Anda di halaman 1dari 2

Peran Literasi Islam dalam Perkembangan Peradaban

Manusia Agama

Islam mendorong untuk membudayakan budaya literasi di kalangan umatnya. Hal ini tak
lepas dari sejarah turunnya kitab suci Alquran menjadi tuntunan bagi umat Islam, dan
diperuntukkan bagi umat manusia.
Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
adalah ayat tentang ilmu pengetahuan, yaitu ‘Iqra’ yang bermakna perintah untuk
membaca. Membaca sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, karena membaca
merupakan pintu gerbang bagi masuknya berbagai ilmu pengetahuan.
Membaca tentu tidak bisa dipisahkan dari proses menulis. Hal ini bisa disebut sebagai
literasi.

Literasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan
menulis dan membaca, serta kemampuan individu dalam mengolah informasi dan
pengetahuan untuk kecakapan hidup.

Dari pengertian di sini, untuk meraih kecakapan dalam hidup tersebut, diperlukan sebuah
kemampuan dalam mengolah pengetahuan yang diperolehnya. Kemampuan yang
diperlukan itu dinamakan sebagai kemampuan membaca dan menulis.

Semua peradaban di dunia tidak lepas dari kemampuan membaca dan menulis manusia
yang hidup di zamannya. Seiring dengan perkembangan kemampuan literasi itulah,
peradaban manusia terbangun.

Dalam catatan sejarah saat masa keemasan Islam tidak terlepas dari budaya keilmuan
membaca, meneliti, menulis dan berdiskusi. Masa emas ini bersamaan dengan terjadinya
kemunduran dan kegelapan pada benua Eropa dan Amerika.

Tokoh-tokoh besar Islam sangat produktif dalam berkarya di berbagai bidang. Bahkan
karya literasi tokoh-tokoh Islam terus dipelajari hingga kini. Seperti karya Imam Syafii,
Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki, Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu
Taimiyah, dan masih banyak lagi. (jalamalut.com, 16/6/2017).
Tokoh Literasi Islam
Tokoh literasi Islam pertama tentu saja Zayd bin Tsabit, sekretaris Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam. Ia dikenal atas kontribusinya menuliskan ayat-ayat Alquran pada zaman
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Zayd menjadi salah satu otoritas terkemuka dalam penulisan Alquran. Sampai-sampai
Umar ibnu Khattab menyebut siapapun yang ingin bertanya tentang Alquran, harus
merujuk Zayd bin Tsabit untuk klarifikasi.
Sementara, Zayd tidak asing di kalangan penghafal Alquran laki-laki, para sahabat
perempuan memiliki figur Ummu Salamah, Hafsah binti Umar, dan Aisyah binti Abu Bakar,
yang hafal seluruh kitab suci.

Ada lagi Hafsah binti Sereen, juga dikenal memegang otoritas utama dalam dunia literasi
Islam. Hafsah adalah budak yang dimerdekakan oleh Anas bin Malik dan diketahui telah
hafal Alquran pada usia 12 tahun, dia juga seorang muhadits dan fuqaha (ahli hukum
Islam).
Tokoh lain yaitu Abu ad-Dardaa’, juga dikenal karena kekayaan ilmu pengetahuan dan
kesalehannya. Karena semangatnya terhadap agama Islam, ia bertekad merawat gadis
yatim piatu yang kemudian dikenal sebagai Umm ad-Dardaa’. Umm ad-Dardaa menemani
Abu ad-Dardaa’ belajar berbagai bidang pengetahuan dan ibadah, menyerap pengetahuan
para ulama saat masih remaja. (Onislam.net, 8/9/2015)
Literasi Islam juga berkembang pesat di zaman keemasan Baghdad pada masa
kekhalifahan Harun al-Rasyid (789-809). Di masa itu gerakan intelektuallah yang
mempengaruhinya.

Gerakan intelektual itu ditandai oleh proyek penerjemahan karya-karya berbahasa Persia,
Sanskerta, Suriah, dan Yunani ke dalam bahasa Arab. Dimulai dengan karya mereka sendiri
tentang ilmu pengetahuan, filsafat, atau sastra.

Perlu diketahui, universitas pertama yang didirikan di dunia didirikan oleh seorang wanita
Muslim bernama Fatima al-Fihri pada 859. Sekolah tersebut menjadi salah satu pusat
spiritual dan pendidikan terkemuka dalam sejarah dunia Muslim.

Namanya Universitas al-Qarawiyyin atau al-Karaouine di Fes, Maroko. Lembaga ini diakui
oleh Guinness Book of Records dan UNESCO. Al Qarawiyyin masuk ke sistem universitas
modern Maroko pada tahun 1963, dengan menawarkan program studi di luar studi
Islam. (Islampos.com, 4/6/2017)
Apa yang dilakukan para sahabat seperti Zayd, Hafsah, dan Umm ad-Dardaa’, dan tokoh
lain adalah aktualisasi literasi Islam pada saat usia mereka muda. Namun karyanya
sungguh luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia.

Hal yang perlu diteladani adalah niat mereka untuk belajar agama tidak pernah goyah.
Mereka juga memiliki mentor hebat yang bertekad untuk menjaga pijarnya api ilmu
pengetahuan. (*)

Anda mungkin juga menyukai