Anda di halaman 1dari 10

Senin, 29 November 2021

Nama : Dewi Mayang Sari


Npm : 2102501010038

Resume seminar
PENYAKIT PADA KOMODITAS BUDIDAYA (IKAN DAN UDANG)
Oleh: drh. Bakhtiar Sah Putra, M.Vet

Perikanan budidaya yang ada di Indonesia


- Budidaya air tawar
- Budidaya air laut
- Budidaya air payau
Di negara dengan 4 musim, budidaya ikan diklasifikasikan berdasarkan temperatur
perairan
- Warmwater (>25oC) - Tilapia, carps, catfish
- Coldwater (<20oC)- Trout, salmon, cod

Komoditas air payau


- Ikan Kerapu
- Ikan Kakap
- Ikan Bandeng
- Ikan Nila salin
- Ikan King kobia
- Ikan Senangin
- Udang windu
- Udang vannamei
- Udang galah
Permasalahan pada budidaya air payau
- Penyakit (virus, bakteri, dan parasit)
-
PENYAKIT VIRAL
1. SCALE DROP DISEASE (SDD)
- Pada ikan kakap putih asia (lates calcarifer)
- Disebabkan oleh irridovirus-megalocityvirus
- GK: Sisik terkelupas dengan sentuhan lembut, terjadi pembengkakan pada
limpa, sirip membusuk, kulit kemerahan disertai pendarahan pada permukaan
perut ikan (red belly syndrome)
- Angka kematian 50%
- Bentuk
o SDD (SDDV/novel megalocytivirus)
o SD n muscel disease (SDMN) – vibrio harveyi
o Infectious spleen n kidney necrosis (ISKND) – ISKNV genotipe II
Di ujung bate diharapkan tidak menggunakan antibiotik untuk pengobatan, namun di
pisahkan dan di beri air tawar
2. VNN (Viral Nervous Necrosis)
- Disebabkan oleh betanodavirus
- Menyerang ikan kerapu batu dan ikan kakap di setiap stadium (induk, telur,
larva, dan benih)
- GK: berenang berputar-putar, berkumpul di dasar kolam, anoreksia, terjadi
perubahan warna tubuh (pale/hitam/gabungan), kurus, kematian 100%
- Histopat: vokuol” di bagian retina
- Transmisi: horizontal (peralatan yang digunakan) dan vertikal (induk
terinfeksi akan menurunkan VNN ke telur)
3. TILAPIA LAKE DISEASE- tilapia lake virus
- Orthomyxo-lake virus, family orthomyxoviridae.
- Bereplikasi pada inti sel ikan
- GK: anoreksia, kurus, anemia cukup berat, exopthalmia bilateral, perut
membengkan, abrasi pada kulit, pucat, berkumpul didasar kolam,
4. CMNV (Viral Covert mortality disease)
- Pada udang vanname
- GK: atopi hepatopankreas, nekrotik, isi perut dan usus yang kosong,
pertubuhan lambar, otot abdominal mengalami
- Tingkat kematian kumulatif hingga 80%
- Tingkat kematian bertambah seiring meningkatnya suhu air
- Dapat menginfeksi ikan (Mugilogobius abei (koi) dan carassius auratus
(glodok))
- Transmisi: vertikal dan horizontal (penularan cukup cepat, penularan melalui
carier vektor dan host alami)
5. AHPND (Acut hepatopancreatic necrosis disease)
- Penyebab: vibrio parahaemolyticus (Vp=AHPND)- menghasilkan toksin
- Menyebabkan nekrosis hp, lambung dan usus
- GK: berenang berputar, tubuh pucat, hp mengkerut pucat, usus dan lambung
kosong, gejala awal tubuh pucat dan kuning
- Dapat terjadi pada larva dan bibit pembesaran
- Kemtaian pada bibit satium larva mencapai 305
- Sumber kontaminasi (pakan (polychaeta, cumi, kerang, dll), induk, pakan
alami (artemia, plankton), air
6. WSSV (White spot syndrome virus)
- Disebabkan oleh virus SEMBV (Systemic ectodermal mesodermal baculo
virus)-whispovirus family nimaviridae
- Kematian 100% dalam jangka waktu 3-4 hari (sebelumnya harus dipanen
pada udang induk)
- Organ target: hepato pankreas dan insang
- Komoditas udang windu dan udang vaname
- Warna putih pada karapaks jika dikerok tidak hilang
- GK: kutikula terlepas, anoreksia, berenang miring, bercak putik pada karapas
- Transmisi: vertikal dan horizontal
-
PENYAKIT BAKTERI
1. Streptococcus agalactiae
- GK: exhoptalmia uni/bilateral, terjadi perubahan warna tubuh, kemerahan
pada tubuh ikan, perlukaan pada tubuh ikan, sirip reripis
2. Vibriosis
- Pada ikan kerapu dan kakap
- GK: anoreksia, berenang dipermukaan, lemas, perlukaan pada tubuh, sirip
geripis, exoptalmia
- Vibrio harveyi: menyarang udang, R/: flushing atau + kaporit

PENYAKIT PARASITIK
- Parasit eksternal
- Skin monogenea
o Ditemukan pada mata, kulit, pangkal ekor, dan ekor
o Gk: mata keputihan seperti katarak, kulit kemerahan, sisik rontok,
luka/borok
o R/ rendam diair tawar, hingga rontok
o Neobenedia= tidak ada host, mata putih masih bisa diobati, mata pecah
sudah tidak bisa diobati
- Caligus sp
o Menyerang kulit ikan, sisik terkelupas, kemerahan, anoreksia,
produksi mucus berlebihan, lenas, berenang dipermukaan
o Ditemukan pada ikan kerapu dan nila salin
- Gill monogeneas
o Ditemukan pada insang dan sirip
o GK: berenang tidak normal, gasphing (sesak nafas), warna tubuh
menjadi kehitaman, pucat, terjadi pendarahan dan perlukaan pada
daerah infeksi, insang pucat
o Ditemukan pada ikan nila dan ikan kerapu
- Amyloodioniosis
o Protozoa Amyloodinium occellatum
o GK: berenang abnormal, mucus berlebihan, tubuhh menjadi
kehitaman, gasphing, insang pucat
- Trichodiniosis (bioindikator perairan- kualitas air tidak baik)
o Penyebab: trichodina sp
o Ditemukan pada kulit dan insang
o Produksi mucus berlebihan
o Gasphing, anoreksia, lemas

PENGOBATAN
- Pemberian antibiotik
- Perendaman di acriflavin- pengobatan luka dan infeksi parasit
- Perendaman di air tawar
- Terapi ozon pada hetchery= kebanyakan ozon berbahaya bagi tubuh manusia,
dan dapat mengakibatkan telur ikan tidak menetas

METODE PENGUJIAN PENYAKIT IKAN


Oleh: Zulhan Efendi, S.KH.

Tujuan karantina ikan:


- mengendalikan masuk dan keluarnya penyakit/hama pada ikan
- menjamin keamanan mutu pangan asal ikan
Penyebaran informasi tentang temuaan penyakit pada khalayak ramai tidak dilakukan
karna dapat menimbulkan kerugian bagi para petambak karna ditakutkan tidak dapat
melaksanakan kegiatan ekspor.

Pendahuluan
- Organisme : Prokariotik (tidak memiliki membran sel inti) dan Eukariotik
(memiliki organel-organel sub seluler)

Metode Pengujian Penyakit Ikan


- Mikroskopis langsung (mengidentifikasi organisme secara morfologis –
umum pada pemeriksaan parasi endo dan ekto)
- Biakan/Kultur (bakteri, jamur): koleksi sampel, isolasi, identifikasi, dan uji
lanjutan
- Tes Serologis
- Molekuler: PCR
- POLYMERASE CHAIN REACTION
- PCR
- PCR, polymerase chain reaction, adalah teknik amplifikasi fragmen DNA
yang telah diketahui urutan basanya secara in-vitro
Sebelum ada PCR, DNA yang menjadi target hanya diperbanyak dalam
jumlah kecil dengan mengekspresikan dalam sel

Komponen Reaksi
PCR, polymerase chain reaction, adalah teknik amplifikasi fragmen DNA
yang telah diketahui urutan basanya secara in-vitro
Sebelum ada PCR, DNA yang menjadi target hanya diperbanyak dalam
jumlah kecil dengan mengekspresikan dalam sel

Komponen Reaksi
PCR, polymerase chain reaction, adalah teknik amplifikasi fragmen DNA
yang telah diketahui urutan basanya secara in-vitro . Sebelum ada PCR, DNA
yang menjadi target hanya diperbanyak dalam jumlah kecil dengan
mengekspresikan dalam sel

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PCR


 Nested PCR untuk deteksi pathogen
 Keuntungan
- Dua tahap PCR meningkatkan sensitifitas

- Dua set primer untuk meningkatkan spesifisitas


 Kelemahan
- Rawan terhadap kontaminasi dari produk PCR yang diperkuat

- Memakan waktu untuk melakukan dua putaran PCR

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PCR


 Quantitative PCR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
PCR konvensonal dan reahas several advantages over conventional and nested
PCR assays
 Dapatkan perkiraan kuantitatif target
 Semi-otomatis
 Hasil cepat
 Tidak ada penanganan DNA yang diperkuat yang membatasi potensi
kontaminasi laboratorium
 Beberapa tes menggunakan probe internal yang memberikan spesifisitas
tambahan :
 Parameter pengujian yang baik
 Rentang dinamis yang besar
 Variasi antar-assay rendah
 Sangat dapat diandalkan
Senin, 29 November 2021
Nama : Dewi Mayang Sari
Npm : 2102501010038
Dosen pengampu : drh. Teuku Reza Ferasyi, MSc., PhD

SISTEM MANAJEMEN MUTU DAN KEAMANAN BPAH

Sebagai sumber protein hewani, pangan asal ternak mempunyai keterkaitan yang erat
dengan upaya meningkatkan pembangunan SDM, yaitu meningkatkan daya
intelektualnya melalui perbaikan gizi protein hewani. Apabila bahan pangan asal
ternak tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan, maka selain dapat
menyebabkan gangguan kesehatan atau kematian, juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan fisik dan inteligensia masyarakat yang mengkonsumsi pangan tersebut.
Oleh karena itu dengan adanya tuntutan kualitas hidup dan kehidupan yang semakin
meningkat, maka pembangunan peternakan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan
kuantitas pangan, tetapi juga dituntut untuk dapat menyediakan bahan pangan asal
ternak yang berkualitas dan aman bagi konsumen
Untuk mendapatkan bahan pangan asal ternak dengan mutu yang baik dan aman perlu
diketahui mata rantai dalam penyediaan pangan (daging, telur dan susu) tersebut
mulai dari farm/peternak sampai transportasi yang digolongkan sebagai pre-harvest
food safety program, yang dilanjutkan dengan proses pemotongan di rumah potong
hewan (RPH), pengolahan, pemasaran dan penyajian kepada konsumen atau post
harvest food safety program. Selanjutnya secara lebih rinci tindakan yang dilakukan
pada setiap mata rantai dalam penyediaan pangan asal ternak (daging, telur dan susu)
perlu diketahui sehingga nantinya dapat diantisipasi tindakan-tindakan
pengawasannya.
Untuk lebih menjamin bahwa BPAH yang akan dikonsumsi oleh masyarakat benar-
benar aman dan memenuhi persyaratan hygienis serta halal, maka pemerintah perlu
mengaturnya baik dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Dirjen atau aparat-aparat pemerintah
lainnya yang ditunjuk mempunyai wewenang untuk itu. Di bawah ini disajikan
peraturan-peraturan penting yang berkaitan dengan upaya-upaya penyediaan daging
sapi maupun produk ternak lainnya yang bermutu, aman dan halal untuk dikonsumsi
masyarakat maupun untuk ekspor
Proses Pra-produksi (Pre-harvest food safety program) dimulai dari farm/peternak
atau produsen terdapat berbagai faktor yang dapat menentukan kualitas akhir dari
produk ternak tersebut. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada tahap pra-
produksi antara lain:
a. Lingkungan dimana ternak dipelihara meliputi keadaan tanahnya dan air yang
digunakan, udara sekitar peternakan serta sanitasi.
b. Pakan atau bahan pakan yang dipergunakan.
c. Tenaga kerja yang terlibat, menyangkut kesehatan dan tanggung jawab.
d. Bahan kimia yang dipergunakan, seperti pestisida, desinfektan dan lain-lainnya.
e. Obat-obat hewan yang dipergunakan.
f. Keberadaan dan keadaan hewan lainnya dan tanaman liar.
g. Status penyakit hewan menular termasuk penyakit zoonosis.
h. Sistem manajemen yang diterapkan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem keamanan
pangan yang berperan sebagai tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan. Konsep HACCP ini dapat diterapkan pada seluruh mata rantai
produksi makanan. Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam
industri pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari
produksi bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Pada tiap-tiap mata rantai
pangan dilakukan analisis yang seksama terhadap aliran proses untuk menentukan
tingkat bahaya dan titik pengendalian kritis atau Critical Control Point (CCP).
Senin, 29 November 2021
Nama : Dewi Mayang Sari
Npm : 2102501010038
Dosen pengampu : drh. Rastina,M.Si

Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP)


Produk pangan yang dimakan menjadi faktor utama penyebab masalah bagi
kesehatan tubuh atau penyakit. Oleh karena itu perlu adanya pencegahan penyakit
yang bersumber dari bahan pangan, salah satunya adalah dengan adanya sanitasi.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan hal-hal yang berkaitan dan berpotensi mengontaminasi produk.

Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan
membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan
yang baik bagi manusia. SSOP (Standard Sanitation Operating Procedure) merupakan
prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan yang dilakukan melalui kegiatan
sanitasi dan higiene. Dalam hal ini, SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu
industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan menjamin sistim
keamanan produksi pangan.

SSOP terdiri dari delapan kunci persyaratan sanitasi, yaitu (1) keamanan air (2)
kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan (3) pencegahan
kontaminasi silang (4) menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet (5)
proteksi dari bahan-bahan kontaminan (6) pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan
bahan toksin yang benar (7) pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat
mengakibatkan kontaminasi (8) menghilangkan hama pengganggu dari unit
pengolahan

Anda mungkin juga menyukai