Anda di halaman 1dari 34

Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap manusia pasti akan mengalami suatu perubahan dari masa bayi
hingga dewasa. Setiap anak juga mempunyai ciri perubahan - perubahan untuk
menuju ke tahap dewasa yaitu perkembangan dan pertumbuhan dengan tahapan
tertentu sesuai umurnya. Jadi, seorang anak tidak bisa dikatakan sebagai remaja
kecil. Karena anak itu berbeda dengan orang dewasa dari fisik, pola pikir dan cara
berfikir yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan. Sebenarnya
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai hubungan yang erat. Kedua aspek
ini sering dikatakan mempunyai proses yang sama yaitu proses tumbuh menjadi
lebih sempurna. Namun, secara luas perkembangan berarti perubahan individu

baik secara struktur atau fungsi organ melalui kematangan dan proses belajar yang
terjadi sepanjang hanyat hingga meninggal dunia. Dalam perkembangan tidaklah
terbatas pada semakin sempurna tetapi juga terkandung serangkaian perubahan
secara terus menerus secara pasti, melalui suatu tahap yang sederhana ke tahap
berikutnya yang semakin tinggi dan maju walaupun sulit diukur dengan alat ukur.
Sedangkan, pertumbuhan berarti perubahan atau kenaikan dalam ukuran secara
keseluruhan fisik, seperti tulang, tinggi badan, berat badan, jaringan syaraf dan
lainnya menjadi lebih sempurna. Pertumbuhan individu dapat diukur dengan alat
pengukur.

Masa remaja terletak diantara masa anak dan masa dewasa. Masa
Remajaadalah tahapan yang pada umumnya dimulai sekitar usia 13 tahun. Awal
masaremaja ditandai dengan pertumbuhan fisik sangat pesat dengan
mulaiberfungsinya hormon-hormon sekunder pada permulaan masa
remaja.Pertanda fisik yang sudah menyerupai manusia dewasa ini tidak di
ikutidengan perkembangan psikis yang sama pesatnya. Masa remaja
merupakanmasa transisi dari masa anak-anak menuju kehidupan orang
dewasamerupakan masa yang sulit dan penuh gejolak sehingga sering disebut
sebagaimasa badai dan topan (strum and drang), masa pancaroba dan berbagai

sebutan lainnya yang menggambarkan banyaknya kesulitan yang dialami pada


masa perkembangan ini.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Suatu perubahan yang terjadi pada masa remaja ini membawa suatu
konsekuensi mengenai metode dan materi tentang kegiatan pembelajaran. Namun
perubahan yang terjadi di dalam individu ini juga sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan sekitarnya. Dari hal tersebut, penulis menyusun makalah tentang
perkembangan belajar anak masa operasional-formal tingkat SMP dan

aplikasinya.

Masa remaja sangat susah untuk didefinisikan karena berakhir dan


tumbuhnya masa remaja tidak dapat ditetapkan secara pasti. Secara umum,
batasan usia remaja dibedakan menjadi tiga yaitu (Samsunuwiyati, 2005 : 190) :

• Masa remaja awal yang berkisar antara umur 12 sampai 15 tahun.

• Masa pertengahan yang berkisar antara umur 15 sampai 18 tahun.

• Masa remaja akhir yang berkisar antara 18 sampai 21 tahun.


Namun, Monks, Knoers, & Haditono, (2001) membedakan masa remaja
menjadai empat tahap yaitu masa pra – remaja atau masa pra-pubertas yang
berkisar antara 10 sampai 12 tahun, masa remaja awal atau pubertas yang berkisar
antara 12 sampai 15 tahun, masa remaja pertengahan yang berkisar antara 15
sampai 18 tahun dan yang terakhir adalah masa remaja akhir yang berkisar antara
usia 18 sampai 21 tahun (Samsunuwiyati, 2005 : 190).
Sedangkan WHO membagi masa remaja menjadi dua tahap yaitu :

• Masa remaja awal yang berkisar antara 10 sampai 14 tahun

• Masa remaja akhir yang berkisar antara 15 sampai 20 tahun


Masa remaja SMA dapat dikatakan sebagai masa remaja pertengahan
karena pada masa SMA umurnya berkisar antara 15 sampai 18 tahun. Remaja
akhir ini mempunyai perubahan-perubahan perkembangan, diantaranya
perkembangan kognitif. Menurut piaget, pada masa ini anak sudah dapat berpikir
secara abstrak dan hipotesis. Di samping itu, pada tahap ini remaja juga sudah
dapat berpikir secara sistematik untuk memecahkan suatu masalah.
Pada masa SMA ini, sesuai dengan perkembangan kognitifnya yaitu sudah
mampu berpikir secara abstrak, sistematis dan hipotesis, ini merupakan pemikiran
yang juga terdapat dalam pemahaman sains.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu :
1. Bagaimana perkembangan fisik anak selama masa SMP dan SMA (formal-
oprasional, umur: 11-keatas) ?

2. Bagaimana perkembangan kognitif anak selama masa SMP dan SMA (formal-
oprasional, umur: 11-keatas) ?
3. Bagaimana perkembangan anak selama masa SMP dan SMA berdasarkan
a. Pemikiran hipotesis-deduktif
b. Pemikiran saintifik-induktif
c. Pemikiran abstraktif-reflektif
d. Skema-skema operasi formal
e. Ciri-ciri pemikiran yang lain

1.3 TUJUAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas,maka tujuan yang akan
dicapai dalam penulisan makalah yang berjudul perkembangan anak selama
masa SMP dan SMA (formal operasional) adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami tentang perkembangan anak selama masa
SMP dan SMA (formaloprasional, umur 11 – ke atas)
2. Mengetahui dan memahami perkembangan fisik anak selama masa SMP
dan SMA (formaloprasional, umur 11 – ke atas)
3. Mengetahui dan memahami perkembangan kognitif anak selama masa

SMP dan SMA (formaloprasional, umur 11 – ke atas)

1.4 MANFAAT
Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah yang berjudul
perkembangan anak selama masa SMP dan SMA (formal operasional) adalah
sebagai berikut:
1. Bagi penulis:
Dari penyusunan makalah yang berjudul penulisan makalah yang berjudul
perkembangan anak selama masa SMP dan SMA (formal

operasional),penulis mendapatkan kesempatan membuat makalah yang


baik dan sesuai dengan kepentingan pembelajaran. Dengan penyusunan
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

makalah ini juga diharapkan nantinya penulis memiliki pengalaman dalam


pembuatan makalah yang dapat dipergunakan untuk keperluan-keperluan
lainnya.
2. Bagi pembaca:
Melalui penyusunan makalah ini diharapkan dapat

memberikangambaranpadamahasiswatentang perkembangan anak selama


masa SMP dan SMA (formaloprasional, umur 11 – ke atas). Selain itu,
makalah ini diharapkan dapat beruguna bagi kelangsungan proses belajar
mengajar khususnya untuk mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

BAB II
PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN ANAK SELAMA MASA SMP DAN SMA


(FORMAL OPERASIONAL, UMUR 11 – KE ATAS)

Usia anak yang menginjak 11 tahun ke atas sering disebut sebagai usia
remaja. Usia ini menurt Jean Piaget merupakan tahap formal operasional anak.
Biasanya pada usia tersebut anak duduk di bangku SMP dan SMA. Pengertian
kata remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, dalam Arya:
www.ilmupsikologi.wordpress.com). Remaja sebenarnya tidak mempunyai
tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan
dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994)
bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa
adolescene diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (dalam Arya:
www.belajarpsikologi.com) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan
masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
Jadi, masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa anak-
anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada
masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun
psikologis (Arya: www.belajarpsikologi.com)
Perkembangan anak pada masa SMP dan SMA atau tahap formal
operasional akan mengalami tahap-tahap perkembangan fisik dan perkembangan
kognitif yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

2.1 PERKEMBANGAN FISIK SELAMA MASA SMP DAN SMA (FORMAL OPERASIONAL)

Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada anak pada masa ini


merupakan gejala primer dalam perkembangan dan pertumbuhan anak masa

remaja. Tanda-tanda perkembangan fisik yang pertama pada anak masa remaja
yaitu terjadinya pubertas. Dalam konteks ini,kematangan organ-organ seks dan
kemampuan reproduktif bertumbuh dengan cepat. Baik anak laki-laki maupun
perempuan mengalami perkembangan fisik yang sama-sama cepat. Secara umum
perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja sebagai berikut:
Perempuan

• Pertumbuhan payudara

• Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan

• Pertumbuhan badan

• Menstruasi
• Pertumbuhan bulu ketiak

• Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya


bulu ketiak)
Laki-laki
• Pertumbuhan testis
• Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan
• Pembesaran badan
• Pembesaran penis

• Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (sama dengan


pembesaran penis)
• Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah rambut pubis)
• Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan tumbuhnya
bulu ketiak)

A. PenyebabPerubahan
Penyebabperubahanpadamasaremajaadalahadanyaduakelenjar yang

menjadiaktifbekerjadalam system endokrin.Kelenjar pituitary yang terletak di

dasarotakmengeluarkanduamacam hormone yang


Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

didugaeratpadahubungannyadenganperubahanpadamasaremaja.Kedua hormone
ituadalahhormone pertumbuhan yang
menyebabkanterjadinyaperubahanukurantubuhdan hormone
gonadotropikatauseringdisebut hormone yang merangsanggonade,
yaitumerangsanggonade agar aktifmulaibekerja.Tidakberapa
lama

sebelumsaatremajasemakinbanyakdihasilkan.Seluruh proses
inidikendalikanolehperubahan yang terjadidalamkelenjarendokrin.
Kelenjarinidiaktifkanolehrangsangan yang dilakukankelenjar hypothalamus,
yaitukelenjar yang
dikenalsebagaikelenjaruntukmerangsangpertumbuhanpadasaatremajadanterletak
di otak.
Adapunperubahan-perubahanfisik yang pentingdan yang
terjadipadamasaremajaialah:
1. PerubahanUkuranTubuh

Iramapertubuhanmenda-
dakmenjadicepatsekitar

Gambar 1.1. Perubahan ukuran tubuh


sumber: aktailmiah.com
2tahunsebelumanakmencapaita
rafpematangankelaminnya.Seta
hunsebelumpematanganini,
anakakanbertambahtinggi (10-15)cm bertambahberat (5-10)kg
setelahterjadipemata-ngankelaminini. Selama
4tahunpertumbuhantinggibadananakakanbertambah 25% danberattubuhnya 2
kali lipat. Pertumbuhananaklaki-
lakiakanmencapaibentuktubuhdewasapadausia (19-
20)tahunsedangkanbagianakperempuanpadausia 18tahun.

2. PerubahanProporsiTubuh
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Ciritubuh yang
kurangproporsionalpadamasaremajainitidaksamauntukseluruhtubuh,
adapulabagiantubuh yang semakinproporsional. Proporsi yang
tidakseimbanginiakanbarlangsungterussampaiseluruhmasapuberselesaidilalui
sepenuhnyasehinggaakhirnyaproporsitubunyamulaitampakseimbangmenjadip

roporsi orang dewasa. Perubahan ini terjadi baik di dalam maupun dibagian
luar tubuh anak. Misalnya, dimasa kanak-kanak jantungnya kecil sedangkan
pembuluh darah kulit kurang begitu tampak. Pada masa puber yang terjadi
malah sebaliknya. Dibagian luar tampak pertumbuhan kaki dan tangan lebih
panjang dibanding dengan tubuh.

3. Ciri K elamin yang Utama


Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama masih belum
berkembang dengan sempurna. Ketika memasuki masa remaja alat kelamin

mulai berfungsi pada saat berumur 14tahun, yaitu saat pertama kali anak laki-
laki menalami “mimpi basah”. Sedangkan pada anak perempuan, indung
telurnya mulai berfungsi pada usia 13tahun, yaitu saat pertama kali
mengalami menstruasi atau haid. Bagian lain dari alat perkembangbiakan
pada anak perempuan saat ini masih belum berkembang dengan sempurna,
sehingga belum mampu mengandung anak untuk beberapa bulan atau
setahun lebih. Masa interval ini disebut sebagai “masa steril“ masa remaja.

4. Ciri K elamin K edua

Ciri kelamin kedua pada anak perempuan adalah membesarnya buah


dada dan mencuatnya puting susu, pinggul melebar lebih lebar daripada lebar
bahu, tumbuh rambut di sekitar alat kelamin, tumbuh rambut di ketiak dan
suara bertambah nyaring. Sedangkan ciri kedua pada anak laki-laki adalah
tumbuh kumis dan jenggot, otot-otot mulai tampak,bahu melebar lebih labar
daripada pinggul, nada suara membesar, tumbuh jakun, tumbuh bulu ketiak,
bulu dada, dan bulu disekitar alat kelamin, serta perubahan jaringan kulit
menjadi lebih kasar dan pori-pori membesar.
Perubahan fisik sepanjang masa remaja meliputi dua hal yaitu :

a. Percepatan pertubuhan, dan


b. Proses kematangan seksual.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Disebabkan percepatan pertumbuhan tersebut maka terjadi perbedaan


atau keanekaragaman proporsi tubuh.
a. Percepatan Pertumbuahan
Banyak faktor individual mempengarihi jalannya pertumbuhan ini,
sehingga baik awal maupun akhir prisesnya terjadi secara berbeda. Jadi

perbedaan individual tentang pertumbuhan tampak dalam pebedaan awal


percepatan dan cepatnya pertumbuhan.

• Bagi remaja laki-laki permulaan percepatan pertumbuahn bebeda-beda

dan berkisar antara 10,5tahun dan 16tahun

• Bagi remaja perempuan, percepatan pertumbuhan dimulai antara

umur 7,5tahun dan 11,5tahun dengan umur rata-rata 10,5tahun.


Puncak pertambahan ukuran fisik dicapai pada umur 12tahun, yaitu
kurang lebih bertambah (6-11)cm setahun.
b. Proses Pematangan Seksual

Meskipun kematangan seksual berlangsung dalam batas-batas tertentu


dan urutan tertentu dalam perkembangan ciri-ciri kelamin sekundernya,
sehingga hanya mungkin untuk memberikan ukuran rata-rata dan
penyebarannya saja.
Adapun tiga kiteria yang membedakan anak laki-laki dan anak perempuan,
yaitu dalam hal :

(1) Kriteria Kematangan Seksual


Kriteria kematangan seksual tampak lebih jelas pada anak perempuan

daripada anak laki-laki. Menarche atau menstruasi pertama dipakai sebagai tanda
permulaan pubertas, dimana dapat menjadi tolak ukur anak itu bisa hamil.
Sehubungan dengan ejakulasi pada anak laki-laki permulaannya masih sedikit
sehingga tidak terlalu jelas.

(2) Permulaan Kematangan Seksual


Permulaan kematangan seksual pada anak perampuan kira-kira 2tahun
lebih cepat mulainya daripada anak laki-laki. Menarche merupakan tanda
parmulaan kematangan seksual dan terjadi sekitar usia 13tahun dengan
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

penyebaran normal antara (10-16,5)tahun, jadi kira-kira satu tahun sesudah


dilaluinya puncak percepatan pertumbuhan.
Pada anak laki-laki baru terjadi produksi spermatozoa hidup selama kira-
kira satu tahun sesudah pucak percepatan perkembangan kurang lebih 14tahun.
Namun ejakulasi pertama mendahului puncak percepatan perkembangan,tetapi

dalam air mani baru terdapat sedikit sperma.

(3) Urutan Gejala-Gejala Kematangan


Ada anak perempuan, kematangan dimulai dengan suatu tanda kelamin
sekunder dengan tumbuhnya buah dada yang tampak dan bagian puting susu
yang sedikit mencuat. Menjelang menarche, jaringan pengikat di sekitarnya mulai
tumbuh hingga payudara mulai memperoleh bentuk dewasa. Kelenjar payudara
akan mengadakan reaksi ketika masa hamil dan produksi susu terjadi pada akhir

kehamilan.
Ada anak laki-laki, kematangan seksual dimulai dengan tumbuhnya
testes. Pada kurang lebih (15-16)tahun anak laki-laki mengalami perubahan jakun
membesar yang menyebabkan pita suara lebih panjang sehingga suranya menjadi
lebih berat.

Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, antara lain


adalah :

1. Pengaruh Keluarga
Pengaruh faktor keluarga disini meliputi faktor keturunan maupun faktor
lingkungan. Karena faktor keturunan, seorang anak dapat lebih panjang atau
tinggi daripada anak yang lainnya sehingga ia lebih berat tubuhnya, jika ayah dan
ibu tinggi atau panjang. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai
tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa anak tersebut.

2. Pengaruh Gizi
Anak yang memperoleh gizi yang cukup akan lebih tinggi tubuhnya dan
sedikit lebih cepat mencapai taraf remaja dibandingkan dengan anak yang kurang

gizi.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

3. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan
terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan, dan ini akan membawa akibat
berkurangnya pembentukan hormone pertumbuhan di kelenjar pituitary. Bila
terjadi hal demikian, pertumbuhan awal remajanya akan terhambat dan tidak

tercapai berat tubuh yang seharusnya.

4. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan berat daripada anak perempuan,
kecuali pada umur (12-15)tahun. ini terjadi karena bentuk tulang dan otot pada
anak laki-laki lebih besar.

5. Status Sosial Ekonomi


Anak-anak yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi
rendah, cenderung lebih kecil daripada anak yang berasal dari keluarga yang
status sosial ekonominya tinggi.

6. Kesehatan
Anak-anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh
yang lebih berat daripada anak yang sering sakit.

7. Pengaruh Bentuk Tubuh


Bentuk tubuh baik mesamorf, ektomorf, atau endomorf akan
mempengaruhi besar kecilnya tubuh anak.

Pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan tingkah laku remaja


yang hal ini tampak pada perilaku yang canggung dalam proses penyesuaian diri
remaja, isolasi diri dari pergaukan, perilaku emosional seperti gelisah dan mudah
tersinggung sering melawan kewenangan dan semacamnya.

Remaja yang
banyakmemperhatikankelompoksebayaperlumendapatperhatiandariparapendidikd
alam proses pendidikan. Kegiatansepertidoronganuntukbelajarkelompok,
pembentukanolah raga, kegiatanpramuka,
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

danpembiasaanhidupsehatperludikembangkan.Di sekolah,
kegiatankokulikulerextrakulikulerperludiselenggarakansecaraterprogram.

2.2 PERKEMBANGAN KOGNITIF SELAMA MASA SMP DAN SMA

(FORMAL OPERASIONAL)

Selama masa SMP dan SMA merupakan masa remaja di mana terjadi
suatu proses perkembangan otak untuk mencapai kesempurnaan. Menurut
Mussen, (dalam Desmita, 2005: 194), pada masa inilah remaja akan memiliki
kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan tersebut secara
tepat dan efisien. Sistem saraf pada belahan otak bagian depan sampai pada
belahan celah sentral (frontal lobe) akan terjadi reorganisasi sehingga akan
meningkatkan kemampuan memproses informasi. Frontal lobe dianggap menjadi
pusat pengendalian emosi untuk kepribadian kita. Frontal lobe terlibat dalam
fungsi motorik, pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa, inisiasi,
penilaian, kontrol impuls, dan perilaku sosial dan seksual (Kolb & Wishaw, dalam
Desmita, 2005: 194).

Ketika frontal lobe berkembang, maka akan sangat berpengaruh terhadap


kemampuan kognitif remaja. Dengan ini mereka akan mengembangkan
kemampuan penalaran untuk pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang
baru. Selain itu remaja akan mulai memahami pemikirannya sendiri dan pemikiran
orang lain (Desmita, 2005). Membayangkan apa yang orang lain pikirkan tentang

dirinya. Saat kemampuan kognitif mereka sudah mencapai kematangan, anak


remaja mulai memikirkan tentang masukan-masukan dan kritikan tentang
kekurangan dirinya sendiri, orang tua mereka serta masyarakat di sekitar mereka
(Myers, dalam Desmita, 2005: 194).

Perkembangan kognitif remaja membahas tentang perkembangan remaja


dalam berfikir (proses kognisi/proses mengetahui). Menurut Jean Piaget, remaja
berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap berfikir yang dicirikan dengan
kemampuan berfikir secara hipotetis, logis, abstrak, dan ilmiah. Pada usia remaja,
operasi-operasi berpikir tidak lagi terbatas pada obyek-obyek konkrit seperti usia
sebelumnya, tetapi dapat pula dilakukan pada proposisi verbal (yang bersifat
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

abstrak) dan kondisi hipotetik (yang bersifat abstrak dan logis) (Melly Latifah,
2008).

Dengan kemampuan penalaran yang dimiliki anak remaja, mereka dapat


melakukan pertimbangan dan perdebatan mengenai abstraksi tentang manusia,
baik itu dalam hal kebaikan, kejahatan, kebenaran dan keadilan. Pada masa kanak-
kanak mereka hanya memiliki pemikiran simbolik di mana Tuhan dibayangkan
berada di awan, maka pada saat remaja mereka cenderung berusaha untuk
mencari sebuah konsep yang lebih khusus mengenai keberadaan Tuhan (Myers,
dalam Desmita, 2005: 194).

Pada penelitian dua puluh tahun terakhir dengan menggunakan berbagai


pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten dengan teori Piaget
yang menyimpulkan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dimana
seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logis (Carlson, Derry, Fouad, Jacobs,

Krieg, & Peterson, 1999). Berbagai penelitian menunjukkan adanya perbedaan


yang konsisten antara kemampuan kognitif anak-anak dan remaja. Dibandingkan
anak-anak, remaja memiliki kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis
dan logis. Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa hal sekaligus –
bukan hanya satu – dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak (Keating, dalam
Carlson, dkk., dalam Latifah: tumbuhkembanganak.edublogs.org). Menurut Nettle
(2001), remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta
mampu memikirkan hal-hal yang tidak nyata untuk menyusun hipotesis atau
dugaan.

2.2.1 Perkembangan Kognitif Masa SMP dan SMA (Remaja) Menurut Jean
Piaget

Menurut Jean Piaget, seorang ahli psikologi


perkembangan berkebangsaan Prancis-Swiss, pada
usia dari 11 atau 12 tahun sampai dengan masa
remaja atau masa tenang (dewasa), pemikiran masa
remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional
formal (thought formal operational) (Lerner&
Hustlsch, dalam Desmita, 2005, 195). Pada masa ini,

anak sudah mampu berpikir abstrak dan mampu


Gambar2.1. Jean Will Fritz Piaget (sumber: biogenetic structuralism.com)
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

berhipotesis. Anak sudah bisa memikirkan sesuatu yang mungkin akan terjadi bila
mengambil suatu langkah.

Menurut hasil eksperimen yang dilakukan Piaget dan Inhelder (1958)

terhadap anak-anak dan remaja. Mereka diberikan lima tabung yang berisi cairan
tak berwarna yang diberi label 1, 2, 3, 4, dan yang terakhir diberi label g. Anak-
anak yang pada tahap pra-oprasional akan mengkombinasikan cairan tersebut
secara sembarangan, sedangkan meraka yang sudah memasuki tahap konkret-
operasional akan mengkombinasikan cairan tersebut dengan lebih teratur dan
mencoba memecahkan dengan cara trial and error. Mereka menuangkan cairan
berlabel g ke dalam masing-masing tabung berlabel 1, 2, 3, 4, dan setelah itu
mereka menyerah (Santrock, dalam Desmita, 2005: 195). Tetapi pada anak yang
telah memasuki tahap formal oprasional akan mampu memecahkan permasalahan

dengan sebelumnya membuat perencanaan kegiatan dan berusaha mengantisipasi


berbagai macam informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.
Mula-mula anak yang telah memasuki tahap formal oprasional akan
mencampurkan lebih teratur dan berurutan, kemudian mencatat apa yang mereka
telah lakukan. Jika penguji menanyakan apa yang dilakukan anak tersebut, mereka
sudah bisa menjelaskannya secara mendetail (Zigler & Stevenson, dalam Desmita,
2005:195-196).

Menurut Keating, perbedaan antara pemikiran formal operasional dan


konkret operasional yaitu sebagai berikut:

1. Emphasizing the possible versus the real (penekanan pada kemungkinan


versus kenyataan)

2. Using scientific reason (menggunakan penalaran ilmiah)

3. Skillfully combining ideas (kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide)


Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Behavior Simbolic Semantic Figural


Content Content Content Content

Eesthetic Formal Operations Personal


Knowledge Knowledge

Concrete
Operations Preoperations
Sensori-motor Operations

Bagan 2.1. Model Branch mengenai perkembangan kognitif

Model Branch menampilkan bahwa kemampuan menggunakan


pemikiran formal oprasional timbul kebanyakan secara gradual dari pada orisinil.
Pengalaman personal mungkin menentukan aplikasi dari pemikiran formal
oprasional tersebut. Anak remaja hanya mampu menggunakakan pemikiran
formal oprasionalnya pada satu mata pelajaran, tapi tidak pada mata pelajaran
lain. Remaja yang lebih dewasa lebih mampu mengaplikasikan pemikiran formal
operasional pada wilayah yang lebih luas dari kehidupannya (Adam & Gullota,
dalam Desmita, 2005:197).

2.2.2 Perkembangan Kognitif Masa SMP dan SMA (Remaja) Menurut Teori

Vygotsky
Perkembangan kognitif remaja tidak
berlangsung terlepas dari lingkungan sosial. Menurut
Lev Semyonovich Vygotsky (1896-1934), menyadari
akan pentingnya hal tersebut. Perbedaan tampilan
kognitif pada remaja sering sekali berkaitan dengan
hal-hal yang dapat ikenali dalam lingkungan kognitif.
Ia menekankan bahwa perkembangan kognitif anak
Gambar 2.2 Lev Semyonovich Vygotsky (sumber
dan remaja dibantu dengan bimbingan orang lain
yang lebih terampil dalam menggunakan peralatan
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

budaya. Pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif


anak dan remaja, berlainan dengan Piaget di mana ia menggambarkan anak dan
remaja sebagai ilmuwan yang hidup sendiri (Rogoff, dalam Santrock, 1998: 118).

Sebuah konsep yang dikemukakan oleh Vygotsky yaitu Zone of Proximal


Development (ZPD)(daerah perkembangan terdekat) yang merujuk pada tugas-
tugas yang terlalu sulit diselesaikan atau dikuasai secara mandiri, tetapi akan
dapat dikuasai di bawah bimbingan atau bantuan orang dewasa atau remaja lain
yang lebih mahir. Jadi, batas bawah ZPD adalah tingkat pemecahan masalah yang
dicapai remaja bila menyelesaikannya secara mandiri. Batas atasnya adalah
tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima remaja dengan bantuan
pengajar yang mahir. Penekanan Vygotsky tentang ZPD menegaskan
keyakinannya akan pentingnya pengaruh sosial terhadap perkembangan kognitif.
Pengajaran praktis yang berada dalam ZPD dimulai dengan mengarah ke batas
atas daerah tersebut, di mana remaja hanya mampu mencapai sasaran dengan
melalui kerja sama yang erat dengan pembimbingnya. Dengan pendidikan yang
tepat dan pelatihan yang rutin, remaja akan menguasai langkah-langkah yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang dikerjakan, seperti persamaan aljabar
atau menulis program komputer. Sejalan dengan berlangsungnya pengajaran,
keterampilan beralih dari pembimbing kepada remaja dan guru secara bertahap
mengurangi penjelasan, petunjuk atau demonstrasi sampai remaja mampu
melakukan hal tersebut secara mandiri. Setelah tujuannya tercapai, keterampilan
ini akan menjadi dasar dari ZPD yang baru. (Santrock, 1998)

2.2.3 Perkembangan Kognitif Masa SMP dan SMA (Remaja) Menurut Teori
Pemrosesan Informasi

Robbie Case (1985) mengemukakan bahwa remaja memiliki semakin


banyak sumber kognitif dibandingkan saat mereka masih anak-anak karena
mereka dapat memproses informasi lebih otomatis, mereka memiliki kapasitas
pemrosesan-informasi yang lebih besar dan mereka lebih mengenal dengan baik
serangkaian pengetahuan mengenai hal-hal tertentu.

Berdasarkan pandangan teori pemrosesan informasi, kemampuan berfikir

pada usia remaja disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan sumber daya


kognitif (cognitive resource). Peningkatan ini disebabkan oleh automatisitas atau
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

kecepatan pemrosesan; pengetahuan lintas bidang yang makin luas; meningkatnya


kemampuan dalam menggabungkan informasi abstrak dan menggunakan
argumen-argumen logis; serta makin banyaknya strategi yang dimiliki dalam
mendapatkan dan menggunakan informasi (Moshman & Frank, dalam Carlson,
dkk., 1999, dalam Latifah, tumbuhkembanganak.edublogs.org).

Walaupun cara berfikir kelompok remaja (usia 11 tahun ke atas) berbeda


dengan anak usia 7 – 11 tahun, akan tetapi bila ditelaah lebih jauh, di antara para
remaja sendiri sering ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut, menururt
Torgesen (dalam Collins, dkk., 2001), terjadi antara lain karena faktor
penggunaan strategi kognitif yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Dalam perkembangan kognitif terdiri dari tahap-tahap pemikiran yaitu


dapat dijelaskan sebagai berikut.

A. Pemikiran Hipotesis Deduktif

Pemikiran hipotesis deduktif merupakan salah satu karakteristik yang


menandai perkembangan berpikir masa remaja pada tahap operasi formal yang
muncul pada usia 12 tahun ke atas. Pada penalaran hipotesis deduktif, remaja akan
dapat merumuskan banyak hipotesis yang memiliki kaitan, mempunyai logika
kombinatorial, menalar dengan konsep-konsep serta hubungan antara konkret dan
abstrak, serta mampu memikirkan sifat-sifat dan teori-teori abstrak (Slavin, dalam
Nur, 2004: 59)

Anak pada tahap operasi formal akan mampu memberikan pendapat-


pendapat tentang ide-ide yang tidak sesuai dengan kenyataan atau kepercayaan
tentang sesuatu yang berubah-ubah. Mereka cenderung menyadari dan berpikir
kritis terhadap penalarannya sendiri, mampu menampilkan reflektif atas proses
pemecahan masalah dan memeriksa penarikan kesimpulan dengan melakukan
pengecekan sumber-sumber, dan mencari pemecahan dari sudut pandang lainnya.

Sebelum operasi formal, berfikir hakikatnya adalah operasi konkret.


Berikut ini merupakan perbandingan operasi formal dengan operasi konkret.

(Slavin, dalam Nur, 2004: 59)


Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Penalaran Hipotesis Deduktif


Penalaran non-Hipotesis-Deduktif
(Tahap Operasi Formal)
(Tahap Operasi Konkret)
Mampu memahami makna abstrak dan
Mampu menghafalkan kata-kata,
prinsip-prinsip yang melandasi konsep-
konsep formal, hubungan-hubungan, ungkapan, rumus-rumus, dan prosedur
penting namun menerapkannya dengan
dan teori-teori.
pemahaman rendah atas makna abstrak
atau prinsip yang mendasarinya.
Mampu merumuskan banyak hipotesis
yang berkaitan, memiliki logika Mampu merumuskan hipotesis terbatas,
menalar dengan mengacu pada
kombinasi, menalar dengan konsep-
tindakan, objek dan sifat-sifat yang
konsep dengan hubungan konkret
mampu dikenali dan dihayati.
abstark memikirkan tentang sifat-sifat
dan teori-teori abstrak.
Mampu merencanakan prosedur
panjang dan kompleks bila diberikan Memerlukan petunjuk langkah demi
suatu perangkat kondisi, tujuan, dan langkah saat merencanakan prosedur
sumber daya. yang panjang dan kompleks.
Kritis dan sadar terhadap penalarannya
sendiri, dapat menampilkan pemikiran Tidak menyadari akan
yang reflektif atas proses pemecahan ketidakkonsistenan dan kontradiksi
masalah dan memeriksa kesimpulan- dalam berpikir sendiri.

kesimpulan dengan pengecekan


sumber-sumber, penggunaan informasi
lain yang diketahui, atau mencari
pemecahan dari sudut pandang lain
Mampu memberikan argumentasi
secara logis tentang ide-ide yang tidak Memiliki masalah dalam menalar
sesuaidengan kenyataan atau secara logis tentang ide-ide yang tidak
keyakinan sesuai sesuai dengan kenyataan atau
keyakinan

B. Pemikiran Saintifik Induktif

Pemikiran saintifik merupakan salah satu proses berpikir yang berawal


dari pengalaman panca indra untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan.
Pemikiran saintifik juga berasaskan prinsip rasional dan logika kerana sesuatu
yang tidak rasional dan tidak logis juga dianggap bukan suatu hal yang saintifik.
Oleh sebab itu, bagi mereka yang terlalu berpegang kepada ajaran logika semata-
mata akan menolak adanya wahyu-wahyu kerana dianggap tidak logis. Dalam
pemikiran saintifik landasannya adalah lebih kepada prinsip empiris yaitu bukti-
bukti saintifik. (Tranung, 2003)
Pemikiran saintifik memerlukan bukti yang secukupnya dan meyakinkan
sebelum ide tersebut dapat diterima. Contohnya, dugaan yang
menyatakan bahwa permukaan bulan dan matahari itu indah. Kenyataan ini
hanya
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

berdasarkan pandangan mata kasar dari jauh. Namun pendapat itu tidak dapat
diterima sebelum ada bukti-bukti saintifik yang boleh menyokong pendapat
tersebut. Setelah pengamatan demi pengamatan dan menjalankan hipotesis, bukti-
bukti dikumpulkan, maka kenyataan sebenarnya amat bercanggah dengan
pendapat pertama tadi.(Tranung, 2003)

Contoh dari penerapan pemikiran saintifik adalah melalui kaedah


matematika dan pengamatan menggunakan teleskop, Galileo, seorang profesor
matematika dan astronomi Italia telah berhasil membuktikan bahwa permukaan
bulan dan matahari tidak seindah dan selicin seperti yang diajarkan oleh ajaran
Gereja, melainkan berbukit-bukit, berkawah dan bergunung-gunung seperti
permukaan bumi juga. Bahkan bintik-bintik seperti jerawat di matahari itu juga
kelihatan timbul dan tenggelam dari arah yang bertentangan. Kajiannya juga
menunjukkan bahwa matahari berputar seperti gasing. Jadi jelaslah kaedah
pemikiran saintifik ini memerlukan bukti-bukti empirikal yang cukup dan

meyakinkan barulah sesuatu idea, pendapat atau pandangan itu dapat diterima
tanpa ragu-ragu.(Tranung, 2003)
Dalam pemikiran saintifik ada beberapa prinsip seperti prinsip empiris,
yang bertolak dari pancaindera sebagai sumber ilmu yang sebenarnya, prinsip
rasional yang berteraskan logika, prinsip objektif, yang melihat adanya pemisah
mutlak antara subjek dengan objek, dan prinsip kausalitas, yang berdasarkan
hukum sebab dan akibat.(Tranung, 2003)
Berdasarkan tahap operasi formal ini, pemahaman tentang pemikiran
saintifik induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum berdasarkan

kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan metode ilmiah.
Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat hipotesis,
menentukan
eksperimen, menentukan variabel kontrol, mencatat hasil, dan menarik
kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah variabel
yang berbeda pada waktu yang sama.

C. Pemikiran Abstraksi Reflektif

Dubinsky, E dalam Tall, D (dalam Nurlaelah: http://file.upi.edu.com),


menjelaskan apa yang dimaksud Abstraksi Reflektif dalam konteks berfikir
matematika tingkat tinggi, bagaimana hubungan antara Abstraksi Reflektif dalam
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

berfikir matematika tingkat tinggi dengan Abstraksi Reflektif yang dikemukakan


oleh Piaget, selanjutnya ditunjukkan bagaimana Abstraksi Reflektif dapat
digunakan untuk menjelaskan epistemologi dari beberapa konsep matematika.
Abstraksi Reflektif (Reflective Abstraction) adalah suatu konsep yang
dikenalkan oleh Piaget untuk menjelaskan konstruksi struktur logika matematika

seseorang dalam pengembangan kognitif pada saat mempelajari suatu konsep.


Terdapat dua hasil penelitian yang penting yang diperoleh Piaget yaitu kesatu
Abstraksi Reflektif tidak memiliki waktu mulai yang mutlak tetapi terjadi pada
saat usia awal dalam koordinasi struktur sensori-motor, kedua Abstraksi Reflektif
akan terus berlangsung sampai mencapai konsep matematika yang lebih tinggi
yang diperlukan oleh seseorang untuk mengisi seluruh sejarah perkembangan
matematika dari semenjak awal sampai saat ini. Oleh karena itu proses tersebut
dapat dipandang sebagai suatu contoh dari proses Abstraksi Reflektif (dalam Tall,
D: 95). Dalam penelitian-penelitianya Piaget berkonsentrasi untuk meneliti

perkembangan pengetahuan matematika anak-anak pada usia awal, jarang


penelitian tersebut dilakukan untuk anak-anak usia remaja. Berkaitan dengan hal
itu maka Dubinsky mengembangkan pendekatan yang sama seperti yang
dilakukan oleh Piaget untuk menjelaskan konstruksi konsep untuk materi-materi
seperti aritmatika, perbandingan dan pengukuran sederhana pada anak-anak,
untuk diperluas pada topik-topik matematika di perguruan tinggi, dan sepertinya
hal itu memungkinkan, bukan hanya untuk didiskusikan, tapi merupakan suatu
hal yang harus dimunculkan. Konsep-konsep seperti induksi matematika, fungsi
sebagai suatu proses dan sebagai suatu objek, kebebasan linear, ruang-ruang

topologi, sifat dualitas ruang vektor, sifat dualitas pada ruang vektor kategori,
bahkan teori kategori dapat dianalisa dengan menggunakan konsep Piaget (dalam
Nurlaelah:http://file.upi.edu.com).

Menurut Wadsworth, abstraksi reflektif adalah abstraksi yang diperlukan


untuk memperoleh pengetahuan matematis-logis yaitu suatu abstraksi tidak
langsung terhadap objek itu sendiri. Pemikiran ini adalah suatu proses untuk
mengembangkan secara konstruktif sebuah konsep melalui generalisasi,
pemisahan dan idealisasi di mana objek-objek nyata atau relasinya dikelompokkan

dalam sebuah pola klasifikasi berdasarkan ciri-ciri umum dari objek dan tindakan
tersebut (Piaget, 1988). Pemikiran abstraktif dibedakan menjadi abstraksi empiris
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

(bertitik tolak dari objek dan ciri-ciri khas yang umum dari suatu objek melalui
proses generalisasi) dan abstraksi reflektif (menurut Piaget, 1988, bertitik tolak
dari kegiatan si subjek dan memperoleh ciri-ciri khas yang umum dari suatu
tindakan melalui proses rekonstruksi serta reintegrasi pada tingkat yang lebih
tinggi). Kemampuan berpikir abstrak tidak sama setiapindividu, karena

dipengaruhi oleh faktor intelegensi, lingkungan dan budayaremaja itu sendiri.

D. Skema Operasi Formal :


Skema-skema operasi formal yaitu masa anak pada usia 11 tahun ke atas
terdiri dari bagian-bagian yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Proporsi
Proporsi adalah pemikiran untuk membandingkan dua hal
ataumembagikan antar dua hal. Dalam arti ada keterkaitan didalamnya.
Misalpada timbangan lengan. Lengal-lengan gaya yang bekerja pada

lengantimbangan ada kesesuian untuk membentuk suatu kesetimbangan.


b. System referensi ganda
Anak pada tahap ini dapat mengerti dan menyatukan pemikiranantara
proses-prses yang saling bertautan. Misal, benda A, B ditumpuk padalantai
C. jika A digerakkan kekiri terhadap B, dan B digerakkan kekananterhadap
lantai C, maka anak pada tahap ini, telah mampu
menggabungkanpersoalan tersebut bahwa A diam terhadap C.
c. Kesetimbangan hidrostatis
Pada tahap ini anak menyadari bahwa adanya aspek sebab dan akibatyang

diteruskan. Ketika anak pada tahap ini dihadapkan dengan sebuah bejana,
dan salah satu sisi bejana diberi tekanan P, maka zat cair yang ada
disebelahnya akan naik, sebab disini anak menyadari adanya tekanan yang
diberikan diteruskan kesegala arah.
d. Pengertian probalitas
Menurut Piaget, untuk mengerti proses probalitas seorang anak
harusmengatahui 2 operasi pokok, yaitu kombinasi dan perhitungan
proporsi.Kombinasi saat melihat segala kemungkinan dari unsur-unsur
yang ada danproporsi ketika membandingkan dan menghitung suatu

probabilitas. Missal,2/3=4/6.
e. Dua reversibilitas
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Disini anak sudah mampu mebentuk suatu system kombinasi danstruktur


fundamental yang menunjukkan suatu sintesis lengkap,
yaituinversi(lawan) dan resiprok(kebalikan). Missal, A £ B dan B ³ A ,
maka anakmenyimpulkan A=B.

E. Ciri-Ciri Pemikiran yang Lain

Ginsburg dan Opper pada tahun 1988 merangkum beberapa ciri-ciri


pemikiran remaja menurut Jean Piaget yaitu sebagai berikut.

a. Sifat kombinatoris. Remaja mempertimbangkan segala macam


kombinasi dari unsure-unsurnya. Dalam soal pendulum remaja
membuat kombinasi panjang, beratdan tinggi. Kombinasi-kombinasi
itu dipikirkan.

b. Remaja lebih mengutamakan posibilitas daripada realitas. Realitas


menjadi nomor dua, bukan yang utama. Hal ini tampak dalam
percobaan pendulum, dimana remaja melihat semua kemungkinan

yang dapat terjadi. Segala kemungkinan yang dapat terjadi


dipertimbangkan, meskipun itu tidak akan berpengaruh dan tidak akan
dibuat dalam praktik. Remaja melihat segala kemungkinan dan
mempertimbangkan segala macam interprensi yang dapat diambil.

c. Karena remaja dapat menghadapi persoalan dengan bermacam-macam


cara dan persefektif, remaja lebih fleksibel dalam menghadapi
persoalan. Remaja tidak terpaku pada suatu metode pemecahan saja.
Remaja jarang menghadapi hasil yang diluar dugaan karena semua
kemungkinan sudah dipikirkan.

d. Pemikiran remaja mencapai suatu kedudukan ekuilibrium yang maju


dimana remaja dapat secara efektif berhadapan dengan berbagai
macam persoalan. Struktur pemikiran remaja sudah cukup mantap
untuk berasimilasi dengan situasi yang baru.

e. Remaja kadang egosentris dalam pikirannya. Karena tekanan pada apa


yang dapat dipikirkan, kadang remaja beranggapan bahwa apa yang
dipikirkan itu dianggap kenyataan, padahal sebenarnya tidak. Remaja
terlalu menonjolkan pemikiran sendiri sehingga kadang lupa akan
kenyataan yang sesungguhnya.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengembangan Unsur Budi Pekerti

Sikap Ilmiah Sebagai Wahana Pengembangan Unsur Budi Pekerti


(kajian melalui sudut pandang pengajaran IPA)
Oleh
S. Karim A. Karhami*)

Abstrak: Dorongan memasukkan Pendidikan Budi Pekerti kedalam kurikulum


akhir-akhir ini semakin kencang disuarakan. Permasalahannya kemudian, apakah
pendidikan budi pekerti dikenalkan melalui mata pelajaran terpisah atau terpadu
dalam mata pelajaran yang sudah ada? Pemikiran tentang memberdayakan
pembelajaran IPA dengan fokus pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude)
merupakan alternatif cara terpadu peningkatan unsur budi pekerti. Beberapa
contoh sikap ilmiah yang sudah dikenal guru-guru kelompok mata pelajaran IPA
tapi belum optimal dikembangka antara lain meliputi; sikap jujur, terbuka, luwes,
tekun, logis, kritis, kratif. Selain itu beberapa sikap ilmiah yang lebih khas dan
nampaknya masih asing bagi guru antara lain meliputi curiosity (sikap ingin tahu),
respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), Flexibility
(sikap luwes terhadap gagasan baru), Critical reflection (sikap merenung secara
kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap
makhluk hidup dan lingkungan). Pada tulisan ini akan dibahas tentang seluk beluk
sikap ilmiah yang diawali dengan latar belakang masalah pembahasan sikap
ilmiah sebagai unsur budi pekerti, kiat mengembangkan sikap ilmiah, dan pada
bagian akhir di sajikan kesimpulan dan rekomendasi.
Kata Kunci: pendidikan budi pekerti, sikap ingin tahu, sikap mendahulukan bukti,
sikap luwes, sikap kritis.

*) Kabid Pengembangan Kurikulum PGPT Balitbang Diknas


1. Latar belakang masalah
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Kalau saja sekolah mampu menumbuhkembangkan sikap ilmiah pada masing-


masing siswa, secara hipotesis dapat dikatakan: "mustahil ada orang (apa lagi
banyak) sebagai produk sekolah berprilaku tidak jujur dengan memperdaya
masyarakat". Kalaupun ada, tentu kementakannya rendah. Pada dasarnya,
beberapa jenis sikap ilmiah - yang antara lain meliputi, sikap jujur, terbuka, luwes,
tekun, logis, kritis, kratif, dan sejumlah sikap positif lainnya - dapat dilatihkan
melalui kegiatan pembelajaran IPA
Bentuk kejahatan yang nyata seperti mencuri, membunuh, memperkosa mudah
ditemui dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Pelaku kejahatan ini
terkadang melibatkan anak/orang berpendidikan sebagai output pendidikan di
sekolah. Tentu saja jenis kejahatan ini mudah dikenali. Namun, ada jenis
kejahatan lain yang cenderung rasional sehingga wujudnya tampak seperti bukan
bentuk kriminal. Jenis kejahatan seperti ini sering „dipelihara‟ secara tidak sengaja
di sekolah. Misalnya, prilaku siswa/kelompok siswa yang kadangkala sengaja
memanipulasi data hasil pengamatan demi suatu kesimpulan percobaan supaya
sesuai dengan teori yang berlaku. Juga, kebiasaan siswa memperoleh nilai bagus
dengan nyontek atau melalui perolehan nilai bersama kelompok tanpa harus
bekerja.
Setelah siswa ini besar dan lulus sekolah, kebiasaan ini mungkin berlanjut dengan
kebiasaan menyulap angka siluman. Kalau dia seorang guru/peneliti, mungkin dia
berusaha mengumpulkan nilai kredit dengan cara-cara tidak sah. Misalnya dengan
menuliskan namanya menjadi penulis kedua meskipun dia bukan penulisnya.
Perbuatan demikian disebut sebagai kejahatan kerah putih (white colar crime).
Ada oknum individu sebagai keluaran jenjang sekolah yang masih sering
melakukan kejahatan jenis ini. Kejahatan jenis kedua ini merupakan embrio
prilaku KKN yang berawal dari ketidakjujuran pada usia anak-anak.
Padahal, kalau saja mereka memiliki sikap ilmiah yang salah satu aspeknya
„kejujuran‟, prilaku seperti ini tidak perlu terjadi. Lalu, apakah perbuatan ini
sebagai dampak kurang efektifnya „penempaan‟ siswa melalui sesi pembelajaran
selama sekitar 6 jam sehari atau lantaran tidak diperkenalkannya mata pelajaran
Pendidikan Budi Pekerti di sekolah secara terpisah? Penulis cenderung menerima
alasan pertama sebagai penyebabnya. Ini dapat dikaji dari kurikulum masing-
masing mata pelajaran yang sarat dengan muatan nilai. Mata pelajaran IPA
misalnya, banyak berorientasi pada penumbuhan sikap ilmiah (scientific attitude)
selain perluasan wawasan ilmiah (IPA) dan pengembangan keterampilan proses.
Perilaku anak yang menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat mungkin
sekali merupakan hasil dari suatu proses pendidikan sepanjang hayat selama
berinteraksi dengan lingkungan dalam kehidupannya. Paling tidak ada tiga sentra
pendidikan anak yaitu; masyarakat - keluarga - dan sekolah, sebagai tempat
pembentukan sikap dan prilaku. Pemerintah, dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasional, hanya mungkin memberikan kontribusi dalam pembentukan
lulusan yang berbudi pekerti luhur melalui jalur sekolah. Karena itu, sekolah
melalui guru mata pelajaran, termasuk guru kelompok mata pelajaran IPA dituntut
agar dapat beperan untuk mengembangkan dan menanamkan sikap kearah
pembentukan budi pekerti yang luhur.
Gagasan „belajar IPA yang tidak sekedar belajar sederetan fakta IPA‟ sudah lama
dicanangkan dan secara ekplisit dikenalkan sejak kurikulum 1975 di „launching‟.
Ini berimplikasi pada strategi pengajaran IPA, dengan bergesernya orientasi
„telling science‟ ke orientasi „doing science‟. Salah satu alasan perubahan
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

orientasi ini adalah kehendak kuat agar „outcome lulusan‟ memiliki kinerja
sinergis hasil interpenetrasi (proses kait-mengkait) ketiga ranah kemampuan:
„kognitif-psikomotor-attitude‟. Attitude yang dikembangkan dalam IPA adalah
sikap ilmiah yang lazim dikenal dengan „scientific attitude‟.

2. Sikap ilmiah sebagai unsur Budi Pekerti

Sikap atau „attitude‟ merupakan kecenderungan untuk bertindak (tendency to


behave). Malah menurut R.T. White (1988), wilayah „attitude‟ mencakup juga
wilayah kognitif. Attitude dapat membatasi atau mempermudah anak untuk
menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Anak tidak akan
berusaha untuk memahami suatu konsep jika dia tidak memiliki kemauan untuk
itu (ingat kemauan berada dalam wilayah sikap). Karena itu, attitude seseorang
terhadap mata pelajaran sangat berpengaruh pada keberhasilan learning (kegiatan
pembelajaran).
Scientific attitude mengandung dua makna (Harlen, W. 1985), yaitu attitude to
science dan attitude of science. Attitude yang pertama mengacu pada sikap
terhadap IPA sedangkan attitude yang kedua mengacu pada sikap yang melekat
setelah mempelajari IPA. Pada kajian ini akan dibahas 'scientific attitude' yang
berkaitan dengan attitude of science. Jika seseorang memiliki sikap tertentu, orang
itu cenderung berprilaku demikian secara konsisten pada setiap keadaan. Misalnya,
ketika ada ceramah, seseorang selalu mendengarkan gagasan yang disajikan
secara serius dengan penuh minat pada sesuatu keadaan meskipun konsepsi yang
disajikan jauh berbeda dengan gagasannya. Jika pada keadaan lain, orang itu juga
berprilaku sama pada ceramah orang lain, maka orang ini dapat dikatakan
bersikap terbuka (open-minded)
Beberapa contoh „scientific attitude‟ yang mulai lazim dikembang di sekolah
meliputi; sikap jujur, terbuka, luwes, tekun, logis, kritis, kratif. Namun beberapa
sikap ilmiah yang lebih khas dan belum optimal dikembangkan meliputi curiosity
(sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan
bukti), Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), Critical reflection (sikap
merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/
peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan).

2.1 Curiosity (sikap ingin tahu)

Curiosity ditandai dengan tingginya minat keingintahuan anak terhadap setiap


prilaku alam di sekitarnya. Anak sering melakukan eksplorasi pada benda-benda
yang ditemuinya. Anak sering mencoba beberapa pengalaman baru. Anak sering
mengamati benda-benda didekatnya. Prilaku ini tentu saja sangat membantu anak
dalam pencapaian tagihan kegiatan pembelajaran. Curiosity sering diawali dengan
pengajuan pertanyaan. Namun, pengajuan pertanyaan bukan satu-satunya ciri
curiosity. Mendorong anak untuk terbiasa mengajukan pertanyaan merupakan cara
terbaik untuk mengembangkan curiosity. Namun, guru perlu berhati-hati untuk
menugaskan anak untuk memperjelas pertanyaan yang diajukan.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

2.2 Respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti)

Mata pelajaran IPA memiliki dua sisi. Sisi satu sebagai proses dan sisi yang lain
sebagai produk. Proses IPA merupakan upaya pengumpulan dan penggunaan
bukti untuk menguji dan mengembangkan gagasan. Suatu teori pada mulanya
berupa gagasan imaginatif, dan gagasan itu akan tetap sebagai gagasan imaginatif
selama belum mampu menyajikan sejumlah bukti untuk memverifikasi gagasan
itu. Penggunaan bukti sangat pokok dalam kegiatan IPA di sekolah.
Selama diskusi, sering muncul pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan
sebab suatu fenomena alam. Pernyataan ini tidak perlu dipercayai selama belum
disediakan pernyataan pendukung dalam bentuk contoh sebagai bukti.
Menghadapi situasi ini, guru perlu mengajukan pertanyaan: 'Bagaimana kamu
tahu bahwa itu benar?' atau 'Dapatkah kamu memberikan alasannya sehingga
pernyataanmu itu benar?'

2.3 Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru)

Konsep yang dibangun anak untuk memahami lingkungannya senantiasa berubah


sejalan dengan penambahan pengalaman dan bukti baru. Pengalaman dan bukti
baru ini seringkali bertentangan dengan konsep yang sudah dipegang sebelumnya.
Pemahaman suatu konsep ilmiah sering berlangsung secara bertahap. Kondisi ini
memerlukan sikap luwes untuk membangun gagasan baru yang lebih saintifik.
Misalnya, pemahaman konsep energi sering diawali dengan yang berkaitan
dengan 'segala sesuatu yang dapat orang kerjakan'. Setelah itu, pemahamannya
dikaitkan dengan 'benda-benda yang bergerak', lalu dikaitkan dengan 'sesuatu
yang dimiliki benda', lalu kemudian dikaitkan dengan 'keberadaannya dalam
berbagai bentuk'. Lazim terjadi, 'apa yang dipahami anak' berbeda jauh dengan
'apa yang dialaminya' (Osborne, R.J and Freyberg, P. 1985). Situasi ini
menimbulkan situasi konflik. Agar terbentuk gagasan yang lebih saintifik, anak
harus memiliki sikap luwes.

2.4 Critical reflection (sikap merenung secara kritis)

Dalam kegiatan IPA, anak sengaja dibiasakan dengan sikap untuk merenung dan
mengkaji kembali kegiatan yang sudah dilakukan. Apakah prosedurnya perlu
disempurnakan? Apakah perlu mengaplikasikan konsep lain? Bagaimana
memperoleh hasil yang lebih teliti?
Dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, sikap ini diwujudkan melalui 'komentar
kritis terhadap diri'. Karena itu, anak perlu mengulangi percobaan pada bagian-
bagian tertentu. Anak juga perlu menggunakan cara alternatif lainnya sewaktu
akan memecahkan suatu permasalahan.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

2.5 Sensitivity to living things and the environment (sikap peka terhadap makhluk
hidup dan lingkungan)

Selama kegiatan IPA anak mungkin perlu menggunakan hewan dan tumbuhan
yang ada di sekitar sekolah/anak. Anak mungkin perlu mengambil berbagai jenis
ikan kecil dari kolam. Anak mungkin juga perlu menangkap sejumlah serangga
yang ada di padang rumput. Setelah kegiatan pengujian/penelitian, anak perlu
mengembalikan makhluk hidup yang telah digunakan ke habitatnya. Cara ini
dapat memupuk rasa cinta dan kepekaan anak terhadap lingkungannya. Selain
kelima sikap ini, pada semua tujuan pembelajaran kelompok mata pelajaran IPA
di jenjang SD, SLTP, dan SMU selalu bermuara kepada sikap mencintai dan
menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Balitbang Dikbud, 1994)

3. Bagaimana mengembangkan sikap ilmiah?

Salah satu cara untuk mengembangkan scientific attitude adalah dengan


memperlakukan anak seperti 'ilmuwan muda' sewaktu anak mengikuti kegiatan
pembelajaran IPA. Apa yang biasa dilakukan seorang ilmuwan? Ilmuwan adalah
seorang pemecah masalah, yang terbiasa melakukan penelitian dan pengujian
(bidang IPA) secara terencana sehingga diperoleh suatu temuan baru (Magno,
M.C. 1987). Temuannya akan cenderung sarat dengan misteri. Karena ketekunan
dan kerja keras ilmwanlah maka rahasia alam dapat terungkap. Karena itu,
seorang saintis selalu memiliki curiosity yang tinggi.
Saintis selalu mempertanyakan setiap prilaku alam. Setelah itu, saintis berupaya
menjawabnya melalui proses saintifik. Barangkali kejadian buah apel jatuh ke
permukaan bumi tidaklah aneh karena telah sering terlihat. Tetapi pernahkah kita
bertanya, mengapa buah apel itu jatuh ke bumi? Mengapa buah apel tidak jatuh ke
planet lain? Kalau dua materi selalu memiliki gaya tarik menarik, mengapa bukan
bumi yang jatuh ke buah apel? Dulu, misteri alam ini bukan pertanyaan mudah
untuk dijawab karena mengundang para ilmuwan pada abad ke 16 dan 17 untuk
mencari jawabannya. Sir Isaac Newton, seorang saintis asal Inggeris, mampu
menjawab teka teki itu (Wospakrik, H.J. 1987).
Selain itu, ilmuwan selalu melakukan beberapa kegiatan saintifik. Misalnya,
mereka terbiasa mengamati, mengaplikasikan pengetahuan, berhipotesa,
merencanakan penelitian, menyusun inferensi logis, atau mengkomunikasikan
hasil temuan. Ilmuwan juga memiliki sikap ilmiah seperti jujur dalam merekam
data faktual, tekun dalam menyelesaikan tugas, terbuka pada kebenaran ilmiah
dan selalu mendahulukan kebenaran yang diperoleh dengan cara dan metoda
ilmiah, kritis dalam menanggapi setiap preposisi/pernyataan/pendapat, dan kreatif
sewaktu melakukan percobaan/penelitian. Ikhwal dengan anak usia sekolah,
perlakuannya tentu saja tidak terlalu menuntut persis seperti ilmuwan sekaliber
Newton yang terbiasa mengumpulkan data secara lengkap dan teliti, dan yang
terbiasa menarik kesimpulan secara logis dan rasional. Namun, tahapan-tahapan
dan kebiasaan seorang ilmuwan tetap dapat dilatihkan kepada anak-anak,
termasuk anak usia SD. Kalau ini dilakukan, bukan tidak mungkin prilaku ilmiah
dan scientific attitude dimiliki lulusan sekolah dan budaya tawuran dapat
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

dihindarkan. Sejumlah 'saintific attitude' ini mungkin dapat dikembangkan dan


ditingkatkan jika anak diperlakukan dan dianggap sebagai seorang saintis muda di
kelas. Untuk maksud ini, anak memerlukan lebih banyak 'doing science'dari pada
'listening to scientific knowl edge'. Dengan kata lain, peningkatan saintific attitude
dapat berlangsung jika pengajaran IPA disajikan guru dengan mengurangi peran
'penghutbah' dan meningkatkan peran 'facilitator' melalui kegiatan praktis IPA
(saintific activities) yang mendorong anak 'doing science' seperti pengamatan,
pengujian, dan penelitian.

4. Simpulan dan Saran

Beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain:

1. Pendidikan IPA (Fisika, Kimia, Biologi) dapat dimuati unsur Budi Pekerti
melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude).

2. Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran IPA
misalnya meliputi; curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk
senantiasa mendahulukan bukti), Flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru),
Critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and
environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan).

3. Pada dasarnya muara pengajaran IPA adalah sikap mencintai dan menghargai
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan:

1. Perlu dikembangkan panduan pengajaran IPA untuk semua jenjang yang


memuat cara pengajaran IPA dengan penekanan pada pengembangan ranah

'Psaeiknetritfi.c attitude' sebagai suplemen dari pedoman pelaksanaan Pendidikan Budi

2. Perlu dikembangkan panduan untuk menilai ranah attitude terutama yang


berkaitan dengan 'scintific attitude' sebagai suplemen dari pedoman pelaksanaan
Pendidikan Budi Pekerti.

3. Perlu ada keputusan yang operasional dan jelas agar guru IPA di semua jenjang
pendidikan untuk melaksanakan pesan GBPP untuk mengembangkan 'scintific
attitude'.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

DISKUSI
SESION I

1. Pada Prinsip Empiris dinyatakan bahwa Panca Indra sebagai sumber ilmu
yang sebenarnya.Apabila ada gangguan panca indra bagaimana
perkembangan yang dialami anak?
2. Berikan contoh perkembangan kognitif yang dibantu oleh budaya menurut
teori vigotsky!
3. Cara menanggulangi pemikiran anak yang egosentris?

SESION II

4. Apakah perubahan fisik anak akan mempengaruhi mental anak?


5. Apakah bisa ciri kelamin utama dan ciri kelamin kedua mencul secara
bersamaan atau apakah saling mendahului?
6. Apakah status sosial ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan fisik
anak? Jika status sosial baik apakah selalu menghasilkan perkembangan
fisik yang baik?

PENYELESAIANNYA
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

1. Apabila terjadi gangguan panca indra pada anak tentu saja akan mempengaruhi
perkembangan anak secara. Ini dikarenakan apabila salah satu dari panca indra
yang tidak berfungsi secara maksimum, anak akan kesulitan melakukan
aktivitasnya dan menyebabkan anak cenderung untuk bersikap malu dan
mempengaruhi perkembangan anak tersebut secara psikologis.Perkembangan

Anak pasti akan terganggu apabila terjadi gangguan pada salah satu Panca
indranya.sebagai contohnya, anak yang tuli pasti akan mengganggu panca indra
yang lain dan akan menyebabkan anak akan mengalami bisu. Karena telinga
dengan mulut mempunyai hubungan yang berkaitan.maka perkembangan anak
akan terhambat karena ketergangguan salah satu panca indranya.

2. Menurut Vigotsky, perkembangan kognitif remaja tidak terlepas dari pengaruh


lingkungan sosial. Perkembangan kognitif ini dibantu dengan bimbingan orang
lain yang lebih terampil dalam menggunakan peralatan budaya. Fungsi-fungsi
mental yang lebih tinggi dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu
hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak oleh
anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran
yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin
mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Contoh dari
perkembangan kognitif yang dibantu oleh budaya yaitu kebiasaan-kebiasaan
untuk taat bersembahyang dari orang tua yang harus ditanamkan kepada anak
sehingga nantinya anak memiliki kekuatan batin spiritual yang tinggi.

3. Penyebab terjadinya sifat-sifat egosentris pada anak adalah rasa takut, sikap

manja, kepribadian
pemikiran yang tidak
anak yang egosentris perlumatang. Untukpenerimaan
meningkatkan mencegahdiri.
menanggulangi
Dengan cara
ini anak akan peduli pada kesejahteraan orang lain. Kemudian dengan
memberikan contoh dan mengajari kepedulian terhadap orang lain sifat egosentris
anak akan semakin berkurang. Di sini orang tua perlu menunjukkan rasa tanggung
jawab terhadap kesejahteraan orang lain, menyediakan waktu, tenaga atau uang
untuk orang yang membutuhkan. Selain itu dengan memberikan tanggung jawab
mereka sebagai anak, akan menyebabkan mereka mulai memahami tentang
kepribadian mereka dan mulai meninggalkan sifat-sifat yang egosentris.

4. Perubahan fisik anak tentu saja akan mempengaruhi mental anak. Pada otak
terdapat bagian yang disebut dengan celah sentral (frontal lobe). Pada masa
remaja bagian otak ini akan terjadi reorganisasi sehingga akan meningkatkan
kemampuan memproses informasi. Frontal lobe dianggap menjadi pusat
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

pengendalian emosi untuk kepribadian kita. Kerja fisik dan perilaku anak juga
diatur pada bagian otak ini. Apabila anak mengalami perubahan fisik maka
mereka akan merasa sulit untuk menerima hal tersebut secara logika mereka.
Misalnya, anak perempuan yang memasuki usia remaja akan mengalami
menstruasi. Pada awalnya anak akan merasa sulit menerima hal tersebut dan
bersikap malu kepada orang tuanya serta cenderung menutupi dirinya. Di sini
peran orang tua sangat penting untuk memberikan pengertian agar anak tidak
bersikap menutupi dirinya tentang sesuatu yang dapat menyebabkan anak dapat
mempengaruhi mentalnya.

5. Dari segi kata, primer merupakan menunjukkan tingkat utama atau awal dan
sekunder menunjukkan tingkat lanjut atau kedua. Jadi perubahan primer dan
sekunder menunjukkan tingkatan dari tahap perubahan yang harus terjadi untuk
mencapai kesempurnaan pada perkembangan kelamin anak remaja. Pada ciri
kelamin utama perkembangan terjadi dari awal. Sedangkan ciri kelamin sekunder
terjadi setelah perkembangan ciri kelamin utama. Pada tahap perkembangan
sekunder terjadi penyempurnaan dari ciri kelamin utama. Sehingga ciri kelamin
utama dan ciri kelamin kedua tidak muncul secara bersamaan. Tahap
perkembangannya didahului dari ciri kelamin primer dan kemudian disusul
dengan perkembangan ciri kelamin sekunder. Ciri kelamin utama dan ciri
kelamin kedua bisa muncul bersamaan dan bisa saling mendahului itu tergantung
dengan keadaan seseorang. Keduanya dipengaruhi oleh emosi yang dimiliki oleh
anak dan proses kematangan seksual yang terjadi pada anak seperti terjadinya
pematangan hormon yang di miliki anak.

6. Ya. Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan fisik seorang anak


diantaranya factor keturunan dan factor status social ekonomi. Anak yang terlahir
di keluarga yang status social ekonominya tinggi (orang yang mampu) belum
tentu akan memiliki perkembangan fisik yang baik apabila terlahir dari keluarga
yang memiliki kelainan fisik. Tapi apabila dari factor keturunannya tidak ada
masalah, factor social ekonomi pada umumnya sangat mempengaruhi
perkembangan fisik anak. Pada umumnya anak yang terlahir dari keluarga yang
status social ekonominya tinngi akan memiliki perkembangan fisik yang baik hal
ini karena dari segi asupan makanan, anak tersebut mendapat makanan yang
bergizi yang mendukung perkembangan fisiknya. Orang tua dengan dukungan
materi yang memadai pasti akan memberikan yang terbaik bagi sang anak
contohnya makanan yang diberikan walaupun makanan yang instant tapi tetap
akan dipilihkan yang tidak membahayakan. Berbeda dengan anak yang terlahir
dari keluarga yang status social ekonominya kurang, pada umumnya
perkembangan fisiknya akan teganggu. Contohnya banyak anak dari keluarga
miskin mengidap penyakit busung lapar karena makanan yang kurang medukung.
Hal tersebut karena orang tua tidak mampu membelikan makanan yang bergizi.
Status ekonomi keluarga akan berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

BAB III
PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan makalah yang telah dibuat diatas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:


1. Perkembangan anak pada masa SMP dan SMA merupakan masa-masa remaja.
Usia ini menurut Jean Piaget merupakan tahap formal operasional anak.
Biasanya pada usia tersebut anak duduk di bangku SMP dan SMA. Pengertian
kata remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas
lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Remaja
sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk
golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

2. Pengertian masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa anak-anak
dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada
masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun
psikologis.
3. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada anak pada masa ini merupakan
gejala primer dalam perkembangan dan pertumbuhan anak masa remaja.
4. Perubahan-perubahanfisik yang pentingdan yang terjadipadamasaremajaialah
a. Perubahan ukuran tubuh
b. Perubahan proporsi tubuh

c. Ciri kelamin yang utama


d. Ciri kelamin kedua
5. Perkembangan kognitif remaja membahas tentang perkembangan remaja
dalam berfikir (proses kognisi/proses mengetahui). Menurut Jean Piaget,
remaja berada pada tahap operasi formal, yaitu tahap berfikir yang dicirikan
dengan kemampuan berfikir secara hipotetis, logis, abstrak, dan ilmiah.
6. Dalam perkembangan kognitif terdiri dari tahap-tahap pemikiran yaitu dapat
dijelaskan sebagai berikut
a. Pemikiran Hipotesis Deduktif

b. Pemikiran Saintifik Induktif


c. Pemikiran Abstraksi Reflektif
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

d. Skema Operasi Formal


e. Ciri-ciri pemikiran yang lain

3.2 SARAN
Berdasarkan makalah yang berjudul perkembangan anak selama masa

SMP dan SMA (formal operasional), maka saran yang dapat diajukan adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan pemahaman tentang
masa-masa perkembangan anak selama masa remaja (SMP dan SMA)
sehingga nantinya dapat berguna bagi keberlangsungan pendidikan.
2. Guru dan orangtua hendaknya dapat mengajarkan perkembangan-
perkembangan anak pada masa remaja.
Oleh: Yuni Hendra, Bayu Putra, dan Suryawan

Daftar Pustaka

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Slavin, Robert E., 2004. Perkembangan Selama Masa Anak-Anak dan Remaja.
terjemahan Mohamad Nur. Edisi 3. Surabaya: UNESA

Tranung.2003.Cara berfikir mempengaruhi tindakan. [online]. Tersedia


pada:www.tranungkite.net

Ariyanti, Fitri. 2010. Pengertian Perkembangan dan pertumbuhan. [online].


Tersedia dalam:www.edukasi.kompasiana.com

Abidin, Muhammad Zainal. 2010. Teori Perkembangan Kognitif Piaget dan


Implikasi dalam Pembelajaran Matematika. [online]. Tersedia dalam:
http://www.masbied.com

Nurlaelah, Elah. 2010. ABSTRAKSI REFLEKTIF DALAM BERFIKIR


MATEMATIKA TINGKAT TINGGI. [online]. Tersedia
dalam:http://file.upi.edu.com

Utama,Arya. 2010. Pengertian Remaja Menurut Para Ahli.[online]. Tersedia


dalam: http://ilmupsikologi.wordpress.com
Karhami.2000. Sikap Ilmiah Sebagai Wahana perkembangan Budi Pekerti
[online]. Tersedia dalam:
file:///C:/Users/Kongox%20Agus/Downloads/sikap-ilmiah-sebagai_
wahana-15.html

Anda mungkin juga menyukai