OLEH:
PUTU ARYA WISMA PRABHUWANGSA
NIM: 1870121096
Diajukan oleh:
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Ni Wayan Winianti, M.Sc Fransiscus Fiano Anthony Kerans, S.Si., M.Biotech., PhD
NIK 230800266 NIK. 230800501
Penguji I Penguji II
dr. Putu Indah Budi Apsari, M.Si Made Dharmesti Wijaya, S.Farm., M.Sc., Apt
NIK. 230800375 NIK. 230800446
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Warmadewa
iii
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
26 OKTOBER 2022
ABSTRAK
Kata kunci:
Stunting, Soil Transmitted Helminth (STH), Balita
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
proposal skripsi dengan judul “Gambaran Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
pada Balita Stunting di Wilayah Puskesmas Susut 1 Bangli” sebagai syarat dalam
menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas
Warmadewa tepat pada waktunya.
Selama penyusunan proposal skripsi ini, penulis menyadari bahwa telah
mendapatkan banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada:
1. Bapak dr. I Gusti Ngurah Anom Murdhana, Sp.FK selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa.
2. Ibu dr. Ni Wayan Winianti, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan masukan, bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam
penyusunan proposal skripsi ini.
3. Bapak Fransiscus Fiano Anthony Kerans, S.Si., M.Biotech., PhD selaku dosen
pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan
motivasi kepada penulis dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Keluarga serta teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Warmadewa angkatan tahun 2018 yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
2.4 Dampak Infeksi STH ............................................................................... 11
2.5 Pemeriksaan Infeksi STH ........................................................................ 12
2.6 Diagnosis Stunting................................................................................... 13
2.7 Faktor Risiko Stunting ............................................................................. 13
2.7.1 Asupan Zat Gizi............................................................................ 13
2.7.2 Penyakit Infeksi ............................................................................ 14
2.7.3 ASI Ekslusif ................................................................................. 14
2.7.4 Faktor Ekonomi ............................................................................ 15
BAB III.............................................................................................................. 16
KERANGKA KONSEP ..................................................................................... 16
3.1 Kerangka Teori .................................................................................... 16
3.2 Kerangka Konsep ................................................................................ 17
3.3 Variabel dan Operasional Variabel ....................................................... 18
3.3.1 Identifikasi variabel ...................................................................... 18
3.3.2 Definisi Operasional Variabel ....................................................... 18
BAB IV ............................................................................................................. 20
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 20
4.1 Desain Penelitian ................................................................................. 20
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 20
4.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi Penelitian ................................................. 20
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 20
4.4.1 Populasi ........................................................................................ 20
4.4.2 Sampel Penelitian ......................................................................... 21
4.5 Pengumpulan Data ............................................................................... 22
4.6 Analisis Data ....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 25
LAMPIRAN ...................................................................................................... 28
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah keadaan pada anak yang ditandai dengan kurangnya tinggi
atau panjang badan anak berdasarkan anak seusianya. Keadaan ini diakibatkan oleh
masalah gizi kronis (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Stunting juga dapat
didefinisikan sebagai tinggi badan yang kurang dari minus dua standar deviasi
2014). Indonesia masih menghadapi masalah gizi berupa stunting yang banyak
terjadi pada balita. Jika dibandingkan dengan masalah gizi lain seperti kurang gizi,
Pemantauan Status Gizi (PSG) dari tiga tahun terakhir. Jumlah balita stunting
meningkat dari 27,5% (tahun 2016) menjadi 29,6% (tahun 2017) (Kementerian
mengalami stunting. Dengan prevalensi balita sangat pendek 11,5% dan pendek
19,3%. Prevalensi kejadian stunting pada balita di Bali pada tahun 2018 sebesar
21,9%. Dengan prevalensi kasus stunting tertinggi pada tahun 2018 terdapat pada
Kota Denpasar sebesar 18,8%, Kabupaten Tabanan sebesar 16,1%, dan prevalensi
1
2
kasus stunting terendah pada tahun 2018 terdapat pada Kabupaten Gianyar yaitu
Pada wilayah barat Kecamatan Susut Kabupaten Bangli yaitu di Desa Abuan,
Desa Sulahan, Desa Apuan, dan Desa Tiga memiliki persebaran kasus stunting yang
dengan kasus stunting tertinggi yaitu sebanyak 965 kasus, Kecamatan Kintamani
sebanyak 743 kasus, Kecamatan Tembuku sebanyak 194 kasus, dan Kecamatan
Bangli memiliki kasus stunting paling sedikit yaitu sebanyak 142 kasus (Putra &
Suariyani, 2021). Berdasarkan hasil survey pada bulan Februari 2020 dan Agustus
2020 di Puskesmas Susut 1 Kabupaten Bangli terdapat 287 balita stunting atau
(Widnyana, 2022).
anak di masa depan (Mashar et al., 2021). Stunting dapat menghambat kesehatan,
Terdapat beberapa faktor penyebab stunting yaitu terganggunya asupan gizi balita
dan ibu hamil, riwayat berat badan lahir rendah, dan riwayat penyakit sebelumnya.
(Oktavianisya et al., 2021). Selain itu faktor lain juga dapat berpengaruh seperti
kondisi sosial ekonomi (Aridiyah et al., 2015). Stunting pada balita disebabkan oleh
faktor pola asuh makan yang buruk dan pendidikan ibu yang rendah (Widnyana,
2022). Status gizi buruk dan infeksi diduga merupakan faktor determinan utama
Universitas Warmadewa
3
faktor tersebut saling berkaitan (Khairani & Effendi, 2020). Salah satunya adalah
infeksi cacing. Infeksi cacing dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan zat
gizi. Zat gizi pada usus akan diserap oleh cacing dewasa (Kamila et al., 2018).
terutama di negara berkembang dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
dan sanitasi yang buruk (Hasanuddin, 2021). Soil transmitted helminth (STH)
adalah salah satu jenis penyakit kecacingan (Halleyantoro et al., 2019). Infeksi STH
adalah infeksi nematoda usus yang ditularkan melewati media tanah. Cacing gelang
sering menginfeksi manusia (Centers for Disease Control and Prevention, 2022).
Lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia mengalami infeksi STH.
Umumnya infeksi banyak terjadi pad daerah subtropis dan tropis (World Health
tinggi, pada penduduk dengan sanitasi yang kurang baik berkisar antara 2,5% -
Indonesia, 2017).
mengonsumsi sayuran yang tidak dimasak dan dicuci dengan benar, meminum air
yang terkontaminasi oleh telur cacing, anak yang tidak mencuci tangan setelah
bermain tanah, dan berjalan tidak menggunakan alas kaki (World Health
Universitas Warmadewa
4
orang tua untuk menerapkan kepada anaknya bagaimna dan pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat yang menyebabkan tingginya angka kecacingan (Salnus et
al., 2020).
Soil transmitted helminth (STH) pada balita stunting di wilayah Puskesmas Susut 1
stunting.
Universitas Warmadewa
5
stunting.
stunting.
stunting.
balita stunting.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk peneliti lainnya
dalam melakukan penelitian lain yang serupa dalam menilai infeksi STH pada balita
stunting.
mengenai prevalensi dari gambaran infeksi STH pada balita stunting di Kecamatan
Susut.
Universitas Warmadewa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
Stunting adalah keadaan yang dialami balita, yang ditandai dengan kurangnya
panjang atau tinggi badan anak daripada anak seusianya. Keadaan ini dinilai
berdasarkan panjang atau tinggi badan yang kurang dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Stunting dapat terjadi dikarenakan adanya penyakit infeksi berulang atau malnutrisi
di masa depan. Balita stunting akan mengalami kesulitan dalam mencapai tumbuh
Soil Transmitted Helminth (STH) merupakan cacing pada usus manusia yang
menginfeksi melalui media tanah yang telah terkontaminasi. Jenis cacing yang
(Trichuris trichiura). STH banyak dijumpai di daerah yang beriklim hangat dan
lembab dengan sanitasi dan kebersihan yang kurang baik (Centers for Disease
Control and Prevention, 2022). STH dewasa hidup pada saluran pencernaan dan
bertelur yang akan dikeluarkan ke lingkungan melalui tinja (Gordon et al., 2017).
6
7
usus halus tetapi juga dapat menyebar ke organ lainnya (Noviastuti, 2015). Ascaris
lumbricoides memiliki telur yang sangat kuat karena bagian luarnya dilapisi
bertahan hidup lebih lama di lingkungan (Else et al., 2020). Cacing Ascaris
Setelah telur yang memiliki embrio tertelan oleh manusia, larva tahap pertama (L1)
menetas, berganti kulit menjadi larva tahap kedua (L2). Larva tahap kedua
kemudian masuk menuju sirkulasi paru setelah menembus mukosa di usus. Karena
larva tahap ketiga (L3) terlalu besar untuk melewati kapiler, maka larva ini melalui
dinding alveolar, cabang trakeobronkial, dan laring hingga mencapai usus halus
untuk berganti kulit menjadi larva tahap keempat (L4) dan cacing dewasa. Cacing
betina dewasa Ascaris lumbricoides dapat bertelur hingga ribuan setiap harinya
yang keluar melalui tinja. Setelah terinfeksi, telur akan diproduksi dalam dua
hingga tiga bulan dan cacing tetap hidup dalam beberapa tahun. Telur dapat
bertahan selama bertahun-tahun di tanah yang lembab dan hangat (Jourdan et al.,
2018).
Paparan awal larva biasanya tanpa gejala, kecuali bila paparan larva sangat
berat (Paniker & Ghosh, 2017). Manifestasi klinis Ascaris lumbricoides tergantung
dengan siklus hidup parasit dan pada intensitas infeksi. Selama migrasi larva
Universitas Warmadewa
8
melalui saluran udara (10-14 hari setelah infeksi), perubahan pernapasan klasik,
infiltrate paru-paru (terlihat pada radiografi dada), intens eosinofilia, batuk dan
mengi yang dikenal sebagai sindrom Löffler (Else et al., 2020). Penegakkan
telur pada tinja dinyatakan dalam egg per gram of stool (EPG). Pada infeksi ringan
sebanyak 1-4.999 EPG, infeksi sedang sebanyak 5.000-49.999 EPG, dan infeksi
berada pada usus besar khususnya sekum (Noviastuti, 2015). Infeksi Trichuris
trichiura paling sering terjadi pada suhu hangat dan kondisi lembab di daerah tropis
dan subtropis. Penularan memerlukan telur Trichuris trichiura yang berisi embrio
di lingkungan (Else et al., 2020). Cacing jantan memiliki panjang 30–45 mm,
sedangkan cacing betina berukuran sedikit lebih besar, sekitar 40-50 mm.
Bentuknya menyerupai cambuk, dengan sepertiga anterior tipis dan seperti benang,
pada bagian belakang tebal, tampak seperti pegangan cambuk (Paniker & Ghosh,
2017).
terkontaminasi. Kemudia telur menetas menjadi larva di usus kecil. Tidak seperti
ascaris, trichuris tidak bermigrasi melalui paru-paru. Larva menjadi cacing dewasa
setelah menempel pada vili usus halus dan hidup di sekum dan kolon asendens.
Cacing betina dapat menghasilkan ribuan telur setiap harinya. Telur yang
Universitas Warmadewa
9
mengandung embrio keluar bersama tinja yang akan bertahan hidup di tanah yang
cacing berat. Penyakit dapat terjadi baik karena efek mekanis atau reaksi alergi
(Paniker & Ghosh, 2017). Manifestasi klinis sebagian besar disebabkan oleh
inflamasi sekum dan usus besar, karena adanya cacing dewasa yang menginduksi
respon inflamasi lokal dan kehilangan darah akibat perdarahan mukosa di tempat
dengan pemeriksaan tinja dengan mikroskop. Jumlah telur pada tinja dinyatakan
dalam egg per gram of stool (EPG). Pada infeksi ringan sebanyak 1–999 EPG,
infeksi sedang sebanyak 1,000–9,999 EPG, dan infeksi berat sebanyak >10,000
tambang) hidup pada mukosa usus halus, yaitu pada duodenum dan jejenum
melengkung dengan aspek punggung cekung dan aspek perut cembung, ujung
anterior agak menyempit dan bengkok ke arah punggung. Lengkungan servikal ini
ujung anterior ditekuk ke arah yang berlawanan dengan kelengkungan umum tubuh,
Universitas Warmadewa
10
manusia melalui penetrasi kulit, pada individu yang tidak menggunakan alas kaki.
Larva terbawa menuju kapiler paru dan akan tertelan ke usus halus setelah melewati
dinding alveolar dan laring. Pada usus halus, larva bertumbuh menjadi cacing
dewasa dalam jangka waktu satu sampai dua bulan, dan mampu bertahan hidup
americanus). Cacing betina dapat bertelur hingga ribuan setiap harinya, yang akan
menetas pada tanah yang lembab, hangat, berpasir, atau dalam tinja. Larva
Rhabditiform (L1) menjadi infektif setelah berganti kulit menjadi larva L2 dan L3
sebagai akibat langsung dari infeksi cacing dewasa yang secara aktif menghisap
pemeriksaan tinja dengan mikroskop (Loukas et al., 2016). Jumlah telur pada tinja
dinyatakan dalam egg per gram of stool (EPG). Pada infeksi ringan sebanyak 1–
1,999 EPG, pada infeksi sedang sebanyak 2,000–3,999 EPG, dan pada infeksi berat
yaitu pada jejenum dan duodenum. Cacing betina berukuran tipis dengan panjang
kurang lebih 2,5 mm dan lebar 0,05 mm, pada cacing jantan berukuran lebih pendek
Universitas Warmadewa
11
dan lebih lebar dengan ukuran 0,6 – 1 mm dan 40-50 µm. Strongyloides stercoralis
menginfeksi manusia melalui penetrasi kulit oleh larva filariform tahap ketiga,
ketika seseorang berjalan tanpa alas kaki (Paniker & Ghosh, 2017).
menjadi faktor lingkungan luar maupun faktor dari hospes (Noviastuti, 2015).
Penularan STH disebarkan melalui tinja orang yang terinfeksi oleh telur STH. Telur
STH dapat mencemari tanah pada daerah dengan sanitasi yang buruk. Transmisi
kepada manusia terjadi karena telur terdapat pada sayuran tidak dimasak dan dicuci
sampai bersih, sumber air yang terkontaminasi, tangan anak yang tidak dicuci
setelah bermain tanah. Selain itu, larva cacing tambang dapat menembus kulit.
Infeksi cacing tambang terjadi karena manusia tidak menggunakan alas kaki saat
berjalan pada tanah yang terdapat cacing tambang (World Health Organization,
2022).
kecacingan. Sehingga terjadi kekurangan zat gizi yang diakibatkan dari kehilangan
Indonesia, 2017). Terdapat beberapa cara STH dalam mempengaruhi status gizi
orang yang terinfeksi. Cacing dapat memakan darah dan jaringan inangnya
sehingga berkurangnya protein dan zat besi. Cacing tambang dapat mengakibatkan
Universitas Warmadewa
12
anemia yang disebabkan karena kehilangan darah kronis pada usus. Cacing dapat
kebugaran fisik dan asupan nutrisi dapat diakibatkan oleh beberapa cacing STH
Organization, 2022).
umum untuk infeksi STH (Gordon et al., 2017). Saat ini, WHO merekomendasikan
penggunaan metode Kato–Katz untuk memeriksa sampel feses pada infeksi STH
cepat dan efektif pada infeksi berat dapat menggunakan pemeriksaan langsung.
Feses diambil sebanyak 2 mg kemudian letakkan pada gelas objek. Setelah itu
teteskan satu sampai dua tetes larutan garam fisiologis atau NaCl 0,85% kemudian
Pencampuran feses dengan 1 tetes lugol juga dapat dilakukan untuk memeriksan
telur cacing lebih detail (Garcia, 2006). Eosin 2% dipakai agar dapat membedakan
telur cacing dari kotoran di sekitarnya dengan lebih jelas. Eosin memberikan telur
latar belakang warna merah untuk memudahkan membedakan feses dari kotoran
yang ada. Larutan garam fisiologis memiliki keunggulan antara lain kemudahan
penggunaan, biaya lebih murah, waktu pemeriksaan singkat, dan kontras yang jelas
sehingga memudahkan untuk melihat morfologi cacing (Idris & Fusvita, 2017)
Universitas Warmadewa
13
Stunting dapat ditentukan dengan melihat panjang atau tinggi badan anak.
Pengukuran untuk anak kurang dari dua tahun dapat menggunakan panjang
terlentang dan pengukuran untuk anak berusia dua tahun atau lebih dapat
nilai standar yang sesuai. Berdasarkan konsensus di seluruh dunia, anak dianggap
pendek jika tinggi atau panjang badannya di bawah -2 standar deviasi di bawah
Standar Pertumbuhan Anak WHO menurut jenis kelamin dan umur yang sesuai.
Sedangkan apabila tinggi atau panjang badan anak berada di bawah -3 SD dari
median Standar Pertumbuhan Anak WHO pada jenis kelamin dan usia yang sama,
maka anak dapat dikatakan sangat pendek (de Onis & Branca, 2016).
Stunting dapat terjadi sejak dalam rahim (Millward, 2017). Stunting sering
terjadi saat kehamilan dimulai dan berlangsung setidaknya hingga dua tahun awal
kehidupan pascakelahiran (de Onis & Branca, 2016). Sehingga kejadian stunting
global pada balita terdiri dari 11·2% terjadi dalam rahim,60·6% terjadi antara
kelahiran dan 2 tahun dan 28% terjadi antara 2 dan 5 tahun (Millward, 2017).
pada remaja perempuan yang mengalami anemia dan kekurangan gizi. Peningkatan
risiko terjadinya stunting semakin tinggi ketika ibu hamil yang tidak mencukupi
makanan merupakan penyebab kejadian stunting yang berkaitan dengan zat gizi
Universitas Warmadewa
14
yang terkandung pada makanan yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air, dan
terjadi penurunan nafsu makan. Pada balita yang mengalami infeksi maka zat gizi
yang dikonsumsi akan digunakan tubuh untuk melawan infeksi (Khairani &
Effendi, 2020). Infeksi akut pada saluran pencernaan dan infeksi kronis dapat
mengurangi sistem imun tubuh sehingga dampak dari infeksi semakin buruk
(Millward, 2017).
Air Susu Ibu (ASI) terkanding zat gizi yang bermanfaat bagi tumbuh
kembang bayi (SJMJ et al., 2020). Tidak berhasilnya pemberian ASI ekslusif dan
memberikan anak makanan pendamping ASI yang terlalu cepat juga berkaitan
dengan terjadinya stunting pada anak (Fitri, 2018). Hal ini dikarenakan ASI
eksklusif memiliki manfaat bagi bayi sebagai nutrisi optimal yang mengandung
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan kalori yang mudah diserap dan dicerna
Universitas Warmadewa
15
kebutuhan zat gizi keluarga yang optimal dan kesempatan untuk mendapatkan
yang optimal. Keterbatasan dalam pembelian makanan sumber mineral, protein dan
Penurunan kualitas konsumsi pangan akan berdampak pada kurangnya zat gizi
makro dan mikro (Rahmawati et al., 2020). Permasalahan stunting pada anak
berkaitan erat dengan tingkat pendapatan keluarga. Kesulitan akses terhadap bahan
rendah. Selain itu, kerawanan pangan juga dipengaruhi oleh inflasi harga pangan
Universitas Warmadewa
BAB III
KERANGKA KONSEP
dan perkembangan adalah faktor rumah tangga dan keluarga, makanan pendamping
ASI, pemberian ASI, dan penyakit infeksi. Kondisi prekonsepsi termasuk status gizi
ibu sebelum hamil, serta asupan energi dan nutrisinya, mempengaruhi proses awal
16
17
berkualitas buruk, teknik pemberian yang salah, dan keamanan makanan yang
dan pertumbuhan. Inisiasi menyusui yang tertunda, tidak diberikannya ASI dan
malaria, demam dan infeksi kecacingan merupakan faktor yang berdampak melalui
kesehatan dan perlindungan sosial juga perlu dilakukan. Kebijakan ekonomi, pasar
dan jasa memainkan peran utama dalam kaitannya dengan kerawanan pangan dan
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibuat dan tujuan yang ingin dicapai
Universitas Warmadewa
18
Keterangan:
Universitas Warmadewa
19
Universitas Warmadewa
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
variabel yang diteliti dilakukan sekali secara bersamaan dalam satu waktu
1. Kriteria Inklusi
2. Kriteria Ekslusi
4.4.1 Populasi
1. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah semua balita stunting di Kabupaten
Bangli.
20
21
2. Populasi Terjangkau
Dalam probability sampling, setiap orang dalam populasi memiliki peluang yang
sama untuk dipilih sebagai sampel atau tidak (Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑍𝛼2 𝑃𝑄
n= 𝑑2
1,962 ×0,50×(1−0,50)
n=
0,102
n = 97
Keterangan:
Q = 1- P
Maka hasil hitung besar sampel adalah 97. Dalam upaya menghindari drop
out dari sampel (data yang kurang), jumlah sampel ditambah 10.0% dari besar
sampel minimum, sehingga sampel dalam penelitian ini sebesar 107 sampel.
Universitas Warmadewa
22
terdiri dari:
1. Tahap Persiapan
berupa surat ijin penelitian ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
2. Pelaksanaan Penelitian
Metode yang digunakan adalah pemeriksaan feses secara langsung. Alat dan
bahan yang digunakan dalam metode ini adalah mikroskop, lidi, kaca objek,
pipet tetes, kaca penutup 20x20 mm, larutan garam fisiologis, larutan lugol,
dan larutan eosin 2%, dan feses. Prosedur metode observasi feses secara
larutan lugol atau larutan eosin 2% di atas kaca objek. Kemudian ambil feces
dengan lidi sebanyak kurang lebih 2 mg dan campurkan dengan larutan eosin
penutup 20x20 mm hingga tertutup rata dan tidak terbentuk gelembung udara.
Universitas Warmadewa
23
Amati sediaan dengan pembesaran rendah (objektif 10x) dan objektif 40x
cacing Ascaris lumbricoides dapat mengeluarkan telur yang sudah dibuahi dan
memiliki bentuk elips dengan dinding yang lebih tipis dan lapisan albumin
yang tidak beraturan. Morfologi telur Ascaris lumbricoides yang sudah dibuahi
memiliki bentuk bulat atau oval, berwarna keemasan, dan dilindungi oleh
dinding tembus pandang yang tebal dan halus dengan mantel albumin
mammiliated kasar pada bagian luar, pada lapisan tengah transparan tebal, dan
menonjol pada setiap kutubnya, berwarna coklat yang terdiri dari tiga lapisan
duodenale dan Necator americanus) berbentuk oval atau elips yang dikelilingi
oleh lapisan membran hialin tipis transparan, terdapat ruang kosong antara sel
telur yang tersegmentasi dan kulit telur. Morfologi telur cacing Strongyloides
stercoralis memiliki bentuk oval, setelah telur diletakkan, telur akan menetas
menjadi larva rhabditiform yang dieksresikan dalam tinja dan terdeteksi pada
Universitas Warmadewa
24
setiap variable yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan deskripsi karakteristik
Universitas Warmadewa
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Warmadewa
Levecke, B., Cools, P., Albonico, M., Ame, S., Angebault, C., Ayana, M., et al.
(2020). Identifying thresholds for classifying moderate-to-heavy soil-
transmitted helminth intensity infections for FECPAKG2, McMaster, Mini-
FLOTAC and qPCR. 14(7), e0008296. doi: 10.1371/journal.pntd.0008296
Loukas, A., Hotez, P. J., Diemert, D., Yazdanbakhsh, M., McCarthy, J. S., Correa-
Oliveira, R., et al. (2016). Hookworm infection. Nat Rev Dis Primers, 2,
16088. doi: 10.1038/nrdp.2016.88
Mashar, S. A., Suhartono, S., & Budiono, B. (2021). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak: Studi Literatur. Jurnal
Serambi Engineering, 6(3).
Millward, D. J. (2017). Nutrition, infection and stunting: the roles of deficiencies
of individual nutrients and foods, and of inflammation, as determinants of
reduced linear growth of children. Nutr Res Rev, 30(1), 50-72. doi:
10.1017/s0954422416000238
Noviastuti, A. R. (2015). Infeksi soil transmitted helminths. Jurnal Majority, 4(8),
107-116.
Nugroho, M. R., Sasongko, R. N., & Kristiawan, M. (2021). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Usia Dini di Indonesia. Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 2269-2276.
Oktavianisya, N., Sumarni, S., & Aliftitah, S. (2021). FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-5
TAHUN DI KEPULAUAN MANDANGIN. Jurnal Kesehatan, 14(1), 46-
54.
Paniker, C. J., & Ghosh, S. (2017). Paniker's textbook of medical parasitology: JP
Medical Ltd.
Putra, P., & Suariyani, N. (2021). Pemetaan distribusi kejadian dan faktor risiko
stunting di Kabupaten Bangli tahun 2019 dengan menggunakan sistem
informasi geografis. Archive of Community Health, 8(1), 72-90.
Rahmawati, N. F., Fajar, N. A., & Idris, H. (2020). Faktor sosial, ekonomi, dan
pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting balita keluarga miskin
penerima PKH di Palembang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 17(1), 23-33.
Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
RI tahun 2018.
Salnus, S., Suswani, A., & Hasanuddin, A. P. (2020). Gambaran Telur Cacing
Balita Stunting Menggunakan Pewarnaan Antosianin Dari Ekstrak Ubi
Ungu Metode Flotasi Di Kabupaten Bulukumba. Jurnal TLM Blood Smear,
1(1), 6-13.
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis
Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto, 376.
SJMJ, S. A. S., Toban, R. C., & Madi, M. A. (2020). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada, 9(1), 448-455.
Stewart, C. P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K. F., & Onyango, A. W.
(2013). Contextualising complementary feeding in a broader framework for
stunting prevention. Matern Child Nutr, 9, 27-45.
Suraini, S., & Sophia, A. (2020). Evaluasi dan Uji Kesesuaian Pemeriksaan Telur
Cacing Soil Transmitted Helminths Menggunakan Metode Langsung,
Universitas Warmadewa
Sedimentasi Dan Flotasi. Paper presented at the PROSIDING SEMINAR
KESEHATAN PERINTIS.
Widnyana, A. U. V. (2022). Gambaran Penyebab Stunting pada Balita 24-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Susut 1 Bangli. AMJ (Aesculapius Medical
Journal), 2(1), 35-44.
World Health Organization. (2014). Global nutrition targets 2025: Stunting policy
brief: World Health Organization.
World Health Organization. (2022). Soil-transmitted helminth infections.
Universitas Warmadewa
LAMPIRAN
Kepada Yth
Calon Responden Penelitian
di Puskesmas Susut I
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Putu Arya Wisma Prabhuwangsa
NIM : 1870121096
No Kontak : 0895392280253
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Warmadewa yang sedang melakukan penelitian berjudul
“Gambaran Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) pada Balita Stunting di
Wilayah Puskesmas Susut 1 Bangli”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) pada balita
stunting di Wilayah Puskesmas Susut 1 Bangli.
Saya mengundang Anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Anda berhak
memutuskan untuk tidak ikut, mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa
dikenai denda atau konsekuensi apapun.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan masalah atau dampak negatif karena
tidak terkait dengan tindakan invasif atau pemberian obat. Meskipun demikian
apabila anda merasa tidak nyaman, dipersilahkan bagi anda untuk berhenti kapan
saja diinginkan.
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan pembimbing. Hasil
penelitian akan dipublikasikan dalam bentuk jurnal dengan data anonim atau hanya
akan disebutkan inisial subyek penelitian. Hasil data penelitian akan disimpan
Universitas Warmadewa
hanya untuk keperluan penelitian ini, anda diberi kesempatan untuk menanyakan
semua hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini ke kontak saya.
Atas perhatian dan kesediaan saudara, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Universitas Warmadewa
Lampiran 2. Formulir Persetujuan Responden
Nama :
Usia :
Bangli, …………………
Peneliti Responden
Universitas Warmadewa