Anda di halaman 1dari 151

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/351351485

Perancangan Campuran Beton, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar, Seri 3:


Uji Laboratorium Bahan Beton dan Beton

Book · May 2021

CITATIONS READS

0 3,850

1 author:

Tri Mulyono
Jakarta State University
59 PUBLICATIONS 53 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Vocational Education View project

All content following this page was uploaded by Tri Mulyono on 05 May 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perancangan Campuran Beton,
Pengolahan dan Pengujian
Beton Segar
SERI 3: UJI LABORATORIUM BAHAN B ETON DAN B ETON

Tri Mulyono

Tata Letak dan desain sampul:


M. Farhan Husain Khadafi Buku ini di cetak dengan hurup Calibri 12pt

Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220

Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)


Mulyono, T.
Perancangan Campuran Beton, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar, Seri 3:
Uji Laboratorium Bahan Beton dan Beton/Penulis, Tri Mulyono. Jakarta: Program
Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ, 2019 vi, 142 hlm; 18 cm x 25 cm; Calibri 10pt

1. Perancangan Campuran Beton, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar. 2.


Seri 3: Uji Laboratorium Bahan dan Beton
I. Judul II. Universitas Negeri Jakarta

Cetakan Pertama: September, 2017.

Hak Cipta© 2019 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak
atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara
elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis

ii |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


PRAKATA
Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan buku ini yang berisi petunjuk pelaksanaan praktek teknologi beton untuk
Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017, yang tidak terpisahkan dari Buku Teknologi
Beton yang telah dipublikasikan.

Buku ini merupakan rangkaian seri pengujian bahan beton dan beton yang dilakukan di
laboratorium, dimana terbagi menjadi:

1 | Pengujian Bahan Semen

2 | Pengujian Agregat Beton

3 | Perancangan Campuran Beton, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar

4 | Pengujian Beton Keras dan Evaluasi Beton

Pengujian air dan bahan tambah tidak termasuk dalam buku ini karena penggunaan
air campuran beton relatif sedikit dilakukan pengujian dan pengujian bahan tambah sangat
bersifat pengujian kimia.

Harapannya buku ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengujian di
laboratorium. Referensi yang digunakan berasal dari beberapa referensi yang berhubungan
dengan pengujian bahan beton dan beton yang bersumber dari standar ASTM, AASTHO,
British Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disesuaikan dengan
kebutuhan akademik. Buku ini juga memuat lembaran kerja mengenai tata cara mendapatkan
data-data pengujian dilengkapi juga dengan contoh hitungan dan pengantar teori.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan
dapat membantu mahasiswa dalam mendalami tentang apa dan bagaimana pengujian
material penyusun beton dan beton dilakukan di laboratorium dan implementasinya
dilapangan atau industri konstruksi, dan peranannya dalam rekayasa sipil.

Jakarta, September 2017


Penulis
Tri Mulyono

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | iii


iv |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017
DAFTAR ISI

Perancangan Campuran Beton, Pengolahan dan Pengujian Beton


Segar
SERI 3: UJI LABORATORIUM BAHAN B ETON DAN BETON __________________ i
PRAKATA __________________________________________________________ iii
DAFTAR ISI _________________________________________________________ v
PENDAHULUAN _____________________________________________________ 1
1. Tujuan ___________________________________________________________________2
2. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _____________2
3. Kegiatan (Strategi/Metode) __________________________________________________4
4. Tugas ____________________________________________________________________4
5. Evaluasi & Tagihan _________________________________________________________5
6. Sumber dan Media Pembelajaran _____________________________________________5
7. Pengantar Teori ____________________________________________________________5
7.1 Sifat dan Karakteristik yang Dibutuhkan Dalam Perancangan Beton ___________________ 6
7.2 Pekerjaan Beton ___________________________________________________________ 21
7.3 Perancangan Campuran Beton _______________________________________________ 22
7.4 Pengolahan Beton _________________________________________________________ 58
7.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Segar __________________________________________ 67

MATERI PEMBELAJARAN ________________________________________ 69


1. Perancangan Campuran Beton Normal Sesuai SNI 7656:2012 ____________________ 69
1.1 Bahan Penyusun Rancangan Beton ____________________________________________ 69
1.2 Data Rancangan Beton _____________________________________________________ 74
1.3 Prosedur Rancangan Campuran Beton _________________________________________ 75
1.4 Contoh Laporan Sementara Rancangan Campuran Beton __________________________ 87
1.5 Laporan Sementara rancangan campuran beton _________________________________ 95
2. Tata Cara Pengadukan Beton Di Laboratorium ________________________________ 107
2.1 Standar _________________________________________________________________ 107
2.2 Alat yang Digunakan ______________________________________________________ 108
2.3 Prosedur Pelaksanaan _____________________________________________________ 109
2.4 Pemeriksaan Lanjutan _____________________________________________________ 111
2.5 Perawatan ______________________________________________________________ 111
2.6 Laporan Sementara Pengadukan Campuran Beton ______________________________ 112

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | v


3. Uji Slam Sesuai SNI 1972:2008 _____________________________________________ 113
3.2 Alat yang Digunakan ______________________________________________________ 114
3.3 Posedur Pelaksanaan ______________________________________________________ 115
3.4 Hitungan________________________________________________________________ 116
3.5 Perawatan ______________________________________________________________ 116
3.6 Laporan Sementara Pengujian Slump Beton ____________________________________ 117
4. Tata Cara Pembuatan Benda Uji Dan Perawatan Di Laboratorium Sesuai SNI 2493:2011
______________________________________________________________________ 119
4.2 Alat yang digunakan_______________________________________________________ 119
4.3 Prosedur Pelaksanaan _____________________________________________________ 120
4.4 Pemeriksaan Lanjutan _____________________________________________________ 121
4.5 Perawatan ______________________________________________________________ 121
4.6 Laporan Sementara Pembuatan Benda Uji Beton ________________________________ 123
5. Pemeriksaan Berat Isi & Bleeding Beton Segar ________________________________ 125
5.2 Alat yang Digunakan ______________________________________________________ 127
5.3 Benda Uji _______________________________________________________________ 129
5.4 Prosedur Pelaksanaan _____________________________________________________ 129
5.5 Hitungan________________________________________________________________ 130
5.6 Perawatan ______________________________________________________________ 130
5.7 Laporan Sementara Pengujian Berat Isi Dan Bleeding Beton Segar __________________ 131
6. Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar _________________________________ 133
6.2 Alat yang digunakan_______________________________________________________ 133
6.3 Prosedur Pelaksanaan _____________________________________________________ 134
6.4 Hitungan________________________________________________________________ 135
6.5 Perawatan ______________________________________________________________ 135
6.6 Laporan Sementara Pengujian Kandungan Udara Beton Segar _____________________ 136

DAFTAR PUSTAKA _______________________________________________ 137


PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN ____________________________ 141

vi |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


PENDAHULUAN

Perencanaan beton di mulai dari quarry atau tempat penambangan sumber alam
didapat. Perencana harus mengambil contoh-contoh material yang akan digunakan sesuai
dengan ketentuan standar baku yang telah ditetapkan. Pengambilan contoh ini dilakukan
secara acak random agar sifat-sifat bahan yang akan di uji terwakili. Contoh uji ini kemudian
dibawah ke dalam laboratorium untuk dilakukan pengecekan dan pengujian. Jika diketahui
parameter besaran dari masing-masing bahan tersebut sesuai dengan syarat yang diberikan
(code standard) maka bahan tersebut dapat digunakan. Jika tidak dilakukan pencarian sumber
bahan yang lainnya atau melakukan pencampuran dari bahan yang mempunyai mutu kurang
yang satu dengan bahan yang lainnya sehingga komposisi bahan yang dihasilkan dapat sesuai
dengan syarat yang ditentukan. Setelah didapat nilai dari masing-masing bahan tersebut
maka dilakukan perancangan beton (mix design). Perancangan beton ini dapat menggunakan
beberapa metode yang dikenal sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Untuk kasus di
Indonesia, pada pekerjaan-pekerjaan milik pemerintah harus menggunakan standar yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Standar baku ini dulu dikenal sebagai Standar Industri
Indonesia namun saat ini telah di revisi dan di kembangkan sebagai Standar Nasional
Indonesia (SNI). Agar kita dapat merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat
memenuhi kreteria aspekk ekonomi, rendah dalam biaya dengan dapat memenuhi aspek
teknik yaitu memenehui kekuatan struktur, maka seorang perencana beton harus mampu
merancang campuran beton yang memenuhi kreteria tersebut.

Perancangan beton harus memenuhi kreteria perancangan standar yang berlaku.


Peraturan dan tata cara perancangan tersebut seperti ASTM, ACI, JIS, ataupun SNI. Metode
yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American Concrete Institute), dan cara
SNI serta cara coba- Try and Error (ACI 211.1-91, 1991; Road Research Laboratory,
1970; SNI 03-2834-2000). Perancangan sendiri di maksudkan untuk mendapatkan beton yang
baik harus memenuhi dua kinerja utamanya, yaitu, kuat Tekan yang tinggi (minimal sesuai
dengan rencana) dan mudah dikerjakan (workability). Selain hal tersebut beton yang
dirancang harus memenuhi kreteria antara lain, tahan lama atau awet (durability), murah

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 1


(aspect economic cost) dan tahan aus serta memnuhi kreteria yang dikehendaki (Kosmatka,
Kerkhoff, & and Panarese, 2003).

Pengertian beton didefinisikan sebagai campuran semen portland atau sembarang


semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau menggunakan
bahan tambahan. Macam dan jenis beton terdiri bahan pembentuknya dapat berupa beton
normal, bertulang, pracetak, pratekan, beton ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan
lainnya.

1. Tujuan

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu mempraktekan


Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar yang meliputi:

(a) Perancangan Campuran Beton Normal


(b) Tata Cara Pengadukan Beton Di laboratorium
(c) Uji Slam (Slump Test)
(d) Tata Cara Pembuatan Benda Uji dan Perawatan Di laboratorium
(e) Pemeriksaan Berat Isi & Bleeding Beton Segar
(f) Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar
2. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran

Materi dan indikator keberhasilan dengan rencana pertemuan tatap muka di kelas dan
laboratorium setelah memperlajari topik ini seperti Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1: Substansi Kajian, Indikator Keberhasilan Dan Alokasi Waktu Praktek
Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
1. Perancangan 1.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
Campuran Beton perancangan beton sesuai SNI 7656:2012 menit
Normal
1.2 Mahasiswa dapat mengimplementasikan hasil uji
bahan untuk data perancangan dengan prosedur
sesuai SNI 7656:2012
1.3 Mahasiswa dapat memahami prosedur pemilihan
campuran untuk beton normal sesuai SNI
7656:2012
1.4 Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur
pemilihan campuran untuk beton normal sesuai
SNI 7656:2012

2 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.1: Substansi Kajian, Indikator Keberhasilan Dan Alokasi Waktu Praktek
Substansi Kajian Indikator keberhasilan Alokasi
(Materi) Waktu
(Menit)
1.5 Mahasiswa mampu melakukan pemilihan
campuran untuk beton normal sesuai SNI
7656:2012
1.6 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan perancangan campuran untuk
beton normal sesuai SNI 7656:2012
2. Tata Cara 2.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
Pengadukan Beton Pengadukan Beton menit
Di laboratorium 2.2 Mahasiswa dapat memahami prosedur
Pengadukan Beton
2.3 Mahasiswa dapat menjelaskan prosedur
Pengadukan Beton
2.4 Mahasiswa dapat melakukan prosedur
Pengadukan Beton sesuai hasil rancangan
2.5 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan Pengadukan Beton
3. Uji Slam (Slump Test) 3.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
slum beton menit
3.2 Mahasiswa dapat meemahami prosedur pengujian
slump beton
3.3 Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur
pengujian slump beton
3.4 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan slump
beton
3.5 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan pengujian slump beton
4. Tata Cara 4.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
Pembuatan Benda Benda Uji dan Perawatan Di laboratorium menit
Uji dan Perawatan Di 4.2 Mahasiswa dapat memahami prosedur Benda Uji
laboratorium dan Perawatan Di laboratorium
4.3 Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur
pembuatan Benda Uji dan Perawatan Di
laboratorium
4.4 Mahasiswa mampu melakukan pembuatan Benda
Uji dan Perawatan Di laboratorium
4.5 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan pembuatan Benda Uji dan
Perawatan Di laboratorium

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 3


Tabel 3.1: Substansi Kajian, Indikator Keberhasilan Dan Alokasi Waktu Praktek
Substansi Kajian Indikator keberhasilan Alokasi
(Materi) Waktu
(Menit)
5. Pemeriksaan Berat 5.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
Isi & Bleeding Beton Berat Isi & Bleeding Beton Segar menit
Segar 5.2 Mahasiswa dapat meemahami prosedur pengujian
Berat Isi & Bleeding Beton Segar
5.3 Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur Berat Isi
& Bleeding Beton Segar
5.4 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Berat
Isi & Bleeding Beton Segar
5.5 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan pengujian Berat Isi & Bleeding
Beton Segar
6. Pemeriksaan 6.1 Mahasiswa dapat memahami pengertian tentang 4 x 50
Kandungan Udara Kandungan Udara Beton Segar menit
Beton Segar 6.2 Mahasiswa dapat meemahami prosedur pengujian
Kandungan Udara Beton Segar
6.3 Mahasiswa mampu menjelaskan prosedur
pengujian Kandungan Udara Beton Segar
6.4 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan
Kandungan Udara Beton Segar
6.5 Mahasiswa mampu mengamati, menghitung dan
membuat laporan pengujian Kandungan Udara
Beton Segar

3. Kegiatan (Strategi/Metode)

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas tentang
kegiatan belajar meliputi substansi materi; dan (2) praktek di laboratorium untuk
melaksanakan pengujian; serta (3) asistensi laporan.

4. Tugas

Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat laporan hasil praktek
sementara dengan lama tugas 7 x 24 Jam. Tugas lainnya adalah membuat laporan akhir untuk
setiap substansi materi dengan lama tugas 7 x 24 jam setelah laporan sementara di setujui.

4 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


5. Evaluasi & Tagihan

Evaluasi dilakukan seminggu setelah pengujian dilaksanakan menyangkut evaluasi


terkait keakuratan data hasil uji dan kebenaran dalam hitungan hasil pengujian. Tagihan
berupa laporan sementara dan laporan akhir untuk setiap substansi materi.

6. Sumber dan Media Pembelajaran

Sumber dan media pembelajaran menggunakan lembar kerja praktek (job sheet) yang
sudah disiapkan sesuai dengan substansi kajian sebagai bagian dari modul.

Media pembelajaran dengan menggunakan Laptop/Notebooks, dan LCD Projector


untuk menjelaskan pengantar teori dan prosedur serta penghitungan dan analisis hasil uji.
Instrumen peralatan laboratorium dan Modul digunakan untuk melakukan penerapan
praktek pengujian.

7. Pengantar Teori

Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yaitu semen hidrolis, air, agregat,
dengan atau tidak menggunakan bahan tambah. Beton dapat mengandung sejumlah rongga
udara yang terperangkap atau dapat juga rongga udara yang sengaja dimasukkan melalui
penambahan bahan tambahan. Bahan tambahan kimia sering digunakan untuk
mempercepat, memperlambat, memperbaiki sifat kemudahan pengerjaan (workability),
mengurangi air pencampur, menambah kekuatan, atau mengubah sifat-sifat lain dari beton
yang dihasilkan (Mulyono, 2003; Mulyono, 2014) .

Ruang lingkup pengujian bahan penyusun beton umumnya menyangkut semua bahan
pembentuk beton dari mulai semen, air, agregat, bahan tambah termasuk bahan-bahan
substitusi sebagai pengganti semisal bahan-bahan artifisial atau buatan. Selain itu pengujian
bahan ini termasuk terhadap kondisi bahan, jumlah, keseragaman, tata cara dan lainnya
seperti yang tercantum didalam standar-standar normatif.

Tujuan utama perancangan campuran yaitu memperkiraan secara awal pemilihan


campuran yang selanjutnya dilakukan percobaan di laboratorium. Pemilihan campuran beton
secara efektif merupakan hasil data pengujian bahan di laboratorium untuk menentukan sifat
dan karakteristik bahan yang akan digunakan, hubungan antara rasio air-semen atau rasio air-

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 5


semen+pozolan, kadar udara, kadar semen, dan kekuatan, serta informasi mengenai
karakteristik atau sifat kemudahan pengerjaan dari berbagai susunan campuran bahan.

Data hasil perancangan campuran beton berupa proporsi campuran bahan


selanjutnya di campur melalui suatu prosedur pengadukan beton di laboratorium. Berikutnya
adalah melakukan Uji Slam (Slump Test) , Pembuatan Benda Uji dan Perawatan Di
laboratorium, Pemeriksaan Berat Isi & Bleeding Beton Segar dan Pemeriksaan Kandungan
Udara Beton Segar.

Parameter-parameter yang paling penting mempengaruhi kekuatan beton (Nawy,


2008), antara lain; a) kualitas semen, b) proporsi semen terhadap campuran, c) kekuatan dan
kebersihan agregat, d) Interaksi atau adesi anatara pasta semen dengan agregat, e)
pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, f) penempatan yang benar,
penyelesaian dan pemadatan beton, g) perawatan beton, dan h) kandungan klorida tidak
melebihi 0.15% dalam beton yang diekspos dan 1% bagi beton yang tidak diekspos.

Kelebihan dari penggunaan beton dalam sebuah struktur adalah sebagai dapat
dengan mudah membentuknya sesuai dengan kebutuhan konstruksi, mampu memikul beban
yang berat, tahan terhadap temperatur yang tinggi, biaya pemeliarahan yang kecil, dll.
Adapun kekurangannya dari penggunaan beton dalam sebuah struktur adalah bentuk yang
telah dibuat sulit untuk dirubah, pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi,
berat sendiri yang besar, dan Daya pantul suara yang besar.

7.1 Sifat dan Karakteristik yang Dibutuhkan Dalam Perancangan Beton

Kinerja Beton merupakan cerminan dari sifat-sifat dan karakteristik material penyusun
beton akan mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja beton ini disesuaikan
dengan katagori untuk bangunan apa hal tersebut dibuat. ASTM membagi menjadi tiga
katagori yaitu: rumah tinggal, perumahan, dan teknologi tinggi atau struktur yang
menggunakan beton mutu tinggi. SNI memberikan kriteria kinerja untuk beton yang
digunakan pada rumah tinggal atau untuk penggunaan beton dengan kekuatan tekan tidak
melebihi 10 Mpa boleh menggunakan campuran 1 semen: 2 Pasir: 3 Batupecah dengan slump
untuk mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm. Untuk beton dengan

6 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh menggunakan penakaran volume dan yang yang lebih
besar dari 20 Mpa harus menggunakan campuran berat.

ASTM dalam STP 169C, Concrete and concrete-making materials ada tiga kinerja yang
dibutuhkan dalam pembuatan beton yaitu: 1) konstruktibility yang dapat diartikan sebagai
pemenuhan akan kriteria konstruksi yaitu dapat dengan mudah dikerjakan, mempunyai nilai
ekonomis. 2) Kekuatan merupakan kekuatan tekan dan 3) durabiliti yaitu memiliki keawetan
yang tinggi.

7.1.1 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan oleh
beton. Kekuatan tekan merupakan kemampuan beton dalam menerima gaya tekan persatuan
luas. Walaupun terdapat tegangan tarik yang kecil dalam beton diasumsikan semua tegangan
tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan kekuatan tekan dapat dilakukan dengan
mengggunakan alat uji tekan dengan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM
C-39 atau kubus dengan prosedur BS-1881 Part 115; Part 116 pada umur 28 hari.

Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air
dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika
ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton dengan atau tidak menggunakan bahan
tambah. Penambahan material lain akan membentuk beton menjadi jenisnya seperti beton
bertulang jika ditambahkan dengan tulangan baja.

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton, secara cepat
kekuatan beton akan linier naiknya sampai umur 28 hari, setelah itu kenaikan kekuatan beton
akan kecil. Laju kenaikan umur beton sangat tergantung dari penggunaan bahan penyusunnya
yang paling utama adalah penggunaan bahan semen karena semen cenderung secara
langsung memperbaiki kinerja tekannya.

mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur artinya,


semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang di kehendaki maka akan dituntut mutu beton
yang lebih baik. Beton harus di rancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kuat
tekan rata-rata yang di syaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah di
rancang campurannya harus di produksi sedemikian hingga memperkecil frekuensi terjadinya

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 7


kreteria penerimaan beton tersebut harus sesuai dengan standar yang berlaku atau sesuai
dengan SNI 2847: 2013.

Empat bagian utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton tersebut, yaitu
(1) proporsi bahan-bahan penyusunnya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, dan (4)
keadaan pada saat di laksanakan pengecoran, di mana hal ini terutama di pengaruhi oleh
lingkungan setempat.

Campuran Pasta Semen Segar dan Beton akan sangat menentukan kekuatan tekan
beton dan sangat tergantung dengan proses hidrasi yang terjadi. Proses hidrasi yang
berlangsung yang paling utama membutuhkan air. Air yang ada dalam cmpuran semuanya
akan digunakan untuk proses hidrasi. Gabungan antara semen dengan air merupakan pasta
semen. Kontribusi yang di berikan oleh semen terhadap peningkatan kekuatan beton
terutama terdapat dalam tiga faktor, yaitu (1) Faktor Air Semen (FAS), Secara umum bahwa
semakin besar nilai FAS maka semakin rendah mutu kekuatan beton namun demikian tidak
selalu mengakibatkan bahwa semangkin rendah akan semangkin tinggi kekuatan tekannya.
Hal ini ditetapkan dalam batas-batasnya. Penyebabnya bahwa rendahnya FAS akan
menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan artinya kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan
yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. (2) Kehalusan Butir Semen
merupakan sifat fisika dari semen, semakin halus butiran semen, maka proses terjadinya
hidrasi dari semen akan semakin cepat. (3) Komposisi Kimia, akan menyebabkan perbedaan
dari sifat-sifat semen, secara tidak langsung akan menyebabkan perbedaan naiknya kekuatan
dari beton yang akan di buat. Jika beton menggunakan bahan kimia yang dapat mempercepat
waktu pengikatan maka kadar kimia/senyawa kimia C 3S dalam semen harus di perbanyak, jika
sebaliknya maka harus di kurangi.

Sifat dan karakteristik campuran beton segar akan mempengaruhinya secara tidak
langsung saat beton telah mengeras. Kekerasan dari pasta semen tidak atau bukan
merupakan elastis sempurna, akan tetapi viscoelastic-solid. Gaya gesek dalam, susut dan
tegangan yang terjadi biasanya tergantung dari energi pemadatan dan tindakan preventive
terhadap perhatiannya pada tegangan dalam beton. Hal ini tergantung dari jumlah dan
distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta semen), dan penanganan pada saat sebelum terjadi

8 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


tegangan serta kristalin yang terjadi untuk pembentukan porinya. Beberapa sifat dan
karakteristik beton yang perlu diperhatikan antara lain; modulus elastisitas beton, kekuatan
tekan, permeabilitas, dan sifat panas.

7.1.1.1 Kuat Tekan Beton Mutu Rendah

Beton diklasifikasikan sebagai beton mutu rendah jika kekuatan tekannya kurang dari
17,5 MPa, atau secara evaluasi kuat tekan beton jika kekuatan tekannya tidak memenuhi
standar criteria penerimaan. Secara structural beton yang digunakan pada bangunan yang
direncanakan sesuai dengan aturan-aturan SNI tidak boleh kurang daripada 17 MPa (SNI
2847:2013) pasal 5.1.1, dan harus didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji
sebagaimana yang dipersyaratkan dalam uji kuat tekan.

7.1.1.2 Kuat Tekan Beton Mutu Normal (Sedang)

Proporsi bahan untuk beton untuk menghasilkan beton dengan mutu normal harus
dibuat untuk: Memberikan kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke
dalam cetakan dan ke celah di sekeliling tulangan dengan berbagai kondisi pelaksanaan;
pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadinya segregasi atau bleeding yang berlebih;
Memenuhi persyaratan untuk kategori paparan yang sesuai; dan memenuhi persyaratan uji
kekuatan dari hasil evaluasi dan penerimaan beton (SNI 2847:2013).

Kuat tekan beton normal berkisar dari 17 Mpa sampai 41 MPa. Untuk menghasilkan
kuat tekan beton normal dengan kinerja tertentu umumnya ditambahkan bahan tambah baik
mineral maupun kimia.

7.1.1.3 Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi

Meskipun beton kekuatan tinggi seringkali dianggap sebagai bahan yang relatif baru,
perkembangannya secara bertahap telah terjadi selama bertahun-tahun. Seperti
pembangunan, definisi beton kekuatan tinggi telah berubah. Pada tahun 1950, beton dengan
kuat tekan 5000 psi (34 MPa) dianggap kekuatan tinggi. Pada tahun 1960, beton dengan 6000
dan 7500 psi (41 dan 52 MPa) kekuatan tekan yang digunakan secara komersial.
Perkembangan high strength concrete dimulai pada sekitar akhir tahun 1960-an, melalui
penggunaan admixture untuk mengurangi air (superplasticizer) yang terbuat dari garam-

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 9


garam naphthalene sulfonate diproduksi di Jepang dan melamine sulfonate diproduksi di
Jerman. Aplikasi pertama di Jepang yaitu digunakan untuk produk girder dan balok pracetak
dan cetak di tempat. Di Jerman, awalnya ditujukan untuk pengembangan campuran beton
bawah air yang memiliki kelecakan tinggi (nilai slum) tanpa terjadi segregasi.

Pada awal 1970-an, 9000 psi (62 MPa) beton yang diproduksi. Sebelum ditemukannya
superplasticizer, campuran beton dengan kuat tekan 40 MPa atau lebih pada umur 28 hari
disebut sebagai high strength concrete. Saat ini, saat campuran beton dengan kuat tekan 60
MPa 120 MPa tersedia di pasaran (ready mix), maka ACI Committae 2002 tentang High
Strength Concrete mendefinisikan beton mutu tinggi adalah dengan kuat tekan rencana 55
MPa atau lebih. Baru-baru ini, kekuatan tekan mendekati 20.000 psi (138 MPa) telah
digunakan pada bangunan cor ditempat (ACI 363R-92 (Reapproved 1997)). Aplikasi beton
kekuatan tinggi telah meningkat, dan beton kekuatan tinggi kini telah digunakan di banyak
bagian dunia. Pertumbuhan telah dimungkinkan sebagai akibat dari perkembangan terakhir
di teknologi material dan permintaan untuk beton yang lebih akan kekuatan tinggi.
Pembangunan Chicago Water Tower Place dan 311 South Wacker Drive mungkin tidak terjadi
tanpa pengembangan beton kekuatan tinggi. Penggunaan bangunan atas beton di kabel
jembatan bentang panjang seperti Timur Huntington, Virginia Barat, jembatan di atas Sungai
Ohio tidak akan terjadi tanpa adanya beton kekuatan tinggi.

Beton mutu tinggi (high strength concrete) merupakan beton yang memiliki kekuatan
tekan 6000 psi (40 MPa) atau lebih dari uji silinder. Membuat beton dengan kekuatan tekan
tinggi membutuhkan penelitian dan perhatian yang lebih jauh terhadap kontrol kualitasnya
daripada beton konvensional atau beton normal. Ketersediaan high strength concrete secara
komersial memberikan sebuah penilaian ekonomis alternatif untuk membangun struktur
beton. Alasan penggunaan beton mutu tinggi antara lain: (1) Untuk menempatkan beton pada
masa layannya pada umur yang lebih awal, sebagai contoh pada perkerasan di umur 3 hari.
(2) Untuk membangun bangunan-bangunan tinggi dengan mereduksi ukuran struktur dan
meningkatkan luasan ruang yang tersedia. (3) Untuk membangun sruktur bagian atas dari
jembatan-jembatan bentang panjang dan untuk mengembangkan durabilitas lantai-lantai
jembatan. (4) Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khusus dari aplikasi-aplikasi tertentu
seperti durabilitas, modulus elastisitas dan kekuatan lentur. Beberapa dari aplikasi ini

10 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


termasuk dam, atap-atap tribun, pondasi-pondasi pelabuhan, garasi-garasi parkir, dan lantai-
lantai heavy duty pada area industri.

Penggunaan agregat dengan ukuran maksimal 10 mm, dengan sifat dan karakteristik
yang memenuhi syarat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan interlocking yang
lebih baik. Selian itu penggunaan semen dengan tambahan cementious material seperrti fly
ash (tipe C atau F), ground granulated blast furnace slag, silica fume, metakaolin atau bahan-
bahan pozolanik alami akan dapat meningkatkan kekuatan tekan beton. Apalagi jika rasio
factor air semen yang rendah sekitar 0,20 sampai dengan 0,35, persoalannya adalah dengan
Faktor Air Semen rendah maka kemudahan pekerjaan akan rendah, penyelesaiannya melalui
penggunaan admixture kimia (superplasticizer) dalam jumlah dan dosis yang sesuai dengan
beton berkekuatan tinggi (High-strength concrete).

SNI 03-6468-2000 menyatakan bahwa beton mutu tinggi merupakan beton yang
memiliki kekuatan tekan di atas 41,4 Mpa (SNI 03-6468-2000). Standar ini dapat digunakan
untuk menentukan proporsi campuran beton kekuatan tinggi (kuat tekan fc' > 41,4 MPa) dan
untuk mengoptimasi proporsi campuran tersebut berdasarkan campuran coba. standar ini
hanya berlaku untuk beton kekuatan tinggi yang di produksi menggunakan bahan dan metode
produksi konvensional. Penggunaan silica fume dan terak logam (besi, baja nickel) halus tidak
termasuk dalam standar ini.

Beton mutu tinggi adalah beton dengan kekuatan tekan 8000 psi (55 MPa) atau lebih
besar (ACI CT-13, January 2013), dikatakan beton dengan kekuatan rendah adalah beton
dengan kekuatan tekan 1200 psi (8,3 MPa) atau lebih kecil, klasifikasi kekuatan tekan menurut
ACI CT-13 merupakan revisi ACI 318-08. Beton dengan kekuatan tekan (high-strength
concretes) melebihi 6000 psi (42,25 Mpa) disebut sebagai beton kekuatan tinggi (McCormac
& Brown, 2014; ACI 211.4R-08, December 2008; Kosmatka S. H., 2008). Kadangkala rancu
dengan beton kinerja tinggi (high-performance concretes ) karena beton kinerja tinggi
memiliki karakteristik lainnya selain kekuatan hanya tinggi. Misalnya, permeabilitas yang
rendah dari beton tersebut menyebabkan cukup tahan lama berhubungan dengan berbagai
sifat fisik dan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton. Sampai beberapa
dekade yang lalu, perencana struktural merasa bahwa produk beton pracetak dengan

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 11


kekuatan tekan tidak lebih tinggi dari 4000 psi (28,2 Mpa) atau 5000 psi (35,2Mpa). Sekarang
kekuatan tekan sampai setidaknya 9000 psi (63,38 MPa) bahkan lebih telah digunakan.

Bangunan Two Union Square di Seattle-USA, beton 20.000-psi (140 Mpa) diperoleh
dengan menggunakan beton siap-pakai. Selain itu, beton telah diproduksi di laboratorium
dengan kekuatan yang lebih tinggi dari 20.000 psi (140 Mpa) (McCormac & Brown, 2014;
Kosmatka S. H., 2008). Mungkin ini yang terakhir beton harus disebut beton kekuatan sangat
tinggi (super-high-strength concretes) dengan kekuatan tekan > 100 MPa merupakan very
high-strength (Mindess, 2008) atau beton kinerja sangat tinggi (super-high-performance).
Beton mutu tinggi biasanya merupakan beton pracetak dan prategang (precast and
prestressed). Beton dengan kekuatan tekan 6000 psi sampai 10,000 psi atau 12.000 psi dapat
dihasilkan dengan mudah jika ditambahkan bahan tambah mineral dan kimia seperti silica
fume dan superplasticizers. Silica fume, dengan kandungan silica dioksida lebih dari 90%
adalah bubuk halus yang luar biasa bervariasi dalam warna dari terang ke abu-abu gelap dan
bahkan bisa biru-hijau-abu-abu, yang merupakan residu dari produksi silica metal (metallic
silicon) dan lainnya untuk produksi silicon alloys.

Produksi beton kekuatan tinggi yang secara konsisten harus memenuhi persyaratan
untuk kemudahan pekerjaan (workability) dan pengembangan kekuatan (strength
Development) yang lebih ketat pada pemilihan bahan daripada beton dengan kekuatan tekan
rendah. Bahan berkualitas yang dibutuhkan dan spesifikasi memerlukan pengetahuan sifat
dan karakteristik bahan. Beton dengan kekuatan tekan tinggi telah diproduksi dengan
menggunakan berbagai bahan berkualitas berdasarkan hasil campuran uji coba (ACI 363R-92
(Reapproved 1997), 1992). Penggunaan semen untuk menghasilkan beton kekuatan tekan
tinggi merupakan suatu hal yang penting, misalnya menggunakan semen type 3 untuk
pekerjaan beton prategang, ataupun penggunaan semen untuk beton normal dengan bahan
tambah silica fume ataupun abu terbang. Penggunaan bahan tambah kimia (Chemical
admixtures) serta bahan tambah mineral (mineral admixture) yang tepat akan meningkatkan
kekuatan tekan beton. Pemilihan bahan pengisi yang tepat akan memperkecil rongga pori
beton sehingga meningkatkan kekuatannya.

Beberapa hasil penelitian beton high strength concrete adalah penggunaan material
salah satunya dengan menggunakan material yang mengandung unsur silika. Pasir kuarsa

12 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa
pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama
pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti
kuarsa dan feldspar. Penambahan filler berupa tepung kuarsa sebagai pengisi rongga pada
beton sebanyak 10% dari kebutuhan semen memberikan kuat tekan maksimum pada data
sekunder yaitu sebesar 71,06MPa pada umur 28 hari dengan modulus of rupture sebesar
4,3522MPa (Fatmawati, 2011).

Kuat tekan pada beton yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai additive akan
menaikan kuat tekan beton sekitar 10% untuk pengujian pada beton K-300 dan K-500,
sedangkan kuat tekan pada beton yang menggunakan 30% Fly Ash sebagai cementious lebih
rendah sebesar 25% pada K300 dan 23% pada K500 dibandingkan beton dengan mix design
yang sama (K-300 dan K-500). Hal ini disebabkan karena Fly Ash tidak mampu sebaik semen
menggantikan sifat semen yang berfungsi utama sebagai pengikat material pada beton. Fly
Ash sebagai additive mampu meningkatkan kuat tekan pada beton yang berfungsi sebagai
filler atau pengisi. Dimana pori yang diisi oleh Fly Ash akan menambah kekedapan beton yang
akan berbanding lurus dengan kuat tekan beton (Haf, Februari 2012). Hasil ini berbeda
dengan apa yang diteliti sebelumnya (Andoyo, 2006) Penambahan abu terbang sebesar 10%;
20% dan 30% serta 40% menghasilkan kuat tekan 100,72 kg/cm2 ; 93,96 kg/cm2 dan 83,41
kg/cm2 serta 70,12 kg/cm2 (umur 56 hari) atau 66,69 kg/cm 2 ; 62,16 kg/cm2 dan 55,17 kg/cm2
serta 46,42 kg/cm2 (umur 28 hari). Jika tanpa fly ash kuat tekan pada umur 56 hari sebesar
59,89 kg/cm2 dan kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari sebesar 42,34kg/cm 2.

Sifat dan karakteristik beton kekuatan tinggi beton dari hasil uji untuk proporsi
campuran satu meter kubik pasir 814 kg; Agregat maksimum 20 mm sebesar 1080 kg serta
penggunaan semen 470,8 kg dan air 42,2 lietr dengan bahan tambah (Admixture jenis
supertilisizer yaitu Mighty-150) 6,6 liter, menghasilkan kuat tekan 56 MPa, Normal flexural
strength untuk beton dek jembatan box 6.65 MPa serta modulus elastisitasnya 33 GPa dengan
(Adnan, Suhatril, & Taib, 2010).

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 13


7.1.2 Deviasi, Kuat Tekan Rencana dan Kuat tekan Perlu

Variabilitas dalam beton akan mempengaruhi nilai kekuatan tekan dalam


perancangan. Pengertian variabilitas dalam kekuatan beton pada dasarnya tercermin melalui
nilai standar deviasi. Asumsi yang digunakan dalam perencanaan bahwa kekuatan beton akan
terdistribusi normal selama masa pelaksanaan yang diambil melalui hasil pengujian
dilaboratorium. Secara umum Persamaan 3.1 untuk kekuatan tekan dengan
mempertimbangkan variabilitas ditulis sebagai berikut;

(3.1)

Dimana adalah kekuatan tekan rencana rata-rata, adalah kekuatan tekan


rencana, nilai standar deviasi dan k adalah suatu konstanta yang diturunkan dari distribusi
normal seperti Gambar 3.1. Kekuatan tekan yang diijinkan biasanya diambil sebesar 1.64. Nilai
di USA sebesar 1.645, dan di Inggris dibulatkan menjadi 1.64 sedangkan di Australia 1.65.

Beberapa peneliti di ACI komite, memberikan dasar nilai k sebesar 1,64 atas variasi
pengujian dari beton normal dengan kekuatan tekan 25 55 Mpa. Untuk variasi kekuatan
tekan beton dengan nilai lebih besar dari 55 Mpa nilai variasi yang digunakan merupakan nilai
variasi sebenarnya dari hasil uji statistik. (SNI 2847:2013)

Kuat tekan Rencana


Rata-rata kuat tekan

5% Bagian yang
ditolak/cacat
1.64 S

25 30 35 40 45 50 55

Gambar 3.1: Kurva Distibusi Normal


Deviasi atau penyimpangan kekuatan tekan yang digunakan untuk merancang
campuran adalah yang mewakili material, prosedur kontrol kualitas, dan kondisi yang serupa
dengan yang diharapkan, dan perubahan-perubahan pada material ataupun proporsi
campuran dalam data pengujian tidak perlu dibuat lebih ketat dari yang digunakan pada

14 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


pekerjaan yang akan dilakukan. Nilai deviasi didapatkan dari sekurang-kurangnya 30 hasil
pengujian berurutan atau dua kelompok pengujian berurutan yang jumlahnya sekurang-
kurangnya 30 hasil pengujian. Jika tidak ada data yang mewakili beton yang dibuat untuk
memenuhi kekuatan yang disyaratkan atau kekuatan tekan perlu diambil dari Tabel 3.3.

Fasilitas produksi beton yang tidak mempunyai catatan hasil uji kekuatan yang
memenuhi persyaratan 30 benda uji tetapi mempunyai catatan uji tidak lebih dari 24 bulan
lamanya bedasarkan pada pengujian sebanyak 15 sampai 29 hasil pengujian secara
berurutan, maka deviasi standar benda uji, ditentukan sebagai hasil perkalian antara nilai
deviasi standar benda uji yang dihitung dan faktor modifikasi (Tabel 3.2). Agar dapat diterima,
maka catatan hasil pengujian yang digunakan harus memenuhi persyaratan dan hanya
mewakili catatan tunggal dari pengujian-pengujian yang berurutan dalam periode waktu tidak
kurang dari 45 hari kalender. Untuk data uji yang kurang dari 15 menggunakan Tabel 3.3
(Persamaan 3.2; Persamaan 3.3; Persamaan 3.4) sesuai kekuatan tekan rencana.

Tabel 3.2: Faktor modifikasi untuk deviasi standar benda uji


Faktor Pengali Deviasi Faktor Pengali
Jumlah Pengujian Jumlah Pengujian
Standar Deviasi Standar
15 1,160 23 1,050
16 1,144 24 1,040
17 1,128 25 1,030
18 1,112 26 1,024
19 1,096 27 1,018
20 1,080 28 1,012
21 1,070 29 1,006
22 1,060 30 atau lebih 1,000

Sumber: Modifikasi Tabel 5.3.1.2 SNI 2847: 2013

Tabel 3.3: Kekuatan tekan rata-rata perlu jika data tidak tersedia untuk menetapkan
deviasi standar benda uji
Kekuatan tekan disyaratkan Kekuatan tekan rata-rata perlu Persamaan

(3.2)

(3.3)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 15


(3.4)

Kekuatan tekan rata-rata perlu yang digunakan sebagai dasar pemilihan proporsi
campuran beton menggunakan deviasi standar benda uji, , dihitung menggunakan
Persamaan 3.5 dan 3.6 untuk kuat tekan rencana yang disyaratkan (SNI
2847:2013) dengan mengambil nilai terbesar.

(3.5)

(3.6)

Kekuatan tekan rata-rata perlu untuk kuat tekan rencana yang disyaratkan sebesar
dihitung menggunakan Persamaan 3.7 dan 3.8 (SNI 2847:2013) dengan
mengambil nilai terbesar.

(3.7)

(3.8)

7.1.3 Keamanan dan Umur Rencana

Nilai keamanan dalam perancangan beton dicerminkan dari batas yang ijinkan ditolak
sebesar 5% yang merupakan suatu nilai variabilitas dikalikan dengan nilai standar
penyimpangan yang diduga terjadi. Nilai keamanan dalam perancangan beton dinamakan
suatu nilai tambah (margin). Kekuatan tekan rencana dalam perancangan didasarkan atas
kekuatan tekan maksimum yang terjadi selama masa pengerasan. Kekuatan tekan beton
maksimum biasanya tercapai setelah umur 28 hari. Umur 28 hari ini dijadikan sebagai umur
rencana.

7.1.4 Durabilitas Beton

Persyaratan kekuatan struktur untuk pemproporsian campuran berdasarkan


perancangan proporsi campuran dari pengalaman lapangan dan/atau hasil campuran uji dan
untuk evaluasi dan penerimaan beton, diproporsikan untuk memenuhi rasio air-bahan
sementisius maksimum (w/cm) dan persyaratan lainnya berdasarkan pada kelas paparan

16 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


yang terjadi pada komponen struktur beton utnuk memenuhi persyaratan durabilitas (SNI
2847:2013). Semua material sementisius yang ditetapkan dan kombinasi material ini harus
disertakan dalam perhitungan w/cm campuran beton.

Insinyur profesional bersertifikat (licensed design professional) harus menentukan


kelas paparan (SNI 2847:2013) berdasarkan pada parahnya paparan komponen struktur
beton yang diantisipasi untuk setiap kategori paparan menurut Tabel 4.2.1 SNI 2847:2013.
Katagori beton berdasarkan paparan dalam struktur beton terbagi menjadi S (beton yang
berhubungan dengan sulfat), P (beton yang mensyaratkan permeabilitas) dan C (proteksi
korosi tulangan). kategori beku dan cair (freezing and thawing) tidak relevan dan dihapus
dalam SNI 2847:2013, katagori ini tercantum dalam Katagori beton berdasarkan klasifikasi
struktur yang terexpose menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014).

Tabel 3.4: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum
dengan siklus pembekuan dan pencairan (freezing and thawing), katagori F.
FAS Maks Kuat
Tingkat
Kelas ( Tekan Kondisi
Paparan
maks.) , min
F0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton yang tidak ada siklus pembekuan dan
(17 MPa) pencairan (freezing and thawing cycles)
F1 Sedang 0,55 3500 psi Beton dengan tingkat paparan sedang terhadap
(24 MPa) siklus pembekuan dan pencairan (freezing and
thawing cycles) dengan paparan air terbatas (limited
exposure to water)
F2 Parah 0,45 4500 Psi Beton dengan tingkat paparan parah terhadap siklus
(31 MPa pembekuan dan pencairan (freezing and thawing
cycles) dengan paparan air sering (frequent
exposure to water)
F3 Sangat 0,40* 5000 Psi Beton dengan tingkat paparan sangat parah
Parah (35 MPa)* terhadap siklus pembekuan dan pencairan (freezing
and thawing cycles) dengan paparan air sering serta
serangan kimua (frequent exposure to water
exposure to deicing chemicals)

*tidak berlaku untuk beton ringan

Beton di lingkungan khusus pada umumnya dikelompokkan berdasarkan kondisi yang


mengancam ketahanan konstruksi beton. Kondisi lingkungan dan persyaratan minimum kuat
tekan beton serta factor air semen maksimum berdasarkan klasifikasi struktur yang terexpose
Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 17
(paparan) menurut ACI 318-14 and commentary dalam Tabel 19.3.1.1 dan Tabel 19.2.2.1 (ACI
Committee 318, September 2014), sedangkan menurut SNI 2847:2013 Tabel 4.2.1 dan Tabel
4.3.1, adalah sebagai berikut seperti Tabel 3.4 untuk Beton dengan siklus pembekuan dan
pencairan (freezing and thawing).

Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum Beton yang
berhubungan dengan Sulfat, Katagori (S) sesuai Tabel 3.5 dan Klasisifikasi berdasarkan
paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum Beton yang berhubungan dengan Air, katagori
W atau P, dan Proteksi korosi tulangan, katagori C seperti Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.

Tabel 3.5: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum Beton
yang berhubungan dengan Sulfat, Katagori (S)
Kondisi
FAS Maks
Tingkat Kuat Tekan , Sulfat ( ) larut air Sulfat ( ) larut
Kelas (
Paparan min dalam tanah, dalam air, dalam
maks.)
dalam persen masa* ppm**
S0 Tidak ada N/A 2500 Psi (17 MPa)
S1 Sedang 0.50 4000 Psi (28 Mpa)
S2 Parah 0.45 4500 Psi (31 Mpa)

S3 Sangat 0.45 4500 Psi (31 Mpa)


Parah

* Persen sulfat dalam masa dalam tanah harus ditentukan dengan ASTM C1580.
** Konsentrasi sulfat larut dalam air dalam ppm harus ditentukan dengan ASTM D516 atau ASTM D4130.

Tabel 3.6: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum Beton
yang berhubungan dengan Air, katagori W atau P
FAS Maks Kuat
Kelas Persyaratan ( Tekan Kondisi
maks.) , min

W0 atau P0 Tidak ada N/A 2500 Psi Kontak dengan air dimana permeabilitas
(17 MPa) rendah tidak disyaratkan
W1 atau P1 Disyaratkan 0,50 4000 Psi Kontak dengan air dimana permeabilitas
(28 Mpa) rendah disyaratkan

18 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.7: Klasisifikasi berdasarkan paparan, FAS maksimum, Kuat Tekan Minimum Beton
yang berhubungan dengan Air, katagori C.
FAS Maks Kuat
Tingkat
Kelas ( Tekan Kondisi
Keparahan
maks.) , min

C0 Tidak ada N/A 2500 Psi Beton kering atau terlindung dari
(17 MPa) kelembaban
C1 Sedang N/A 2500 Psi Beton terpapar terhadap kelembaban
(17 MPa) tetapi tidak terhadap sumber klorida luar
C2 Parah 0,4 5000 Psi Beton terpapar terhadap kelembaban
(35 MPa) dan sumber klorida eksternal dari bahan
kimia, garam, air asin, air payau, atau
percikan dari sumber-sumber ini
Tabel 3.8: Aplikasi paparan pada konstruksi beton
Kelas Deskripsi Aplikasi
Paparan
F0 Beton dengan struktur pada iklim di mana suhu beku tidak akan ditemui
(Tidak ada Beton yang berada di dalam struktur dan tidak akan terkena pembekuan
paparan) Fondasi beton yang tidak terpapar pembekuan
Beton yang terkubur di dalam tanah di bawah garis beku
F1 (sedang) Beton yang tidak akan terkena akumulasi salju dan es, seperti dinding eksterior,
balok, balok penopang, dan lembaran yang tidak bersentuhan langsung dengan
tanah.
Dinding pondasi mungkin dalam kelas ini tergantung pada kemungkinan beton
dengan kejenuhan sedang.
F2 (parah) Beton yang akan terkena akumulasi salju dan es, seperti balok eksterior yang
berada di atas (exterior elevated slabs)
Dinding pondasi atau basement yang terkena akumulasi salju dan es
Beton struktur yang horizontal dan vertikal yang berhubungan langsung dengan
tanah
F3 (sangat Beton yang terkena bahan kimia deicing, seperti struktur horisontal dalam struktur
parah) gedung parker
Dinding pondasi/basement yang terkena akumulasi salju dan es dengan bahan
kimia deicing

Sumber: (ACI Committee 318, September 2014)

Kerusakan beton akibat pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) tidak
dimasukan dalam SNI ( (SNI 2847:2013) karena dianggap tidak relevan dengan kondisi di
Indonesia. Hal ini tercantum di ACI (ACI Committee 318, September 2014), yang
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: (a) Tingkat Paparan F0 (tidak ada)- beton yang tidak akan dan

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 19


terkena siklus pembekuan dan pencairan. (b) Tingkat Paparan F1 (sedang) - beton yang akan
terkena siklus pembekuan dan pencairan sedang, minimal kandungan udara sekitar 3,5-6
persen diperlukan untuk mengurangi potensi kerusakan untuk beton menjadi jenuh. (c)
Tingkat Paparan F2 (parah) - beton yang akan terkena siklus pembekuan dan pencairan
dengan tingkat cukup parah dan yang sering terkena air.

Tingkat paparan parah menunjukkan bahwa beberapa bagian dari beton akan
menyerap air yang cukup dari waktu ke waktu sampai beton memiliki potensi untuk jenuh
sebelum membeku. (d) Tingkat Paparan F3 (sangat parah) - beton yang akan terkena siklus
pembekuan dan pencairan dengan derajat yang sama terkena air sebagai Kelas Exposure F2.
Selain itu, beton Paparan Kelas F3 diperkirakan akan terkena deicing kimia. Deicing kimia
dapat meningkatkan penyerapan air dan retensi, yang akan memungkinkan beton menjadi
lebih mudah jenuh. Contoh aplikasi paparan dalam kondisi lingkungan yang mengalami
pembekuan dan pencairan (freezing and thawing) seperti Tabel 3.8.

7.1.5 Kemudahan Pengerjaan

Telah dijelaskan di atas bahwa kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu
kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun beton akan mempunyai kuat tekan yang tinggi
tetapi jika tidak dapat dimplementasikan dilapangan karena sulit untuk dikerjakan maka hal
ini akan menjadi percuma. Kemajuan teknologi membawa dampak yang nyata untuk
mengatasi hal ini dengan penggunaan bahan tambah dalam usaha perbaikan kinerja ini.
Secara lebih jelas akan dibahas dibagian berikutnya.

Kemudahan pengerjaan beton akan memudahkan untuk pengadukan dan pengecoran


beton terutama saat pelaksanaan. Acuan dan pegangan bagi para pelaksana dalam
melaksanakan pekerjaan beton (SNI 03-3976-1995) untuk mendapatkan mutu pekerjaan
beton sesuai yang direncanakan untuk pengerjaan pengadukan dan pengecoran beton
normal di lapangan. Pengadukan beton dapat menggunakan mesin atau manual (tangan).

7.1.6 Rangkak dan Susud

Rangkak (creep) atau lateral material flow didefinisikan penambahan regangan


terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. (Nawy,1985:49) Deformasi awal akibat
beban adalah regangan elastis, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang sama

20 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


disebut regangan rangkak. Anggapan praktis ini cukup dapat diterima karena deformasi awal
pada beton hampir tidak dipengaruhi oleh waktu. Rangkak timbul dengan intensitas yang
semangkin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah
beberapa tahun berjalan. Untuk beton mutu tinggi nilai rangkak lebih kecil dibandingkan
dengan beton mutu rendah. Umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung
terhadap kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada
beban yang bekerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan
(deflection).

Susut didefiniskan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban.
Proses susut dalam beton jika dihalangi secara merata akan menimbulkan deformasi yang
umumnya bersifat menambah terhadap deformasi rangkak.

Faktor pengaruh besarnya rangkak dan susut dapat dijabarkan sebagai berikut: (a)
Sifat bahan dasar beton (komposisi dan kehalusan semen, kualitas adukan, dan kandungan
mineral dalam agregat), (b) Rasio air terhadap jumlah semen (water cement ratio), (c) Suhu
pada saat pengerasan (temperature), (d) Kelembaban nisbi pada saat proses penggunaan
(humidity), (e) Umur beton pada saat beban bekerja, (f) Nilai slump (slump test), (g) Lama
pembebanan, (h) Nilai tegangan, (i) Nilai rasio permukaan komponen struktur.

7.2 Pekerjaan Beton

Merancang kekuatannya dengan baik, artinya dapat memenuhi kreteria aspek


ekonomi, rendah dalam biaya dengan dapat memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi
kekuatan struktur, maka seorang perencana beton harus mampu merancang campuran beton
yang memenuhi kriteria tersebut. Perancangan beton harus memenuhi kriteria perancangan
standar yang berlaku. Peraturan dan tata cara perancangan tersebut seperti ASTM, ACI, JIS,
ataupun SNI. Metode yang dapat digunakan antara lain Road Note No.4, ACI (American
Concrete Institute), dan cara SNI serta cara coba- Try and Error (Mulyono, 2003).
Perancangan sendiri di maksudkan untuk mendapatkan beton yang baik harus memenuhi dua
kinerja utamanya, yaitu, kuat Tekan yang tinggi (minimal sesuai dengan rencana) dan mudah
dikerjakan (workability). Selain hal tersebut beton yang dirancang harus memenuhi kreteria

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 21


antara lain, tahan lama atau awet (durability), murah (aspect economic cost) dan tahan aus
serta memnuhi kreteria yang dikehendaki.

Pengertian beton didefinisikan campuran antara semen portland atau semen hidrolis
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambahan,
membentuk massa yang padat, kuat, dan stabil (SNI 7656: 2012, 2012). Macam dan jenis
beton terdiri bahan pembentuknya dapat berupa beton normal, bertulang, pracetak,
pratekan, beton ringan, beton tanpa tulangan, beton fiber dan lainnya. Beton normal adalah
beton yang mempunyai berat isi 2.200 kg/m3 sampai dengan 2.500 kg/m3.

7.3 Perancangan Campuran Beton

Metode Pencampuran untuk menenentukan Proporsi Bahan (Mix Design), di tentukan


melalui sebuah perancangan beton (mix design). Hal ini di maksudkan agar proporsi dari
campuran dapat memenuhi syarat kekuatan serta dapat memenuhi aspek ekonomis. Metode
perancangan ini pada dasarnya menentukan komposisi dari bahan-bahan penyusun beton
untuk kinerja tertentu yang diharapkan.

Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat dan beton massa
dengan menggunakan berbagai jenis/ tipe semen. Prosedur yang digunakan mengacu pada
SNI 7656:2012 merupakan adopsi modifikasi dari ACI 211.1-91 Standar practice for selecting
proportion for normal, heavyweight, and mass concrete .

Beton terdiri dari agregat, semen hidrolis, air, dan boleh mengandung bahan bersifat
semen lainnya dan atau bahan tambahan kimia lainnya. Beton dapat mengandung sejumlah
rongga udara yang terperangkap atau dapat juga rongga udara yang sengaja dimasukkan
melalui penambahan bahan tambahan. Bahan tambahan kimia sering digunakan untuk
mempercepat, memperlambat, memperbaiki sifat kemudahan pengerjaan (workability),
mengurangi air pencampur, menambah kekuatan, atau mengubah sifat-sifat lain dari beton
yang dihasilkan. Beberapa bahan bersifat semen seperti abu terbang, pozolan alam / tras,
tepung terak tanur tinggi dan serbuk silika dapat digunakan bersama-sama dengan semen
hidrolis untuk menekan harga atau untuk memberikan sifat-sifat tertentu seperti misalnya
untuk mengurangi panas hidrasi awal, menambah perkembangan kekuatan akhir, atau
menambah daya tahan terhadap reaksi alkali-agregat atau serangan sulfat, menambah

22 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


kerapatan, dan ketahanan terhadap masuknya larutan-larutan perusak. Umumnya proporsi
beton yang tidak mengandung bahan tambahan kimia dan atau bahanbahan selain semen
hidrolis, dicampur ulang dengan menggunakan bahan-bahan tersebut di atas atau semen
yang berbeda. Karakteristik dari beton yang dicampur ulang ini harus diperiksa kembali
dengan campuran percobaan di laboratorium atau di lapangan (SNI 7656: 2012, 2012).

7.3.1 Data Perancangan

Campuran beton merupakan suatu perpaduan dari komposite material penyusunnya.


Karakteristik dan sifat bahan akan mempengaruhi hasil rancangan. Perancangan campuran
beton dimaksudkan untuk mengetahui komposisi atau proporsi bahan-bahan penyusun
beton. Proporsi campuran dari bahan-bahan penyusun beton ini di tentukan melalui sebuah
perancangan beton (mix design). Hal ini di maksudkan agar proporsi dari campuran dapat
memenuhi syarat kekuatan serta ekonomis.

Data untuk rancangan campuran beton yaitu: Analisa ayak (gradasi) agregat halus dan
agregat kasar; Berat isi agregat; Berat jenis, penyerapan air, dan kadar air agregat; Air
pencampur yang dibutuhkan beton berdasarkan pengalaman dengan menggunakan agregat
yang ada; Hubungan antara kekuatan dan rasio air-semen atau rasio air terhadap
semen+bahan bersifat semen lainnya; dan Berat jenis semen atau bahan bersifat semen
lainnya bila digunakan.

7.3.2 Kriteria Perancangan

Perbedaan sifat dan karakteristik bahan penyusun beton pada perencanaan campuran
beton merupakan suatu hal yang komplek. Karena bahan penyusun tersebut akan
menyebabkan variasi dari produk beton yang dihasilkan. Pada dasarnya perancangan
campuran dimaksudkan untuk menghasilkan suatu proporsi campuran bahan yang optimal
dengan keuatan yang maksimum. Pengertian optimal adalah penggunaan bahan yang
minimum dengan tetap mempertimbangkan kreteria standar dan ekonomis dilihat dari biaya
keseluruhan untuk membuat struktur beton tersebut.

Desain campuran adalah proses penentuan karakteristik yang diperlukan dan


spesifikasi dari campuran beton. Karakteristik dapat mencakup: (1) sifat beton segar, (2) sifat

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 23


mekanik yang diperlukan beton keras seperti kekuatan dan persyaratan daya tahan, dan (3)
inklusi, eksklusi, atau pembatasan bahan tertentu.

Desain campuran akan mengarah pada pengembangan spesifikasi beton sehingga


didapatkan proporsi campuran yang mengacu pada proses penentuan jumlah bahan
penyusun beton, yang utamanya menggunakan bahan lokal, untuk mencapai karakteristik
tertentu campuran beton. Sebuah campuran beton yang proporsional sebaiknya harus
memiliki sifat-sifat :

1. Kemudahan pekerjaan (Workability) dapat diberikan dari beton segar


2. Daya tahan (Durability), kekuatan (strength), dan Keseragaman beton setelah
mengeras
3. Ekonomis
Memahami prinsip-prinsip dasar desain campuran adalah sama pentingnya dengan
perhitungan yang sebenarnya digunakan untuk menetapkan proporsi campuran. Hanya
dengan pemilihan bahan dan karakteristik campuran dapat diperoleh kualitas beton sesuai
dengan persyaratan dalam konstruksi beton (Abrams, 1918), (Hover, 1998), dan (Shilstone,
1990).

7.3.3 Pemilihan Karakteristik Perancangan Campuran

Proporsional campuran beton sebelum di dapat, karakteristik campuran dipilih


berdasarkan tujuan penggunaan beton, kondisi eksposur dari beton, ukuran dan bentuk dari
elemen bangunan, dan sifat fisik beton lainnya (seperti ketahanan dan kekuatan terhadap
pembekuan/frost) yang diperlukan untuk struktur. Karakteristik harus mencerminkan
kebutuhan struktur, misalnya, ketahanan terhadap ion klorida harus menjadi metode uji yang
tepat ditentukan dan diverifikasi.

Karakteristik dipilih setelah, proporsional campuran dapat berasal dari lapangan atau
data laboratorium. Karena sebagian besar sifat yang diinginkan dari beton mengeras
tergantung terutama pada kualitas pasta semen, langkah pertama dalam proporsi campuran
beton adalah pemilihan rasio bahan air-semen yang tepat untuk daya tahan dan kekuatan
yang dibutuhkan atau dikenal dengan faktor air semen (FAS). Campuran beton harus disimpan
sesederhana mungkin, karena terlalu banyaknya bahan sering membuat campuran beton

24 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


sulit dikendalikan. Bagaimanapun para ahli beton tidak harus, mengabaikan peluang yang
disediakan oleh teknologi beton modern.

Ratio Bahan Air-Cementing (Water-Cementing Materials) dan hubungan antar


kekuatan (tekan atau lentur) adalah ukuran yang paling universal digunakan untuk kualitas
beton. Meskipun merupakan karakteristik penting, sifat-sifat lainnya seperti daya tahan,
permeabilitas, dan ketahanan aus, sekarang dianggap sama pentingnya dan dalam beberapa
kasus lebih penting, terutama ketika mempertimbangkan desain siklus hidup struktur. Dalam
kisaran normal kekuatan yang digunakan dalam konstruksi beton, kuat tekan berbanding
terbalik dengan rasio air-semen atau rasio bahan penyemenan air. Beton sepenuhnya harus
dapat dipadatkan dan dibuat dengan bersih, kekuatan agregat, kekuatan dan sifat yang
diinginkan lainnya dari beton sesuai dengan kondisi pekerjaan yang disyaratkan dan diatur
oleh jumlah campuran air yang digunakan per unit semen atau bahan penyemenan (Abrams
1918).

Kriteria ini sebenarnya membuat suatu kontradiksi terhadap kemudahan pengerjaan


karena menurut Abram, 1920 (Neville, 1981) untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi
penggunaan air dalam campuran beton harus minimum, jika menggunakan sedikit air maka
akan menimbulkan kesulitan dalam pengerjaan hal ini sesuai dengan pendapat Feret, 1896
yang mempertimbangkan terhadap pengaruh rongga (voids).

Kriteria lain yang harus dipertimbangkan adalah kemudahan pengerjaan, seperti yang
dikatakan di atas bahwa dengan air-semen yang sedikit kekuatan akan tinggi akan tetapi
kemudahan dalam pengerjaan tak akan tercapai. Sehingga dalam perancangan beton tetap
harus mempertimbangkan hal ini, salah satunya dengan menggunakan bahan tambah jenis
plastisizer atau super-plastisizer. Apalagi jika pada saat pengerjaan beton menggunakan
pumping-concrete, mutlak dibutuhkan suatu keenceran tertentu agar sifat pemompaan
beton pada saat pengecoran dapat berjalan dengan baik. Sebelum banyak digunakan bahan
tambah untuk meningkatkan kelecakan beton agar mudah dikerjakan, nilai slump identik
dengan kuat tekan. Saat ini nilai slump hanya digunakan untuk melihat kinerja kemudahan
pekerjaan beton. Sebagai pendekatan nilai slump untuk beton dipadatkan dengan digetar
dapat menggunakan Tabel 3.9, dimana nilai slump dapat ditambah bila digunakan bahan
tambahan kimia, asalkan beton yang diberi bahan tambahan tersebut memiliki rasio air-

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 25


semen atau rasio air-bahan bersifat semen yang sama atau lebih kecil dan tidak menunjukkan
segregasi yang berarti atau bliding berlebihan.

Tabel 3.9: Nilai slump yang dianjurkan untuk berbagai pekerjaan konstruksi
Slump, mm (inch)
Tipe konstruksi
Maksimum* Minimum
Pondasi beton bertulang (dinding dan pondasi telapak) 75 (3) 25 (1)
Pondasi telapak tanpa tulangan, pondasi tiang pancang, dinding 75 (3) 25 (1)
bawah tanah.
Balok dan dinding bertulang 100 (4) 25 (1)
Kolom bangunan 100 (4) 25 (1)
Perkerasan dan pelat lantai 75 (3) 25 (1)
Beton massa 75 (3) 25 (1)

* Slump dapat ditambah bila digunakan bahan tambahan kimia, asalkan beton yang diberi bahan tambahan
tersebut memiliki rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat semen yang sama atau lebih kecil dan tidak
menunjukkan segregasi yang berarti atau bliding berlebihan.
Slump boleh ditambah 25 mm untuk metode pemadatan selain dengan penggetaran seperti menggunakan
tangan dengan rodding and spading (Adapted from ACI 211.1).

Kekuatan pengikat pasta semen dalam beton tergantung pada kualitas dan kuantitas
reaksi komponen pasta dan sejauh mana reaksi hidrasi terjadi. Beton menjadi kuat sesuai
waktu asalkan tersedia kelembaban dan suhu yang cocok. Oleh karena itu, kekuatan pada
setiap usia tertentu merupakan sebuah fungsi dari rasio bahan air semen (watercementitious
ratio) asli dan sejauh mana bahan semen terhidrasi. Pentingnya adalah mudah dikenali secara
cepat dan menyeluruh saat pengerasan.

Perbedaan kekuatan beton sesuai dengan material rasio air semen (watercementing
rasio) juga dapat ditentukan dari hasil: (1) perubahan ukuran agregat, gradasi, tekstur
permukaan, bentuk, kekuatan, dan kekakuan, (2) perbedaan dalam jenis dan sumber bahan
penyemenan, (3) kandungan udara dalam beton atau Air-entrained content, (4) adanya bahan
tambah dalam campuran, dan (5) lamanya waktu perawatan beton atau curing.

7.3.4 Kekuatan Beton

Kekuatan beton identik dengan kuat tekan tertentu, (Notasi dalam ACI adalah f'c dan
nota
atau melebihi oleh rata-rata satu set pengujian yaitu tiga tes kekuatan berturut-turut. ACI 318

26 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


kekuatan tekan
beton (rata-rata dua silinder) yang dihasilkan lebih dari 3,5 MPa (500 psi) di bawah kekuatan
yang disyaratkan. Spesimen uji harus dirawat di bawah kondisi laboratorium untuk benda uji
beton secara individual (ACI 318). Beberapa spesifikasi memungkinkan rentang alternatif.

Mutu beton dan kegunaannya seperti Table 3.10 dan berdasarkan standar SNI dan ACI
diklasifikasikan kuat tekan beton seperti Table 3.11. Kuat tekan minimum beton aplikasinya
menurut ACI 318R-4 Article 19.2.1 (ACI Committee 318, September 2014; SNI 2847:2013,
2013) berdasarkan seperti seperti Tabel 3.12.

Tabel 3.10: Mutu Beton dan Penggunaannya


Jenis Be
Uraian
(MPa) (Kg/cm2)
Mutu tinggi K400 K800 Umumnya digunakan untuk beton prategang seperti tiang
> 45 pancang beton prategang, gelagar beton prategang, pelat
beton prategang dan sejenisnya

Mutu sedang K250 <K400 Umumnya digunakan untuk beton bertulang seperti pelat
< 45 lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma, kerb
beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan
bawah jembatan.
Mutu rendah K175 <K250 Umumya digunakan untuk bangunan beton tanpa tulangan
< 20 seperti beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong yang
diisi adukan, pasangan batu.
<15 K125 <K175 digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali dengan
beton

Sumber: Tabel 7.1.1.(1) (Divisi 7: Struktur, 2011)

Kekuatan rata-rata harus sama dengan kekuatan tertentu ditambah nilai standar
deviasi sesuai dengan variasi bahan, variasi metode pencampuran, pengangkutan, dan
pengecoran beton, dan variasi dalam membuat, perawatan, dan pengujian spesimen silinder
beton. Rata-rata kekuatan, yang lebih besar dari f'c, disebut f'cr, adalah kekuatan yang
diperlukan dalam desain campuran. Persyaratan kekuatan untuk berbagai kondisi yang
diekspose dengan FAS dan kuat tekan minimum sepert Table 3.13

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 27


Tabel 3.11: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI
Klasifikasi1) Standar Nasional American Concrete Institute
Indonesia
Kekuatan tekan rendah (low strength) < 20 MPa2) < 2000psi4)
< 14Mpa
Kekuatan tekan normal (normal- 20 MPa < < 6000psi4) 5)
strength) MPa2) < (42 MPa)
Kekuatan tekan tinggi (high-strength) > 41,4 MPa3) > 6000psi4) 5)
> (42 MPa)

1)
(berdasarkan benda uji berbentuk silinder diameter 150 mm, tinggi 300 mm)
2) SNI 03-2834-2000: Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal
3) SNI 03-6468-2000: Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi dengan semen portland
dan abu terbang
4) ACI 211.1-91(Reapproved 2009): Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight,
and Mass Concrete---Procedure for Mix Design
5) ACI 211.4R-08: Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete with Portland Cement and Fly
Ash: Reported by ACI Committee 211
6) ACI Committee 318, September 2014: An ACI Standard and Report: Building Code Requirements for
Structural Concrete (ACI 318-14) Commentary on Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI
318R-14)

Tabel 3.12: Klasifikasi Beton berdasarkan kekuatan tekan menurut SNI dan ACI

Aplikasi Beton
(mpa) (mpa)
Struktur Umum Beton normal dan 2500 Tidak ada
beton ringan
Struktur frame dengan Beton normal 3000 Tidak ada
momen khusus dan
Beton ringan 3000 *
struktur dinding
khusus
* Batas tersebut diizinkan melebihi dimana ditunjukkan oleh bukti eksperimental bahwa beton
yang dibuat dengan bahan beton ringan memberikan kekuatan tekan sama dengan atau lebih
besar dari dari bahan beton normal.

28 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.13: Rasio Bahan Air-semen Maksimum dan Kekuatan Rencana Minimum untuk
Berbagai Kondisi Ekpose
Rencana Kuat Tekan
Faktor Air-Semen Dalam
Kondisi Ekpose F'cr Minimum Mpa
Berat Beton
(Psi)
Beton dilindungi dari ekpose pembekuan dan Pilih rasio bahan air-semen Pilih kekuatan
pencairan, aplikasi bahan kimia deicing, atau atas dasar kekuatan, berdasarkan
zat agresif kemampuan kerja, dan persyaratan
kebutuhan finishing struktural
Beton dengan permeabilitas rendah jika 0.50 28 (4000)
terkena air
Beton terkena pembekuan dan pencairan 0.45 31 (4500)
dalam kondisi lembab atau deicers
Untuk perlindungan korosi pada beton 0.40 35 (5000)
bertulang yang terkena klorida dari deicing
garam, air garam, air payau, air laut, atau
semprot dari sumber-sumber lainnya

Adapted from ACI 318 (2002).

Kekuatan lentur kadang-kadang digunakan pada proyek-proyek paving bukannya kuat


tekan, namun, kekuatan lentur dihindari karena variabilitas yang lebih besar seperti dalam
Table 3.14 berikut ini.

Tabel 3.14: Persyaratan beton expose terhadap Sulfates di tanah atau air
Faktor air
Sulfat
semen
terlarut Kekuatan
Maximum
dalam air Sulfate (SO4) tekan
Sulfate (material
(SO4) dalam dalam air, Tipe Semen** rencana
exposure cementious)l,
persen tanah ppm
ratio,
dengan MPa (psi)
berdasarkan
massa *
berat
Ringan Kurang dari Kurang dari Tidak ada
0.10 150 persyaratan
type khusus
Sedang 0.10 sampai 150 sampai II, MS, IP(MS), 0.50 28 (4000)
0.20 1500 IS(MS), P(MS),
I(PM)(MS),
I(SM)(MS)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 29


Tabel 3.13: Persyaratan beton expose terhadap Sulfates di tanah atau air
Faktor air
Sulfat
semen
terlarut Kekuatan
Maximum
dalam air Sulfate (SO4) tekan
Sulfate (material
(SO4) dalam dalam air, Tipe Semen** rencana
exposure cementious)l,
persen tanah ppm
ratio,
dengan MPa (psi)
berdasarkan
massa *
berat
Berat 0.20 sampai 1500 sampai V, HS 0.45 31 (4500)
2.00 10,000
Sangat Berat Lebih dari Lebih darir V, HS 0.40 35 (5000)
2.00 10,000

* Diuji sesuai dengan Metode Menentukan Kuantitas Sulfat larut dalam Solid (Tanah dan Batuan) dan
Sampel Air, Biro Reklamasi, Denver, 1977.
** Semen Tipe II dan V dalam ASTM C 150 (AASHTO M 85), Jenis MS dan HS dalam ASTM C 1157, dan jenis
yang tersisa dalam ASTM C 595 (AASHTO M 240). Pozzolans atau terak yang telah ditentukan oleh
pengujian atau catatan layanan untuk meningkatkan ketahanan sulfat juga dapat digunakan.
Air Laut.

7.3.5 Air Pencampur dan Kandungan Udara dalam Beton

Kandungan udara (Air entrainment) dapat dihasilkan dengan menggunakan semen


portland air-entraining atau dengan menambahkan campuran udara-entraining di mixer.
Jumlah campuran harus disesuaikan untuk memenuhi variasi bahan beton dan kondisi kerja.
Jumlah yang disarankan oleh produsen campuran, dalam banyak kasus, akan menghasilkan
kadar udara yang diinginkan.

ACI merekomendasikan target kandungan udara beton ditunjukkan pada Gambar 3.2
dan Tabel 3.15, dapat dilihat bahwa jumlah udara yang dibutuhkan untuk memberikan
ketahan terhadap freeze-thaw yang memadai tergantung pada ukuran maksimum nominal
agregat dan tingkat eksposur. Proporsional dalam campuran tang baik, isi mortar menurun
jika ukuran maksimum agregat meningkat, sehingga akan menurunkan kadar udara beton
yang diperlukan untuk berbagai tingkat Ekpose seperti Gambar 3.2 . Beberapa tingkat ekspose
didefinisikan oleh ACI 211.1 (SNI 7656: 2012) yaitu tingkat pemaparan ringan (mild exposure),
tingkat pemaparan sedang (moderate exposure), dan tingkat pemaparan berat (severe
exposure).

30 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Gambar 3.2: Total kebutuhan kadar udara yang ditargetkan untuk beton menggunakan
ukuran yang berbeda dari agregat. Isi udara di spesifikasi pekerjaan harus ditentukan untuk
disampaikan dalam -1 sampai +2 poin persentase dari target nilai paparan sedang dan berat.
Diadaptasi dari Tabel 9-5, ACI 211.1 dan Hover (1995 dan 1998) serta SNI 7656:2012.

Tingkat pemaparan ringan (Mild exposure) adalah tingkat pemaparan beton ini
meliputi kondisi di dalam dan di luar bangunan di lingkungan iklim di mana beton tidak akan
mengalami pembekuan dan tidak akan menerima zat-zat atau bahan-bahan pencair es. Bila
penambahan udara diperlukan untuk mendapatkan sifat-sifat beton selain keawetannya
seperti misalnya untuk memperbaiki sifat pengerjaan atau pengikatannya atau bagi beton
dengan faktor semen yang rendah untuk memperbaiki kekuatannya, dapat dipakai kadar
udara yang lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk menambah keawetan beton.

Tingkat pemaparan sedang (moderate exposure) adalah Tingkat pemaparan beton di


daerah beriklim dingin yang dapat membuat air membeku, namun beton tidak akan terpapar
uap air atau air bebas secara terus menerus untuk jangka waktu lama sebelum terjadinya
pembekuan dan juga tidak akan terpapar pada bahan-bahan pencair (deicing agents) atau
bahan-bahan kimia agresif lainnya. Beberapa contoh termasuk: balok-balok di luar bangunan;

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 31


kolom; dinding; kusen; atau panel yang tidak kontak langsung dengan tanah dan ditempatkan
sedemikian rupa sehingga tidak mengalami kontak langsung dengan garam-garam cair.

Tingkat pemaparan berat (severe exposure) adalah Tingkat pemaparan berat adalah
beton yang terpapar pada bahan-bahan kimia cair atau bahan-bahan kimia agresif lainnya
atau beton yang secara langsung terendam uap air atau air bebas sebelum terjadinya
pembekuan. Misalnya pelapis lantai; lantai jembatan; gili-gili (curbs); talang (gutters); batas
tepi jalan (sidewalks); dinding saluran/kanal; atau tangki air di luar bangunan atau sumur.

Ketika air pencampuran tetap konstan, kandungan (entrainment) udara akan


meningkatkan nilai slum. Ketika kandungan semen dan nilai slum tetap, kebutuhan air akan
berkurang dalam campuran, khususnya dalam campuran beton lebih ramping. Dalam
penyesuaian batch, untuk menjaga nilai slum tetap sementara mengubah kandungan udara,
air harus diturunkan sekitar 3 kg/m3 (5 lb/yd) untuk setiap poin persentase kenaikan kadar
udara atau meningkat 3 kg/m3 (5 lb/yd) untuk setiap penurunan persentasenya.

Beton harus selalu dibuat dengan kemudahan pengerjaan, konsistensi, dan plastisitas
yang cocok untuk kondisi kerja. Kemudahan pengerjaan adalah ukuran dari seberapa mudah
atau sulitnya untuk menempatkan, konsolidasi, dan menyelesaikan beton. Konsistensi adalah
kemampuan beton segar mengalir. Plastisitas menentukan kemudahan beton dicetak
(molding). Jika agregat lebih digunakan dalam campuran beton, atau jika kurang air
ditambahkan, campuran menjadi kaku (plastik kurang dan kurang bisa diterapkan) dan sulit
untuk di tempatkan dalam cetakan. Baik sangat kering, rapuh atau campuran sangat berair,
campuran cairan dapat dianggap sebagai memiliki plastisitas.

Nilai slum merupakan indikasi dari kemampuan kerja ketika menilai campuran serupa.
Namun, penurunan tidak boleh digunakan untuk membandingkan proporsi campuran yang
sama sekali berbeda. Ketika digunakan dengan batch yang berbeda dari desain campuran
yang sama, perubahan nilai slum menunjukkan perubahan konsistensi dan karakteristik
bahan, campuran proporsi, kadar air, pencampuran, saat pengujian, atau pengujian itu
sendiri. Perkiraan kandungan air dalam campuran berdasarkan nilai slum dan butir maksimum
agregat seperti Tabel 3.15 (SNI 7656: 2012).

32 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.15: Perkiraan Air Campuran untuk nilai slum yang berbeda dan Ukuran Maksimum
Nominal Agregat
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump, mm
9,5 mm 12,5 mm* 19 mm* 25 mm* 37,5 mm* 50 mm
* *
75 mm 150 mm
Beton tanpa tambahan udara
25 s.d 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 s.d 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 s.d 175 243 228 216 202 190 178 160
>175* - - - - - - - -
Beton dengan tambahan udara
Banyaknya
udara dalam 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
beton (%)
25 s.d 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 s.d 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 s.d 175 216 205 197 184 174 166 154
>175* - - - - - - - -
Jumlah kadar
udara yang
disarankan
untuk tingkat
pemaparan
sebagai berikut
Pemaparan
ringan 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0
Pemaparan
Sedang 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0
Pemaparan
Berat# 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0

Keterangan:
* Banyaknya air pencampur untuk beton dengan tambahan udara didasarkan pada persyaratan kadar air total,
semen dalam
campuran percobaan pada suhu (20-25)ºC. Agregat bentuk bulat umumnya membutuhkan lebih sedikit air
sekitar 18 kg bagi beton tanpa tambahan udara dan sekitar 15 kg untuk beton dengan tambahan udara.
Penggunaan bahan tambahan kimia, ASTM C 494, dapat pula mengurangi air pencampur sebanyak 5% atau
lebih. Volume bahan tambahan cair dimasukkan sebagai bagian dari jumlah seluruh air pencampur. Slump
dengan nilai lebih dari 175 mm hanya dapat dicapai dengan penggunaan bahan kimia tambahan untuk beton
dengan ukuran nominal agregat maksimum 25 m.
** Nilai slump untuk beton dengan agregat lebih besar dari 40 mm didasarkan dari uji slump setelah partikel
agregat lebih besar dari 40 mm dikeluarkan dengan cara disaring basah.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 33


Tabel 3.15: Perkiraan Air Campuran untuk nilai slum yang berbeda dan Ukuran Maksimum
Nominal Agregat
Jumlah air pencampur ini digunakan untuk menghitung campuran percobaan bila menggunakan agregat yang
berukuran maksimum 75 mm atau 150 mm. Ini adalah nilai rata-rata untuk agregat dengan bentuk yang baik
dan dengan susunan besar butir yang baik pula dari kasar hingga halus.
** Untuk beton dengan ukuran agregat lebih besar dari 40 mm sebelum dilakukan uji kadar udara harus disaring
basah pada 40 mm, persen udara yang diharapkan pada bahan-bahan yang lebih kecil dari 40 mm termasuk
nilai-nilai dalam kolom 40 mm. Namun demikian, perhitungan proporsi awal harus memasukkan kadar udara
dalam persen dari keseluruhannya.
n menggunakan agregat berukuran besar dan faktor air-semen rendah, tambahan udara tidak akan
mengurangi kekuatannya. Dalam banyak kasus, jika air pencampur dikurangi cukup banyak untuk
memperbaiki rasio air-semen maka ditambahkan udara untuk mengimbangi pengaruh berkurangnya
kekuatan beton. Oleh karena itu, pada umumnya, untuk agregat-agregat berukuran nominal maksimum yang
besar, kadar udara yang disarankan untuk pengaruh kondisi lingkungan yang berat haruslah dipertimbangkan,
sekalipun kemungkinan pemaparannya terhadap kelembaban atau pembekuan adalah kecil atau sama sekali
tidak terjadi.
Nilai-nilai ini didasarkan pada kriteria bahwa diperlukan 9 % udara untuk fase mortar dari beton. Bila volume
mortar berbeda dari yang dianjurkan dalam standar ini, mungkin diperlukan untuk menghitung kadar udara
dengan memakai angka 9 % dari volume mortar sebenarnya

Diadaptasi dari ACI 211.1 dan ACI 318. Hover (1995) dan (SNI 7656: 2012)

Kadar air beton dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti ukuran agregat, bentuk
agregat, agregat tekstur, nilai slum, rasio bahan air untuk penyemenan, kadar udara, jenis
bahan penyemenan dan kandungan bahan tambah (admixtures) serta kondisi lingkungan.
Peningkatan kadar udara dan ukuran agregat, penurunan rasio bahan air penyemenan dan
nilai slum, dan penggunaan agregat bulat, waterreducing admixtures, atau fly ash akan
mengurangi kebutuhan air. Di sisi lain, peningkatan suhu, isi semen, slump, faktor air semen,
agregat bersudut (angularity), dan penurunan proporsi agregat kasar untuk agregat halus
akan meningkatkan kebutuhan air.

Perkiraan kadar air yang digunakan dalam proporsi dengan agregat kasar (batu pecah).
Untuk beberapa beton dan agregat, memperkirakan air pada Tabel 3.15 dan Gambar 3.3
dapat dikurangi dengan sekitar 10 kg (20 pon) untuk agregat subangular, 20 kg (35 lb) untuk
kerikil dengan beberapa partikel pecah, dan 25 kg (45 lb) untuk kerikil bulat untuk
menghasilkan nilai slum tertentu. Ini menggambarkan perlunya evaluasi pengujian bahan
lokal, karena setiap sumber agregat berbeda dan dapat mempengaruhi sifat beton yang
berbeda.

34 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Gambar 3.3: Perkiraan kebutuhan air untuk berbagai nilai slum dan ukuran agregat pecah
untuk beton tanpa tambahan udara Diadaptasi dari Tabel 9-5 ACI 211.1 dan Tabel 2 SNI
7656:2012.

Gambar 3.4: Perkiraan kebutuhan air untuk berbagai nilai slum dan ukuran agregat pecah
untuk beton dengan tambahan udara Diadaptasi dari Tabel 9-5 ACI 211.1 dan Tabel 2 SNI
7656:2012.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 35


Perkiraan kebutuhan air untuk berbagai nilai slum dan ukuran agregat pecah untuk
beton dengan tambahan udara sesuai Tabel 3.15 dan Gambar 3.4. Perlu diingat bahwa
mengubah jumlah setiap bahan tunggal dalam campuran beton biasanya efek proporsi bahan
lain serta akan mengubah sifat campuran. Misalnya, penambahan 2 kg air per meter kubik
akan meningkatkan slum sekitar 10 mm (10 lb air per meter kubik akan meningkatkan slum
sekitar 1 inci), tetapi juga akan meningkatkan kadar udara dan volume pasta, mengurangi
volume agregat, dan menurunkan kepadatan beton. Dalam penyesuaian campuran, untuk
nilai slum yang sama, penurunan kadar udara sebesar 1 persen akan meningkatkan
kebutuhan air sekitar 3 kg per meter kubik beton (lb 5 per cu yd beton).

7.3.6 Bahan Tambah

Bila beton menggunakan bahan-bahan bersifat pozolan (pozolanic materials), seperti


pozolan alam, abu terbang, serbuk tanur tinggi (GGBF), serbuk silika, maka rasio air-semen
ditambah bahan pengikat lainnya (dalam berat) harus digunakan sebagai pengganti rasio
airsemen (dalam berat) tradisional.

Kandungan dan jenis bahan penyemenan, kandungan material ini biasanya ditentukan
dari rasio air-semen dan kadar air, meskipun kadar semen minimum sering termasuk dalam
spesifikasi di samping rasio bahan watercementing maksimal. Persyaratan kadar semen
minimum berfungsi untuk memastikan ketahanan memuaskan dan finishability, untuk
meningkatkan ketahanan aus slab, dan untuk menjamin penampilan yang sesuai permukaan
vertikal. Hal ini penting meskipun persyaratan kekuatan dapat dihasilkan, namun jumlah yang
terlalu besar bahan penyemenan harus dihindari untuk menjaga ekonomi dalam campuran
dan tidak mempengaruhi kemampuan kerja dan properti lainnya.

Freeze-thaw, deicer, dan paparan sulfat berat, jika hal ini diinginkan untuk
menentukan: (1) minimum penyemenan bahan isi 335 kg per meter kubik (lb 564 per meter
kubik) dari beton, dan (2) air hanya cukup pencampuran untuk mencapai konsistensi yang
diinginkan tanpa melebihi air penyemenan bahan rasio maksimum. Untuk menempatkan air
beton, biasanya tidak kurang dari 390 kg bahan per meter kubik (650 lb bahan per meter kubik
cementing) beton penyemenan harus digunakan dengan air untuk penyemenan rasio bahan
tidak melebihi 0,45. Untuk dapat dikerjakan, finishability, ketahanan abrasi, dan daya tahan
36 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017
dalam flatwork, jumlah bahan penyemenan yang akan digunakan harus tidak kurang seperti
Tabel 3.16.

Tabel 3.16: Persyaratan minimum Bahan Cementing untuk Beton flatwork


Nominal maximum size of aggregate, mm (in.) Cementing materials, kg/m3 (lb/yd3)*
37.5 (1,5) 280 (470)
25 (1) 310 (520)
19 (3/4) 320 (540)
12.5 (1/2) 350 (590)
9.5 (3/8) 360 (610)

* Kuantitas Bahan semen mungkin dibutuhkan lebih banyak untuk kondisi yang diekspose sedang
Contohnya, untuk yang diekpose langsung terhadap cuaca membutuhkan 335 kg/m3 (564 lb/yd3) bahan
semen.
Adapted from ACI 302.

Mendapatkan nilai ekonomi, proporsi jumlah semen yang diperlukan tanpa


mengorbankan kualitas beton seminimal mungkin. Karena kualitas terutama tergantung pada
rasio air-semen, kadar air minimum untuk mengurangi kebutuhan semen. Langkah-langkah
untuk meminimalkan kebutuhan air dan semen termasuk penggunaan (1) Melalui campuran
berat yang praktis, (2) ukuran maksimum agregat, dan (3) rasio optimum agregat halus-
sampai-kasar.

Beton yang akan terkena kondisi sulfat harus menggunakan jenis semen sesuai dengan
persyaratan. Air laut yang mengandung sejumlah besar sulfat dan klorida. Meskipun sulfat
dalam air laut yang mampu menyerang beton, kehadiran klorida dalam air laut menghambat
reaksi dan merupakan karakteristik dari serangan sulfat. Ini merupakan faktor utama yang
menjelaskan bahwa pengamatan dari sejumlah sumber air laut akan memperngaruhi kinerja
beton, meskipun fakta beton ini dibuat dengan semen portland memiliki trikalsium aluminat
(C3A) dengan kandungan maksimum 10%, dan kadang-kadang lebih besar. Namun, sifat
permeabilitas beton tersebut adalah rendah, dan baja tulangan memiliki penutup yang
memadai. Semen Portland memenuhi persyaratan C3A tidak lebih dari 10% atau kurang dari
4% (untuk memastikan ketahanan kekuatan) dapat diterima (ACI 357R).

Tambahan bahan semen akan menyebabkan bervariasinya efek pada kebutuhan air
dan kandungan udara. Penambahan fly ash umumnya akan mengurangi kebutuhan air dan
menurunkan kandungan udara jika ada penyesuaian dalam jumlah kandungan udara

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 37


(airentraining) dalam campuran yang dibuat. Silica fume yang bertambah akan menyebabkan
berkurangnya kadar udara. Terak dan metakaolin memiliki efek minimal pada dosis normal.

Penambahan bahan tambah dengan batas-batas pada jumlah tambahan bahan


penyemenan pada beton untuk yang terkena deicers seperti Tabel 3.17. Untuk praktek pada
pekerjaannya harus dikonsultasikan sebagai dosis kecil atau lebih besar dari yang ditunjukkan
pada tabel tersebut dan dapat digunakan tanpa membahayakan skala resistensi, tergantung
pada tingkat keparahan paparan (ekposed).

Tabel 3.17: Persyaratan Bahan semen untuk Beton yang Terkena Deicing kimia
Material bersifat semen* Maksimum total Material bersifat semen
dalam berat**
Fly ash and natural pozzolans 25
Slag 50
Silica fume 10
otal of fly ash, slag, silica fume and natural pozzolans
Total of natural pozzolans and silica fume
* Termasuk dalam proporsi bahan tambahan semen dalam campuran semen
** Total bahan cementitisious materials termasuk kandungan semen portland, campuran semen, fly ash, slag,
silica fume and pozzollan lainnya.
lain dengan
kandungan tidak lebih dari 25% bahan cementitious..
Adapted from ACI 318.

Air-Campuran pereduksi ditambahkan ke beton untuk mengurangi rasio bahan air-


penyemenan, mengurangi penyemenan Kandungan materi, mengurangi kadar air,
mengurangi Kandungan pasta, atau untuk meningkatkan kinerja pengerjaan beton tanpa
mengubah rasio bahan air-penyemenan. Pereduksi air biasanya akan menurunkan kadar air
sebesar 5% sampai 10% dan beberapa juga akan meningkatkan isi udara dengan ½ sampai 1
persen. Retarder juga dapat meningkatkan kadar udara.

Bahan tambah pengurang air yang tinggi (plasticizer) mengurangi kadar air antara 12%
dan 30% dan beberapa secara bersamaan dapat meningkatkan kadar udara sampai 1 persen,
yang lainnya dapat mengurangi atau tidak mempengaruhi kadar udara. Kalsium admixtures
berbasis klorida mengurangi kadar air sekitar 3% dan meningkatkan kadar udara sekitar ½
poin persentase. Bila menggunakan campuran berbasis klorida, resiko korosi tulangan baja
harus dipertimbangkan. Tabel 3.18 memberikan batas yang direkomendasikan pada
Kandungan klorida-ion larut dalam air bertulang dan beton pratekan untuk berbagai kondisi.

38 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.18: Kandungan Maksimum Ion-Khloride untuk Proteksi Korosi
Jumlah Ion-Khlorida
(Cl-) dalam air pada
Jenis Konstruksi
campuran beton
persen berat semen*
Beton Prategang/Prestressed concrete 0,06
Beton Bertulang yang diekpose terhadap khlorida selama masa layanan/
Reinforced concrete exposed to chloride in service 0,15
Beton bertulang dengan kondisi struktur terlindung atau terhindar dari
kelembaban selama masa layanan/
Reinforced concrete that will be dry or protected from moisture in service 1,00
Konstruksi Beton bertulang lainnya/Other reinforced concrete
construction
0,30

*ASTM C 1218.
Adapted from ACI 318.

Bila menggunakan lebih dari satu campuran dalam beton, kompatibilitas admixtures
mencampurkan harus diyakinkan oleh produsen campuran atau kombinasi admixtures harus
diuji dalam batch percobaan. Air yang terkandung dalam admixtures harus dianggap sebagai
bagian dari pencampuran air jika kadar air campuran adalah cukup untuk mempengaruhi
rasio bahan air-penyemenan sebesar 0,01 atau lebih.

Penggunaan berlebihan beberapa admixtures harus diminimalkan untuk


memungkinkan kontrol yang lebih baik dari campuran beton dalam produksi dan mengurangi
risiko campuran ketidakcocokan.

7.3.7 Rasio Bahan Air-semen

Rasio bahan air-semen atau faktor air semen adalah massa air dibagi dengan massa
bahan semen (semen portland, semen dicampur, fly ash, slag, silica fume, dan pozzolans
alam). Rasio bahan air-semen yang dipilih untuk desain campuran harus menjadi nilai
terendah yang diperlukan untuk memenuhi kondisi eksposur (kondisi yang diekpose) yang
diantisipasi atau di rencanakan.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 39


Gambar 3.5: Hubungan antara perkiraan kuat tekan dan rasio bahan air-semen beton
dengan menggunakan nominal maksimum agregat kasar 19-mm sampai 25 mm (3/4-in s.d
1-in.) Kekuatan didasarkan pada silinder dirawat dengan perendaman selama 28 hari sesuai
ASTM C 31 (AASHTO T 23). Diadaptasi dari Tabel 9-3, ACI 211.1, ACI 211.3, dan Hover 1995
dan Tabel 3 SNI 7656:2012

Ketika daya tahan tidak di kontrol, rasio bahan air-semen harus dipilih atas dasar kuat
tekan beton. Dalam kasus seperti bahan rasio watercementitious dan proporsi campuran
untuk kekuatan yang diperlukan harus didasarkan pada data lapangan yang memadai atau
campuran percobaan dibuat dengan bahan pekerjaan yang sebenarnya untuk menentukan
hubungan antara rasio dan kekuatan, Seperti Gambar 3.5 atau Tabel di atas dapat digunakan
untuk memilih rasio bahan air-semen sehubungan dengan kekuatan rata-rata yang
diperlukan, f'cr untuk campuran percobaan ketika tidak ada data lain yang tersedia.

Desain campuran, air untuk rasio bahan semen, w/cm, sering digunakan secara
sinonim dengan air semen (w/c) atau rasio air dengan semen dan bahan tambah W/(C+P),
namun beberapa spesifikasi membedakan antara dua rasio. Secara tradisional, air semen
disebut rasio air semen portland atau rasio campuran air-semen.

Rasio w/c atau w/(c+p) yang diperlukan tidak hanya ditentukan oleh syarat kekuatan,
tetapi juga oleh beberapa faktor diantaranya oleh keawetan. Oleh karena agregat, semen,
dan bahan bersifat semen yang berbeda-beda umumnya menghasilkan kekuatan yang

40 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


berbeda untuk rasio w/c atau w/(c+p) yang sama, sangat dibutuhkan adanya hubungan
antara kekuatan dengan w/c atau w/(c+p) dari bahan-bahan yang sebenarnya akan dipakai.
tertentu.

Tabel 3.19: Hubungan antara Rasio Material Air Semen dan Kekuatan Tekan Beton
Kekuatan Tekan umur Rasio air semen berdasarkan berat (Water-cementitious materials
28 hari [(Compressive ratio by mass)
strength at 28 days),
Beton tanpa tambahan udara Beton dengan tambahan udara
Mpa (Kg/cm2*)]
(Non-air-entrained concrete) (Air-entrained concrete)
45 (450) 0,38** 0,30**
40 (400) 0,42 0,34**
35 (350) 0,47 0,39
30 (300) 0,54 0,45
25 (250) 0,61 0,52
20 (200) 0,69 0,60
15 (150) 0,79 0,70

Kekuatan tekan sesuai dengan hasil uji silinder beton yang dirawat dengan perendaman pada umur 28 hari
sesuai dengan standar ASTM C 31 (AASHTO T 23). Hubungan didasarkan dengan asumsi penggunaan agregat
maksimum 19 mm. sampai 25 mm. Diadopsi dari ACI 211.1 danACI 211.3.
* 1 Mpa ekwivalensi dengan 10 Kg/cm2. Nilai-nilai ini adalah perkiraan rata-rata kekuatan beton yang
mengandung tidak lebih dari 2 % udara untuk beton tanpa tambahan udara dan 6 % kadar udara total untuk
beton dengan tambahan udara. Untuk w/c atau w/(c+p) yang tetap, kekuatan beton berkurang bila kadar
udara bertambah. Nilai kekuatan umur 28 hari adalah nilai lama dan dapat berubah bila digunakan berbagai
bahan bersifat semen. Nilai kekuatan ini didasarkan pada benda uji silinder (150 x 300) mm yang dipelihara
dalam kondisi lembab pada temperatur (23 ± 1,7)0C sebelum diuji. Hubungan yang ditunjukkan dalam Tabel
3 adalah untuk ukuran nominal agregat maksimum (19 - 25) mm. Untuk agregat yang telah ditentukan, w/c
atau w/(c+p) tertentu, kekuatan akan bertambah bila ukuran nominal maksimum agregat berkurang (SNI
7656: 2012, 2012)
** Nilai tidak tercantum pada SNI 7656:2012.

Bila data ini tidak ada, maka perkiraan dan nilai lama dari beton yang menggunakan
semen Portland tipe I, diberikan dalam Tabel 3.19, dengan bahan-bahan tertentu, nilai w/c
atau w/(c+p) akan memberikan kekuatan untuk umur 28 hari, yang dipelihara dalam kondisi
baku di laboratorium. Kekuatan ratarata harus melebihi kekuatan yang disyaratkan dengan
perbedaan yang cukup tinggi untuk menggunakan hasil-hasil uji yang rendah dalam rentang
batas. Tingkat pemaparan yang sangat buruk, w/c atau w/(c+p) harus dipertahankan tetap
rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin dicapai dengan nilai lebih tinggi seperti
Tabel 3.20.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 41


Tabel 3.20: Maksimum rasio w/c atau rasio w/(c+p) yang dijinkan untuk beton tingkat
pemaparan berat (severe exposures)*
Struktur selalu/seringkali basah Struktur yang
Tipe struktur dan terpapar pembekuan serta dipengaruhi air
pencairan laut atau sulfat
Bagian tipis (pegangan tangga, gili-gili, sills, 0,45 0,45**
talang, ornamental work) dan bagian selimut
beton kurang dari 25 mm.
Struktur lain 0,50 0,45**

* bahan bersifat semen selain semen portland harus sesuai dengan SNI 15-0302-2004 .
** Jika digunakan semen Portland tahan sulfat (Tipe II atau Tipe V SNI 15-2049-2004), atau semen Portland
Pozzolan tipe IPK (SNI 15-0302-2004), rasio w/c atau rasio w/(c+p) yang diijinkan dapat dinaikkan sebanyak
0,05.

7.3.8 Rasio Bahan Air-semen dan Pozzolan

Penggunaan bahan yang bersifat pozolan (pozolanic materials), seperti pozolan alam,
abu terbang, serbuk tanur tinggi (GGBF), serbuk silika, maka rasio air-semen ditambah bahan
pengikat lainnya (dalam berat) sebagai pengganti rasio air-semen dalam campuran berat)
menggunakan dua pendekatan untuk menentukan rasio w/(c+p) yang dianggap ekivalen
dengan rasio air-semen w/c. Pendekatan pertama dengan berat ekivalen dari bahan-bahan
bersifat pozolan atau kedua dengan berat isi atau volume absolut dari bahan-bahan pozolanik
dalam campuran .

7.3.9 Pendekatan pertama Ekivalensi Berat

Kesamaan berat, berat total dari bahan-bahan pozolanik tetap sama, tetapi volume
absolut total dari semen ditambah bahan pozolanik biasanya sedikit lebih besar dinyatakan
dalam Persamaan 3.9. Persentase atau fraksi dari bahan pozolanik yang dipakai dalam bahan-
bahan bersifat semen dinyatakan dalam berat, dengan demikian persentase bahan pozolanik
dalam berat dari berat total semen ditambah bahan pozolanik, dinyatakan dalam faktor
desimal ( ) sesuai Persamaan 3.10, dengan merupakan berat bahan pozzolanic dan
berat bahan semen serta berat air. Jika yang diketahui adalah faktor persentase bahan
pozolanik dengan volume absolut , maka Persamaan 3.10 menjadi Persamaan 3.11.
adalah berat jenis bahan pozolanik dan adalah persentase bahan pozolanik dalam volume
absolut dari seluruh volume absolut campuran semen ditambah bahan pozolanik yang

42 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


dinyatakan dalam faktor desimal, serta adalah berat jenis semen (jika tidak diketahui
dapat diambil sekitar ).

(3.9)

(3.10)

(3.11)

Contoh C3.1:
Direncanakan FAS atau W/C sebesar 0,60 dan pozolan abu terbang yang digunakan
sebanyak 20% dari berat seluruh bahan pengikat dalam campuran ( ). Jika
dibutuhakan air pencampur sebesar . Tentukan rasio air-semen terhadap
rasio air-semen plus bahan pozolanik yang diperlukan berdasarkan berat ekivalen.

Bila yang disyaratkan adalah 15% volume absolut semen plus pozolan ( ) dan
bukan 15% berat abu terbang. Hitung faktor berat yang sesuai untuk abu terbang jika berat
jenis abu terbang 2,42 dan berat jenis semen 3,15.

Penyelesaian:

Berat pozzolan =

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 43


Sehingga, 15% volume absolut adalah sama dengan 11,94% berat, dan berat pozolan
dalam campuran menjadi (11,94%) x (300) =35,82 kg, maka berat semen menjadi 300 35,82
=264,18 kg.

7.3.10 Pendekatan Kedua Ekivalensi Volume Absolut

Menggunakan rasio dalam berat dihitung dengan memakai hubungan


volume absolut yang sama, namun akan mengurangi berat total bahan pozolanik, karena
berat jenis dari bahan-bahan pozolanik umumnya lebih kecil dari berat jenis semen.
Ekivalensi volume absolut dinyatakan dalam

(3.12)

Dimana adalah rasio air-semen dalam berat, adalah berat jenis semen (jika

tidak diketahui dapat diambil sekitar ), adalah persentase pozolan dalam


volume absolut terhadap seluruh volume absolut dari semen + pozolan, dinyatakan dalam
faktor desimal. Jika diketahui presentase pozolan dalam berat, , maka Persamaan 3.12
menjadi Persamaan 3.13

(3.13)

Contoh C3.2:
Menggunakan data yang sama dengan syarat bahwa ekivalensi rasio air-
(semen+pozolan). Tentukan semen dan abu terbang berdasarkan volume absolut, dalam
campuran, rasio volume air terhadap volume bahan yang bersifat semen sama bila yang
berubah hanya dari bahan semen ke semen+pozolan.

Penyelesaian:

Target rasio untuk tetap mempertahankan ekivalensi volume absolut adalah.

44 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Jika dibutuhakan air pencampur sebesar

faktor persentase berat yang sesuai untuk volume abu terbang adalah
(hitungan sebelumnya). Maka berat abu terbang yang harus digunakan

Berat semen menjadi

Pemeriksaan volume absolut sebagai berikut

Jika persentase abu terbang 15% dari volume ( ), sedangkan yang disyaratkan
adalah 15% dari beratnya ( ), maka dapat diubah ke dalam campuran berat dengan
menggunakan berat jenis , menggunakan Persamaan 3.13 dan serta

Sehingga 15% berat hampir sama dengan 24,55 % volume absolut. Rasio dalam volume harus
dihitung kembali menggunakan Persamaan 3.12 didapatkan:

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 45


Jumlah bahan bersifat semen menjadi

Bahan semen ini 15% ( ) merupakan abu terbang, maka berat abu terbang menjadi

dan berat semen menjadi

7.3.11 Agregat

Pemilihan agregat yang digunakan juga akan mempengaruhi sifat pengerjaan, butiran
yang besar akan menyebabkan kesulitan, terutama akan menimbulkan segregasi. Jika ini
terjadi kemungkinan akan terjadi rongga-rongga pada saat beton mengeras akan besar. Selain
dua kreteria utama tersebut hal lain yang patut dipertimbangkan adalah keawetan (durability)
dan permebilitas beton sendiri. Dua karakteristik agregat yang akan berpengaruh penting
pada penentuan proporsi campuran beton dan akan mempengaruhi pengerjaan beton segar,
adalah: Gradasi (ukuran partikel dan distribusi) dan Sifat partikel (bentuk, porositas, tekstur
permukaan).

Gradasi penting untuk menghasilkan campuran yang ekonomis karena akan


mempengaruhi jumlah beton yang akan dibuat pada jumlah bahan semen dan air tertentu.
Agregat kasar harus dirancang sampai dengan ukuran terbesar secara praktis di bawah kondisi
kerja tertentu. Ukuran maksimum dapat yang digunakan tergantung pada faktor-faktor
seperti ukuran dan bentuk beton yang akan dibuat, jumlah dan distribusi tulangan baja pada
beton, dan ketebalan pelat. Gradasi juga mempengaruhi sifat pengerjaan dan sifat
pengecoran (placeability) beton. Terkadang agregat dengan ukuran sedang yang kurang
dalam campuran, sekitar 9,5 mm (3/8), dapat menghasilkan beton dengan sifat penyusutan
tinggi, membutuhkan air yang tinggi, dan sulit dalam pengerjaan serta penuangan
(placeability). Daya Tahan mungkin juga akan terpengaruh. Berbagai opsi yang tersedia
dibutuhkan untuk menghasilkan gradasi agregat yang optimal (Shilstone, 1990).

Ukuran maksimum agregat kasar harus tidak melebihi seperlima dimensi terkecil
antara sisi cetakan maupun tiga perempat jarak antara tulangan beton, tulangan bundel, atau
46 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017
tendon prategang atau saluran. Hal ini untuk membatasi ukuran agregat selain itu pelat beton
tanpa tulangan di tanah, ukuran maksimum tidak boleh melebihi sepertiga ketebalan slab.
Ukuran yang lebih kecil dapat digunakan ketika ketersediaan atau pertimbangan ekonomi
dibutuhkan beton.

Jumlah air pencampuran diperlukan untuk menghasilkan satuan volume beton


dengan nilai slum tertentu tergantung pada bentuk dan ukuran maksimum dan jumlah
agregat kasar. Ukuran lebih besar meminimalkan kebutuhan air dan dengan demikian
memungkinkan isi semen menjadi berkurang. Agregat bulat juga memerlukan sedikit air
campuran dibandingkan dengan agregat pecah dengan nilai slum yang sama.

Ukuran maksimum agregat kasar yang akan digunakan dalam beton akan juga
menentukan kekuatan maksimum dengan kandungan semen yang sama dan tergantung pada
sumber agregat serta bentuk dan gradasi. Untuk kekuatan tekan beton- yang tinggi (lebih
besar dari 70 MPa atau 10.000 psi), ukuran maksimum adalah sekitar 19 mm (3/4 in).
Kekuatan yang lebih tinggi juga kadang-kadang dapat dicapai melalui penggunaan agregat
batu pecah daripada menggunakan agregat bulat-kerikil.

Ukuran nominal agregat kasar maksimum dengan gradasi yang baik memiliki rongga
udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan agregat berukuran lebih kecil. Dengan
demikian, beton dengan agregat berukuran lebih besar membutuhkan lebih sedikit adukan
mortar per satuan isi beton. Secara umum ukuran nominal agregat maksimum harus yang
terbesar yang dapat diperoleh secara ekonomi dan tetap menurut dimensi komponen
struktur/konstruksinya.

Ukuran nominal agregat maksimum tidak boleh melebihi: (1) 1/5 dari ukuran terkecil
dimensi antara dinding-dinding cetakan/bekisting; (2) 1/3 tebalnya pelat lantai; dan (3) ¾
jarak minimum antar masing-masing batang tulangan, berkas-berkas tulangan, atau tendon
tulangan pra-tegang (pretensioning strands). Bila diinginkan beton berkekuatan tinggi, maka
hasil terbaik dapat diperoleh dengan ukuran nominal agregat maksimum yang lebih kecil
karena hal ini akan memberikan kekuatan lebih tinggi pada rasio air-semen yang diberikan.

Gradasi agregat halus yang digunakan akan tergantung pada jenis pekerjaan,
kandungan campuran pasta semen, dan ukuran agregat kasar. Untuk campuran ramping,

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 47


gradasi halus (modulus kehalusan rendah) yang diinginkan adalah untuk kemudahaan
pengerjaan. Untuk campuran gemuk/besar, gradasi kasar (modulus kehalusan tinggi)
digunakan untuk menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Di beberapa daerah, klorida kimia
ada dalam agregat yang dapat membuat persyaratan batas klorida yang ditetapkan oleh ACI
318 atau spesifikasi lainnya tidak terpenuhi. Namun, beberapa atau semua klorida dalam
agregat mungkin tidak ada, yang menyebabkan korosi baja tulangan, dengan demikian bahwa
klorida dapat diabaikan. ASTM PS 118 (redesignated ASTM C 1500), Soxhlet uji klorida
diekstrak, berpedoman ACI 222.1 dapat digunakan untuk mengevaluasi jumlah klorida dalam
agregat.

7.3.12 Perkiraan Kadar Agregat Kasar Dalam Campuran Beton

Agregat dengan ukuran nominal maksimum dan gradasi yang sama akan
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan yang memuaskan bila sejumlah tertentu volume
agregat (kondisi kering oven sesuai SNI 03-4804-1998 atau ASTM C 29 ataupun AASHTO T 19)
dipakai untuk tiap satuan volume beton. Volume agregat kasar per satuan volume beton
dapat ditentukan dari Tabel 3.21 atau Gambar 3.6. Cara lainnya ditentukan secara secara
analitis atau grafis.

Gambar 3.6: Hubungan Ukuran Nominal Maksimum Agregat dengan Fraksi Halus (Diadaptasi
dari Tabel 9-4, ACI 211.1 dan Hover (1995 dan 1998) dan Tabel 5 SNI 7656:2012 )

48 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel 3.21: Berat Isi Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton
Volume agregat kasar kering oven* per satuan volume beton untuk berbagai
Nominal modulus kehalusan** dari agregat halus (Bulk volume of dry-rodded coarse
maximum size aggregate* per unit volume of concrete for different fineness moduli of fine
of aggregate, aggregate**)
mm (in.)
2.40 2.6 2.8 3.00
9.5 (3/8) 0,50 0,48 0,46 0,44
12.5 (1/2) 0,59 0,57 0,55 0,53
19 (3/4) 0,66 0,64 0,62 0,60
25 (1) 0,71 0,69 0,67 0,65
37.5 (1 ½) 0,75 0,73 0,71 0,69
50 (2) 0,78 0,76 0,74 0,72
75 (3) 0,82 0,80 0,78 0,76
150 (6) 0,87 0,85 0,83 0,81

* Volume berdasarkan berat kering oven sesuai SNI 03-4804-1998 atau ASTM C 29 (AASHTO T 19). Adapted
from ACI 211.1. (SNI 7656: 2012)
** Modulus halus butir adalah jumlah prosentase kumulatif dalam satu set ayakan sesuai (SNI 03-1968-1990)

Pemilihan agregat dari hubungan empiris untuk memproduksi beton dengan tingkat
pengerjaan yang cocok untuk konstruksi beton bertulang umum. Untuk beton dengan tingkat
workability kurang, seperti yang diperlukan untuk konstruksi perkerasan beton dapat
ditingkatkan/ dinaikan sekitar 10% seperti untuk konstruksi lapis lantai atau pavement,
nilainya dapat ditambah sekitar 10 % (SNI 7656: 2012). Untuk beton dengan workability tinggi,
seperti mungkin diperlukan saat pengecoran dengan pompa, dapat dikurangi hingga 10%.

7.3.13 Perkiraan Kadar Agregat Halus Dalam Campuran Beton

Agregat halus dalam campuran beton dapat menggunakan hitungan dengan metoda
berdasarkan berat atau metoda berdasarkan volume absolut. Metoda berdasarkan berat
apabila berat per satuan volume beton dapat dianggap atau diperkirakan dari pengalaman,
maka berat agregat halus yang dibutuhkan adalah perbedaan dari berat beton segar dan berat
total dari bahan-bahan lainnya. Umumnya, berat satuan dari beton telah diketahui dengan
ketelitian cukup dari pengalaman sebelumnya yang memakai bahan-bahan yang sama. Jika
informasi berat satuan tidak diketahui, Tabel 3.22 atau Gambar 3.7, dapat digunakan untuk
perkiraan awal. Beton memiliki slump yang diukur sebesar 50 mm dan bobot isi 2390 kg/m3
dianggap memuaskan dari sudut pandang sifat pengerjaan dan penyelesaian akhir (SNI 7656:
2012).
Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 49
Tabel 3.22: Perkiraan awal berat beton segar
Ukuran nominal Perkiraan awal berat beton*, kg/m3
maksimum agregat Beton tanpa tambahan udara Beton dengan tambahan udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37,5 2410 2350
50 2445 2345
75 2490 2405
150 2530 2435
* Nilai yang dihitung menggunakan Persamaan 3.9 untuk beton dengan jumlah semen cukup banyak (330
kg/m3), dan dengan slump sedang serta berat jenis agregat 2,7. Pada slump (75 100) mm sesuai Tabel
3.9. Bila informasi yang diperlukan cukup, maka berat perkiraan dapat diperhalus lagi dengan cara sebagai
berikut :
1) Setiap perbedaan air pencampur 5 kg dengan slump slump (75 100) mm sesuai Tabel 3.9, koreksi
berat tiap m3 sebanyak 8 kg pada arah berlawanan;
2) Setiap perbedaan 20 kg kadar semen dari 330 kg, koreksi berat per m3 sebesar 3 kg dalam arah
bersamaan;
3) Setiap perbedaan berat jenis agregat 0,1 terhadap nilai 2,7, koreksi berat beton sebesar 60 kg dalam
arah yang sama;
4) Beton dengan tambahan udara, gunakan Tabel 3.9. Berat dapat ditambah 1 % untuk setiap 1 %
berkurangnya kadar udara dari jumlah tersebut.

Sekalipun bila perkiraan berat beton per-meter-kubik tadi adalah perkiraan cukup
kasar, proporsi campuran akan cukup tepat untuk memungkinkan penyesuaian secara mudah
berdasarkan campuran percobaan. Secara teoritis Persamaan 3.14 dapat digunakan untuk
memperkirakan berat beton per m3.

(3.14)

Dimana adalah berat beton segar, kg/m3, dengan adalah berat jenis rata-rata
gabungan agregat halus dan kasar, pada kondisi jenuh kering permukaan (SSD/saturated
surface dry) dan adalah berat jenis semen (umumnya = 3,15). adalah kadar udara (%)
3
dan adalah syarat banyaknya air pencampur, kg/m serta adalah syarat banyaknya semen,
kg/m3.

50 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Gambar 3.7: Hubungan butir maksimum agregat dengan perkiraan awal berat beton segar
(Diadaptasi dari Tabel 6 SNI 7656:2012)
Berat jenis relatif agregat pada kondisi jenuh kering permukaan (SSD/saturated
surface dry) dihitung dengan Persamaan 3.15 dimana adalah berat jenis agregat halus
dan adalah berat jenis agregat kasar pada kondisi jenuh kering permukaan dan
merupakan proporsi agregat halus dalam campuran serta proporsi agregat kasar.

(3.15)

Jika menggunakan gabungan antara semen dengan bahan pozollan, maka berat isi
beton segar yang diperkirakan menggunakan Tabel 3.22 atau Gambar 3.7 menjadi Persamaan
3.16 dan nilai dihitung secara relatif dari berat jenis semen dengan bahan pozollan sesuai
dengan proporsi masing-masing bahan seperti Persamaan 3.17.

(3.16)

(3.17)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 51


dimana adalah berat jenis relatif bahan semen dengan pozollan, berat jenis
pozollan dengan proporsi, dan adalah berat jenis semen dengan proporsi, .

Volume agregat halus yang disyaratkan didapatkan dengan, satuan volume beton
dikurangi jumlah seluruh volume dari bahan-bahan yang diketahui, yaitu air, udara, bahan
yang bersifat semen, dan agregat kasar. Volume beton adalah sama dengan berat beton
dibagi densitas bahan.

Contoh C3.3:
Diketahui hasil hitungan rancangan sebelumnya didapatkan w/(c+p) sebesar 0,60 dan
pozolan abu terbang yang digunakan sebanyak 20% dengan air pencampur sebesar
dan berat jenis abu terbang 2,42 dan berat jenis semen 3,15. Hasil hitungan
dengan ekivalensi berat didapatkan berat pozolan dalam campuran =35,82 kg dan berat
semen =264,18 kg. Jika berat jenis agregat halus 2,65 pada kondisi jenuh kering permukaan
dengan proporsi agregat halus sebesar 40% dan agregat kasar 2,60 kondisi jenuh kering
permukaan. Tentukan perkiraan berat isi beton segarnya jika kandungan udara dalam beton
1%. Tentukan juga berat agregat halus dan kasarnya.

Penyelesaian:
Berat jenis relatif agregat dengan dan serta
, dan

Berat jenis semen, , dengan proporsi, ,

dengan proporsi, , maka berat jenis relatif bahan semen

adalah:

Menggunakan , dan , dan maka


berat jenis beton segar adalah:

52 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Berat agregat gabungan adalah

proporsi agregat halus sebesar 40%, maka berat agregat halus adalah
dan agregat kasar

Sehingga Proporsi campurannya untuk setiap meter kubik adalah:

Semen 264,18 kg
Pozollan 35,82 kg
Air 180,00 kg
Agregat halus 746,40 kg
Agregat kasar 1119,60 kg
Jumlah 2346,00 kg

7.3.14 Penyesuaian Terhadap Kelembaban Agregat

Penyesuaian terhadap kelembaban agregat Jumlah agregat yang harus ditimbang


untuk beton harus memperhitungkan banyaknya kandungan air yang terserap dalam agregat.
Umumnya, agregat ada dalam keadaan lembab, sehingga berat keringnya harus ditambah
sebanyak persentase air yang dikandungnya baik yang terserap maupun yang ada
dipermukaan. Banyaknya air pencampuran yang harus ditambahkan ke dalam campuran
haruslah dikurangi sebanyak air bebas yang didapat dari agregat, yaitu jumlah air dikurangi
air terserap (SNI 7656: 2012). Dalam beberapa hal mungkin diperlukan untuk mencampur
agregat dalam keadaan kering. Jika penyerapan air (biasanya setelah direndam selama satu
hari) lebih besar dari 1%, dan bila struktur pori-pori dalam butiran agregat sedemikian rupa
hingga bagian yang cukup berarti dari penyerapan berlangsung dalam waktu sebelum
terjadinya pengikatan awal, ada kemungkinan terjadi kehilangan slump yang lebih besar
sebagai akibat berkurangnya air pencampur. Juga rasio air-semen akan berkurang akibat
adanya air yang terserap sebelum terjadinya pengikatan, dengan anggapan bahwa partikel
semen tidak terbawa masuk ke dalam agregat.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 53


Prosedur pembuatan campuran percobaan di laboratorium mengijinkan mencampur
agregat dalam kondisi kering udara, bila penyerapannya kurang dari 1,0 % dengan
kemungkinan diserapnya air dari beton yang belum menjalani proses pengikatan (unset
concrete). Disarankan jumlah yang diserap dapat dianggap sebesar 80% dari perbedaan
antara jumlah air sebenarnya yang terdapat dalam pori-pori agregat (kondisi kering udara)
dan penyerapan jumlah nominal 24 jam yang ditentukan dalam SNI 03-1969-1990 atau SNI
03-1970-1990 (SNI 2493:2011). Untuk agregat dengan penyerapan lebih besar,
mensyaratkan pengondisian sebelumnya untuk memenuhi syarat penyerapan dengan
pengaturan berat agregat yang didasarkan pada jumlah kadar air dan pengaturan termasuk
air permukaan sebagai bagian dari air pencampur yang disyaratkan.

Kebutuhan air pencampur untuk menghasilkan nilai slump yang sama seperti
campuran percobaan adalah setara dengan jumlah bersih air pencampur dibagi dengan
jumlah beton yang dihasilkan dari campuran percobaan dalam m 3. Jika nilai slump campuran
percobaan tidak sesuai, tambahkan atau kurangi jumlah kandungan air sebanyak 2 kg/m3
untuk setiap pertambahan atau pengurangan nilai slump sebesar 10 mm.

Perkiraan kembali berat beton segar untuk penyesuaian setara dengan berat beton
segar dalam kg/m3 dari campuran percobaan, dikurangi atau ditambahkan oleh persentase
perubahan kadar air campuran percobaan yang telah disesuaikan.

Campuran beton yang dihitung pada kondisi kering, penyesuaian berat agregat pada
kondisi basah dan air dapat dihitung menggunakan Persamaan 3.18, 3.19 dan 3.20.

(3.18)

(3.19)

(3.20)

dimana

= jumlah air bebas (kg/m 3).


= jumlah agregat halus (kg/m 3)

54 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


= jumlah agregat kasar (kg/m 3)
= Kandungan air pada agregat halus (%)
= Kandungan air pada agregat kasar (%)

Contoh C3.4:
Perkiraan berat campuran untuk satu m 3 beton pada kondisi basah, jika data
pengujian menghasilkan kadar air sebesar 2 persen pada agregat kasar dan 6 persen pada
agregat halus. Penyerapan agregat halus 0,7% dan kasar 0,5%.

Berdasarkan perkiraan massa beton dengan berat isi 2410 kg/m3, proporsi campuran
didapatkan sebagai berikut:

Semen 362 kg
Air (berat bersih) 181 kg
Agergat halus 734 kg
Agregat kasar 1133 kg
Penyelesaian:
Menggunakan Persamaan 3.18, 3.19 dan 3.20, dapat dihitung untuk berat agregat pada
kondisi basah.

Perkiraan berat campuran untuk satu m 3 beton menjadi

Semen 295 kg
Air (dikurangi dari agregat) 125 kg
Agergat halus 778 kg
Agregat kasar 1156 kg
Jumlah 2421 kg

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 55


Koreksi campuran beton, jika agregat tidak dalam kondisi SSD dikoreksi terhadap
kandungan air dalam agregat. Koreksi dilakukan minimum satu kali dalam satu hari, dihitung
menggunakan Persamaan 3.21, 3.22 dan 3.23 untuk kondisi SSD atau jenuh kering
permukaan.

(3.21)

(3.22)

(3.23)

dimana
= jumlah air bebas (kg/m3).
= jumlah agregat halus (kg/m 3)
= jumlah agregat kasar (kg/m 3)
= penyerapan pada agregat halus (%)
= penyerapan pada agregat kasar (%)
= Kandungan air pada agregat halus (%)
= Kandungan air pada agregat kasar (%)
Contoh C3.5:
Koreksi campuran pada kondisi SSD dengan Proporsi rencana (kondisi kering) untuk
setiap meter kubik adalah Semen sebanyak 325 Kg; Air = 185 Liter; dan Agregat Halus
gabungan sebanyak 32% = 597 Kg terdiri dari Jenis A (40%) = 238 kg dan Jenis B (60%) = 359
kg serta agregat Kasar gabungan sebesar 68% = 1268 Kg terdiri dari Jenis C (60%) = 760 kg dan
Jenis D (40%) = 508 kg, dengan jumlah rancangan berat isi =2375 Kg/m 3. Jika diketahui hasil
uji kadar air dan peyerapan dengan data seperti Tabel C3.1 berikut.

Tabel C3.1: Hasil uji Agregat


Pasir Batu Pecah
Agregat Sifat
Jenis A Jenis B Jenis C Jenis D
Proporsi 40% 60% 60% 40%
Berat jenis (kering 2,55 2,45 2,66 2,65
permukaan)
Penyerapan air % 3,05 4,3 1,63 1,65
Kadar air % 5,5 7,5 1,06 1,05

56 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Penyelesaian:
Jumlah air bebas (kg/m3),

umlah agregat halus (kg/m3) untuk Jenis A, , Jenis B,


dan gabungan pasir A dengan B, adalah

umlah agregat kasar (kg/m3), untuk Jenis C, , Jenis D,


dan gabungan agregat kasar A dengan B, adalah

Penyerapan pasir, ,

Penyerapan air gabungan pasir (Jenis A dan B),

Penyerapan air gabungan batu pecah (Jenis C dan D)

Kandungan air pada agregat halus (%), , , gabungan

Kandungan air pada agregat kasar (%), , , gabungan

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 57


Dari hasil hitungan didapatkan proporsi campuran rencana terkoreksi kondisi SSD

Semen = 325 Dibulatkan 325 Kg


Air = 175,07 Dibulatkan 175 Liter
Agregat Halus Gabungan (32%) = 614,32 Dibulatkan 615 Kg
Jenis A (40%) 243,83 Dibulatkan 245 238
Jenis B (60%) 370,49 Dibulatkan 370 359
Agregat Kasar Gabungan (68%) = 1260,62 Dibulatkan 1260 Kg
Jenis C (60%) 755,67 Dibulatkan 755 760
Jenis D (40%) 504,95 Dibulatkan 505 508
Jumlah = 2375 Dibulatkan 2375 Kg

7.4 Pengolahan Beton

Pengerjaan beton segar, tiga sifat yang penting yang harus selalu diperhatikan dalam
pengolahan beton antara lain; (1) Kemudahan pengerjaan, (2) Segregation (sarang kerikil) dan
(3) Bleeding (naiknya air). Pengolahan beton dapat digambarkan seperti Gambar 3.8 berikut:

Rancangan
Campuran

Penakaran Pengecoran &


Bahan Pencampuran Pengangkutan Pemadatan Tidak Sesuai
Penyusun Bahan Beton (Conveying) (Placing & Rancangan
Beton vibrating)

Sesuai Rancangan

Evaluasi Kemudahan Pekerjaan

Tidak
Sesuai Pengujian Pembuatan Perawatan Pengujian
Rancangan Beton Segar Benda Uji (Curing) Beton Keras

Evaluasi Kuat
Tekan

Sesuai
Rancangan

Gambar 3.8: Skema Pengolahan Beton

58 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


7.4.1 Penakaran Bahan Penyusun Beton

Penakaran dibuat berdasarkan hasil rancangan campuran (job mix design formula)
ditakar menggunakan berat atau berat-volume, mengikuti ketentuan yang tertuang Tata Cara
Pengadukan dan Pengecoran Beton (SNI 03-3976-1995) dan Standard Made By Volumetric
Batching and Continuous Mixing (ASTM C685/C685M-10) serta Standard Specification for
Ready-Mixed Concrete (ASTM C94/C94M-09a, 2010) yaitu sebagai berikut: (1) Beton yang
u sama dengan 20 Mpa proporsi
penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat. (2) Beton yang mempunyai kekuatan

penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas penakaran berat yang dikonversikan
kedalam penakaran volume untuk setiap campuran bahan penyusunnya.

7.4.2 Pencampuran Beton

Semua bahan beton harus diaduk sampai menghasilkan distribusi bahan yang seragam
dan harus dituangkan seluruhnya sebelum alat pencampur diisi kembali. Beton siap pakai
(ready-mixed) harus dicampur dan diantarkan sesuai dengan persyaratan ASTM C94M atau
ASTM C685M. Beton yang dicampur di lapangan (job-mixed) pencampurannya dilakukan
dalam alat pencampur adukan dengan jenis yang telah disetujui menggunakan alat
pencampur yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatnya. Pencampuran dilakukan secara
terus-menerus selama sekurang-kurangnya 1½ menit setelah semua bahan berada dalam
wadah pencampur, kecuali bila dapat diperlihatkan bahwa waktu yang lebih singkat dapat
memenuhi persyaratan uji keseragaman campuran sesuai ASTM C94M dan penanganan,
pengadukan, dan pencampuran bahan memenuhi ketentuan yang sesuai dari ASTM C94M.
Catatan rinci disimpan untuk mengidentifikasi jumlah adukan yang dihasilkan; proporsi bahan
yang digunakan; perkiraan lokasi pengecoran akhir pada struktur; serta waktu dan tanggal
pencampuran dan pengecoran (SNI 2847:2013).

7.4.3 Pengujian Beton Segar

Beton segar adalah campuran beton setelah selesai diaduk hingga beberapa saat,
dengan karakteristik belum berubah (SNI 2493:2011). Pengujiannya meliputi uji slum (SNI
1972:2008), berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton (SNI 1973:2008).

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 59


Kemudahaan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slumpnya yang indentik dengan
tingkat keplastisan beton. Nilai hasil uji slum digunakan dalam pekerjaan, perencanaan
campuran beton dan pengendalian mutu beton pada pelaksanaan pembetonan (SNI
1972:2008). Beton dengan nilai slump kurang dari 15 mm mungkin tidak cukup plastis dan
beton yang slumpnya lebih dari 230 mm mungkin tidak cukup kohesif untuk pengujian
menggunakan metode SNI 1972:2008. Slump beton merupakan penurunan ketinggian pada
pusat permukaan atas beton yang diukur segera setelah cetakan uji slump diangkat. Semakin
plastis beton akan semankin mudah untuk dikerjakan. Unsur-unsur yang mempengaruhinya
antara lain;

1. Jumlah air pencampur, semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan.
2. Kandungan semen, semakin banyak semen, jika FAS tetap kebutuhan air akan lebih
banyak artinya keplastisannyapun akan lebih tinggi,
3. Gradasi campuran pasir-kerikil, jika memenuhi syarat akan lebih mudah dikerjakan,
4. Bentuk butiran agregat kasar, jika agregat berbentuk bulat-bulat akan lebih mudah untuk
dikerjakan,
5. Butir maksimum,
6. Cara pemadatan dan alat pemadat.
Percobaan Slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan,
percobaan ini dilakukan dengan alat berbentuk kerucut terpancung, yang diameter atasnya
10 cm dan diameter bawahnya 20 cm dan tinggi 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk
mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diamater 16 mm sepanjang minimal 60 cm.
Indentifikasi slump, ada empat jenis; slum sejati, slump geser, slum runtuh, dan beton tanpa
slum yaitu nilai slumnya mendekati nol. Nilai slump tersebut digambarkan sebagai berikut
(Gambar 3.9)

Berat isi adalah berat per satuan volume. Berat isi teoritis beton biasanya ditentukan
di laboratorium, nilainya diasumsikan tetap untuk semua campuran yang dibuat dengan
komposisi dan bahan yang identik. Hal ini diperhitungkan dengan cara berat total material
dalam campuran (kg) dibagi dengan total volume absolut (m3). Berat isi teoritis beton (kg/m3)
dihitung pada keadaan bebas udara (SNI 1973:2008). Berat isi ( ) sesuai Persamaan 3.24,
dimana berat mold atau wadah ukur yang diisi beton dinyatakan dalam , kg, dikurangi
dengan berat mold atau berat wadah ukur, , kg, dibagi dengan volume mold ( ) dalam
m3.

60 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


(3.24)

Gambar 3.9: Berbagai Jenis Slum.

Wadah ukur yang digunakan berbentuk silinder, dapat terbuat dari baja atau logam
lain. Logam tidak boleh bereaksi terhadap pasta semen. Bagaimanapun, bahan reaktif seperti
aluminium mungkin dapat digunakan dimana terdapat konsekuensi pada reaksi inisial.
Permukaan film yang terbentuk akan melindungi logam dari serangan korosi.

Kapasitas minimum dari wadah silinder harus sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam Tabel 3.23 (SNI 1973:2008), berdasarkan pada ukuran agregat dalam beton
yang akan diuji. Semua wadah ukur, kecuali wadah ukur pada pengukur kadar udara (air
meter) yang digunakan pada pengujian TEST METHOD C 138, harus sesuai dengan persyaratan
TEST METHOD C 29/C 29M. Wadah ukur yang digunakan pada pengukur kadar udara (air
meter) harus sesuai dengan persyaratan TEST METHOD C 231, dan harus dikalibrasi untuk
volumenya sebagaimana dijelaskan pada TEST METHOD C 29/C 29M. Permukaan atas dari
wadah ukur pada pengukur kadar udara (air meter) harus mulus dan rata dalam batas 0,3
mm. Permukaan atas cukup datar jika 0.3 mm gage tidak dapat dimasukkan di antara bibir
gelas dan pelat kaca 6 mm atau lebih tebal diletakkan di bagian atas dari wadah. Penandaan
ukuran wadah ukur digunakan untuk pengujian beton dengan ukuran maksimum nominal
agregat yang sama atau lebih kecil dari yang tertera dalam Tabel 3.23.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 61


Tabel 3.23: Kapasitas wadah ukur
Ukuran maksimum agregat kasar, Kapasitas wadah ukur (liter),
mm (Inch) minimum
25 (1) 6
37,5 (1,5) 11
50 (2) 14
75 (3) 28
112 (4,5) 70
150 (6) 100

Sumber: SNI 1973:2008

Menghitung volume produksi campuran sesuai Persamaan 3.25 dengan adalah


berat isi beton, kg/m3 dan adalah berat total material dalam campuran, kg serta adalah
volume produksi campuran, m 3 adalah sebagai berikut

(3.25)

Contoh C3.6:
Tentukan berat isi beton jika ukuran maksimum agregat kasar dalam campuran beton
segar sebesar 37,5 mm yang dimasukan kedalam bejana (wadah ukur) dengan volume 12,566
liter. Diketahui berat bejana 4270 gram setelah dimasukan beton segar beratnya menjadi
34684 gram.

Penyelesaian:

Menghitung volume produksi campuran relatif menggunakan Persamaan 3.26,


dengan adalah perbandingan volume produksi campuran relatif dan adalah volume
produksi campuran, m3 serta adalah volume beton yang dirancang untuk diproduksi, m 3
adalah sebagai berikut

62 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


(3.26)

Contoh C3.7:
Jika volume produksi campuran, sebesar 3,5 m3 serta volume beton yang dirancang
untuk diproduksi, sebesar 3,6 m3. Tentukan volume produksi campuran relatifnya

Penyelesaian:

Nilai Ry yang lebih besar dari 1,00 menunjukkan suatu kelebihan beton yang
diproduksi sedangkan untuk nilai yang lebih kecil menunjukkan campuran kurang dari volume
desain. Menghitung kadar semen aktual sesuai Persamaan 3.27, dan kadar udara
menggunakan Persamaan 3.28, adalah sebagai berikut :

(3.27)

dengan : adalah kadar semen aktual, kg/m3 dan adalah berat semen dalam
campuran, kg serta adalah volume produksi campuran, m 3. Kadar udaranya adalah sebagai
berikut :

(3.28)

dengan : adalah kadar udara dalam beton (%), adalah berat isi beton, kg/m3,
adalah berat isi teoritis beton, kg/m3 dan adalah volume produksi campuran, m3 serta
adalah volume absolut total, m 3.

Contoh C3.8:
Hitung kadar semen aktualnya dan kadar udara dalam beton dari Contoh C3.7, jika
semen yang digunakan sebanyak 325 kg/m3 dan hasil rancangan secara teoritis berat isinya
2445 kg/m3.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 63


7.4.4 Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton

Pembuatan dan perawatan benda uji beton di lakukan di laboratorium atau di


lapangan. Pada laboratorium dilakukan di bawah pengendalian secara akurat. Terhadap
persyaratan bahan dan kondisi pengujian menggunakan beton yang dapat dipadatkan dengan
tongkat pemadat atau penggetar. Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium, yang diadopsi dari AASHTO T 126 01 (ASTM C 192/C 192 M-95), Standard
method of test for making and curing concrete test specimens in the laboratory tertuang
dalam SNI 2493:2011.

Tata cara pembuatan dan perawatan spesimen uji beton di lapangan (SNI 4810: 2013)
diadopsi identik dari ASTM C31, Standard practice for making and curing concrete test
specimens in the fieldyang digunakan sebagai acuan untuk pembuatan dan perawatan
spesimen silinder dan balok yang mewakili beton segar untuk suatu proyek konstruksi,
sehingga pada pelaksanaannya di lapangan mencapai kualitas yang tepat mutu.

Pengambilan contoh uji dari batch tunggal beton segar termuat dalam ASTM C 172,
dihindari pengambilan sampel pada adukan pertama atau terakhir untuk menjamin kualitas
beton yang akan diuji. Kebalikan dengan ASTM C 94 untuk menjamin keseragaman
pengadukan sampel beton segar maka sengaja sampel pertama dan terakhir bagian dari
batch. Secara khusus untuk pengambilan sampel dari mixer stasioner, paving mixer, truk
mixer atau agitasi, dan truk terbuka-top, truk non-agitasi dilakukan dengan cara tersendiri.
Instruksi khusus juga diberikan untuk pengambilan sampel beton yang mengandung besar
nominal agregat tertentu dan beton yang dilakukan dengan penyaringan basah.

7.4.5 Pengangkutan Beton

Beton harus diangkut dari alat pencampur ke tempat pengecoran akhir dengan
metoda yang dapat mencegah pemisahan (segregasi) atau tercecernya bahan. Peralatan
pengangkut tidak menyebabkan beton menjadi segregasi atau bleeding serta kehilangan
bahan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas campuran, yaitu perbandingan air
semen, slump, dan keseragaman adukan.

64 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Pengangkutan harus berlangsung dalam waktu tidakmelebihi dari 30 menit. Bila
pengangkutan dilakukan dengan truk pengangkut beton waktu pengangkutan tidak boleh
lebih dari 1,5 jam. Apabila diperlukan jangka waktu yang lebih panjang lagi, maka harus
dipakai bahan penghambat pengikatan beton (retarder admixture).

7.4.6 Pengecoran dan Pemadatan beton

Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya untuk menghindari terjadinya
segregasi akibat penanganan kembali atau segregasi akibat pengaliran. Kecepatan
pengecoran sedemikian rupa agar tetap dalam keadaan plastis dan dengan mudah dapat
mengisi ruang di antara tulangan. Beton yang telah mengeras sebagian atau telah
terkontaminasi oleh bahan lain tidak boleh dicor pada struktur termasuk penambahan air
atau beton yang telah dicampur ulang setelah pengikatan awal tidak boleh digunakan kecuali
bila disetujui oleh ahlinya. Pengecoran dilakukan secara menerus hingga mengisi secara
penuh panel atau penampang sampai batasnya, atau sambungan yang ditetapkan sesuai
ketentuan. Pada permukaan atas cetakan vertikal secara umum harus datar. Jika diperlukan
siar pelaksanaan, maka sambungan harus dibuat sesuai ketentuan dalam sambungan
konstruksi (Construction Joint)

Beton yang dipadatkan secara menyeluruh dengan menggunakan peralatan yang


sesuai selama pengecoran dan harus diupayakan mengisi sekeliling tulangan dan seluruh
celah dan masuk ke semua sudut cetakan.

Penggunaan alat pemadat dengan penggetar yang salah seperti digunakan untuk
mengalirkan beton ke tempat yang diinginkan akan menyebabkan terjadinya segregasi dan
timbulnya resiko terbentuk kantong kantong semen yang lemah, lubang lubang seperti
sarang lebah, lubang-lubang di permukaan yang terlalu banyak dan permukaan yang kotor.

Penusukan asal-asalan secara acak alat penggetar dengan berbagai sudut dan jarak
yang tidak teratur tanpa kedalaman yang cukup tidak menjamin diperolehnya hasil
pemaduan yang baik untuk kedua lapisan. Penggetaran berlebihan (terlalu lama) di tempat
tertentu menyebabkan segregasi dan hilangnya cairan dan penyusutan beton yang besar
sehingga terbentuklah kantong-kantong semen yang rapuh.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 65


Pemadatan yang baik dimana adukan beton dituang secara seragam setiap lapisan
dengan merata dan tidak tebal yang selanjutnya dipadatkan. Penusukan penggetar yang
posisinya tegak lurus dan beberapa cm ke lapisan sebelumnya (yang disyaratkan belum
mengeras) dengan jarak teratur dan sistematis akan memberi hasil pemandatan yang baik.

7.4.7 Segregation (Pemisahan Agregat Kasar)

Kecenderungan dari butir-butir kasar lepas dari campuran beton dinamakan segregasi,
hal ini akan menyebabkan sarang kerikil yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada
beton. Kecenderungan terjadinya segregasi ini disebabkan oleh; (1) campuran kurus atau
kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar ukuran maksimum >40 mm, dan (4) permukaan
butir agregat kasar, semakin besar kekasaran akan semakin mudah terjadi segregasi.

Kecenderungan terjadinya segregasi ini dapat dicegah dengan langkah antara lain: (1)
Tinggi jatuh diperpendek, (2) Air sesuai dengan syarat, (3) Kecukupan ruangan antara batang
tulangan dengan acuan, (4) Ukuran agregat sesuai dengan syarat, dan (5) Pemadatan yang
baik.

7.4.8 Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan pada beton yang baru dipadatkan
dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada
saat beton mengeras nantinya akan membentuk selaput (laitance). Penyebab dari bleeding
ini tergantung dari : (1) susunan butir agregat, jika komposisinya sesuai kemungkinan untuk
terjadinya bleeding kecil. (2) banyaknya air, semakin banyak air kemungkinan terjadinya
bleeding semakin besar. (3) kecepatan hidrasi, semakin cepat beton mengeras bleeding akan
kecil terjadi, dan (4) proses pemadatan, pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan
bleeding terjadi.

Bleeding ini dapat dikurangi dengan langkah-langkah sbb; (1) Memberi lebih banyak
semen, (2) Mengunakan air sesedikit mungkin, (3) Menggunakan butir halus lebih banyak,
dan (4) Memasukan sedikit udara dalam adukan untuk beton khusus.

66 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


7.5 Pengambilan Contoh Uji Beton Segar

Pengambilan contoh uji beton segar yang mewakili produk beton untuk menentukan
kualitas beton sesuai persyaratan. Pengambilan contoh uji mencakup beton segar yang
diproduksi dengan mesin pengaduk (mixer) stasioner, paving-mixer (penghampar) dan truk
pencampur, serta pengambilan dari peralatan pengangkut (agitator dan non-agitator truck)
yang digunakan untuk mengangkut beton yang dicampur secara terpusat (SNI 2458:2008).

Pengambilan contoh uji komposit bagian pertama dan terakhir diambil dalam selang
waktu tidak lebih dari 15 menit. Masing-masing contoh uji beton segar diangkut ke tempat
pengujian atau pada benda-benda uji yang dicetak. Contoh-contoh uji harus dikombinasikan
dan dicampur kembali dengan sekop sesuai waktu minimum yang disyaratkan uji slum dan
untuk menjamin keseragamannya. Uji slump atau uji kadar udara, atau keduanya, dilakukan
dalam 5 menit setelah memperoleh bagian akhir contoh uji komposit beton segar. Selesaikan
pengujianpengujian ini secara cepat dan efisien, baru mulai mencetak benda-benda uji untuk
pengujian kekuatan dalam waktu 15 menit setelah pengambilan contoh uji beton segar.
Pembuatan benda uji harus dilakukan secepat mungkin, selanjutnya lindungi benda uji
tersebut dari pengaruh matahari langsung, angin, dan pengaruh lain yang dapat menimbulkan
penguapan cepat, serta terjadinya kontaminasi yang dapat mempengaruhi mutu beton.

Tabel 3.24: Volume pengambilan contoh uji beton segar


Jenis pengujian Volume contoh uji (Liter)
Slump 12
Berat jenis 12
Kadar udara 12
Kuat tekan (3 buah contoh uji) 28
Kuat lentur (3 buah contoh uji) 28
Kuat tarik (3 buah contoh uji) 28
Modulus elastisitas (3 buah contoh uji 28

Volume contoh uji yang diperlukan untuk pengujian kekuatan minimum 28 hari sesuai
dengan Tabel 3.24. Prosedur pengambilan contoh uji dapat didasarkan atas beberapa faktor
yang akan menghasilkan contoh uji yang benar-benar mewakili (representatif) yaitu

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 67


pengambilan contoh uji dilakukan sebelum beton dipindahkan dari mixer ke alat angkut
menuju ke tempat pengecoran beton; dan pada setiap batch, contoh uji hanya boleh diambil
saat penuangan telah mencapai 10% dan sebelum mencapai 90%.

68 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


MATERI PEMBELAJARAN

Praktek Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar yang meliputi:


Perancangan Campuran Beton Normal; Tata Cara Pengadukan Beton Di laboratorium; Uji
Slam (Slump Test); Tata Cara Pembuatan Benda Uji dan Perawatan Di laboratorium;
Pemeriksaan Berat Isi & Bleeding Beton Segar; dan Pemeriksaan Kandungan Udara Beton
Segar.

1. Perancangan Campuran Beton Normal Sesuai SNI 7656:2012

Praktek perancangan campuran beton normal sesuai dengan ACI 211.1-91 Standar
practice for selecting proportion for normal, heavyweight, and mass concrete (SNI 7656:
2012). Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi 2.200 kg/m3 sampai dengan
2.500 kg/m3.

1.1 Bahan Penyusun Rancangan Beton

Beton terdiri dari agregat, semen hidrolis, air, dan boleh mengandung bahan bersifat
semen lainnya dan atau bahan tambahan kimia lainnya. Beton dapat mengandung sejumlah
rongga udara yang terperangkap atau dapat juga rongga udara yang sengaja dimasukkan
melalui penambahan bahan tambahan. Bahan tambahan kimia sering digunakan untuk
mempercepat, memperlambat, memperbaiki sifat kemudahan pengerjaan (workability),
mengurangi air pencampur, menambah kekuatan, atau mengubah sifat-sifat lain dari beton
yang dihasilkan (SNI 7656: 2012). Beberapa bahan bersifat semen seperti abu terbang,
pozolan alam / tras, tepung terak tanur tinggi dan serbuk silika dapat digunakan bersama-
sama dengan semen hidrolis untuk menekan harga atau untuk memberikan sifat-sifat
tertentu seperti misalnya untuk mengurangi panas hidrasi awal, menambah perkembangan
kekuatan akhir, atau menambah daya tahan terhadap reaksi alkali-agregat atau serangan
sulfat, menambah kerapatan, dan ketahanan terhadap masuknya larutan-larutan perusak.

1.1.1 Bahan Semen

Bahan pengikat hidrolis yang digunakan berupa Semen Portland (SNI 15-2049-2004),
Semen Portland Pozzolan (SNI 150302-2004), Semen Portland Komposit (SNI 15-7064-2004),

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 69


dan Semen Portland Campur (SNI 15-3500-2004). SNI 7656 memberikan perkiraan awal
pemilihan campuran yang diperiksa lebih lanjut dengan percobaan di laboratorium atau
lapangan, dan jika perlu disesuaikan, untuk mendapatkan karakteristik atau sifat-sifat khusus
yang diinginkan dari beton yang akan dihasilkan.

Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan
dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang pentingdalam reaksi kimia tersebut,
tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahan-perubahan
volume beton setelah selesai pengadukan, dan juga dapat memperbaiki keawetan dari beton
yang dikerjakan (Mulyono, 2014).

Semen portland adalah suatu bahan konstruksi yang paling banyak di gunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, Semen portland di definisikan sebagai semen
hidrolik yang di hasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan
yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen portland merupakan semen
yang umumnya digunakan untuk pekerjaan beton.

Semen portland di buat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium dan aluminium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan
bahan tambahan berupa satu atau lebih kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah
dengan bahan tambahan lain. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta
yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenis yang dihasilkan
sekitar antara 3.12 dan 3.16 dan berat volume sekitar 1500 kg/cm3. (Nawy,1985). Bahan
utama pembentuk semen portland yaitu kapur (CaO), Silika (SiO3), Alumina (Al2O3) dan di
tambah sedikit prosentase dari magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali, serta untuk
mengontrol komposisinya terkadang ditambahkan oxida besi. Untuk mengatur waktu ikat
semen di tambahkan gipsum (CaSO4.2H2O).

Jenis semen portland (SNI 15-2049-2004)adalah sebagai berikut:

1. Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2. Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

70 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


3. Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan
tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat
Semen portland pozzolan semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen
antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker
semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk semen
portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan mencampur, dimana
kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland pozolan (SNI 15-0302-2004;
ASTM C 595-03, 2003).

Pozolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan alumina, yang
tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan
dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida
pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen .

Jenis dan penggunaan (SNI 15-0302-2004) adalah:

1. Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
semua tujuan pembuatan adukan beton.
2. Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk semua
tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan panas
hidrasi sedang.
3. Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.
4. Jenis P-K yaitu semen porland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta
untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah.
Semen portland komposit adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan antara satu
atau lebih vahan organik bersamasama terak semen portland dan gips, atau hasil
pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Bahan
anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace slag), pozzolan, senyawa
silikat, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6% - 35% dari massa semen portland
komposit (SNI 15-7064-2004).

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 71


1.1.2 Air Pencampur

Air yang dapat di minum umumnya dapat di pergunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula,
atau bahan kimia lainnya, bila di pakai dalam campuran beton akan menyebabkan penurunan
kwalitas beton yang di hasilkan dan juga akan mengubah sifat-sifat beton yang di buat. Karena
karakter pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan
perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang di tinjau, tetapi hanya
perbandingan antara air dengan semen saja atau biasa di sebut faktor air semen (water
cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah
proses hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi
seluruhnya tidak akan tercapai, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kekuatan mutu
beton yang tidak akan tercapai. Untuk itu air yang di pakai jika tidak memenuhi syarat mutu,
umumnya kekuatan pada umur 7 hari atau 28 hari, jika di bandingkan dengan kekuatan mutu
beton yang menggunakan air standar/suling tidak kurang dari 90%. (SNI 2847:2013; SNI
7974:2013).

Sumber air yang dapat di gunakan dapat berasal dari air tawar (sungai, danau, telaga,
kolam, situ, dan lainnya), air laut ataupun air limbah asalkan memenuhi syarat mutu yang
telah di tetapkan. Air tawar yang dapat di minum umumnya dapat di gunakan sebagai
campuran beton, namun jika tidak harus memenuhi syarat mutu kualitas air. Air laut umunya
mengandung 3.5% larutan garam, sekitar 78% adalah sodium klorida dan 15% merupakan
magnesium klorida. Adanya garam-garaman dalam air laut ini akan mengurangi kwalitas dari
beton sampai dengan 20%. Air laut tidak boleh di gunakan sebagai bahan campuran beton
pra-tegang ataupun beton bertulang, karena resiko terhadap karat lebih besar. Air buangan
industri yang mengandung asam alkali tidak boleh di gunakan. Sumber-sumber air yang ada
antara lain: Air yang Terdapat di Udara; Air Hujan; Air Tanah; Air Permukaan; dan Air Laut.

Syarat Umum Air yang di gunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh
mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton
atau tulangan. Sebaiknya di pakai air tawar yang dapat di minum. Air yang digunakan dalam
pembuatan beton pratekan dan beton yang di dalamnya akan tertanam logam almunium,
termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung sejumlah ion

72 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


klorida dalam jumlah yang membahayakan (ACI 318-89:2-2). Untuk perlindungan terhadap
korosi, jumlah konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah
mengeras pada umur 28 hari yang di dapat dari bahan campura termasuk air, agregat, bahan
bersemen dan bahan campuran tambahan tidak boleh melampaui nilai batas di berikan.

1.1.3 Agregat Pengisi Beton

Agregat yang digunakan sebagai campuran pengisi beton telah dilakukan


pemeriksaan dan memenuhi syarat mutu. Pemeriksaan mutu agregat di maksudkan untuk
mendapatkan suatu bahan-bahan campurean beton yang memenuhi syarat, sehingga beton
yang di hasilkan nantinya sesuai dengan yang di harapkan. Syarat Mutu di Indonesia
umumnya untuk Agregat Normal Menurut SNI dan Menurut ASTM C.33. Sifat-sifat fisik dari
tipikal agregat atau mutu dan cara uji agregat yang digunakan untuk beton normal sesuai SNI

1750 atau ACI E-701-07 (American Concrete Institute, August 2007) sesuai Tabel 3.25 berikut:

Tabel 3.25: Sifat fisik dari Agregat Normal untuk Beton


Sifat dan Karakteristik (Standar Pengujian) Nilai
Modulus halus butir (SNI 03-1968-1990) 2.0 sampai 3.3
Ukuran maksimum agregat kasar (SNI 03-1968-1990 9.5 sampai 37.5 mm
Penyerapan (Absorption) (SNI 1969:2008; SNI 1970: 2008) 0.5 sampai 4%
Berat jenis kering jenuh kering permukaan (SNI 1969:2008; SNI 1970: 2008) 2.30 sampai 2.90
Berat Isi (SNI 03-4804-1998) 1280 to 1920 kg/m3
Kadar air jenuh kering permukaan (SNI 03 1971 1990)
Agregat Kasar 0 to 2%
Agregat halus 0 to 10%
Sumber: (American Concrete Institute, August 2007), ACI Education Bulletin E1-07 dan SNI

1.1.4 Bahan Tambah Campuran Beton

Bahan tambah didefinisikan dalam Standard Definitions of Terminology Relating to


Concrete and Concrete Aggregates, (ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete
Terminology, ACI SP-19 sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang
dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan
berlangsung. Pengertiannya menurut SNI bahan tambahan adalah bahan berupa bubukan
atau cairan, yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama pengadukan dalam jumlah
tertentu untuk merubah beberapa sifatnya (SNI 03-2495-1991). Bahan tambah kimia harus

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 73


memenuhi syarat yang diberikan d Standard Spesification for Chemical
Admixture for Concrete

Definisi Bahan Tambah; menurut ACI Committee 212.1R-81 (Revised 1986) yang
diselalu diperbaiki sejak 1944, 2954, 1963, 1971, dan terakhir dalam (ACI CT-13, 2013) jenis
bahan tambah untuk beton dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu: accelerating, air-
entraining, water reducer and set-controling, finely devided mineral dan mescellaneous.

Jenis Bahan Tambah dapat dikelompokan menjadi dua yaitu bahan tambah kimia dan
mineral. Bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang
bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau
saat pelaksanaan pengecoran (placing) sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat
mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Jenisnya sesuai Tabel 3.26.

Tabel 3.26: Jenis Bahan Tambahan Campuran Beton


Bahan tambah mineral (mineral admixture) Bahan tambah kimia (chemical admixture)
Abu terbang (fly ash) dan pozolan (SNI Pengurang air (water-reducing)
2460:2014) Penunda pengikatan (set-retarding)
Mikrosilika (silicafume) Pemercepat pengikatan (accelerating)
Slag (GGBFS) Superplasticizers
Kombinasi dari tipe-tipe tersebut
Penambah gelembung udara atau air-
entrainment (SNI 2496:2008)

1.2 Data Rancangan Beton

Data dari bahan-bahan yang akan digunakan untuk penentuan proporsi campuran
didapatkan dari hasil uji bahan beton sesuai Tabel 3.27 berikut:

Tabel 3.27: Data Rancangan


Deskripsi Buku/Materi
Kadar air agregat Buku 2/Praktek 1
Berat isi agregat Buku 2/Praktek 5
Berat jenis, penyerapan air agregat halus Buku 2/Praktek 6
Berat jenis, penyerapan air agregat kasar Buku 2/Praktek 7
Analisa ayak (gradasi) agregat halus dan agregat kasar Buku 2/Praktek 8
Berat jenis semen atau bahan bersifat semen lainnya bila Buku 1/Praktek 1
digunakan

74 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Deskripsi Buku/Materi
Air pencampur yang dibutuhkan beton berdasarkan Buku 1/Praktek 2, 3, 4, 5
pengalaman dengan menggunakan agregat yang ada
Hubungan antara kekuatan dan rasio air-semen atau rasio air Buku 1/Praktek 5
terhadap semen+bahan bersifat semen lainnya
Persyaratan Agregat (bebas dari zat-zat yang merusak) Buku 2/Praktek 2, 3, 4

1.3 Prosedur Rancangan Campuran Beton

Karakteristik dari beton yang dipersyaratkan dalam spesifikasi untuk menentukan


proporsi campuran tiap meter kubik campuran beton, dilakukan secara berurutan (ACI
211.4R-08; SNI 7656: 2012), dengan diagram alir seperi Gambar 3.10

Gambar 3.10: Diagram Alir Rancangan Campuran Beton Normal

1.3.1 Langkah 1: Menentukan Nilai Slum

Rancangan campuran yang tidak mensyaratkan nilai slump, dapat menggunakan Tabel
3.9. Rentang nilai slump tersebut berlaku bila beton dipadatkan dengan digetar. Nilai slum
didapatkan dari jenis konstruksi yang akan menggunakan beton.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 75


1.3.2 Langkah 2: Pemilihan Ukuran Besar Butir Agregat Maksimum

Ukuran nominal agregat kasar maksimum dengan gradasi yang baik memiliki rongga
udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan agregat berukuran lebih kecil. Dengan
demikian, beton dengan agregat berukuran lebih besar membutuhkan lebih sedikit adukan
mortar per satuan isi beton. Butir agregat maksimum didapatkan dari hasil analisis gradasi
agregat atau ditetapkan.

1.3.3 Langkah 3: Perkiraan Air Pencampur Dan Kandungan Udara

Banyaknya air untuk tiap satuan isi beton yang dibutuhkan agar menghasilkan slump
tertentu tergantung pada ukuran nominal maksimum, bentuk partikel dan gradasi agregat;
Temperatur beton; Perkiraan kadar udara, dan; Penggunaan bahan tambahan kimia.

Slump tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah semen atau bahan bersifat semen lainnya
dalam tingkat pemakaian yang normal, penggunaan sedikit bahan tambahan mineral yang
halus dapat mengurangi kebutuhan air, perkiraan kebutuhan air untuk beberapa ukuran
agregat dan target nilai slump yang diinginkan sesuai Tabel 3.15.

1.3.4 Langkah 4: Pemilihan Rasio Air-Semen Atau Rasio Air-Bahan Bersifat Semen

Rasio w/c atau w/(c+p) yang diperlukan tidak hanya ditentukan oleh syarat kekuatan,
tetapi juga oleh beberapa faktor diantaranya oleh keawetan. Oleh karena agregat, semen,
dan bahan bersifat semen yang berbeda-beda umumnya menghasilkan kekuatan yang
berbeda untuk rasio w/c atau w/(c+p) yang sama, sangat dibutuhkan adanya hubungan
antara kekuatan dengan w/c atau w/(c+p) dari bahan-bahan yang sebenarnya akan dipakai.
Bila data ini tidak ada, maka perkiraan dan nilai lama dari beton yang menggunakan semen
Portland tipe I, diberikan dalam Tabel 3.19 dan pada tingkat pemaparan yang sangat buruk,
w/c atau w/(c+p) harus dipertahankan tetap rendah sekalipun persyaratan kekuatan mungkin
dicapai dengan nilai lebih tinggi nilainya diambil dari Tabel 3.20.

Nilai rasio semen-air didapatkan dari data kekuatan beton umur 28 hari, MPa dan
rencana beton tanpa atau dengan tambahan udara dalam Beton. Pendekatan lainnya dapat
menggunakan SNI 2847:2013 yang memperhitungkan kuat tekan perlu dan deviasi standar
hasil uji.

76 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


1.3.5 Langkah 5: Perhitungan Kadar Semen

Banyaknya semen untuk tiap satuan volume beton diperoleh dari nilai di langkah 3
perkiraan kebutuhan air pencampur dan dibagi dengan langkah 4 rasio air-semen. Jika
persyaratannya memasukkan pembatasan pemakaian semen minimum secara terpisah selain
dari persyaratan kekuatan dan keawetan, campuran haruslah didasarkan pada kriteria
apapun yang mengarah pada pemakaian semen yang lebih banyak. Penggunaan bahan
pozolanik atau bahan tambahan kimia akan mempengaruhi sifat-sifat dari beton baik beton
segar maupun beton yang telah mengeras dan penghitungannya masuk dalam kadar semen.

1.3.6 Langkah 6: Perkiraan Kadar Agregat Kasar

Agregat dengan ukuran nominal maksimum dan gradasi yang sama akan
menghasilkan beton dengan sifat pengerjaan yang memuaskan bila sejumlah tertentu volume
agregat (kondisi kering oven) dipakai untuk tiap satuan volume beton. Volume agregat kasar
per satuan volume beton dapat diperkirakan dari Tabel 3.21 atau Gambar 3.6, atau dilakukan
perhitungan secara analitis atau grafis.

Nilai perkiraan kadar agregat kasar didapatkan dari data ukuran maksimum agregat
dan modulus kehalusan dari agregat halus yang digunakan.

1.3.7 Langkah 7: Perkiraan Kadar Agregat Halus

Agregat halus didapatkan dari perkiraan awal berat beton segar dengan data ukuran
nominal maksimum agregat (mm) dan penggunaan tanpa tambahan udara atau tidak dalam
beton menggunakan Tabel 3.22 atau Gambar 3.7. Nilainya didapatkan dengan mengurangkan
berat semen dan air pada berat isi perkiraan beton segar.

1.3.8 Langkah 8: Penyesuaian Terhadap Kelembaban Agregat

Jumlah agregat yang harus ditimbang untuk beton harus memperhitungkan


banyaknya kandungan air yang terserap dalam agregat yang didapatkan dari hasil pengujian
kadar air. Banyaknya air pencampuran yang harus ditambahkan ke dalam campuran haruslah
dikurangi sebanyak air bebas yang didapat dari agregat, yaitu jumlah air dikurangi air terserap
yang didapatkan dari hasil uji berat jenis dan penyerapan agregat. Penyesuaian menggunakan
Persamaan 3.18, 3.19 dan 3.20

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 77


1.3.9 Langkah 9: Proporsi Campuran Percobaan

Campuran percobaan di laboratorium, akan lebih mudah bila berat campuran tersebut
diperkecil dalam volume tertentu sesuai kapasitas alat adukan atau sesuai volume benda uji
yang akan dibuat. Pertimbangan terhadap kemudahan pekerjaan diperhitungkan.

1.3.10 Langkah 10: Penyesuaian Proporsi Campuran

Penyesuaian susunan campuran yang ditentukan atas dasar volume absolut.

Contoh C3.9:
Rancanglah campuran beton dengan data sebagai berikut:

1. Struktur beton akan digunakan untuk struktur di bawah permukaan tanah


(Pondasi Tapak) pada lokasi yang tidak akan terpapar pada cuaca terlalu buruk
atau serangan sulfat.
2. Pemadatan beton dikerjakan secara manual dengan menggunakan tangan.
3. Syarat kekuatan tekan rencana pada umur 28 hari sebesar 25 MPa dengan
bagian yang cacat 5 % dan data deviasi standar (penyimpangan) beton tidak
tersedia.
4. Ukuran nominal agregat maksimum 37,5 mm hasil uji ayakan memberikan
Modulus halus butir agregat kasar 6,25 dan agregat halus 2,75
5. Berat jenis pada kondisi jenuh kering permukaan dan penyerapan agregat
halus sebesar 2,65 dan 0,85%.
6. Berat jenis pada kondisi jenuh kering permukaan dan penyerapan agregat
kasar hasil uji sebesar 2,675 dan 0,65%.
7. Hasil uji kadar air agregat halus sebesar 2,62% dan agregat kasar 1,05%.
8. Hasil uji berat kering oven agregat halus 1625 kg/m3 dan agregat kasar adalah
1585 kg/m3
9. Semen yang digunakan adalah semen tanpa tambahan udara Tipe 1 dengan
hasil uji berat jenis sebesar 3,125.
10. Air menggunakan potable water (air yang dapat diminum) dengan berat jenis
air sebesar 1.
11. Kandungan organis dalam pasir 2%, lumpur 2,5% dan butir yang lolos #200
sebesar 1,75%.

Penyelesaian:
Langkah 1: Menentukan nilai slum
Menggunakan Tabel 3.9, untuk struktur di bawah permukaan tanah (Pondasi Tapak)
pada lokasi yang tidak akan terpapar pada cuaca terlalu buruk atau serangan sulfat. Nilai Slum
Minimum 25 mm dan Maksimum 75 mm. Untuk beton dikerjakan secara manual dengan

78 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


pencampuran menggunakan tangan Slump boleh ditambah 25 mm sehingga nilai slum 50 mm
100 mm.

Langkah 2: Pemilihan ukuran besar butir agregat maksimum


Agregat yang digunakan memiliki ukuran nominal maksimum 37,5 mm

Langkah 3: Perkiraan air pencampur dan kandungan udara


Beton yang dibuat adalah beton tanpa tambahan udara, karena strukturnya tidak akan
terkena pemaparan tingkat berat. Perkiraan kebutuhan air untuk besar butir agregat
maksimum yang dipakai 37,5 mm dan target nilai slump 100 mm (75 mm 100 mm) sesuai
Tabel 3.15 untuk didapatkan Perkiraan kebutuhan air 181 kg/m3.

Langkah 4: Pemilihan rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat semen


Syarat kekuatan tekan rencana pada umur 28 hari sebesar 25 MPa dengan bagian yang
cacat 5 % dan data deviasi standar (penyimpangan) beton tidak tersedia diambil dari Tabel
3.3. Untuk kuat tekan , maka kuat tekan rata rata
perlu sebesar (SNI 2847:2013).

Menggunakan semen Portland tipe I untuk beton tanpa kandungan udara, diberikan
dalam Tabel 3.19 didapatkan untuk Kekuatan Tekan umur 28 hari sebesar 35 MPa Rasio

material air semen berdasarkan berat sebesar 0,47 dan untuk ,

, sehingga untuk diinterpolasikan.

Langkah 5: Perhitungan kadar semen


banyaknya kadar semen adalah , Perkiraan kebutuhan air beton, dan adalah
Rasio material air semen

Langkah 6: Perkiraan kadar agregat kasar


Banyaknya agregat kasar diperkirakan menggunakan dari Tabel 3.21 atau Gambar 3.6.
Agregat halus dengan modulus kehalusan 2,6 dengan ukuran nominal maksimum 37,5 mm

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 79


memberikan angka sebesar 0,73 m3 untuk setiap m3 beton serta untuk MHB 2,8 dan
maksimum 37,5 mm sebesar 0,71. Menggunakan interpolasi didapatkan untuk MHB 2,75 dan
agregat kasar dengan ukuran nominal maksimum 37,5 mm memberikan angka sebesar

Hasil uji berat kering oven agregat kasar adalah 1585 kg/m3, dengan demikian, berat
keringnya,

Langkah 7: Perkiraan kadar agregat halus


Banyaknya agregat halus dapat ditentukan berdasarkan berat atau volume absolut
sebagai berikut:

Menggunakan perhitungan massa (berat)


Menggunakan Tabel 3.22 atau Gambar 3.7, massa 1 m3 beton tanpa tambahan udara
yang dibuat dengan agregat berukuran nominal maksimum 37,5 mm, diperkirakan sebesar
2410 kg.

Campuran percobaan pertama, pengaturan pasti nilai ini akibat adanya perbedaan
slump, faktor semen, dan berat jenis agregat tidaklah begitu penting. Berat (massa) yang
sudah diketahui hasil hitungan sebelumnya untuk satu meter kubik adalah

Air (berat bersih) = 181 kg

Semen = 362 kg

Agregat kasar = 1133 kg

Jumlah = 1676 kg

Didapatkan berat agregat halus = 2410 1676 = 734 kg.

Menggunakan perhitungan volume absoulut


Perkiraan adanya udara terperangkap sebesar 1 persen diberikan pada Tabel 3.15.
sebesar 1%.

80 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Jumlah total (tidak termasuk agregat halus) =

Volume agregat halus dibutuhkan =

Berat agregat halus kering yang dibutuhkan =

Hasil hitungan campuran Tabel C3.2 berikut.

Tabel C3.2: Hasil hitungan campuran


Berdasarkan perkiraan
Berdasarkan perkiraan massa
Bahan Campuran volume absolut bahan-bahan,
beton, kg
kg
Semen 362 362
Air 181 181
Agregat Halus (kering) 734 742
Agregat Kasar (kering) 1133 1133
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2410 2418

Langkah 8: Penyesuaian terhadap kelembaban agregat


Data pengujian memberikan nilai hasil uji kadar air dan penyerapan agregat halus
sebesar 2,62% dan agregat kasar 1,05%. Berat jenis pada kondisi jenuh kering permukaan
dan penyerapan agregat kasar hasil uji sebesar 2,675 dan 0,65%. berat jenis pada kondisi
jenuh kering permukaan dan penyerapan agregat halus sebesar 2,65 dan 0,85%.

Air yang diserap tidak menjadi bagian dari air pencampur dan harus dikeluarkan dari
penyesuaian dalam air yang ditambahkan. Jika proporsi campuran percobaan dengan
anggapan berat (massa) beton yang digunakan, maka berat (massa) penyesuaian
menggunakan Persamaan 3.18, 3.19 dan 3.20, dengan data

Jumlah air bebas

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 81


Jumlah agregat halus
Jumlah agregat kasar
Kandungan air pada agregat halus
Kandungan air pada agregat kasar
Penyerapan pada agregat halus,
Penyerapan pada agregat kasar,
maka air pada permukaan yang diberikan dari agregat pada kondisi basah menjadi:

Kebutuhan perkiraan air yang ditambahkan:

Perkiraan terkoreksi hitungan campuran seperti Tabel C3.3 berikut.

Tabel C3.3: Koreksi campuran berdasarkan berat


Berdasarkan perkiraan massa
Bahan Campuran Hitungan
beton, kg
Semen 362 362
Air (ditambahkan dari agregat) 181 - (12,99 + 4,53) 163
Agregat Halus (Basah) 734 + 19,23 753
Agregat Kasar (Basah) 1133 + 11,90 1145
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2410 2424

Langkah 9: Proporsi Campuran Percobaan dengan Berat Massa beton


Campuran percobaan di laboratorium untuk pembuatan benda uji silinder
berpasangan dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebesar 0,0101603 m3.
Sehingga volumenya dihitung dengan perbandingan, didapatkan seperti Tabel C3.4 berikut.

82 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Tabel C3.4: Proporsi campuran percobaan berdasarkan berat
Proporsi Percobaan Berdasarkan
Bahan Campuran Hitungan
perkiraan massa beton, kg
Semen 362 x 0,0101603 3,84
Air (ditambahkan dari agregat) 167 x 0,0101603 1,73
Agregat Halus (Basah) 753 x 0,0101603 7,98
Agregat Kasar (Basah) 1145 x 0,0101603 12,15
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2424 x 0,0101603 25,74

Langkah 10.1: PenyesuaianProporsi Campuran Percobaan dengan Berat Massa beton


Hasil proporsi untuk 0,0101603 m3 disesuaikan dengan kondisi agregat, yaitu Tabel C3.5
berikut.

Tabel C3.5: Penyesuaian Proporsi Campuran Percobaan


Proporsi Percobaan Berdasarkan
Bahan Campuran Hitungan
perkiraan massa beton, kg
Semen 362 x 0,0101603 3,84
Air (ditambahkan dari agregat) 167* x 0,0101603 1,77
Agregat Halus (Basah) 753 x 0,0101603 7,98
Agregat Kasar (Basah) 1145 x 0,0101603 12,15
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2424 x 0,0101603 25,74

* Prosedur pembuatan campuran percobaan di laboratorium mengijinkan mencampur agregat dalam kondisi
kering udara (SSD), bila penyerapannya kurang dari 1,0 % dengan kemungkinan diserapnya air dari beton
yang belum menjalani proses pengikatan (unset concrete). Disarankan (SNI 2493:2011) bahwa jumlah yang
diserap dapat dianggap sebesar 80% dari perbedaan antara jumlah air sebenarnya yang terdapat dalam
pori-pori agregat (kondisi kering udara) dan penyerapan jumlah nominal 24 jam yang ditentukan (SNI
1969:2008; SNI 1970: 2008). Untuk agregat dengan penyerapan lebih besar, (SNI 2493:2011) mensyaratkan
pengondisian sebelumnya untuk memenuhi syarat penyerapan dengan pengaturan berat agregat yang
didasarkan pada jumlah kadar air dan pengaturan termasuk air permukaan sebagai bagian dari air
pencampur yang disyaratkan. Perkiraan kebutuhan air target nilai slump dinaikan 25 mm maka perkiraan
kebutuhan air agar campuran mudah dikerjakan menjadi

Proporsi air

Beton memiliki slump yang diukur sebesar 50 mm dan bobot isi 2390 kg/m 3 dianggap
memuaskan dari sudut pandang sifat pengerjaan dan penyelesaian akhir. Untuk memberikan
hasil yang sesuai, dibuatlah penyesuaian untuk campuran percobaan seberat 25,70 dengan
volume yaitu:

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 83


kadar air pencampur adalah 1,77 (yang ditambahkan) + (air pada agregat kasar) + (air
pada agregat halus)

air pada agregat kasar =

air pada agregat halus =

Jumlah =

Maka banyaknya air pencampur untuk tiap satu m3 beton dengan slump yang sama
adalah

Setiap perbedaan air pencampur 5 kg dengan slump slump (75 100) mm sesuai Tabel
3.9, koreksi berat tiap m3 sebanyak 8 kg pada arah berlawanan. Perbedaan air pencampur
(182 181) = 1 kg, sehingga jumlah ini tidak harus ditambah untuk menaikkan slump yang
terukur dari 50 mm menjadi 75 mm sampai dengan 100 mm seperti yang diinginkan.

Rasio air-semen maka kadar semen yang baru menjadi =

Karena sifat pengerjaan ternyata cukup memuaskan, jumlah agregat kasar per satuan
volume beton akan dipertahankan sama seperti dalam campuran percobaan. Banyaknya
agregat kasar adalah

Pada kondisi kering berat agregat dimana kadar air agregat kasar sebesar 1,05%

Pada kondisi jenuh permukaan kering (SSD)

Perkiraan baru untuk berat (massa) dari satu m 3 beton adalah bobot isi sebesar 2390
kg/m3, didapatkan berat agregat halus kondisi jenuh kering permukaan:

84 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Pada kondisi kering =

berat campuran per satu m3 beton adalah Tabel C3.6 berikut.

Tabel C3.6: berat campuran per satu m3 beton hasil penyesuaian


Semen 363 kg
Air (berat bersih) 182 kg
Agregat Halus (Kondisi kering) 715 kg
Agregat Kasar (Kondisi kering) 1116 kg
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2377 kg

Langkah 10.2: PenyesuaianProporsi Campuran Percobaan dengan Volume Absolut beton


Hasil proporsi untuk 0,0101603 m3 disesuaikan dengan kondisi agregat dengan cara yang
sama, yaitu adalah Tabel C3.7 berikut.

Tabel C3.7: Proporsi campuran percobaan Berdasarkan perkiraan Volume Absolut


Proporsi Percobaan Berdasarkan
Bahan Campuran Hitungan
perkiraan Volume Absolut beton, kg
Semen 362 x 0,0101603 3,84
Air (ditambahkan dari agregat) 167* x 0,0101603 1,77
Agregat Halus (Basah) 742 x 0,0101603 7,98
Agregat Kasar (Basah) 1145 x 0,0101603 12,15
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2424 x 0,0101603 25,74

Proporsi air

Slump diukur 50 mm; massa satuan 2390 kg/m 3; menghasilkan 25,74/2390 = 0,010770 m3;
sifat pengerjaan memenuhi syarat

Perkiraan jumlah air yang diperlukan untuk slump yang sama dengan campuran percobaan
adalah

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 85


Air pencampur untuk mendapatkan slump 75 mm sampai dengan 100 mm sesuai
Tabel 3.9, koreksi berat tiap m 3 sebanyak 8 kg pada arah berlawanan dengan selisih (182-181)
= 1 kg, sehingga tidak perlu ditambahkan air.

Penyesuaian kadar semen untuk air 182 dengan FAS = 0,5

Kebutuhan agregat kasar yang disesuaikan

Perkiraan baru untuk berat (massa) dari satu m 3 beton adalah bobot isi sebesar 2390
kg/m3, didapatkan berat agregat halus kondisi jenuh kering permukaan:

Pada kondisi kering =

berat campuran per satu m3 beton adalah seperti Tabel C3.8 dan Volume bahan-bahan selain
udara dalam campuran percobaan awal seperti Tabel C3.9 berikut.

Tabel C3.8: berat campuran per satu m3 beton berdasarkan volume absolut
Semen 363 kg
Air (berat bersih) 182 kg
Agregat Halus (Kondisi kering) 718 kg
Agregat Kasar (Kondisi kering) 1116 kg
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2379 kg

Tabel C3.9: Volume bahan-bahan selain udara dalam campuran percobaan awal
Semen 3,84/(3,125 x 1000) 0,001229 m3
Air (berat bersih) 1,77/1000 0,001770 m3
Agregat Halus (Kondisi kering) 7,98/(2,65 x 1000) 0,003011 m3

86 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Penyerapan air (%) 0,85 0,65
Berat Isi kering oven (kg/m3) 1625 1585
Ukuran nominal maksimum, mm 37,5
Kandungan organis dalam pasir (%) 2
Kandungan lumpur dalam pasir (%) 2,5
Butir lolos No.200 (%) 1,75
*Coret salah satu
Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
1 Menentukan Nilai Slum Ditetapkan atau dari Min. 75
Tabel 3.9 Maks. 100
2 Pemilihan ukuran besar butir agregat Ditetapkan atau dari 37,5
maksimum hasil analisa gradasi
3 Perkiraan air pencampur dan kandungan Gambar 3.2 dan
udara Tabel 3.15
3.1 Kandungan udara dalam beton Tanpa tambahan
udara/dengan
tambahan udara*
3.2 Kebutuhan air Tabel 3.15 181
3.3 Perkiraan kandungan udara dalam beton Gambar 3.2 dan -
Tabel 3.15
4 Pemilihan rasio air-semen atau rasio air- Tabel 3.19 atau
bahan bersifat semen Tabel 3.20
4.1 Kuat Tekan Rencana Data 25
4.2 data deviasi standar (penyimpangan) Tidak Tersedia data
Jika data tersedia, Data -
Jumlah data Data -
4.3 Kuat Tekan Rencana Perlu jika ada N/A
data standar deviasi
Untuk (SNI 2847:2013)
Persamaan 3.5 N/a
Persamaan 3.6 N/a
Untuk (SNI 2847:2013)
Persamaan 3.7 N/a
Persamaan 3.8 N/a
4.4 Kuat Tekan Rencana Perlu jika tidak
ada data standar deviasi
Untuk ;

88 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
Persamaan 3.2 N/a -
Untuk ;
Persamaan 3.3 33,3
Untuk ;
Persamaan 3.4 N/a -
4.5 Rasio Air-Semen Tabel 3.19

0,50

5 Perhitungan kadar semen Langkah (3)/(4) 362


6 Perkiraan kadar agregat kasar Tabel 3.21 atau
Gambar 3.6
6.1 Modulus halus butir agregat halus Data 2,75
6.2 Butir maksimum agregat Data 37,5
6.3 Volume agregat kasar kering oven per
satuan volume beton untuk

Hitung 0,715

6.4 berat isi kering oven agregat kasar Data 1585


6.5 berat kering oven agregat kasar Langkah (6.3) x (6.4) 1133
7 Perkiraan kadar agregat halus
7.1 Perkiraan Berat Isi Beton Segar Tabel 3.22 atau 2410
Gambar 3.7
7.2 Berat Agregat halus hitungan berat Langkah
(massa) (7.1) - (3)-(5)-(6.5) 734
7.3 Berat Agregat halus hitungan Volume
Absolut
7.3.1 hitung 0,181

7.3.2 hitung 0,116

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 89


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
7.3.3 hitung 0,424

7.3.4 hitung 0,01


7.3.5 hitung 0,28

7.3.6 Berat Agregat Halus hitungan volume


absolut
hitung 742
7.4 Hasil hitungan berdasarkan berat
Semen Langkah 5 362
Air Langkah 3.2 181
Ageragat Halus Langkah 7.2 734
Agregat Kasar Langkah 6.5 1133
Jumlah 2410
7.5 Hasil hitungan berdasarkan volume
absolut
Semen Langkah 5 362
Air Langkah 3.2 181
Ageragat Halus Langkah 7.3.6 742
Agregat Kasar Langkah 6.5 1133
Jumlah 2418
8 Penyesuaian terhadap kelembaban
agregat dengan hitungan berat (massa)
Jumlah air bebas Langkah 3.2 181
Jumlah agregat halus Langkah 7.2 734
Jumlah agregat kasar Langkah 6.5 1133
Kandungan air pada agregat halus Data 2,62
Penyerapan pada agregat halus, Data 0,85
Kandungan air pada agregat kasar Data 1,05
Penyerapan pada agregat kasar, Data 0,65
8.1 air pada permukaan yang diberikan dari
agregat pada kondisi basah

90 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
agregat halus Hitung 753
hitung 1145
Agregat kasar

8.2 perkiraan air yang ditambahkan menjadi


hitung 163

8.3 Proporsi Terkoreksi (Berat) per


Semen Langkah 5 362
Air Langkah 8.2 163
Ageragat Halus Langkah 8.1 742
Agregat Kasar Langkah 8.1 1133
Jumlah Hitung 2418
9 Proporsi Campuran percobaan
9.1 Volume Campuran Perkirakan 0,0101603
9.1.1 Semen Langkah (5) x (9.1) 3,84
9.1.2 Air Langkah (8.2) x (9.1) 1,73
9.1.3 Ageragat Halus Langkah (8.1) x (9.1) 7,98
9.1.4 Agregat Kasar Langkah (8.1) x (9.1) 12,15
Jumlah Hitung 25,74
10.1 Penyesuaian Proporsi Campuran Volume 0,0101603
Percobaan dengan Berat Massa beton
10.1.1 Air air yang ditambahkan Penyesuaian 1,77
10.1.2 Air yang pada agregat halus
hitung 0,14

10.1.3 Air pada agregat kasar


hitung 0,05

10.1.4 Jum;ah air pencampur untuk percobaan Langkah


1,96
di laboratorium (10.1)+(10.2)+(10.3)
10.1.5 Koreksi kembali air untuk tiap satu m3 Langkah (10.4)/V
182
beton dengan slump yang sama
10.1.6 Tambahan air karena perbedaan sesuai
Tabel 3.8

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 91


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
Air pencampur Tabel Tabel 3.8 181
Air hitungan Langkah 10.5 182
Selisih 1
Memerlukan tambahan air/tidak -
Tidak
memerlukan
10.1.7 Penyesuai kadar semen baru Langkah
363
(10.1.6)/(4.5)
10.1.8 Agregat kasar kondisi Basah Langkah (9.1.4)/V 1128
10.1.9 Agregat kasar Kondisi Kering Langkah
1116
(10.1.8)/(1+
10.1.10 Agregat kasar kondisi SSD Langkah
1124
(10.1.8)/(1+
10.1.11 Bobot isi (pengalaman) yang memuaskan Data
2390
dalam pekerjaan
10.1.12 Perkiraan baru untuk berat (massa) Langkah (10.11)-
agregat halus kondisi SSD (10.1.5)-(10.1.7)-
(10.1.10) 721

10.1.13 agregat halus kondisi kering Langkah (10.1.12)/


715
(1+

10.1.14 berat campuran per satu m3 beton hasil


penyesuaian
Semen Langkah 10.1.7 363
Air (berat bersih) Langkah 10.1.5 182
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah 10.1.3 715
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah 10.1.9 1116
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 2377
10.1.15 Campuran percobaan berdasarkan berat Volume 0,0101603
Semen Langkah (10.1.7)xV 3,69
Air (berat bersih) Langkah (10.1.5)xV 1,85
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.1.3)xV 7,26
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.1.9)xV 11,34
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 24,14
10.2 Penyesuaian Proporsi Campuran Volume 0,0101603
Percobaan dengan Volume Absolut
10.2.1 Semen Langkah (5) x (9.1) 3,84

92 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
10.2.2 Air (ditambahkan dari agregat) Langkah (10.1.1) 1,77
10.2.3 Agregat Halus (Basah) Langkah (8.1) x (9.1) 7,98
10.2.4 Agregat Kasar (Basah) Langkah (8.1) x (9.1) 12,15
Perkiraan Berat Isi Beton Segar Hitung 25,74
10.2.5 Perkiraan jumlah air yang diperlukan Langkah 10.1.5
untuk slump yang sama dengan 182
campuran percobaan
10.2.6 Kadar semen baru Langkah
363
(10.2.5)/(4.5)
10.2.7 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah
1128
disesuaikan Kondisi Basah (10.2.4)/(10.2)
10.2.8 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah
disesuaikan Kondisi kering (10.2.7)/(1+ ) 1116

10.2.9 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah 1121


disesuaikan Kondisi SSD (10.2.8)/[

10.2.10 Bobot isi (pengalaman) yang memuaskan Data


2390
dalam pekerjaan
10.2.11 Berat agregat halus kondisi jenuh kering Langkah (10.2.10)-
permukaan (10.2.5)-(10.2.6)- 724
(10.2.9)
10.2.12 Berat agregat halus kondisi kering Langkah
718
(10.2.11)/(1+ )
10.2.13 berat campuran per satu m3 beton dan
Volume bahan-bahan selain udara dalam
campuran percobaan awal
Semen Langkah (10.2.6) 363
Air (berat bersih) Langkah (10.2.5) 182
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.12) 718
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.8) 1116
Perkiraan Berat Isi Beton Segar Jumlah 2379
10.2.14 Volume bahan-bahan selain udara dalam
25,74
campuran percobaan awal
Semen Langkah (10.2.1)/(Bj
semen x 1000) 0,001229
Air (berat bersih) Langkah (10.2.2)/(Bj
air x 1000) 0,001770

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 93


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.3)/(Bj
agregat halus x 1000) 0,003011
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.4)/(Bj
agregat kasar x 1000) 0,004542
10.2.15 Perkiraan Berat Isi Beton Segar 0,010552
10.2.16 Perkiraan volume awal Langkah 0,0101603
10.2.17 udara yang terjebak dalam campuran Langkah [(10.2.16)- 2,02 %
sekitar (10.2.15)]/(10.2.16) x
100%

KESIMPULAN CAMPURAN PERCOBAAN


A Menggunakan Berat Massa
Semen Langkah (10.1.7)xV 3,69
Air (berat bersih) Langkah (10.1.5)xV 1,85
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.1.3)xV 7,26
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.1.9)xV 11,34
Perkiraan Berat Isi Beton Segar 24,14
B Menggunakan Volume Absolut
Semen Langkah (10.2.1)/(Bj
semen x 1000) 0,001229
Air (berat bersih) Langkah (10.2.2)/(Bj
air x 1000) 0,001770
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.3)/(Bj
agregat halus x 1000) 0,003011
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.4)/(Bj
agregat kasar x 1000) 0,004542
Udara yang terjebak Langkah 10.2.7 2,02 %
Jumlah 0,0101603

94 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
1 Menentukan Nilai Slum Ditetapkan atau dari
Tabel 3.9

2 Pemilihan ukuran besar butir agregat Ditetapkan atau dari


maksimum hasil analisa gradasi
3 Perkiraan air pencampur dan kandungan Gambar 3.2 dan
udara Tabel 3.15
3.1 Kandungan udara dalam beton Tanpa tambahan
udara/dengan
tambahan udara*
3.2 Kebutuhan air Tabel 3.15
3.3 Perkiraan kandungan udara dalam beton Gambar 3.2 dan
Tabel 3.15
4 Pemilihan rasio air-semen atau rasio air- Tabel 3.19 atau
bahan bersifat semen Tabel 3.20
4.1 Kuat Tekan Rencana Data
4.2 data deviasi standar (penyimpangan) Tidak Tersedia data
Jika data tersedia, Data
Jumlah data Data
4.3 Kuat Tekan Rencana Perlu jika ada
data standar deviasi
Untuk (SNI 2847:2013)
Persamaan 3.5
Persamaan 3.6
Untuk (SNI 2847:2013)
Persamaan 3.7
Persamaan 3.8
4.4 Kuat Tekan Rencana Perlu jika tidak
ada data standar deviasi
Untuk ;
Persamaan 3.2 -
Untuk ;
Persamaan 3.3
Untuk ;
Persamaan 3.4 -
4.5 Rasio Air-Semen Tabel 3.19

96 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan

5 Perhitungan kadar semen Langkah (3)/(4)


6 Perkiraan kadar agregat kasar Tabel 3.21 atau
Gambar 3.6
6.1 Modulus halus butir agregat halus Data
6.2 Butir maksimum agregat Data
6.3 Volume agregat kasar kering oven per
satuan volume beton untuk

Hitung

6.4 berat isi kering oven agregat kasar Data


6.5 berat kering oven agregat kasar Langkah (6.3) x (6.4)
7 Perkiraan kadar agregat halus
7.1 Perkiraan Berat Isi Beton Segar Tabel 3.22 atau
Gambar 3.7
7.2 Berat Agregat halus hitungan berat Langkah
(massa) (7.1) - (3)-(5)-(6.5)
7.3 Berat Agregat halus hitungan Volume
Absolut
7.3.1 hitung

7.3.2 hitung

7.3.3 hitung

7.3.4 hitung
7.3.5 hitung

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 97


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
7.3.6 Berat Agregat Halus hitungan volume
absolut
hitung
7.4 Hasil hitungan berdasarkan berat
Semen Langkah 5
Air Langkah 3.2
Ageragat Halus Langkah 7.2
Agregat Kasar Langkah 6.5
Jumlah
7.5 Hasil hitungan berdasarkan volume
absolut
Semen Langkah 5
Air Langkah 3.2
Ageragat Halus Langkah 7.3.6
Agregat Kasar Langkah 6.5
Jumlah
8 Penyesuaian terhadap kelembaban
agregat dengan hitungan berat (massa)
Jumlah air bebas Langkah 3.2
Jumlah agregat halus Langkah 7.2
Jumlah agregat kasar Langkah 6.5
Kandungan air pada agregat halus Data
Penyerapan pada agregat halus, Data
Kandungan air pada agregat kasar Data
Penyerapan pada agregat kasar, Data
8.1 air pada permukaan yang diberikan dari
agregat pada kondisi basah
agregat halus Hitung
hitung
Agregat kasar

8.2 perkiraan air yang ditambahkan menjadi


hitung

98 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
8.3 Proporsi Terkoreksi (Berat) per
Semen Langkah 5
Air Langkah 8.2
Ageragat Halus Langkah 8.1
Agregat Kasar Langkah 8.1
Jumlah Hitung
9 Proporsi Campuran percobaan
9.1 Volume Campuran Perkirakan
9.1.1 Semen Langkah (5) x (9.1)
9.1.2 Air Langkah (8.2) x (9.1)
9.1.3 Ageragat Halus Langkah (8.1) x (9.1)
9.1.4 Agregat Kasar Langkah (8.1) x (9.1)
Jumlah Hitung
10.1 Penyesuaian Proporsi Campuran Volume
Percobaan dengan Berat Massa beton
10.1.1 Air air yang ditambahkan Penyesuaian
10.1.2 Air yang pada agregat halus
hitung

10.1.3 Air pada agregat kasar


hitung

10.1.4 Jum;ah air pencampur untuk percobaan Langkah


di laboratorium (10.1)+(10.2)+(10.3)
10.1.5 Koreksi kembali air untuk tiap satu m3 Langkah (10.4)/V
beton dengan slump yang sama
10.1.6 Tambahan air karena perbedaan sesuai
Tabel 3.8
Air pencampur Tabel Tabel 3.8
Air hitungan Langkah 10.5
Selisih
Memerlukan tambahan air/tidak -
memerlukan
10.1.7 Penyesuai kadar semen baru Langkah
(10.1.6)/(4.5)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 99


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
10.1.8 Agregat kasar kondisi Basah Langkah (9.1.4)/V
10.1.9 Agregat kasar Kondisi Kering Langkah
(10.1.8)/(1+
10.1.10 Agregat kasar kondisi SSD Langkah
(10.1.8)/(1+
10.1.11 Bobot isi (pengalaman) yang memuaskan Data
dalam pekerjaan
10.1.12 Perkiraan baru untuk berat (massa) Langkah (10.11)-
agregat halus kondisi SSD (10.1.5)-(10.1.7)-
(10.1.10)
10.1.13 agregat halus kondisi kering Langkah (10.1.12)/
(1+

10.1.14 berat campuran per satu m3 beton hasil


penyesuaian
Semen Langkah 10.1.7
Air (berat bersih) Langkah 10.1.5
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah 10.1.3
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah 10.1.9
Perkiraan Berat Isi Beton Segar
10.1.15 Campuran percobaan berdasarkan berat Volume
Semen Langkah (10.1.7)xV
Air (berat bersih) Langkah (10.1.5)xV
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.1.3)xV
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.1.9)xV
Perkiraan Berat Isi Beton Segar
10.2 Penyesuaian Proporsi Campuran Volume
Percobaan dengan Volume Absolut
10.2.1 Semen Langkah (5) x (9.1)
10.2.2 Air (ditambahkan dari agregat) Langkah (10.1.1)
10.2.3 Agregat Halus (Basah) Langkah (8.1) x (9.1)
10.2.4 Agregat Kasar (Basah) Langkah (8.1) x (9.1)
Perkiraan Berat Isi Beton Segar Hitung
10.2.5 Perkiraan jumlah air yang diperlukan Langkah 10.1.5
untuk slump yang sama dengan
campuran percobaan

100 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
10.2.6 Kadar semen baru Langkah
(10.2.5)/(4.5)

10.2.7 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah


disesuaikan Kondisi Basah (10.2.4)/(10.2)
10.2.8 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah
disesuaikan Kondisi kering (10.2.7)/(1+ )

10.2.9 Kebutuhan agregat kasar yang Langkah


disesuaikan Kondisi SSD (10.2.8)/[

10.2.10 Bobot isi (pengalaman) yang memuaskan Data


dalam pekerjaan
10.2.11 Berat agregat halus kondisi jenuh kering Langkah (10.2.10)-
permukaan (10.2.5)-(10.2.6)-
(10.2.9)
10.2.12 Berat agregat halus kondisi kering Langkah
(10.2.11)/(1+ )
10.2.13 berat campuran per satu m3 beton dan
Volume bahan-bahan selain udara dalam
campuran percobaan awal
Semen Langkah (10.2.6)
Air (berat bersih) Langkah (10.2.5)
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.12)
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.8)
Perkiraan Berat Isi Beton Segar Jumlah
10.2.14 Volume bahan-bahan selain udara dalam
campuran percobaan awal
Semen Langkah (10.2.1)/(Bj
semen x 1000)
Air (berat bersih) Langkah (10.2.2)/(Bj
air x 1000)
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.3)/(Bj
agregat halus x 1000)
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.4)/(Bj
agregat kasar x 1000)
10.2.15 Perkiraan Berat Isi Beton Segar
10.2.16 Perkiraan volume awal Langkah

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 101


Referensi atau
Langkah Uraian Nilai Satuan
Hitungan
10.2.17 udara yang terjebak dalam campuran Langkah [(10.2.16)- %
sekitar (10.2.15)]/(10.2.16) x
100%

KESIMPULAN CAMPURAN PERCOBAAN


A Menggunakan Berat Massa
Semen Langkah (10.1.7)xV
Air (berat bersih) Langkah (10.1.5)xV
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.1.3)xV
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.1.9)xV
Perkiraan Berat Isi Beton Segar
B Menggunakan Volume Absolut
Semen Langkah (10.2.1)/(Bj
semen x 1000)
Air (berat bersih) Langkah (10.2.2)/(Bj
air x 1000)
Agregat Halus (Kondisi kering) Langkah (10.2.3)/(Bj
agregat halus x 1000)
Agregat Kasar (Kondisi kering) Langkah (10.2.4)/(Bj
agregat kasar x 1000)
Udara yang terjebak Langkah 10.2.7 %
Jumlah

CATATAN:

1) LAMPIRKAN TABEL/GAMBAR UNTUK MENETAPKAN NILAI-NILAI YANG DIGUNAKAN


PADA LEMBAR TERSENDIRI
2) HITUNGAN DIBUAT PADA LEMBAR TERSENDIRI.

102 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


LAMPIRAN

Tabel 3.9: Nilai slump yang dianjurkan untuk berbagai pekerjaan konstruksi
Slump, mm (inch)
Tipe konstruksi
Maksimum* Minimum
Pondasi beton bertulang (dinding dan pondasi telapak) 75 (3) 25 (1)
Pondasi telapak tanpa tulangan, pondasi tiang pancang, dinding 75 (3) 25 (1)
bawah tanah.
Balok dan dinding bertulang 100 (4) 25 (1)
Kolom bangunan 100 (4) 25 (1)
Perkerasan dan pelat lantai 75 (3) 25 (1)
Beton massa 75 (3) 25 (1)

* Slump dapat ditambah bila digunakan bahan tambahan kimia, asalkan beton yang diberi bahan tambahan
tersebut memiliki rasio air-semen atau rasio air-bahan bersifat semen yang sama atau lebih kecil dan tidak
menunjukkan segregasi yang berarti atau bliding berlebihan.
Slump boleh ditambah 25 mm untuk metode pemadatan selain dengan penggetaran seperti menggunakan
tangan dengan rodding and spading (Adapted from ACI 211.1).

Tabel 3.14: Perkiraan Air Campuran untuk nilai slum yang berbeda dan Ukuran
Maksimum Nominal Agregat
Air (kg/m3) untuk ukuran nominal agregat maksimum batu pecah
Slump, mm
9,5 mm 12,5 mm* 19 mm* 25 mm* 37,5 mm* 50 mm
* *
75 mm 150 mm
Beton tanpa tambahan udara
25 s.d 50 207 199 190 179 166 154 130 113
75 s.d 100 228 216 205 193 181 169 145 124
150 s.d 175 243 228 216 202 190 178 160
>175* - - - - - - - -
Beton dengan tambahan udara
Banyaknya
udara dalam 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3 0,2
beton (%)
25 s.d 50 181 175 168 160 150 142 122 107
75 s.d 100 202 193 184 175 165 157 133 119
150 s.d 175 216 205 197 184 174 166 154
>175* - - - - - - - -

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 103


Tabel 3.14: Perkiraan Air Campuran untuk nilai slum yang berbeda dan Ukuran
Maksimum Nominal Agregat
Jumlah kadar
udara yang
disarankan
untuk tingkat
pemaparan
sebagai berikut
Pemaparan
ringan 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0
Pemaparan
Sedang 6,0 5,5 5,0 4,5 4,5 4,0
Pemaparan
Berat# 7,5 7,0 6,0 6,0 5,5 5,0

Keterangan:
* Banyaknya air pencampur untuk beton dengan tambahan udara didasarkan pada persyaratan kadar air total,
mlah air ini digunakan untuk menghitung banyaknya semen dalam
campuran percobaan pada suhu (20-25)ºC. Agregat bentuk bulat umumnya membutuhkan lebih sedikit air
sekitar 18 kg bagi beton tanpa tambahan udara dan sekitar 15 kg untuk beton dengan tambahan udara.
Penggunaan bahan tambahan kimia, ASTM C 494, dapat pula mengurangi air pencampur sebanyak 5% atau
lebih. Volume bahan tambahan cair dimasukkan sebagai bagian dari jumlah seluruh air pencampur. Slump
dengan nilai lebih dari 175 mm hanya dapat dicapai dengan penggunaan bahan kimia tambahan untuk beton
dengan ukuran nominal agregat maksimum 25 m.
** Nilai slump untuk beton dengan agregat lebih besar dari 40 mm didasarkan dari uji slump setelah partikel
agregat lebih besar dari 40 mm dikeluarkan dengan cara disaring basah.
menggunakan agregat yang
berukuran maksimum 75 mm atau 150 mm. Ini adalah nilai rata-rata untuk agregat dengan bentuk yang baik
dan dengan susunan besar butir yang baik pula dari kasar hingga halus.
** Untuk beton dengan ukuran agregat lebih besar dari 40 mm sebelum dilakukan uji kadar udara harus disaring
basah pada 40 mm, persen udara yang diharapkan pada bahan-bahan yang lebih kecil dari 40 mm termasuk
nilai-nilai dalam kolom 40 mm. Namun demikian, perhitungan proporsi awal harus memasukkan kadar udara
dalam persen dari keseluruhannya.
-semen rendah, tambahan udara tidak akan
mengurangi kekuatannya. Dalam banyak kasus, jika air pencampur dikurangi cukup banyak untuk
memperbaiki rasio air-semen maka ditambahkan udara untuk mengimbangi pengaruh berkurangnya
kekuatan beton. Oleh karena itu, pada umumnya, untuk agregat-agregat berukuran nominal maksimum yang
besar, kadar udara yang disarankan untuk pengaruh kondisi lingkungan yang berat haruslah dipertimbangkan,
sekalipun kemungkinan pemaparannya terhadap kelembaban atau pembekuan adalah kecil atau sama sekali
tidak terjadi.
-nilai ini didasarkan pada kriteria bahwa diperlukan 9 % udara untuk fase mortar dari beton. Bila volume
mortar berbeda dari yang dianjurkan dalam standar ini, mungkin diperlukan untuk menghitung kadar udara
dengan memakai angka 9 % dari volume mortar sebenarnya

Diadaptasi dari ACI 211.1 dan ACI 318. Hover (1995) dan (SNI 7656: 2012)

104 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Gambar 3.2 Total kebutuhan kadar udara yang ditargetkan untuk beton menggunakan ukuran yang berbeda
dari agregat. Isi udara di spesifikasi pekerjaan harus ditentukan untuk disampaikan dalam -1 sampai +2 poin
persentase dari target nilai paparan sedang dan berat. Diadaptasi dari Tabel 9-5, ACI 211.1 dan Hover (1995
dan 1998) serta SNI 7656:2012.

Tabel 3.19: Hubungan antara Rasio Material Air Semen dan Kekuatan Tekan Beton
Kekuatan Tekan umur Rasio air semen berdasarkan berat (Water-cementitious materials
28 hari [(Compressive ratio by mass)
strength at 28 days),
Beton tanpa tambahan udara Beton dengan tambahan udara
Mpa (Kg/cm2*)]
(Non-air-entrained concrete) (Air-entrained concrete)
45 (450) 0,38** 0,30**
40 (400) 0,42 0,34**
35 (350) 0,47 0,39
30 (300) 0,54 0,45
25 (250) 0,61 0,52
20 (200) 0,69 0,60
15 (150) 0,79 0,70

Kekuatan tekan sesuai dengan hasil uji silinder beton yang dirawat dengan perendaman pada umur 28 hari
sesuai dengan standar ASTM C 31 (AASHTO T 23). Hubungan didasarkan dengan asumsi penggunaan agregat
maksimum 19 mm. sampai 25 mm. Diadopsi dari ACI 211.1 danACI 211.3.
* 1 Mpa ekwivalensi dengan 10 Kg/cm2. Nilai-nilai ini adalah perkiraan rata-rata kekuatan beton yang
mengandung tidak lebih dari 2 % udara untuk beton tanpa tambahan udara dan 6 % kadar udara total untuk
beton dengan tambahan udara. Untuk w/c atau w/(c+p) yang tetap, kekuatan beton berkurang bila kadar
udara bertambah. Nilai kekuatan umur 28 hari adalah nilai lama dan dapat berubah bila digunakan berbagai
bahan bersifat semen. Nilai kekuatan ini didasarkan pada benda uji silinder (150 x 300) mm yang dipelihara
dalam kondisi lembab pada temperatur (23 ± 1,7)0C sebelum diuji. Hubungan yang ditunjukkan dalam Tabel
3 adalah untuk ukuran nominal agregat maksimum (19 - 25) mm. Untuk agregat yang telah ditentukan, w/c
atau w/(c+p) tertentu, kekuatan akan bertambah bila ukuran nominal maksimum agregat berkurang (SNI
7656: 2012, 2012)
** Nilai tidak tercantum pada SNI 7656:2012.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 105


Tabel 3.20: Berat Isi Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton
Volume agregat kasar kering oven* per satuan volume beton untuk berbagai
Nominal modulus kehalusan** dari agregat halus (Bulk volume of dry-rodded coarse
maximum size aggregate* per unit volume of concrete for different fineness moduli of fine
of aggregate, aggregate**)
mm (in.)
2.40 2.6 2.8 3.00
9.5 (3/8) 0,50 0,48 0,46 0,44
12.5 (1/2) 0,59 0,57 0,55 0,53
19 (3/4) 0,66 0,64 0,62 0,60
25 (1) 0,71 0,69 0,67 0,65
37.5 (1 ½) 0,75 0,73 0,71 0,69
50 (2) 0,78 0,76 0,74 0,72
75 (3) 0,82 0,80 0,78 0,76
150 (6) 0,87 0,85 0,83 0,81

* Volume berdasarkan berat kering oven sesuai SNI 03-4804-1998 atau ASTM C 29 (AASHTO T 19). Adapted
from ACI 211.1. (SNI 7656: 2012)
** Modulus halus butir adalah jumlah prosentase kumulatif dalam satu set ayakan sesuai (SNI 03-1968-1990)

Tabel 3.21: Perkiraan awal berat beton segar


Ukuran nominal Perkiraan awal berat beton*, kg/m3
maksimum agregat Beton tanpa tambahan udara Beton dengan tambahan udara
9,5 2280 2200
12,5 2310 2230
19 2345 2275
25 2380 2290
37,5 2410 2350
50 2445 2345
75 2490 2405
150 2530 2435

106 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


2. Tata Cara Pengadukan Beton Di Laboratorium

Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengaduk campuran beton di laboratorium


(Laboratory Concrete Mixer) berdasarkan data job mix formula (campuran percobaan beton).

2.1 Standar

SNI 2493:2011 Tata cara pembuatan dan perawatan benda uji beton di
laboratorium

SNI 1972-2008, Cara Uji slump beton.

SNI 03-1973-1990, Metode pengujian berat isi beton.

SNI 03-1974-1990, Metode pengujian kuat tekan beton.

SNI 2458-2008, Metode pengambilan contoh untuk campuran beton segar.

SNI 03-3418-1994, Metode pengujian kandungan udara pada beton segar.

SNI 4156-2008, Cara Uji bliding beton segar

SNI 03-2493-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di


laboratorium.

SNI 03-4810-1998, Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di lapangan.

AASTHO T 23, Making and curing concrete test specimens in the field.

AASTHO T 121, Mass per cubic meter (cubic foot), yield, and air content
(gravimetric) of concrete.

AASTHO T 141, Sampling freshly mixed concrete.

ASTM C 232 04, Standard Test Method for Bleeding of Concrete

AASTHO T 231, Capping cylindrical concrete specimens.

AASTHO T 255, Total evaporable moisture content of aggregate by drying.

ASTM C 125, Terminology relating to concrete and concrete agregates.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 107


ASTM C 1064, Test method for temperature of freshly mixed portland cement
concrete.

ASTM E 171, Specification for standard atmospheres for conditioning and


testing materials

2.2 Alat yang Digunakan

a. Mesin pengaduk (laboratory concrete mixer apparatus capacity 70 liter) seperti


Gambar 3.11

Mesin pengaduk (laboratory concrete


mixer apparatus capacity 70 liter)

Tilting Drum Mixer Horizontal Drum Mixer

Gambar 3.11: Contoh Alat Aduk Mesin

b. Gelas ukur (graduated cylinder) seperti Gambar 3.12

Gambar 3.12: Gelas ukur (graduated Gambar 3.13: Timbangan (balance)


cylinder) dengan ketelitian 0.01 gram,
c. Timbangan (balance) dengan ketelitian 0.01 gram, seperti Gambar 3.13
d. Stop watch, Can (container), dan Sendok/sekop seperti Gambar 3.14

108 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Stop watch Can (container) Sendok/sekop

Gambar 3.14: Stop watch, can, dan sekop/sendok

2.3 Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan dapat menggunakan mesin aduk atau menggunakan campuran


tangan secara manual.

2.3.1 Pengadukan dengan Mesin Pengaduk

a. Siapkan kebutuhan bahan, berdasarkan kebutuhan campuran percobaan (job mix


formula) sedekat mungkin ke mixer.
b. Takar bahan-bahan dalam campuran berat untuk masing-masing bahan. Dengan
ketentuan;
1) Takar air dengan graduated cylinder,
2) Timbang agregat dengan ketelitian 2%,
3) Timbang semen dengan ketelitian 1%,
4) Timbang admixture bila diperlukan dengan ketelitian 3%,
c. Bersihkan bagian dalam mixer, kemudian masukkan agregat dan semen kedalam
tromol pengaduk sesuai dengan kebutuhan campuran, aduk sebentar dalam
keadaan kering. Masukan air sedikit demi sedikit sambil mesin dijalankan sampai
dengan banyaknya air yang dibutuhkan.
d. Setelah bahan dimasukkan semua kedalam tromol pengaduk, aduk lagi bahan
tersebut minimal 1,5 menit sampai diperoleh adukkan yang homogen.
e. Letakkan talang/container penampung didepan concrete mixer lalu tumpahkan
adukkan beton dengan cara membuka handle pengungkit.
f. Lakukan pengujian slump paling lama 5 menit setelah pengadukkan selesai.

2.3.2 Pengadukan dengan Tangan

a. Aduk campuran dalam wadah metal kedap air, bersih (Peralatan dan
perlengkapan pencampur harus dibersihkan dengan seksama untuk menjamin
bahan tambah kimia atau bahan tambah yang digunakan pada campuran beton
yang berbeda tidak mempengaruhi campuran selanjutnya), lembab, pan baja atau

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 109


mangkok, dengan sekop tumpul, dengan mengikuti cara berikut, bila agregat
sudah dipersiapkan.
b. Sebelum mencampurkan sebagai bahan beton, siapkan agregat untuk menjamin
kondisi kelembaban batas dan seragam. Tetapkan berat agregat yang digunakan
dalam campuran dengan satu dari cara-cara berikut:
1) Timbang massa agregat penyerapan-rendah (penyerapan kurang dari 1%)
pada kondisi kering ruangan, dengan kelonggaran dibuat untuk jumlah air
yang akan diserap oleh beton yang belum mengikat (Bila menggunakan
agregat penyerapan-rendah pada kondisi kering ruangan, jumlah air yang
diserap agregat sebelum beton mengikat dapat dianggap 80% dari perbedaan
penyerapan agregat yang direndam 24 jam seperti ditetapkan dalam SNI 03-
1969-1990 atau SNI 03-1970-1990, dan jumlah air dalam pori agregat dalam
kondisi kering ruangan, seperti ditetapkan oleh metode AASTHO T 255). Cara
ini berguna terutama untuk agregat kasar yang harus ditakar sebagai ukuran
individu, karena bahaya segregasi. Hal ini hanya berlaku untuk agregat halus
yang dipisah ke dalam kelompok ukuran individu;
2) Agregat dapat dibawa dan dirawat dalam kondisi jenuh, dengan air
permukaan yang terkandung cukup kecil untuk menghindari kehilangan oleh
pengeringan, setidaknya 24 jam sebelum penggunaan. Bila metode ini
digunakan, kadar air agregat harus ditetapkan untuk memungkinkan
perhitungan jumlah yang baik agregat lembab.
3) Kuantitas air permukaan yang ada harus dihitung sebagai bagian dari jumlah
air pencampur yang dibutuhkan. Air permukaan agregat halus dapat
ditetapkan menurut SNI 13-6717-2002 dan SNI 03-1971-1990, dengan
membuat kelonggaran untuk jumlah air yang diserap. Metode yang diuraikan
di sini (kadar air sedikit lebih besar dari penyerapan) bermanfaat terutama
untuk agregat halus. Hal ini tidak terlalu sering digunakan untuk agregat kasar
karena kesulitan menetapkan kadar air secara tepat, tapi jika digunakan,
masing masing kelompok harus dikerjakan secara terpisah untuk menjamin
gradasi yang tepat;
4) Agregat halus atau agregat kasar, dapat dibawa dan dirawat dalam kondisi
jenuh kering permukaan (JKP) sampai saat ditimbang untuk penggunaan.
Metode ini terutama digunakan untuk menyiapkan bahan untuk takaran yang
tidak melebihi 7 Liter. Perhatian harus diberikan agar pengeringan tidak
terjadi selama penimbangan dan penggunaan.
c. Aduk semen, bahan tambahan serbuk yang tak larut dalam air, jika digunakan,
dan agregat halus tanpa menambahkan air hingga semuanya tercampur dengan
seksama.
d. Tambahkan agregat kasar dan aduk semua campuran tanpa penambahan air
hingga agregat kasar tersebar secara seragam ke seluruh adukan.
e. Tambahkan air, dan cairan bahan tambahan jika digunakan, dan aduk campuran
hingga beton tampak seragam dan memiliki konsistensi yang diinginkan. Jika
pengadukan perlu diperpanjang karena penambahan air bertahap untuk
pengaturan konsistensi, buang campuran dan buat campuran baru dimana
pengadukan tidak terganggu untuk membuat pengujian konsistensi percobaan.

110 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


2.4 Pemeriksaan Lanjutan

Tata cara pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium (SNI 2493:2011),
Pengambilan contoh uji beton segar (SNI 2458:2008), Uji Slump (SNI 1972-2008), Berat isi
beton segar (SNI 03-1973-1990), Pembuatan benda uji yang berpasangan (SNI 03-4810-1998),
Uji Bleeding (SNI 4156:2008), Perawatan benda Uji (SNI 03-2493-1998).

2.5 Perawatan

a. Bersihakan semua peralatan yang telah dipakai, dan letakkan kembali pada
tempatnya.
b. Bersihkan bagian dalam mixer dari sisa-sisa adukkan.
c. Lumasi roda gigi yang bergerak dengan oli/pelumas supaya gigi tetap lancar dan
tidak cepat aus akibat gesekan.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 111


3. Uji Slam Sesuai SNI 1972:2008

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai slump dari suatu campuran beton
di laboratorium berdasarkan data job mix formula (campuran percobaan beton) dan
hubungannya dengan kemudahan pekerjaan beton.

Cara uji (Slump Test) ini dapat diterapkan pada beton plastis yang memiliki ukuran
maksimum agregat kasar hingga 37,5 mm. Ketebalan logam alat slump harus minimal 1,5 mm
atau dengan material alternatif selain logam. Cara uji ini merupakan suatu teknik untuk
memantau homogenitas dan workability (kemudahan pengerjaan beton segar) adukan beton
segar dengan suatu kekentalan tertentu yang dinyatakan dengan satu nilai slump. Dalam
kondisi laboratorium, dengan material beton yang terkendali secara ketat, nilai slump
umumnya meningkat sebanding dengan nilai kadar air campuran beton, dengan demikian
berbanding terbalik dengan kekuatan beton. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan harus
hati-hati, karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap perubahan adukan beton pada
pencapaian nilai slump yang ditentukan, sehingga hasil slump yang diperoleh di lapangan
tidak sesuai dengan kekuatan beton yang diharapkan.

Beton dengan nilai slump kurang dari 15 mm mungkin tidak cukup plastis dan beton
yang slumpnya lebih besar dari 230 mm mungkin tidak cukup kohesif untuk pengujian ini.
Oleh karena itu harus ada perhatian yang seksama dalam menginterpertasikan hasil
pengujian.

Saat satu contoh campuran beton segar dimasukkan ke dalam sebuah cetakan yang
memiliki bentuk kerucut terpancung dan dipadatkan dengan batang penusuk. Setelah
cetakan diangkat dan beton dibiarkan sampai terjadi penurunan pada permukaan bagian atas
beton maka nilai slump beton didapatkan. Jadi Nilai slum adalah nilai penurunan beton segar
yaitu jarak antara posisi permukaan semula dan posisi setelah penurunan pada pusat
permukaan atas beton diukur.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 113


3.2 Alat yang Digunakan

a. Alat ui slump dengan dia. Bawah 203 mm, atas 102 mm dan tinggi 305 mm dengan
toleransi 3,2 mm, ketebalan 1,5 mm dari bahan baja/stainless atau bahan lainnya seperti

Gambar 3.15.

Gambar 3.15: Cetakan untuk Uji Slump (krucut Abram), Sumber: (SNI 1972:2008 Gambar 1)

114 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


b. Tongkat pemadat (tamper rod), diameter 16 mm panjang 600 mm.
c. Mesin penggetar (vibrating Tabel) seperti Gambar 3.16.
d. Stop Watch
e. Sendok/sekop
f. Tempat yang datar

Gambar 3.16: Mesin penggetar (vibrating table)

3.3 Posedur Pelaksanaan

a. Siapkan beton segar yang telah diaduk. Pengujian ini dilakukan setelah beton
diaduk maksimal 5 menit.
b. Basahi mold/corong, dan letakkan ditempat datar.
c. Ambil beton segar dengan sendok semen, masukkan kedalam corong, padatkan
dalam tiga lapisan tiap lapisan, maisng-masing setinggi 67 mm, 155 mm dan 300
mm dari dasar. Masing-masing lapisan dipadatkan dengan tongkat pemadat
sebanyak 25 kali. Penusukan harus merata dan tidak boleh menembus lapisan
dibawahnya. Untuk lapisan bawah membutuhkan penusukan secara miring dan
membuat sekira setengah dari jumlah tusukan dekat ke batas pinggir cetakan/alat
slump, dan kemudian lanjutkan penusukan vertikal secar spiral pada seputar pusat
permukaan. Padatkan lapisan bawah seluruhnya hingga ketebalannya. Hindari
batang penusuk mengenai pelat dasar cetakan. Padatkan lapisan kedua dan lapisan
atas seluruhnya hingga ketebalannya, sehingga penusukan menembus batas
lapisan di bawahnya.
d. Dalam pengisian dan pemadatan lapisan atas (akhir), lebihkan adukan beton di atas
cetakan sebelum pemadatan dimulai. Bila pemadatan menghasilkan beton turun
dibawah ujung atas cetakan, tambahkan adukan beton untuk tetap menjaga
adanya kelebihan beton pada bagian atas dari cetakan. Setelah lapisan atas selesai
dipadatkan, ratakan permukaan beton pada bagian atas cetakan dengan cara
menggelindingkan batang penusuk di atasnya. Lepaskan segera cetakan dari beton
dengan cara mengangkat dalam arah vertikal secara-hati-hati. Angkat cetakan

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 115


dengan jarak 300 mm dalam waktu 5 ± 2 detik tanpa gerakan lateral atau torsional.
Selesaikan seluruh pekerjaan pengujian dari awal pengisian hingga pelepasan
cetakan tanpa gangguan, dalam waktu tidak lebih dari 2 ½ menit.
e. Diamkan selama 30 detik, kemudian angkat corong dengan perlahan, dengan posisi
tegak lurus corong. Letakkan dipinggir hasi uji.
f. Setelah beton menunjukkan penurunan pada permukaan, ukur segera slump
dengan menentukan perbedaan vertikal antara bagian atas cetakan dan bagian
pusat permukaan atas beton. Bila terjadi keruntuhan atau keruntuhan geser beton
pada satu sisi atau sebagian massa beton yaitu bila dua pengujian berturutan pada
satu contoh beton menunjukkan keruntuhan geser beton pada satu sisi atau
sebagian massa beton, kemungkinan adukan beton kurang plastis atau kurang
kohesif untuk dilakukan pengujian slump, abaikan pengujian tersebut dan buat
pengujian baru dengan porsi lain dari contoh.

3.4 Hitungan

Nilai slump dinyatakan dalam cm atau dalam satuan milimeter hingga ketelitian 5 mm
terdekat, dengan 3 kondisi runtuh, geser dan sejati. Nilai Slump = Tinggi alat slump tinggi
beton setelah terjadi penurunan.

3.5 Perawatan

Bersihkan semua peralatan yang telah dipakai, dan letakkan kembali pada tempatnya.
Cuci kembali alat slump dari sisa adukkan yang menempel

116 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Lampirkan Gambar pengukuran slum
118 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017
4. Tata Cara Pembuatan Benda Uji Dan Perawatan Di Laboratorium Sesuai
SNI 2493:2011

Pekerjaan ini dimaksudkan untuk mengetahui cara-cara membuat benda uji kubus
ataupun silinder serta beam (balok) dari suatu campuran beton dilaboratorium berdasarkan
data job mix formula (campuran percobaan beton) dan hubungannya dengan kekuatan tekan
beton.

4.2 Alat yang digunakan

a. Cetakan (mold) berbentuk kubus 15 x 15 x 15 cm (Gambar 3.17)


b. Cetakan (mold) berbentuk silinder dia.15 cm, tinggi 30 cm atau 20 cm atau sesuai
AASTHO M 205 (Gambar 3.18)
c. Cetakan (mold) berbentuk balok dengan ukuran dalam, 15 x 15 x 60 cm atau 20 x
20 x 80 cm (Gambar 3.19).
1) Cetakan benda uji yang bersentuhan dengan beton harus terbuat dari baja,
besi tuang atau bahan kedap lainnya, non reaktif terhadap beton yang
mengandung semen portland (sejenis) atau semen hidrolis lainnya. Cetakan
harus sesuai dengan dimensi dan toleransi yang disyaratkan dalam metode,
untuk benda uji yang diinginkan. Cetakan harus tetap pada ukuran dan
bentuknya di berbagai kondisi penggunaan yang berkalikali. Kekedapan
cetakan selama penggunaan harus dibuktikan dengan kemampuan
menampung air yang dituangkan ke dalamnya. Penutup yang sesuai, seperti
pelumas kental, tanah liat atau lilin kristal mikro, harus digunakan untuk
kebutuhan pencegahan terhadap kebocoran pada sambungan. Alat pengikat
harus disediakan untuk mencengkram pelat dasar terhadap cetakan secara
kaku. Sebelum penggunaan, cetakan yang digunakan berulang harus dilapisi
tipis dengan oli mineral atau bahan non reaktif yang sesuai.
2) Cetakan harus berbentuk persegi (jika tidak disyaratkan lain) dalam dimensi
yang disyaratkan untuk menghasilkan ukuran benda uji yang diinginkan.
Permukaan pada cetakan harus halus dan bebas dari tonjolan. Sisi, dasar dan
ujung harus tegak lurus satu sama lain dan harus lurus dan bebas dari
lekukan. Ketidakseragaman maksimum dari penampang melintang nominal
tidak boleh melebihi 3 mm untuk cetakan dengan tebal atau lebar 150 mm
atau lebih, atau 1,6 mm untuk cetakan dengan tebal atau lebar yang lebih
kecil. Kecuali untuk benda uji lentur, cetakan tidak boleh berbeda dari
panjang nominal lebih dari 1,6 mm. Cetakan lentur tidak boleh lebih pendek
dari 1,6 mm dari panjang yang disyaratkan, tetapi boleh melebihi jumlah itu.
d. Tongkat pemadat (tamper rod), diameter 16 mm panjang 610 mm.
1) Dua ukuran tongkat penusuk masing-masing berupa tongkat baja yang lurus
dengan ujung penusuk yang dibulatkan setengah bola, dengan diameter yang

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 119


sama dengan diameter tongkat. Kedua ujung dapat dibulatkan jika
diinginkan.
2) Jenis tongkat pemadat
(a) Tongkat yang lebih besar, diameter 16 mm dan panjang kira-kira 610 mm
dan
(b) Tongkat yang lebih kecil, diameter 10 mm dan panjang kira-kira 305 mm.
e. Palu karet dengan berat 0,6 kg + 0,2 kg
f. Mesin penggetar (vibrating table); vibrator lainnya
1) Penggetar internal dapat memiliki tangkai yang kaku ataupun lentur, lebih
baik yang menggunakan motor listrik. Frekuensi penggetar saat digunakan
harus sedikitnya 7000 getaran atau putaran per menit. Diameter luar atau
dimensi sisi elemen penggetar harus sedikitnya 20 mm dan tidak boleh lebih
besar dari 40 mm. Gabungan panjang tangkai dan elemen getar harus
melampaui tinggi maksimum bagian yang digetar sedikitnya 75 mm.
2) Penggetar eksternal dapat terdiri dari 2 jenis, meja atau lempeng.
3) Frekuensi penggetar eksternal tidak boleh kurang dari 3600 getaran per
menit, dan lebih besar lebih baik. Untuk penggetar meja maupun lempeng,
harus dibuat perlengkapan untuk mengapitkan cetakan pada alat penggetar
secara baik.
4) Alat ukur takometer harus digunakan untuk mengukur frekuensi getaran.
Impuls getaran secara teratur diberikan ke penggetar meja atau lempeng
melalui alat elektromagnetik, atau dengan penggunaan beban eksentris
pada tongkat motor elektrik atau pada tongkat terpisah yang digerakkan
oleh motor.
g. Stop Watch
h. Wadah pengambilan contoh dan wadah pencampuran, harus terbuat dari logam
berat dengan dasar yang rata, kedap air, dengan kedalaman yang cukup, dan
berkapasitas cukup untuk memungkinkan pencampuran dengan mudah dengan
sekop atau sendok beton ke seluruh campuran; atau jika diaduk dengan mesin.
Wadah harus mampu menampung semua campuran dari pencampur dan
memungkinkan pengadukan kembali di dalam wadah dengan sendok beton atau
sekop
i. Peralatan lainnya seperti sekop besar, wadah, sendok beton, perata kayu,
sendok beton tumpul, alat pelurus, alat ukur pengisi, sekop kecil, penggaris,
sarung tangan karet, wadah pencampur metal harus disediakan.
4.3 Prosedur Pelaksanaan

a. Siapkan beton segar yang telah diaduk. Pengujian ini dilakukan setelah pengujian
slump.
b. Basahi cetakan dengan oli/pelumas kemudian taruh ditempat yang datar.
c. Pencetakan dengan pemadatan manual
1) Ambil beton segar dengan sendok semen, masukkan kedalam cetakan,
padatkan dalam tiga lapisan tiap lapisan. Masing-masing lapisan dipadatkan

120 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali. Penusukan harus merata dan
tidak boleh menembus lapisan dibawahnya.
2) Pada lapisan paling atas setelah selesai dipadatkan permukaannya diratakan
kembali dengan sendok semen atau dengan menambal bagian yang bolong.
d. Pencetakan dengan pemadatan masinal (mesin pemadat)
1) Ambil beton segar dengan sendok semen, masukkan kedalam cetakan sampai
penuh.
2) Letakkan cetakan (mold) berisi adukkan di atas meja getar (vibrating table)
3) Kencangkan baut pengikat, sehingga mold terjepit dengan kuat,
4) Hidupkan mesin penggetar dengan cara menjalankan motor penggeraknya.
Getarkan sesuai dengan lama waktu getaran yang diinginkan. Penggetaran
dianggap cukup jika pada permukaan beton segar sudah nampak suatu
lapisan air.
5) Setelah mencapai kepadatan tertentu yang diinginkan matikan motor
penggeraknya.
6) Ratakan permukaannya dan tambal pada bagian yang bolong, kemudian
bersihkan dari kotoran yang melakat di sekitar mold
e. Beri kode yang dapat dibaca dan tanggal pembuatannya.
f. Letakan benda uji pada ruangan yang lembab. Lakukan pengujian bleeding.
g. Cetakan dibuka setelah berumur 18 24 jam.
h. Rawatlah benda uji dengan perendaman.
i. Lakukan pengujian sesuai umurnya untuk, 3, 7, 14, dan 28 hari.

4.4 Pemeriksaan Lanjutan

Uji Bleeding, Kuat tekan dan Modulus Beton

4.5 Perawatan

a. Bersihkan semua peralatan yang telah dipakai, dan letakkan kembali pada
tempatnya. Lumasi kembali molds/cetakan yang telah dipakai dan dikeluarkan
betonnya dengan menggunakan olie/pelumas, untuk menghindari kerusakan
akibat karat/korosi.
b. Penutupan setelah pekerjaan akhir
Untuk menghindari penguapan air dari beton yang belum mengeras, tutup benda
uji segera setelah pekerjaan akhir, lebih dipilih dengan pelat yang tak menyerap
dan tidak reaktif atau lembaran plastik yang kuat, awet, dan kedap air. Goni basah
dapat digunakan untuk menutup, tetapi harus diperhatikan untuk menjaga goni
tetap basah hingga benda uji dibuka dari cetakan. Letakkan lembaran plastik di
atas goni akan melindungi goni untuk tetap basah. Lindungi permukaan luar
cetakan papan dari kontak dengan goni basah atau sumber air lainnya sedikitnya
untuk 24 jam setelah silinder dicetak. Air dapat menyebabkan cetakan
mengembang dan merusakkan benda uji pada umur awal.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 121


c. Pembukaan cetakan di buka benda uji dari cetakan 24 jam ± 8 jam setelah
pencetakan.
d. Lingkungan perawatan: Kecuali bila ada persyaratan lain, semua benda uji harus
dirawat basah pada temperature 23°C ± 1,7°C mulai dari waktu pencetakan
sampai saat pengujian (Temperatur dalam pasir basah dan di bawah goni basah
atau bahan yang serupa akan selalu lebih rendah dari temperatur di atmosfir
sekitarnya jika penguapan terjadi).
e. Penyimpanan selama 48 jam pertama perawatan harus pada lingkungan bebas
getaran. Seperti yang diberlakukan pada perawatan benda uji yang dibuka,
perawatan basah berarti bahwa benda uji yang akan diuji harus memiliki air bebas
yang dijaga pada seluruh permukaan pada semua waktu. Kondisi ini dipenuhi
dengan merendam dalam air jenuh kapur dan dapat dipenuhi dengan
penyimpanan dalam ruang jenuh air sesuai dengan AASTHO M 201. Benda uji
tidak boleh diletakkan pada air mengalir atau air yang menetes.
f. Rawat silinder beton struktur ringan sesuai dengan standar ini atau sesuai dengan
SNI 03-3402-1994.
g. Benda uji kuat lentur dirawat sesuai dengan cara yang sama, kecuali selama
dalam penyimpanan untuk masa minimum 20 jam segera sebelum pengujian
benda uji harus direndam dalam cairan jenuh kapur pada 23°C ± 1,7°C. Saat
terakhir masa perawatan, antara waktu benda uji dipindahkan dari perawatan
sampai pengujian diselesaikan, pengeringan benda uji harus dihindarkan. Jumlah
pengeringan yang relatif sedikit dari permukaan benda uji lentur akan
menyebabkan tegangan tarik pada serat ekstrim yang akan mengurangi secara
berarti kuat lentur yang seharusnya.

Gambar 3.17: Cetakan (mold) berbentuk Gambar 3.18: Cetakan (mold) berbentuk
kubus 15 x 15 x 15 cm silinder dia.15 cm, tinggi 30 cm atau 20 cm

Gambar 3.19: Cetakan (mold) berbentuk balok dengan ukuran dalam, 15 x 15 x 60 cm atau
20 x 20 x 80 cm.

122 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


124 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017
5. Pemeriksaan Berat Isi & Bleeding Beton Segar

Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui berat isi beton segar, dan pengaruhnya
terhadap konstruksi nantinya dalam menentukan pengaruh variabel campuran, perbaikan,
kondisi lingkungan dan faktor lainnya terhadap bliding beton. Cara uji ini juga dapat
digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian produksi beton atau perbaikan sifat beton
terhadap persyaratan terkait dengan bliding beton. Pemeriksaan ini juga untuk mengetahui
laju atau kecepatan bleeding yaitu laju keluarnya air dari dalam adukkan beton segar, dan
untuk mengetahui banyaknya air yang dikeluarkan.

Cara uji bliding dari beton segar menurut SNI 4156:2008 terdiri dari 2 cara yang
dibedakan atas derajat pemadatan sesuai kondisi contoh beton. Kedua metode tersebut tidak
disyaratkan untuk menghasilkan hasil uji yang sama walaupun contoh beton yang diambil dari
siklus pencampuran yang sama dan diuji dengan masing masing cara. Bila berbagai mutu
beton akan dibandingkan, seluruh jenis pengujian harus dilakukan dengan menggunakan cara
yang sama, dan bila dalam satu siklus pencampuran mempunyai berat isi yang sama, masa
contoh beton tidak boleh berbeda lebih dari 1 kg. Nilai dinyatakan dalam satuan Standar
Internasional (SI).

Dua cara uji bleeding yaitu: (1) Cara A, untuk contoh yang dipadatkan dengan cara
ditusuk saja, dan diuji tanpa pengaruh lanjutan, kondisi ini sebagai simulasi dimana beton
setelah ditempatkan (pengecoran) tidak dipadatkan dengan cara digetar, dan (2) Cara B,
untuk contoh yang dipadatkan dengan cara digetar dan diuji dengan cara digetar dalam selang
waktu secara bertahap, kondisi ini sebagai simulasi dimana beton setelah ditempatkan
(pengecoran) dipadatkan dengan digetar dalam selang waktu tertentu. Benda uji untuk
pengujian berat isi dalam keadaan seimbang dan kering oven dibuat dalam cetakan silinder
ukuran 150 mm X 300 mm, di buat masing-masing sebanyak 3 silinder dan memenuhi
ketentuan SNI 03-1973-1990, tentang Metode pengujian berat isi beton

Metode pemadatan dilakukan berdasarkan nilai slump jika tidak ditentukan dalam
spesifikasi yaitu dengan cara penusukan dan getaran internal. Penggetaran pada pembuatan
benda uji, harus dilakukan seperti yang ditentukan dalam SNI 03 2493 1991 tentang
Metode pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium. Penusukan, pada
Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 125
pembuatan benda uji, harus dilakukan seperti yang ditentukan dalam SNI 03- 1973-1990,
tentang Metode pengujian berat isi beton Berat benda uji harus dicatat dengan ketelitian
0,3%. Berdasarkan nilai slum, cara pemadatannya sebagai berikut (Tabel 3.28).

Tabel 3.28: Nilai Slum dan Cara Pemadatan


Nilai Slum (mm) Cara Pemadatan
lebih besar dari 75 Penusukan
25 < slum < 75 penusukan atau penggetaran internal
Lebih kecil dari 25 penggetaran internal

Beton ditempatkan dalam tiga lapis dengan volume yang sama pada setiap lapis
dengan ketentuan penusukan. Penusukan dilakukan secara merata di atas penampang
melintang wadah ukur dan untuk dua lapis di atasnya, tusukan menembus lapisan di
bawahnya sedalam 25 mm. Setelah setiap lapis ditusuk, pukul-pukul setiap sisi sebanyak 10
sampai 15 kali dengan menggunakan palu karet, untuk mengurangi jumlah pori dalam beton.
Tambahkan lapis terakhir dan hindari pengisian yang terlalu penuh (Gambar 3.20).

Gambar 3.20: Pemadatan untuk Pengujian Berat Isi Beton

126 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Setelah dilakukan pemadatan maka benda uji harus dilakukan perawatan. Apabila
tidak ditentukan lain, silinder uji untuk penentuan berat isi keadaan seimbang harus dirawat
selama 6 hari menurut SNI 03-2493-1991 atau standar prosedur perawatan menurut SNI 03-
4810-1998, untuk 24 jam pertama atau sampai saat pengujian, simpan silinder uji untuk
menentukan berat isi kering oven pada kondisi yang dijaga temperaturnya antara 16oC sampai
27oC dan dijaga kelembaban dari silinder. Cetakan silinder boleh dibuka setelah 24 jam dan
ditutup dengan lembaran plastik atau karung basah untuk mencegah hilangnya kelembaban,
atau boleh tinggal dalam cetakan tertutup sampai waktu pengujian. Kapasitas tempat untuk
pengukuran berat isi dan jumlah pemadatan dengan penusukan sebagai (Tabel 3.29).

5.2 Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan sesuai dengan jenis pemadatan yang digunakan.

5.2.1 Contoh Uji Dipadatkan Dengan Penusukan (Cara A)

a. Bejana silinder, tergantung butir maksimum agregat seperti Gambar 3.21 dan
ketentuannya seperti Tabel 3.30.
Wadah, berbentuk silinder dengan kapasitas 14 L, dengan diameter dalam 255
mm ± 5 mm, dan tingi 280 mm ± 5 mm. Wadah tersebut harus terbuat dari metal
dengan tebal 2,67 mm - 3,40 mm, bagian tutupnya harus diberi pengaku (bingkai)
dengan tebal 2,67 mm - 3,40 mm, dan lebar 40 mm. Bagian dalam harus licin
bebas dari korosi, cat dan bahan pelumas.

Gambar 3.21: Bejana silinder, tergantung butir maksimum agregat. (Tabel 3.27)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 127


b. Timbangan, harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk menentukan masa
beton yang disyaratkan dengan tingkat ketelitian 0,5 %.
c. Pipet, atau peralatan yang sejenis, untuk menyadap kandungan air bebas dari
permukaan contoh beton.
d. Gelas ukur, berkapasitas 100 mL dengan ketelitian 1 mL, untuk menampung dan
mengukur jumlah air yang tersadap.
e. Batang penusuk, berupa batang baja berdiameter 16 mm dan panjang 610 mm
dengan bentuk bagian ujung bulat bergaris tengah 16 mm.
f. Termometer, ukuran 0oC 200oC
g. Beaker metal, (alat ukur volume), bila diperlukan, berkapasitas 1000 mL, untuk
menampung air yang menetes dan endapan.
h. Timbangan (bila diperlukan), memiliki ketelitian sampai 1 g guna menentukan
jumlah air yang menetes dan endapan.
i. Pelat pemanas (bila diperlukan), pelat pemanas listrik kecil kapasitas 500 watt
atau pemanas yang lainnya untuk penguapan air yang menetes.
j. Alat pengukur waktu, atau stop watch.
k. Sendok semen/sekop

Tabel 3.29: Volume minimum bejana dan ketelitian timbangan


Butir Maks. Agregat Volume Ketelitian
minimum bejana, Timbangan, Jumlah Pemadatan
cm3 (liter) gram
25 125 (6) 10 25 tusukan batang penusuk
per lapis dengan 3 lapisan
Sampai 38/40 230 (11) 10
50 290 (14) 25
75 460 (28) 25 50 tusukan batang penusuk
per lapis dengan 3 lapisan
100 700 (70) 50 satu tusukan untuk setiap 20
cm2
150 930 (100) 100

5.2.2 Contoh Uji Yang Dipadatkan Dengan Penggetaran (Cara B)

a. Meja getar, meja getar standar dan dilengkapi dengan alat penjepit serta alas dari
karet agar wadah/cetakan tidak berubah posisi saat digetar. Digerakkan dengan
motor listrik dengan daya 93 W (1/8 hp)
b. Pencatat waktu, alat pencatat waktu otomatis yang dipasang di meja getar atau
stop watch.
c. Wadah, terbuat dari baja dengan diameter bagian atas 290 mm, diameter bagian
bawah 280 mm dan tinggi 285 mm. dilengkapi dengan penutup terbuat dari baja.
d. Peralatan lain, sesuai yang diuraikan pada metode A.

128 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


e. Tempatkan penutup dalam wadah dan wadah di atas meja getar. Perkuat tutup
dengan wadah hingga kencang. Rekam dan catat waktu mulai menyalakan motor.
Teruskan penggetaran secara berselang selama 1 jam.
f. Pemadatan benda uji dalam wadah dengan penggetaran hanya dilakukan bila
diinginkan untuk mengetahui pengaruh derajat penggetaran dalam selang waktu
yang disyaratkan; Penggetaran secukupnya harus segera dilakukan sampai
permukaan beton cukup licin;
g. Hentikan pemadatan bila terindikasi telah terjadi segregasi yang terlihat dari
permukaan beton;
h. Untuk beberapa kasus seperti campuran yang terlalu basah atau plastis, tidak
perlu dipadatkan sepanjang penempatan beton dalam wadah dan
penanganannya selama penentuan berat dan penempatan dalam meja datar
untuk pengujian tidak meragukan.

5.3 Benda Uji

a. Beton yang diproduksi di laboratorium, siapkan contoh beton sesuai yang


ditetapkan dalam SNI 03-2493-1991. Untuk beton yang diproduksi di lapangan,
siapkan contoh beton sesuai yang ditetapkan dalam SNI 03-2458-1991. Seluruh
peralatan yang digunakan dalam cara uji ini hanya diizinkan bagi contoh beton
yang memiliki berbagai gradasi dengan ukuran nominal maksimum 50 mm. Untuk
beton yang memiliki ukuran agregat lebih besar dari 50 mm harus dilakukan
pengayakan basah terlebih dahulu dengan ukuran ayakan 37,5 mm, dan contoh
uji diambil dari bagian yang lolos dari ayakan tersebut.
b. Isi wadah dengan beton, sesuai yang ditentukan dalam cara uji SNI 03-1973-1990
Metode pengujian berat isi beton, kecuali bila wadah yang akan diisi mempunyai
tinggi 254 mm ± 3 mm. Ratakan permukan atas beton hingga diperoleh
permukaan yang licin dengan kandungan rongga seminimum mungkin.
c. Jika penyiapan benda uji dengan cara pengetaran maka tahap penggetaran adalah
dengan menyalakan listrik selama 3 detik, dan matikan 30 detik. Setelah listrik
dimatikan akan diperoleh pengaruh getaran motor selama 7 detik.
d. Contoh uji ditempatkan dalam wadah kira-kira setengah dari tinggi total. Jumlah
contoh uji sebaiknya diukur dalam berat dan biasanya ditimbang dengan berat 20
kg ± 0,5 kg, sesuai dengan persyaratan alat yang digunakan.

5.4 Prosedur Pelaksanaan

a. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah beton segar selesai diaduk selekas
mungkin. Catat kebutuhan bahan dasar yang digunakan untuk mengaduk,
meluputi jumlah semen (WPc), agregat halus (Wh), agregat kasar (Wk), air (Wa) dan
jumlah bahan tambah jika dipakai (Wtam). Hitung berat adukkan total (Wt).
b. Timbang berat bejana, catat beratnya (W1) dan ukur diamter (d), tinggi (h) dan
volumenya (VB), kemudian basahi bejana dengan air.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 129


c. Siapkan adukkan yang telah diaduk tadi. Isi dengan adukan menggunakan sendok
semen sebanyak tiga lapisan. Setiap lapisan dipadatkan sebanyak 25 kali dengan
tongkat pemadat diameter 16 mm panjang 60 cm.
d. Pemadatan dapat menggunakan vibrating Tabel dengan cara menggetarkannya
secukupnya sampai didapatkan selaput air pada permukaannya.
e. Ratakan lapisan permukaannya, tambal bagian yang bolong dengan adukan, dan
bersihkan sekitar tabung dengan menggunakan lap dari adukan yang menempel.
f. Timbang berat tabung penakar + adukkan, catat beratnya (W 2).
g. Lakukkan pemeriksaan bleeding.
h. Tempatkan tabung yang berisi adukan beton tadi di tempat yang rata dan datar
dan bebas dari getaran. Setiap 10 menit pada 40 menit pertama dan selanjutnya
30 menit air yang keluar dari adukan di atas tabung disedot dengan menggunakan
pipette, catat volumenya.dengan memasukkan kedalam gelas ukur. (V n). Lakukan
sampai tidak terlihat air keluar lagi. Untuk mengumpulkan air bliding, jungkitkan
benda uji dengan mengganjal bagian satu sisi dengan pelat setebal 50 mm setiap
2 menit sebelum air bliding disadap/diambil. Setelah air dipindahkan, kembalikan
contoh uji pada posisi semula dengan hati-hati (tanpa hentakan).
i. Hitung volume air total dalam adukan beton (Vt) dan Hitung persentase air yang
keluar (bleeding) yaitu banyaknya air yang keluar, (V k) = (Vn) dengan n=1 dibagi
dengan total air dalam adukan di dalam bejana, (Vt)

5.5 Hitungan

Berat isi beton segar = berat beton segar dibagi dengan volume bejana= [(W2) - (W1)] / (VB)
Bleeding = jumlah air yang keluar dibagi total air yang ada dinyatakan dalam persen.
Bleeding = [(Vk) / (Vt)] x 100% dan Vt = {[(W2) - (W1)] / (Wt)}x (Wa)
Kecepatan Bleeding = (Vn) / ( d), dalam ml/cm2.
Dimana :
W1 = berat bejana, gram; W2 = berat bejana + adukan, gram; Wt = berat total adukan, gram;
dan Wa = berat total air dalam adukan, liter
VB = volume bejana, cm3; Vk = volume air total yang keluar dari bejana, cm 3; Vt = volume air
total yang terdapat dalam bejana, cm3; dan Vn = rata-rata volume air yang keluar
dari bejana tiap 10 menit, cm3; serta d = diameter bejana, cm.

5.6 Perawatan

Bersihakan semua peralatan yang telah dipakai, dan letakkan kembali pada
tempatnya.

130 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


6. Pemeriksaan Kandungan Udara Beton Segar

Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui kandungan udara dalam beton segar,


dan hubungannya dengan campuran.

6.2 Alat yang digunakan

a. Air (udara) meter berbentuk Bejana silinder (Gambar 3.22, 3.23 atau 3.24)
b. Pipette
c. Tamper rod, diameter 16 mm. Panjang 60 cm
d. Sendok semen/sekop

Gambar 3.22: Precision Air Entrainment Meter (ASTM C-231;AASHTO T-152.)

Gambar 3.23: Volumetair (ASTM C-173.)

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 133


Gambar 3.24: Air Content of Fresh Mixed Concrete (ASTM C-231 and AASHTO T-152)

6.3 Prosedur Pelaksanaan

a. Pemeriksaan ini dilakukan langsung setelah beton segar selesai diaduk


b. Jika diameter maksimum lebih besar dari 40 mm, maka harus diayak terlebih
dahulu dengan ayakan 40/37.5 mm.
c. Bersihkan air meter dari kotoran yang melekat didalamnya.
d. Siapkan adukkan yang telah diaduk tadi, isi dengan adukan menggunakan sendok
semen, setinggi 1/3 bagian dari volumenya, lalu tumbuk dengan batang
penumbuk sebanyak 25 kali tumbukan. Lakukan penumbukan dengan cara
menjatuhkan batang penumbuk secara vertical dengan tinggi jatuh 50 mm di atas
agregat tadi secara merata.
e. Ulangi prosedur tersebut di atas untuk 2/3 dan 3/3 bagiannya. Pada lapisan
terakhir, agregat yang melebihi tabung penakar dibuang dan diratakan dengan
batang penumbuk. Isis pori-pori yang terbentuk dengan kelebihan agregat tadi.
f. Ketuk-ketuk bejana air meter pada lantai yang dilapisi kain hingga permukaan
adukan beton megkilap oleh air semen.
g. Bersihkan dari kotoran adukan yang melekat disekitar bejana.
h. Letakkan tutup bejana air meter dan kencangkan klam penutupnya.
i. hand pump manometer melewati garis
initial pressure line
j. Jika pemeriksaan kadar udara menggunakan air, maka prosedurnya sbb:

134 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


1) Buka kran pada air blender dibagian penutup bejana,
2) pet clock
bleeder valve.
3) Tutup seluruh keran (valve) pada bagian penutup bejana,
4) P hand pump manometer melewati garis
initial pressure line
5) Tunggu kira-kira 5 detik, buka keran (valve) pressure adjusting hingga jarum
initial pressure line
6) Tekan gagang keran ke bawah.
7) Baca penurunan jarum penunjuk setelah gagang keran ditekan kebawah.
Angka yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk itu adalah kadar udara dalam
beton, dinyatakan dalam % udara.

6.4 Hitungan

Kandungan udara dalam beton dinyatakan dalam persen (%) kandungan udara.

6.5 Perawatan

Bersihkan semua peralatan yang telah dipakai, dan letakkan kembali pada tempatnya.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 135


Catatan:
DAFTAR PUSTAKA

AASHTO. (1998). AASHTO T248 Reducing Samples of Aggregate to Testing Size. USA: American
Association of State Highways and Transportations Official. Diambil kembali dari
http://www.in.gov/indot/files/248.pdf
Abrams, D. A. (1918). Design of Concrete Mixtures. Structural Materials Research Laboratory,
Lewis Institute, Bulletin No. 1, PCA LS001(Sixth Printing, July 1924), 20 pages. Diambil
kembali dari http://www.cement.org/pdf_files/LS001.pdf
ACI 211.1-91. (1991). Standard Practice for Selecting Proportions for Normal, Heavyweight,
and Mass Concrete. Farmington Hills, MI, USA: American Concrete Institute.
ACI 211.1-91 Standar practice for selecting proportion for normal, heavyweight, and mass
concrete. (1991).
ACI 211.4R-08. (December 2008). Guide for Selecting Proportions for High-Strength Concrete
with Portland Cement and Fly Ash: Reported by ACI Committee 211. Farmington Hills,
MI, USA: American Concrete Institute.
ACI 363R-92 (Reapproved 1997). (1992). State-of-the-Art Report on High-Strength Concrete.
Reported by ACI Committee 363. Farmington Hills, MI, U.S.A: American Concrete
Institute.
ACI Committee 318. (September 2014). An ACI Standard and Report: Building Code
Requirements for Structural Concrete (ACI 318-14) Commentary on Building Code
Requirements for Structural Concrete (ACI 318R-14). Farmington Hills, MI 48331, USA:
American Concrete Institute, http://www.concrete.org.
ACI CT-13. (January 2013). ACI Concrete Terminology: An ACI STANDARD. Farmington Hills,
MI, U.S.A: American Concrete Institute.
Adnan, A., Suhatril, M., & Taib, I. M. (2010, March). The Mechanical Properties of High
Strength Concrete for Box Girder Bridge Deck in Malaysia. Concrete Research Letters,
http://www.crl.issres.net, Vol. 1(1), 35-45.
American Concrete Institute. (August 2007). ACI Education Bulletin E1-07. Supersedes E1-99:
Aggregates for Concrete, Developed by Committee E-701, Materials for Concrete
Construction. Farmington Hills, MI, USA: American Concrete Institute,
http://www.concrete.org.
Andoyo. (2006). Pengaruh Penggunaan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tekan dan
Serapan Air Pada Mortar. Semarang: Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang.
ASTM C 595-03. (2003). Standard specification for blended hydraulic cement. West
Conshohocken, PA 19428-2959, United States: American Society for Testing and
Material.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 137


ASTM C33- Annual
Book of ASTM Standards, Vol 04.02 Concrete and Concrete Aggregates . West
Conshohocken, PA 19428-2959, United States: ASTM International.
ASTM C685/C685M-10. (2010). Standard Specification for Concrete Made by Volumetric
Batching and Continuous Mixing. West Conshohocken, PA 19428-2959, United States:
American Society for Testing and Material.
ASTM C94/C94M-09a. (2010). Standard Specification for Ready-Mixed Concrete. West
Conshohocken, PA 19428-2959, United States: American Society for Testing and
Material.
ASTM D 4791-95 Standard test method for flat particles, elongated particles, or flat and
elongated particles in coarse aggregate. (2003). Dalam ASTM, Annual Book of ASTM
Standards, Vol 04.01. Concrete and Concrete Aggregates. West Conshohocken, PA
19428 - 2959: ASTM International.
Divisi 7: Struktur. (2011). Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksana Konstruksi
(Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan: BAB VII - Spesifikasi Umum. Jakarta:
Dirjen Bina Marga - Kementerian Pekerjaaan Umum - Pemerintah Republik Indonesia.
Fatmawati, L. (2011). Tinjauan Modulus of Raptur Beton Mutu Tinggi Berserat Baja dengan
Menggunakan Filler Nanomaterial. Surakarta: Skripsi - Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Haf, B. B. ( Februari 2012). Pengaruh Penggunaan Fly Ash Pada Beton Mutu Normal Dan Mutu
Tinggi Ditinjau Dari Kuat Tekan Dan Absorbsi. Media Teknik Sipil, Volume 10, Nomor 1,
01 - 09.
Hover, K. C. (1998, September). Concrete Design: Part 1, Finding Your Perfect Mix. Diambil
kembali dari CE News: http://www.cenews.com/edconc 0998.html
Kosmatka, S. H. (2008). Properties and Performance of Normal-Strength and High-Strength
Concrete. Dalam E. G. Nawy, & E. G. Nawy (Penyunt.), Concrete construction
engineering handbook (Second ed., hal. 5.1-5.45). NW-United States of America: CRC
Press.
Kosmatka, S. H., Kerkhoff, B., & and Panarese, W. C. (2003). Design and Control of Concrete
Mixtures, EB001 (Fourteen ed.). Skokie, Illinois, USA: Portland Cement Association.
Diambil kembali dari www.cement.org
McCormac, J. C., & Brown, R. H. (2014). Design of Reinforced Concrete: ACI 318-11 Code
Edition (Ninth ed.). NJ 07030-5774, United States of America: John Wiley & Sons.
Mindess, S. (2008). Concrete Constituent Materials. Dalam E. G. Nawy, & E. G. Nawy
(Penyunt.), Concrete construction engineering handbook (Second ed., hal. 27). USA-
NW: CRC Press Taylor & Francis Group.
Mulyono, T. (2003). Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Offset.
Mulyono, T. (2014). Teknologi Beton: dari teori ke praktek. Jakarta: LPP-UNJ.

138 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


Poole, T. S. (2006). Part 1: General, Chapter 3: Techniques, Procedures, and Practices of
Sampling of Concrete and Concrete-Making Materials. Dalam ASTM, J. F. Lamond, & J.
H. Pielert (Penyunt.), Significance of Tests and Properties of Concrete and Concrete-
Making Materials (STP 169D) (hal. 16-21). Bridgeport, NJ, USA: ASTM International.
Road Research Laboratory. (1970). Road Note (Great Britain. Department of Scientific and
industrial research. Road research laboratory), No. 4. London, Great Britain: London,
H.M. Stationery Off.
RSNI T-01-2005. (2005). Cara uji butiran agregat kasar berbentuk pipih, lonjong, atau pipih
dan lonjong. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Shilstone, J. M. (1990, June). Concrete Mixture Optimization. Concrete International, 33-39.
SNI 03 1971 1990. (1990). Metode pengujian kadar air agregat. Jakarta: Badan Standar
Nasional.
SNI 03-1968-1990. (1990). Metode pengujian analisis saringan Agregat halus dan kasar.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 03-2461-2002. (2002). Agregat Ringan Untuk Beton Ringan Struktural. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 03-2495-1991. (1991). Spesifikasi bahan tambahan untuk beton. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
SNI 03-2834-2000. (2000). Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. Jakarta:
Badan Satandardisasi Nasional.
SNI 03-3976-1995. (1995). Tata cara pengadukan dan pengecoran beton . Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 03-4137-1996. (1996). Metode pengujian tebal dan panjang rata-rata agregat. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
SNI 03-4142-1996. (1996). Metode Pengujian Jumlah Bahan Dalam Agregat Yang Lolos
Saringan Nomor 200 (0,075 mm). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 03-4428-1997. (1997). Metode Pengujian Agregat Halus atau Pasir yang Mengandung
Bahan Plastik dengan Cara Setara Pasir. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 03-4804-1998. (1998). Metode Pengujian Berat Isi dan Rongga udara dalam agregat.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 03-6468-2000. (2000). Tata cara perencanaan campuran beton berkekuatan tinggi
dengan semen portland dan abu terbang. Jakarta: BSN.
SNI 13-6717-2002. (2002). Tata Cara Penyiapan Benda Uji dari Contoh Agregat. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
SNI 15-0302-2004. (2004). Semen portland pozolan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 15-2049-2004. (2004). Semen portland. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 15-7064-2004. (2004). Semen Portland Komposit . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 139


SNI 1969:2008. (2008). Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 1970: 2008. (2008). Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat halus. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 1972:2008. (2008). Cara uji slump beton . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1973:2008. (2008). Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton .
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional .
SNI 2458:2008. (2008). Tata cara pengambilan contoh uji beton segar. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 2460:2014. (2014). Spesifikasi abu terbang dan pozolan alam mentah yang telah
dikalsinasi untuk digunakan dalam beton (ASTM C618-08a, IDT) . Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 2493:2011. (2011). Tata cara pembuatan dan perawatan benda uji beton di laboratorium.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2496:2008. (2008). Spesifikasi bahan tambahan pembentuk gelembung udara untuk
beton. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2847:2013. (2013). Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Jakarta: BSN.
SNI 4810: 2013. (2013). Tata cara pembuatan dan perawatan spesimen uji beton di lapangan
(ASTM C31 10, IDT). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 7656: 2012. (2012). Tata cara pemilihan campuran untuk beton normal, beton berat dan
beton massa. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 7974:2013. (2013). Spesifikasi air pencampur yang digunakan dalam produksi beton
semen hidraulis (ASTM C1602 06, IDT). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

140 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017


PETUNJUK PEMBUATAN LAPORAN

Laporan sementara di buat paling lambat seminggu setelah praktek dilaksanakan,


dibuat secara berkelompok dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Laporan akhir untuk
materi ini dibuat seminggu setelah semua praktek dilaksanakan dibuat secara individual
dengan tulis tangan. Ketentuannya sebagai berikut:

1. Mengunakan kertas ukuran kertas A4, Dijilid rapi


2. Tulis tangan
3. Sistematika penulisan laporan akhir untuk Modul 1: Semen adalah sebagai
berikut:
Cover (boleh diprint)
Daftar Isi
Ringkasan hasil pengujian (berisi hasil ringkasan keseluruhan pengujian yang
dilakukan)

A. Pengujian .......(Berisi judul pengujian pertama yang dilakukan)


1. Maksud dan Tujuan Pengujian
(Menjelaskan maksud dan tujuan pengujian termasuk SNI rujukan )
2. Penjelasan Teoritik
(Berisi tentang pengertian, definisi atau teori yang terkait dengan
pengujian)
3. Alat dan Bahan yang digunakan
(dilengkapi dengan photo-photo peralatan dan bahan yang digunakan,
diprint warna lebih baik dan ditempelkan di laporan)
4. Prosedur Pengujian
(Berisi prosedur yang dilakukan saat pengujian merujuk pada langkah
dalam modul ini)
5. Hasil Pengujian
(Dilengkapi dengan laporan sementara yang sudah disetujui serta photo
benda uji hasil praktek. Grafik dapat menggunakan hasil print)
6. Kesimpulan dan Saran
(Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil)

B. Pengujian .......(Berisi judul pengujian kedua yang dilakukan)


1. Maksud dan Tujuan Pengujian
(Menjelaskan maksud dan tujuan pengujian termasuk SNI rujukan )
2. Penjelasan Teoritik

Perancangan, Pengolahan dan Pengujian Beton Segar | 141


View publication stats

(Berisi tentang pengertian, definisi atau teori yang terkait dengan


pengujian)
3. Alat dan Bahan yang digunakan
(dilengkapi dengan photo-photo peralatan dan bahan yang digunakan,
diprint warna lebih baik dan ditempelkan di laporan)
4. Prosedur Pengujian
(Berisi prosedur yang dilakukan saat pengujian merujuk pada langkah
dalam modul ini)
5. Hasil Pengujian
(Dilengkapi dengan laporan sementara yang sudah disetujui serta photo
benda uji hasil praktek. Grafik dapat menggunakan hasil print)
6. Kesimpulan dan Saran
(Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diambil)

C. Pengujian .......(Berisi judul pengujian dst.. yang dilakukan dengan urutan


sub-judul yang sama)

142 |Tri Mulyono, FT UNJ, 2017

Anda mungkin juga menyukai