Oleh Kelompok 1
Devina Maharani 2310631220026
Dzakiyyah Putri R 2310631220053
Suci Mutmaidah 2310631220017
Syiffa Yustika Aulina 2310631220044
Winda Mezaluna H 2310631220018
2023
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan banyak
kemudahan dan limpahan rezeki-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok
membuat makalah yang berjudul “Bulimia”.
Kami sadar betul dalam penggarapan makalah ini tak lepas dari bantuan banyak pihak,
termasuk anggota kelompok 1 ini mulai penggarapan sampai rampungnya makalah ini. Oleh
karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Selain itu, makalah yang kami garap masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
pengalaman dan pengetahuan kami. Kiranya, kami berharap adanya saran dan kritik untuk
makalah yang baru kami buat. Terakhir, kami berharap semoga makalah bisa memberi manfaat
yang banyak bagi pembaca.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kriteria utama yang mengindikasikan bulimia adalah siklus makan yang berlebihan lalu
mengeluarkan kalori ekstra dengan paksa dari tubuh.Kemudian disertai dengan asumsi negatif
tentang bentuk tubuh dan berat badan. Langkah pengobatan untuk bulimia umumnya
membutuhkan waktudan tenaga yang tidak sedikit. Dukungan penuh dari teman serta keluarga
juga berperan penting. Karena itu, pengidap serta keluarga dianjurkan untuk bersabar dalam
menjalaninya.
B. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bulimia
Bulimia merupakan salah satu jenis eating disorder atau gangguan makan. Gangguan
makan ini ditandai dengan adanya karakteristik makan secara berlebihan dan berulang,
kemudian diikuti dengan keinginan untuk memuntahkan makanan, serta perhatian yang
berlebihan mengenai berat badan dan bentuk tubuh (Nevid, Rathus & Greene, 2014). Seiringan
dengan hal tersebut, Barlow, Durand & Hofmann (2018) menyebutkan bahwa bulimia ditandai
dengan konsumsi makanan yang berlebihan yang disertai dengan cara-cara ekstrem
mengeluarkan makanan dari tubuh, seperti merangsang diri sendiri untuk muntah,
menggunakan obat pencahar atau obat diuretik, dan lain sebagainya sebagai bentuk kompensasi
dari makan yang berlebihan tersebut.
Faktor risiko bulimia meliputi berbagai elemen yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang untuk mengembangkan gangguan makan ini. Berikut adalah beberapa faktor risiko
bulimia:
Sedangkan menurutt Kaplan, Sadock, dan Grebb (1997), terdapat 3 faktor penyebab
terjadinya bulimia, yaitu:
4
muntah, dan menyebabkan perasaan sehat yang dirasakan pasien setelah
muntah.
2. Faktor Psikologis: Pasien bulimia nervosa memiliki emosi yang terlihat, seperti
mengungkapkan kemarahan secara terbuka dan impulsif. Penderita bulimia
nervosa biasanya makan yang terlalu berlebih. Tidak memiliki super ego dan
kekuatan ego. Kesulitan yang dimiliki penderita bulimia nervosa, yaitu
ketergantungan zat dan hubungan seksual yang merusak diri sendiri (Kaplan,
Sadock, dan Grebb 1997).
3. Faktor Sosial: Pasien bulimia nervosa cenderung berespon terhadap tekanan
sosial untuk menjadi kurus. Pasien biasanya depresi tinggi. Keluarga pasien
bulimia nervosa kurang dekat dan menggambarkan orang tua yang menolak dan
menelantarkan.
Faktor yang sangat mempengaruhi antara citra tubuh dengan kecenderungan bulimia
adalah faktor biologis dan psikologis. Karena penderita gangguan bulimia cenderung menurun
dalam keluarga dan kemungkinan ada genetik (Papalia dan Olds 2008). Dan faktor psikologis
mempengaruhi perubahan fisik pada saat pubertas akan menyebabkan remaja sangat
memperhatikan bentuk tubuhnya (Santrock 2003). Perhatian yang berlebihan tersebut yang
akan menyebabkan remaja terkena gangguan makan, seperti bulimia dan anoreksia.
1. Genetik: Ada bukti bahwa faktor-faktor genetik dapat memainkan peran dalam
kerentanan seseorang terhadap bulimia. Orang yang memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan makan lebih mungkin untuk mengembangkan bulimia.
2. Psikologis: Ketidakpuasan tubuh, rendahnya harga diri, dan perasaan tidak
terkendali dapat memainkan peran dalam perkembangan bulimia. Individu
mungkin menggunakan makanan sebagai cara untuk mengatasi stres dan emosi
negatif.
3. Stres dan Trauma: Pengalaman stres atau trauma dalam hidup individu dapat
meningkatkan risiko perkembangan bulimia. Trauma masa kecil, pelecehan
seksual, atau perasaan tidak aman juga dapat memainkan peran.
4. Tekanan Sosial dan Budaya: Tekanan dari budaya yang menekankan
kecantikan tubuh yang ideal, kurus, dan citra tubuh yang sempurna dapat
memengaruhi perkembangan bulimia, terutama pada individu yang lebih
rentan.
5. Lingkungan: Lingkungan di mana seseorang tinggal dan berinteraksi juga dapat
memainkan peran dalam perkembangan bulimia, termasuk akses mudah
terhadap makanan berlebihan dan tekanan sosial.
6. Penekanan pada Berat Badan: Individu yang sering menerima komentar atau
kritik terkait berat badan mereka mungkin lebih rentan terhadap bulimia.
5
D. Gejala Bulimia
Bulimia dapat menunjukkan berbagai gejala yang dapat dikenali, antara lain:
a. Makan sangat banyak dan tidak terkontrol dalam waktu yang singkat (binge
eating).
b. Berusaha membuat diri sendiri muntah setelah binge eating.
c. Menggunakan obat pencahar atau laksatif setelah binge eating.
d. Melakukan olahraga berlebihan setelah binge eating.
e. Memiliki ketakutan yang berlebih akan berat badan bertambah.
f. Sangat kritis tentang berat badan dan bentuk tubuh.
g. Mood mudah berubah, misalnya menjadi tegang atas kecemasan.
E. Diagnosa
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Health, edisi ke-5 (DSM-5),
bulimia didefinisikan sebagai gangguan makan dengan 5 kriteria diagnostik, yaitu:
Kriteria diagnosa Bulimia hanya terpaku kepada binge-eating dan perilaku kompensasi
yang tidak sesuai. Artinya penderita bulimia tidak hanya memiliki berat badan yang rendah,
namun bisa juga memiliki berat badan yang normal ataupun overweight. Maka dari itu, pasien
dengan berat badan normal dan overweight tidak dapat diabaikan apabila memiliki gejala atau
6
tanda lainnya. Penderita bulimia yang menunjukkan gejala purging (menginduksi muntah
secara sengaja) umumnya disertai dengan seringnya pergi ke kamar mandi. Penderita bulimia
dapat menunjukkan tanda tanda sakit tenggorokan, siklus menstruasi yang tidak teratur,
konstipasi, sakit kepala, lelah, nyeri perut, hingga kembung.
F. Bahaya Bulimia
Bulimia adalah gangguan makan yang sangat serius dan berbahaya. Bahkan bulimia
juga dapat mengancam nyawa seseorang. Efek buruk yang ditimbulkan akibat bulimia antara
lain:
Penanganan bulimia melibatkan tim medis yang terdiri dari dokter, psikiater, psikolog,
dan ahli gizi. Berikut adalah beberapa cara untuk menangani bulimia:
7
1. Pemberian obat
a. Antidepresan: Pengamatan awal bahwa individu dengan bulimia nervosa
menunjukkan peningkatan prevalensi gangguan mood seumur hidup,
bersamaan dengan peningkatan prevalensi gangguan mood, pada kerabat
tingkat pertama mereka, mendorong percobaan awal antidepresan untuk
pengobatan akut bulimia nervosa. Dalam hal ini . uji coba, antidepresan
tampaknya efektif untuk bulimia nervosa terlepas dari apakah pasien
mengalami depresi klinis atau tidak. Jenis antidepresan yang diberi antara
lain:
1. Fluoxetine: diberikan sebanyak 60 mg/harinya selama delapan
hingga enam belas minggu.
2. Fluvoxamine: diberikan sebanyak 182 mg/hari selama Sembilan
belas minggu.
3. Sertalin: diberikan sebanyak 100 mg/hari selama dua belas
minggu.
b. Trazodone: Dalam uji coba trazodon (400 mg) selama enam minggu versus
plasebo, trazodon menyebabkan penurunan frekuensi makan berlebihan dan
muntah serta rasa takut makan secara signifikan.
c. Antidepresan Trisiklik: Dalam uji coba enam minggu, desipramine (200-
300 mg/hari) secara signifikan lebih efektif dibandingkan plasebo dalam
mengurangi pesta makan, muntah, dan skor pada tes sikap makan (EAT)
dan kuesioner bentuk tubuh (BSQ). Depresi dan kecemasan yang dilaporkan
sendiri menurun secara signifikan pada kelompok desipramine
dibandingkan dengan kelompok plasebo; depresi yang dinilai dokter tidak
berbeda secara signifikan.
d. Brofaromine: Uji coba brofaromine selama delapan minggu (dosis rata-rata
175 mg/hari) menunjukkan tidak ada perbedaan antara obat aktif dan
plasebo pada pesta makan berlebihan atau gambaran psikologis gangguan
makan.Brofaromine memang menyebabkan penurunan frekuensi muntah
secara signifikan.
2. Terapi
a. Terapi perilaku kognitif (CBT)
CBT yang secara khusus diarahkan pada gejala gangguan makan dan
kognisi yang mendasarinya pada pasien dengan BN adalah intervensi
psikososial yang paling banyak dipelajari secara intensif pada orang dewasa dan
memiliki bukti kemanjuran paling banyak.
8
CBT lengkap, termasuk komponen kognitif dan perilaku, memberikan hasil
yang lebih baik terkait pola makan dibandingkan komponen terapi perilaku saja,
tingkat kekambuhan yang lebih rendah dibandingkan paparan dengan
pencegahan respons dan tingkat pantangan yang lebih besar dibandingkan
intervensi yang hanya melakukan pemantauan mandiri.
CBT lebih unggul dibandingkan konseling kebutuhan zat gizi saja dalam
memperbaiki pola makan berlebihan, muntah, penggunaan obat pencahar, dan
ketidakpuasan terhadap tubuh. CBT juga menyebabkan penurunan yang jauh
lebih besar dibandingkan terapi suportif-ekspresif (pengobatan berorientasi
psikodinamik nondirektif) pada bulimia EDI, skor EAT, keasyikan makanan,
kekhawatiran makan, dan depresi.
c. Terapi keluarga
Langkah pencegahan bulimia belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Namun,
peran keluarga dan teman dapat membantu mengarahkan penderita bulimia ke arah perilaku
yang lebih sehat. Cara yang dapat dilakukan adalah:
• Meningkatkan rasa percaya diri dengan saling memberikan motivasi untuk selalu hidup
sehat setiap hari.
• Mengenali dan mengatasi stres secara efektif.
• Edukasi mengenai citra tubuh yang realistis.
• menghargai keberagaman bentuk tubuh.
• Menghindari pembicaraan yang berhubungan dengan fisik atau yang memengaruhi
psikologis penderita, misalnya badannya terlalu kurus atau gemuk, serta wajahnya tidak
cantik.
• Mengajak anggota keluarga untuk selalu makan bersama.
• Melarang diet dengan cara tidak sehat, seperti menggunakan obat pencahar atau
memaksakan diri untuk muntah.
9
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bulimia
adalah gangguan makan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor psikologis,
genetik, biologis, sosial, dan juga lingkungan. Bulimia sangat berbahaya jika tidak segera
ditangani, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit dan bahkan kematian. Penanganan
pada pasien bulimia bisa dilakukan dengan cara pengobatan dan terapi. Pencegahan bulimia
belum diketahui secara pasti hingga saat ini, namun peran dari orang terdekat seperti keluarga
dan teman akan sangat membantu penderita bulimia untuk berperilaku hidup lebih sehat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Siti (2021). Model Remaja Putri: Body Image dan Bulimia Nervosa. Jurnal Pemikiran dan
Riset Sosiologi 2(1), 19-36.
Debasish (2010). Management of anorexia and bulimia nervosa. Indian Journal of Psychiatry
52(2), 174-186.
Afina (2021). Diagnosis dan Tatalaksana Bulimia Nervosa. JURNAL MEDIKA HUTAMA
2(4), 1218-1222.
Zia & Devieka (2020). Persepsi Tubuh dan Bulimia Nervosa pada Remaja Putri.
Muhammadiyah Journal of Nutrition and Food Science 1(2), 60-69.
Hetty, dkk (2017). Gangguan Makan Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa pada Remaja.
Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat 4(3), 390-447.
Katrim (2021). Cognitive Behavioral Therapy (CBT) untuk Mengatasi Bulimia Nervosa.
Jurnal Ilmiah Psikologi 23(1), 1-18.
Bulik, dkk (2006). Prevalence, heritability, and prospective risk factors for anorexia nervosa.
Archives of General Psychiatry, 63(3), 305-312.
Fairburn, dkk (2003). Cognitive behavior therapy for eating disorders: A "transdiagnostic"
theory and treatment. Behavior Research and Therapy, 41(5), 509-528.
Wonderlich, dkk (2007). A prospective study of personality and eating pathology in the
Minnesota twin and family study. International Journal of Eating Disorders, 40(6),
667-675.
Stice, dkk (2011). Risk factors for onset of eating disorders: Evidence of multiple risk
pathways from an 8-year prospective study. Behaviour Research and Therapy, 49(10),
622-627.
Keel, dkk (2006). Point prevalence of bulimia nervosa in 1982, 1992, and 2002.
Psychological Medicine, 36(1), 119-127.
Arcelus, dkk (2011). Mortality rates in patients with anorexia nervosa and other eating
disorders: A meta-analysis of 36 studies. Archives of General Psychiatry, 68(7), 724-
731.
11