitity) adalah sifat khas
yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata khas yang sangat dekat artinya dengan
kepribadian adalah karakter dan identitas.
Karakteristik kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, dan mampu menjadi
teladan bagi peserta didik denagn akhlak mulianya.
Sebagai seorang guru kepribadian merupakan hal yang sangat penting karena
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai
pengembang sumber daya manusia, guru juga berperan sebagai peembimbing, pembantu
dan anutan.
Mengenai pentingnya kepribadian guru, Kepribadian itulah yang menentukan
apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan
menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik
yang masih kecil (yang masih berada di tingkat sekolah dasar) atau bagi mereka yang
berada di tingkat menengah Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan
keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi:

6
1) Fleksibilitas kognitif.
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir
yang dikuti dengan tindakan yang memadai dalam situasi tertentu. Guru yang
fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.
Selain itu guru juga harus memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan
ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan.
Berpikir kritis (critical thinking) ialah berpikir dengan penuh pertimbangan akal
sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau
mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu. Dalam PBM
(Proses Belajar Mengajar), fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi,
yakni :
a) Dimensi karakteristik pribadi guru
b) Dimensi sikap kognitif guru terhadap siswa
c) Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode
mengajar
Berdasarkan dimensi tersebut, karakteristik guru dibedakan menjadi dua yaitu
guru yang luwes dan guru yang kaku. Perbedaan pada guru yang luwes dan guru yang
kaku berdasarkan tiga dimensi tersebut akan diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 1
Karakteristik Kognitif Pribadi Guru

Ciri Perilaku Kognitif Guru

Guru Luwes Guru Kaku


1 Menunjukan keterbukaan dalam 1 Tampak terlampau dikuasai oleh
perencanaan kegitatan belajar mengajar rencana pelajaran, sehingga alokasi
waktu sangat kaku

2 Menjadikan materi pelajaran berguna 2 Tak mampu memodifikasi materi


bagi kehidupan nyata siswa silabus
3 Mempertimbangkan berbagai alternatif 3 Tak mampu menangani hal yang
cara mengkomunikasikan isi pelajaran terjadi secara tiba-tiba ketika
kepada siswa pengajaran berlangsung

4 Mampu merencanakan sesuatu dalam 4 Terpaku pada aturan yang berlaku


keadaan mendesak meskipun kurang relevan

7
5 Dapat menggunakan humor secara 5 Terpaku pada isi materi dan metode
proposional dalam menciptakan situasi yang baku sehingga situasi PBM
PBM yang menarik monoton dan membosankan

Tabel 2
Sikap Kognitif Guru terhadap Siswa

Ciri Sikap Kognitif Guru

Guru Luwes Guru Kaku


1 Menunjukan perilaku demokratis dan 1 Terlalu memperhatikan siswa yang
tenggang rasa kepada semua siswa pandai dan mengabaikan siswa yang
lamban

2 Responsif terhadap kelas (mau melihat, 2 Tidak mampu/ tidak mau mencatat
mengendar dan merespons masalah isyarat adanya masalah dalam PBM
disiplin, kesulitan belajar, dsb)

3 Memandang siswa sebagai partner 3 Memandang siswa sebagai objek


dalam PBM yang berstatus rendah
4 Menilai siswa berdasarkan faktor yang 4 Menilai siswa secara serampangan
memadai
5 Berkesinambungan dalam menggunakan 5 Lebih banyak menghukum dan
ganjaran dan hukuman sesuai dengan kurang memberi ganjaran yang
penampilan siswa memadai atas prestasi yang dicapai
siswa

Tabel 3
Sikap Kognitif Guru terhadap Materi dan Metode

Ciri Sikap Kognitif Guru

Guru Luwes Guru Kaku


1 Menyusun dan menyajikan materi 1 Terikat pada isi silabus tanpa
yang sesuai dengan kebutuhan siswa mempertimbangkan kebutuhan siswa
yang dihadapi

2 Menggunakan macam-macam 2 Terpaku pada satu atau dua metode


metode yang relevan secara kreatif mengajar tanpa memperhatikan
sesuai dengan sifat materi kesesuaiannya dengan sifat materi
pelajaran

8
3 Luwes dalam melaksanakan rencana 3 Terikat hanya pada satu atau dua format
dan selalu berusaha mencari dalam merencanakan pengajaran
pengajaran yang efektif

4 Pendekatan pengajarannya lebih 4 Pendekatan pengajarannya lebih


problematik, sehingga siswa preskirptif (perintah/hanya memberi
terdorong untuk berfikir petunjuk atau ketentuan)

2) Keterbukaan Psikologi.
Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan
kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Hal ini juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang
guru. Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya
yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern
antara lain: siswa, teman, dan lingkungan pendidikan tempatnya kerja. Ia mau
menerima kritik dengan ikhlas, disamping itu ia juga memiliki respons terhadap
pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Ada beberapa
signifikansi yang terkandung dalam keterbukaan psikologis guru:
a) Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang
perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
b) Keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana hubungan
yang harmonis antara pribadi pendidik dan peserta didik.
Pengalaman seorang guru ditentukan oleh kemampuannya dalam
menggunakan pengalamannya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan dan
berfantasi untuk menyesuaikan diri dengan peserta didiknya. Jika seorang guru
lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri.
Ditinjau dari sudut fungsi dan signifikansinya, keterbukaan psikologis
merupakan karakteristik kepribadian yang penting bagi guru sebagai direktur
belajar dan panutan bagi siswanya. Oleh karena itu, hanya guru yang memiliki
keterbukaan psikologis yang diharapkan berhasil dalam mengelola proses belajar-
mengajar. Optimisme muncul karena guru yang terbuka dapat lebih terbuka dalam
berpikir dan bertindak sesuai dengan kebutuhan para siswanya, dan bukan hanya
kebutuhan guru itu sendiri.

9
C. KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU

Pengertian dasar kompotensi (competensy) adalah kemampuan atau kecakapan.


kompotensi juga berarti; yaitu keadaan berwewenang atau memenuhi syarat menurut
ketentuan hukum. Istilah “profesional” (professional) adalah kata sifat dari kata
profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Maka
pengertian guru professional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan dengan
kemampuan tinnggi (profisiensi) sebagai sumber kehidupan.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki
keanekaragaman kecakapan (competencies) psikologis, yang meliputi:
a) Kompetensi Kognitif
b) Kompetensi Afektif
c) Kompetensi Psikomotor
Disamping itu, ada satu macam kompetensi yang diperlukan guru, yakni
kompetensi kepribadian. Namun demikian, kompetensi kepribadian ini tidak akan
diuraiakan mengingat kandungan elemennya secara implisit sudah terkandung tiga
kompetensi dibawah ;

1) Kompetensi Kognitif Guru


Kompotensi ranah cipta menurut hemat penyusun merupakan kompotensi utama
yang wajib dimiliki oleh setiap calon guru dan guru professional. Pengetahuan
deklaratif (declarative knowledge) sebagai mana penyusun uraikan sebelum ini
merupakan pengetahuan yang relative statisnormatifndengan tatanan yang jelas dan
dapat dijngkapkan dengan lisan. Pengentahuan procedural (procedural knowledge)
yang juga bersemayam dalam otak itu pada dasarnya adalah pengentahuan praktis dan
dinamis yang mendasari keterampilan melakukan sesuatu.
Pengetahuan dan keterampilan ranah cipta dapat dikelompokkan kedalam dua
kategori, yaitu:
1) Kategori pengetahuan kependidikan/keguruan.
Menurut sifat dan kegunaan, displin ilmu kependidikan ini terdiri atas dua
macam, yaitu: pengentahuan kependidikan umum dan pengentahuan kependidikkan
khusus. Pengetahuan kependidikan umum meliputi: ilmu pendidikan, psikologi

10
pendidikan, administrasi pendidikan, dan seterusnya. Pengetahuan pendidikan khusus
meliputi: metode mengajar, metodik khusus pengajaran materi tertentu, teknik
evaluasi, praktik keguruan dan sebangainya.
2) Kategori pengetahuan bidang studi yang akan di ajarkan guru.
Ilmu pengetahuan materi bidang setudi meliputti semua bidang setudi yang akan
menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal ini,
penguasaan atas pokok-pokok bahasa materi belajar yang terdapat dalam bidang
setudi yang menjadi bidang tugas guru, mutlak diperlukan.
Ada juga jenis kognitif lain yang juga perlu dimiliki seorang guru adalah
kemampuan mentransfer strategi kognitif kepada para siswa agar dapat blajar secara
efisien dan efektif.

2) Kompetensi Afektif Guru


Kompotensi ranah akfektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar
untuk diidintifikasi. Kompotensi ranah ini sebenarnya meliputi seluruh fenomina
perasaan dan emosi seperti: cinta, benci, senang, sedih, dan sikap-sikap tertentu
terhadap diri sendiri dan orang lain. Sikap dan perasaan diri itu meliputi:
a) Self-concept dan self esteem;
Self-concept atau koncep-diri guru adalah totalitas sikap dan persepsi seorang guru
terhadap dirinya sendiri. Sementara itu self-esteem (harga diri) guru dapat diartikan
sebagai tingkat pandangan dan penilian seorang guru mengenai dirinya sendiri
berdasarkan prestasinya.
b) Self-efficacy dan contextual efficacy;
Self-efficacy guru (efikasi guru), lazim juga disebut personal teather efficacy, adalah
keyakinan guru terhadap keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan
gairah dan kegiatan para siswa. Lainnya yang disebut teaching efficacy atau
contextual efficacy yang berarti kemampuan guru dalam berurusan dangan
keterbatasan factor di luar dirinya ketika ia mengajar.
c) Attitude of self-acceptance and others acceptance.
Self-acceptance attitude adalah gejala ranah rasa seorang guru dalam
berkecenderungan positif atau negative terhadap dirinya sendiri berdasarkan penilian

11
yang lugas atas bakat dan kemampuan. Sikap seperti ini kurang lebih sama dangan
sikap qana’ah dalam pendidikan akhlak. Sikap qana’ah terhadap kemampuan yang
ada pada umumnya berpengaruh secara psikologis terhadap sikap penerimaan pada
orang lain (others acceptane attitude).

3) Kompetensi Psikomotor Guru


Kompotensi psikomotor guru meliputi segala keterampilan atau kecakapan
yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku
pengajar. Kompetensi ranah karsa guru terdiri atas dua kategori, yaitu:
1) Kecakapan fisik umum.
Kecakapan fisik yang umum, direfreksikan (diwujudkan dalam gerak) dalam bentuk
gerakan dan tindakan umum jasmani guru seperti duduk, berdiri, berjalan, berjabat
tangan, dan sebagainya yang tidak langsung berhubungan dengan aktivitas mengajar.
2) Kecakapan fisik khusus.
Kecakapan ranah karsa guru yang khusus, meliputi keterampilan-keterampilan
ekspresi verbal (pernyataan lisan) dan nonverbal (pernyataan tindakkan) tertentu yang
direfreksikan guru terutama ketika mengelola sangat diharapkan terampil dalam arti
fasik dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan uraian materi pelajaran maupun
ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan para siswa atau mengomentari sanggahan
mereka.

D. HUBUNGAN GURU DENGAN PROSES BELAJAR-MENGAJAR

Berikut ini akan dibahas beberapa hal pokok mengenai hubungan antara guru dengan proses
belajar mengajar. Hal-hal pokok tersebut meliputi:

1) Konsep Dasar PBM


a. Definisi dan komunikasi dalam PBM
Pada umumnya para ahli sependapat bahw yang disebut PBM ialah sebuah kegiatan
yang integral (utuh terpadu) antara siswa sebagai pelajar yang sedang belajar dengan
guru sebagai pengajar yang sedang mengajar.

12
Para siswa, dalam situasi instruksional itu menjalani tahap kegiatan belajar melalui
interaksi dengan kegiatan tahapan mengajar yang dilakukan guru. Namun, dalam
proses belajar mengajar masa kini disamping guru menggunakan interaksi resiprokal,
ia juga dianjurkan memanfaatkan konsep komunikasi banyak arah dalam rangka
menggalakan student active learning, cara belajar siswa yang aktif (CBSA)
Selanjutnya, kegiatan PBM selayaknya dipandang sebagai kegiatan sebuah sistem
yang memproses input, yakni para siswa yang diharapkan terdorong secara intrinsik
untuk melaukan pembelajaran aneka ragam materi pelajaran yang disajikan di kelas.
Hasil yang diharapkan dari PBM tersebut adalah output berupa para siswa yang telah
mengalami perubahan positif baik dimensi afekti, behavior, maupun kognitifnya
sehiingga cita-cita mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas pun
tercapai.
b. Sasaran Kegiatan PBM
Sasaran yang dituju oleh PBM bersifat bertahap dan meliputi beberapa jenjang dari
jenjang yang konkret dan langsung dapat dilihat dan dirasakan sampai ang bersifat
nasional dan universal. Ditinjau dari sudut waktu pencapainnya, sasaran PBM dapat
dikategorikan dalam tiga macam yaitu :
 Sasaran jangka pendek
 Sasaran jangka mengengah
 Sasaran jangka panjang
Sedangkan dilihat dari sifatnya, sasaran kegiatan PBM dapat dikatogerikan dalam dua
macam yaitu :
 Bersifat Nasional
 Bersifat Universal
Dalam konteks pembahasaan psikologi pendidikan, tujuan khas yang menjadi
tanggung jawab guru sekolah adalah tujuan instruksional dan tujuan kurikuler yang
artinya, guru sekolah hanya berfokus kepada tujuan instruksional dan tujuan kurikuler
dari pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Pendidikan.
Setiap guru bertanggung jawab menetapkan rumusan sasaran pembelajaran baik yang
khusus maupun yang umum sebagai tujuan kegiatan PBM yang harus dicapai setelah

13
kegiatan PBM selesai. Adapun mengenai cara merumuskan tujuan yang hendak
dicapai itu adalah sebagai berikut :
1) Guru hendaknya memilih menggunakan kata-kata yang mencerminkan perilaku
tertentu yang menjadi sasaran PBM, seperti “dapat menyebutkan kembali”, “dapat
menjelaskan kembali”.
2) Guru hendajnya merumuskan dan menetapkan kondisi-kondisi penting yang
berhubungan dengan perilaku hasil PBM, misalnya kemampuan
mendemonstrasikan keterampilan perilaku tertentu.
3) Guru hendaknya menetapkan batas kualifikasi minimal perliaku dan penampilan
atau kinerja yang dapat diterima. Dalam hal ini guru mempertimbangkan secara
cermat murid mana yang dapat dinyatakan lulus atau berprestasi memadai dalam
mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Strategi Perencanaan PBM
Dalam PBM dikenal adanya garis besar haluan sebagai prosedur untuk
merealisasikan rencana pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tersebut. Pada
umumnya, para ahli pendidikan mengemukakan empat langkah besar sebagai
prosedur penyusunan rencana pengelolaan PBM. Langkah-langkah ini pada dasarnya
hanya merupakan “pendahulaun” PBM yang akan diselenggarakan Pertama,
merumuskan dan menetapkan spesifikasi output yang menjadi target yang hendak
dicapai dengan memperhatikan aspirasi dan selera serta kebutuhan masyarakat yang
memerlukan output tersebut. Kedua, mempertimbangkan dan memilih cara atau
pendekatan dasar proses belajar-mengajar yang dipandang paling efektif untuk
mencapai target diatas. Ketiga, mempertimbangkan dan menetapkan langka-langkah
tepat yang akan ditempuh sejak titik awa hingga titik akhir yaki tercapainya hasil
PBM. Keempat, mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan standar yang akan
dipergunakan untuk mengevaluasi taraf keberhasilan PBM.
Selanjutnya, untuk menjamin terlaksananya prosedur perencanaan tadi, guru
perlu menyusun langkah-langkah konkret dan operasional untuk segera
diimplementasikan dalam PBM. Langkah-langkah konkret ini, meliputi kegiatan-
kegiatan pokok seperti tersebut dibawah ini. Pertama, guru hendaknya merumuskan
dan menetapkan tujaun pembelajaran yang bersifatnya umum dan khusus yang sesuai

14
dengan pokok bahasan yang akan diajarkan. Kedua, guru hendaknya memilih dan
menetapkan sistem pendekatan belajar-mengajar yang dipandang paling cocok
dengan pokok bahasan yang akan disajikan sebagai pegangan dalam merencanakan
dan mengorganisasikan PBM dan pengalaman belajar para siswa yang dibutuhkan.
Ketiga, menetapkan kriteria berupa norma atau batas tertentu sebagai tolak ukur
keberhasilan minimum yang dicapai para siswa.

d. Strategi Pelaksanaan PBM


Dalam melaksanakan rencana kegiatan PBM, guru sepantasnya pandai-pandai
menentukan pendekatan sistem pengajaran yang benar-benar pas dengan sifat pokok
bahasan, kemampuan siswa, dan tujuan instruksional yang hendak dicapai.
Diantara sistem-sistem instruksional yang masyur dan telah dimodifikasi atau direisi
oleh para ahli adalah :

2) Sistem enquiry-discovery
Proses belajar-mengajar dengan sistem ini menghendaki guru untuk
menyajikan bahan pelahjaran tidak dalam bentuk final, selebihnya diserahkan kepada
siswa untuk mecari dan menentukan sendiri. Adapun tahapan dan prosedur
pelaksanaan enquiry-discovery meliputi :
a) Stimulation, yakni memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah;
b) Problem statment, yakni memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasikan sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan diruuskan dalam
bentuk hipotesis;
c) Data collection, yakni memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis;
d) Data processing, yakni mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan;

15
e) Verification, yakni melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan tadi, dihubungkan dengan
hasil dan processing;
f) Generalization, yakni menariks ebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi

3) Sistem expository
Sistem ini merupakan kebalikan dari sistem inquiry-discovery. Sistem ini
duganakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran secara utuh atau menyeluruh,
lengkap dan sistematis, dengan penyampaian secara verbal. Sistem ini sebenarnya
tidak lebih dari metode ceramah yang dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga para
siswa tidak hanya tinggal diam secara pasif seperti pengajaran ceramah tradisional.
Pendekatan pembelajaran siswa terhadap materi verbal tidak akan
menimbulkan penyakit verbalisme juga tidak akan mendorong siswa belajar dengan
cara rotelearning yakni belajar dengan mengulang-ulang hafalan secara rutin, asal
beberapa syarat dipenuhi. Syarat-syarat selanjutnya diimplementasikan sebagai
strategi dan langkah-langkah prinsipal itu meliputi :
a) Advance Organizer, pada tahap ini guru dianjurkan untuk menyajikan materi
pengantar atau materi pendahuluan. Materi ini selayaknya lebih abstrak, lebih
umum dan tersembunyi, tetapi harus berfungsi sebagai “benang merah” antara
materi yang akan diajarkan dengan pengetahuan yang sudah diberikan.
b) Progressive differentian, guru melaksanakan oenyajian materi baru dengan
cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang umum terus sampai kepada hal-
hal yang khusus dan rinci, lengkap dengan penjelasan yang terdapat antara
hal-hal khusus tersebut.
c) Integrative reconsiliation, guru menjelaskan dan menunjukan secara hati-hati
dan cermat persamaan dan perbedaaan antara materi baru dengan materi yang
telah dikuasai para siswa, lengkap dengan alasannya.

16
d) Consolidation, guru melakukan peneguhan penguasaan para sisswa atas
materi pelajaran yang baru diajarkan untuk mempermudah pelajaran mereka
atas materi selanjutnya.

4) Sistem learning for mastery


Belajar tuntas (Mastery learning) adalah proses belajar mengajar yang
bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh
siswa. Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
dengan menggunakan pendekatan kelompok (group based approach).
Variable-variable yang mempengaruhi dalam sistem ini meliptui :
a) Bakat siswa (aptitude) : Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang
cukup tinggi antara bakat dengan hasil pelajaran
b) Ketekunan belajar (perseverance) : Ketekunan erat kaitannya dengan
dorongan yang timbul dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi
secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang
diwujudkan dalam setiap langkah instruksional.
c) Kualitas pembelajaran (quality of instruction) : Kualitas pembelajaran
merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belkajar belajar dan
mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan siap menerima
pelajaran.Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian,
penjelasan, dan pengaturan unsure-unsur tugas belajar
d) Kesempatan waktu yang tersedia (time allowed for learning) : Penyediaan
waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional
yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atu pokok bahasan
yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang
ditetapkan.

5) Sistem humanistic education


Pendekatan sistem humanistik menekankan pengembangan martabat manusia
yang bebas membuat pilihan dan berkeyakinan. Dalam sistem ini pengembangan
afektif merupakan hal penting dan perlu diintegrasikan dengan proses belajar
pegembangan kognitif.
17
Ciri yang khas dan paling mencolok dalam sistem tersebut ialah bahwa guru tidak
dikehendaki membuat jarak yang tajam dengan murid. Dalam hal ini, guru sangat
diharapkan menjadi “siswa senior” yang senantiasa siap menjadi nara sumber,
konsultan, dan juga pembicara.

6) Faktor yang Mempengaruhi PBM


Baik buruknya situasi PBM dan tingkat pencapaian hasil proses instruksional
itu pada umumnya bergantung pada faktor-faktor yang meliputi :
1) Karakteristik siswa
Dalam PBM, karakteristik para siswa sangat perlu diperhitungkan lantaran dapat
mempengaruhi jalannya proses dan hasil pembeajaran siswa yang bersangkutan,
di antara karakteristik siswa yang erat kaitannya dengan PBM adalah sebagai
berikut :
a) Kematangan mental dan kecakapan intelektual siswa
b) Kondisi jasmani dan kecakapan psikomotor siswa
c) Karakteristik afektif siswa
d) Kondisi rumah dan status sosial ekonomi keluarga siswa
e) Usia siswa
f) Jenis kelamin siswa
2) Karakteristik guru
Peranan guru sebagai mediator antara pengetahuan dan keterampilan dengan
siswa yangmembutuhkannya, sangat berpengaruh pada hasil PBM. Karakteristik
guru yang erat kaitannya dengan PBM ialah sebagai berikut :
a) Karakteristik intelektual guru
b) Kecakapan afektif guru
c) Karakteristik psikomotor guru
d) Usia guru
e) Jenis kelamin guru
f) Kelas sosial guru
3) Interaksi dan metode

18
Dalam setiap PBM di sekolah sekurang-kurangnya meibatkan empat komponen
pokok yaitu :
a) Individu siswa
b) Guru
c) Ruang kelas
d) Kelompok siswa
Semua komponen ini sudah barang tentu memiliki karakteristik sendiri-sendiri
yang unik dan berpengaruh terhadap jalannya PBM

4) Karakteristik kelompok
Karakteristik kesatuan siswa yang dapat mempengaruhi jalannya PBM dan hasil
pembelajaran siswa itu ialah :
a) Jumlah anggota kelompok
b) Struktur kelompok
c) Sikap kelompok
d) Kekompakan anggota kelompok
e) Kepemimpinan kelompok
Selain itu, pembuatan kelompok khusus di luar kelompok kelas, seperti kelompok
disusi dan kelompok belajar yang kompak danharmonis juga amat berpengaruh
terhadap hasil PBM khususnya dalam hal penyelesaian tugas bersama-sama.
5) Fasilitas fisik
Fasilitas fisik yang mempengaruhi jalannya PBM dan hasil-hasil yang akan
dicapai adalah :
a) Kemudahan fisik yang ada disekolah, seperti : kondisi ruang belahar, bangku,
papan tulis, dan lain-lain.
b) Kemudahan fisik yang ada di rumah, seperti : ruang dan meja belajar, lampu,
rak buku, ventilasi, dan sebagainya.
Demikain besar pengaruh fasilitas fisik di atas terhadap keberhasilan PBM
terbukti dengan kurang memadainya hasil pembelajaran siswa sekolah yang
berlokasi di daerah-daerah tertinggal yang praktis menghadapi masalah dalam
menyediakan fasilitas tadi.

19
6) Mata pelajaran
Tingkat kesukaran, keluasan dan kedalaman makna yang terkandung dalam bahan
pelajaran akan turut mempengaruh sikap dan minat belajar para siswa selama
mengikuti PBM.
Oleh sebab itu, setiap pelajaran seyogyanya ditata sedemikian rupa hingga
memenuhi syarat-syarat psikologis-psikologis. Ini bermakna, bahwa guru perlu
menyusun satuan pelajaran yang bersistematika logis, sesuai dengan kemampuan
kognitif siswa, dan tidak mengabaikan perbedaan individual yang mungkin ada
diantara para siswa.
7) Lingkungan sekitar
Faktor lingkunan yang mendorong kelancaran atau kemacetan proses belajar
mengajar, meliputi :
a) Lingkungan sekitar sekolah
b) Lingkungan sekitar rumah siswa
Faktor lingkungan di atas akan dapat memperlancar PBM jika semuanya dalam
kondisi baik dalam arti memenuhi syarat-syarat kependidikan.
2. Fungsi Guru dalam PBM
Pada asasnya, fungsi atau peran penting guru dalam proses belajar mengajar ialah
sebagai “director of learning”. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai
mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar
(kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan kegiatan
proses belajar mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam
dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar
menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi
lebih kompleks dan berat pula.
Dari konsekuensi tersebut maka timbullah fungsi-fungsi khusus yang menjadi
bagian yang menyatu dalam kompetensi profesionalisme guru. Menurut Gagne, setiap
guru berfungsi sebagai:
a. Designer of intruction
Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang
kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.

20
Untuk merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan
yang memadahi mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun
rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Memilih dan menentukan bahan pelajaran
2) Merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran
3) Memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat
4) Penyelenggaraan kegiatan evaluasi prestasi belajar.

b. Manager of instruction
Guru sebagai manager of instruction, artinya sebagai pengelola
pengajaran. Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam memgelola
(menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar.
Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting
ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan
para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasil guna.
Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa
agar proses komunikasi baik dan arah maupun multiarah antara guru dengan
siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Alhasil,
baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pembelajar dapat memainkan
peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional
yang kondusif (yang membuahkan hasil).
c. Evaluator of student learning
Fungsi Guru sebagai evaluator of student learning, yakni guru sebagai
penilai hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa
mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik
siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.
Pada asasnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar
itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi,
idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar. Artinya, apabila
hasil evaluasi tertentu menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan

21
diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan belajar perbaikan.
Sebaliknya apabila evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang memuaskan, maka
siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume
kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula
dikuasai.
Hasil kegiatan evaluasi juga seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan
bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan penyelenggaraan
proses belajar mengajar pada masa yang akan dating. Dengan demikian, kegiatan
belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak
kinerja akademik yang sangat memuaskan.
3. Posisi dan Ragam Guru dalam PBM
Dalam proses belajar mengajar setiap materi pelajaran, posisi para guru sangat
penting dan strategis, meskipun gaya dan penampilan mereka bermacam-macam.
Diantara mereka ada yang terlalu keras dan ada pula yang terlalu lemah bahkan “ogah-
ogahan”.
a. Posisi Guru dalam PBM
Dikutip dari Darajat (1982), menurut Claife (1976), guru adalah:…an authority in the
disciplines relevant to education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas
guru tentu tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan kedalam otak para siswa, tetapi
juga melatih ketrampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka.
Sehubungan dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai oleh guru,
terutama belajar, membangkitkan kegiatan belajar siswa. Dengan kegiatan siswa
diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan
positif.
b. Ragam Guru dalam PBM
Berdasarkan hasil riset mengenai gaya penampilan dan kepemimpinan para guru
dalam mengelola proses belajar mengajar, ditemukan tiga raga guru, yakni: otoriter,
laissez-faire, dan demokratis. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah
sebagai berikut.

22
Pertama, guru otoriter. Secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau
sewenang-wenang. Dalam proses belajar mengajar, guru yang otoriter selalu
mengarahkan dengan keras segala aktivitas para siswa tanpa dapat ditawar-tawar.
Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberirkan kepada siswa untuk berperan serta
memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui,
kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas keguruannya secara baik,
dalam arti sesuai dengan rencana. Namun gura semacam ini sering menimbulkan
kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria, bukan saja karena
wataknya yang agresif tetapi juga karena mersa kreativitasnya terhambat.
Kedua, guru laissez-faire, padanannya adalah individualism. Guru yang berwatak
seperti ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan proses belajar
mengajar secara seenaknya, sehinga menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri.
Sesungguhnya, ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun
mungkin memiliki kemampuan yang memadahi. Keburukan lain yang biasa
disandang adalah kebiasaannya yang semaunya yang menimbulkan pertengkaran-
pertengkaran.
Ketiga, guru demokratis. Arti demokratis adalah bersifat demokrasi yang pada intinya
mengandung makna memperhatikan persamaan hakdan kewajiban semua orang. Guru
yang memiliki sifat ini umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal.
Alasannya, disbanding dengan guru-guru lainnya guru ragam demokratis lebih suka
bekerja sama dengan rekan-rekan seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnya
secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil pembelajarannya, guru yang demokratis dan
otoriter tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dari sudut moral, guru yang demokratis
ternyata lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya
maupun oleh para siswanya sendiri.

23
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam mengevaluasi peran guru dan proses belajar mengajar, kita dapat melihat
bahwa guru bukan hanya penyalur informasi, melainkan juga arsitek pembentukan karakter
dan penanam motivasi pada siswa. Proses belajar mengajar bukan sekadar transmisi
pengetahuan, tetapi merupakan bentuk pengalaman yang membentuk pandangan dunia dan
kemampuan kritis siswa.

Tantangan yang dihadapi oleh guru dan proses belajar mengajar tidak seharusnya
dianggap sebagai hambatan, melainkan sebagai pendorong inovasi. Gaya belajar yang
beragam dan kendala infrastruktur dapat menjadi insentif untuk menciptakan metode
pembelajaran yang lebih inklusif dan teknologi yang lebih terjangkau.

Peran teknologi dalam pendidikan semakin menonjol, dan keberhasilan integrasinya


sangat tergantung pada kemampuan guru untuk memanfaatkannya secara efektif. Dalam era
digital, guru harus menjadi pionir teknologi yang memanfaatkan potensi alat pembelajaran
baru untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan relevan bagi generasi digital.

Tantangan dalam proses belajar mengajar dapat diatasi melalui kolaborasi antara
guru, orang tua, dan pihak-pihak terkait lainnya. Dukungan keluarga dan masyarakat
berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan siswa.
Kolaborasi yang baik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan memperkuat hubungan
antara semua pemangku kepentingan.

Pentingnya evaluasi terhadap metode pembelajaran dan kinerja guru tidak boleh
diabaikan. Evaluasi yang dilakukan secara berkala memberikan landasan untuk perbaikan
dan penyesuaian. Sistem pendidikan yang dinamis harus mampu beradaptasi dengan
perubahan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

24
Dalam menghadapi masa depan, peran guru dan proses belajar mengajar harus terus
beradaptasi dengan perkembangan global dan teknologi. Pendidikan tidak hanya tentang
persiapan untuk karir, tetapi juga tentang membentuk individu yang kreatif, inovatif, dan
berdaya saing di tingkat global.

Akhirnya, kita dapat melihat tantangan dalam proses belajar mengajar sebagai
peluang untuk merancang masa depan pendidikan yang lebih baik. Dengan pemahaman
mendalam tentang peran guru, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi yang efektif, kita dapat
membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan dan menciptakan perubahan positif
dalam masyarakat.

25
DAFTAR PUSTAKA
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011.

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

A.M, Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).

Bahri Djamarah, S, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005).

B. Uno,H, Teori motivasi dan pengukurannya, Motivasi belajar,( Jakarta: 2005).

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke
Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).

Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Bumi Aksara, Jakarta, 2016).

Amini, 2016, Profesi Keguruan, Medan: Perdana Publishing.

Arikunto Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta.

A.Rosdiana Bakar, 2009, Pendidikan Suatu Pengantar, Medan: CV.Perdana Mulya Sarana.

Fathurrohman Ahmad dan Sulistyorini, 2012, Meretas Pendidikan Berkualitas Dalam


Pendidikan Islam: Menggagas Pendidik/Guru Yang Ideal dan berkualitas dalam
pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras.

Febriyani Indayana Tanjung, 2016, Tarbiyah, Guru dan Strategi Inkuiri dalam Pembelajaran
Biologi, Vol.XXIII No 1 Januari-Juni, ISSN. 0845-2627.

Rusman, 2017, Belajar dan Pembelajaran Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana.

Salim dan Syahrum, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Medan: Citapustaka Media.

Sardiman, 2011, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers.

26

Anda mungkin juga menyukai