Anda di halaman 1dari 108

Penyakit dan Kesehatan Ikan

• Daftar penyakit karantina dapat dipelajari


di Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 26/KEPMEN-KP/2013
tentang Penetapan Jenis-jenis hama dan
penyakit ikan karantina, golongan, media
pembawa, dan sebarannya
Penyakit ikan penting dipelajari
• Penyakit ikan dipelajari untuk menjamin produksi
budidaya
• Dampak penyakit ikan
– Menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan
– 70% tambak di Jawa tidak beroperasi
– Tingkat resiko budidaya udang menjadi tinggi (sekitar
58,4%)
• Menyerang ikan ekonomis penting

Kamiso HN. 2004. Status penyakit ikan dan pengendaliannya di Indonesia.


Semnas Penyakit Ikan dan Udang
Sejarah penyakit ikan di Indonesia
• Teleost:
– 1932: Ichtyopthirius multifillis pada ikan guppies
– 1970: Lernaeae
– 1978: Myxobolus
– 1979: Myxosoma
– 1980: Aeromonas hydrohila
– 1993: Iridovirus
– 1999: Viral nervous necrosis
– 2001: Koi herpesvirus
• Udang air payau:
– 1993: Yellow head disease
– 1994: White spot syndrome virus
– 2002: Taura syndrome virus

Sukadi, Fatuchri. 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan


dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya.
Semnas Penyakit Ikan dan Udang
Penyakit Bakterial:
Motil Aeromonas Septicaemia
Pendahuluan
• Disebabkan oleh Aeromonas hydrophila yang
dapat tersebar mengikuti sirkulasi tubuh
(septicaemia) dan menyebabkan hemorrhagik
• Telah dilaporkan menginfeksi banyak ikan air
tawar
• Terkadang menginfeksi ikan air laut, amphibia,
reptil, sapi, dan manusia
• Tersebar luas di seluruh dunia dan secara
signifikan menimbulkan penyakit pada ikan
budidaya air tawar
• Terdistribusi luas di perairan tawar, sedimen
berbahan organik, saluran pencernaan ikan
Pendahuluan
• Pertama ditemukan 1930 oleh Schaperclaus:
– Menyebabkan abdominal dropsy (perut gembur) pada
karper baik budidaya maupun liar di eropa timur
– Dideskripsikan sebagai Aeromonas punctata
• 1960-an ditemukan menimbulkan red fin
diseases
– Pada budidaya sidat di Jepang
– Bersamaan dengan infeksi Saprolegnia parasitica
• 1980-an mewabah di Indonesia
– Mortalitas 80-100% dalam 1-2 minggu
Pendahuluan
• A. hydrophila dikenal sebagai pathogen
oportunistik dan penginfeksi sekunder
– Namun terdapat laporan  pathogen
primer pada ikan
• Terdapat beberapa strain yang berbeda
patogenisitasnya:
– Virulent: mengakibatkan penyakit
– Non-virulent: tidak menyebabkan
penyakit
Pendahuluan
• Karakteristik biokimia yang umum dimiliki strain
virulent:
– Memproduksi elastase
– Memproduksi enzim-enzim yang mengakibatkan lysis
pada Staphylococcus
• Strain virulent tersebut dikenal sbg A. hydrophila
biovar. hydrophila
• MAS penting untuk diperhatikan  kerugian
ekonomis yang cukup besar, khususnya pada
budidaya ikan air tawar
Spesies ikan dan Distribusi
Geografik
• Semua spesies tawar terancam, khususnya (perairan dingin):
– Brown trout (Salmo trutta)
– Rainbow trout (Onchorhynchus mykiss)
– Chinook salmon (O. tshawytscha)
– Ayu (Plecoglossus altivelis)
– Japanese eel (Anguila japonica)American eel (A. rostrata)
– Gizzard shad (Dorosoma cepedianum)
– Golden shiner (Notemigonus crysoleucas)
– Chanel catfish (Ictalurus punctatus)
– Snakehead fish (Opichepalus striatus)
– Tilapia (Tilapia nilotica)
Spesies ikan dan Distribusi
Geografik
• Ikan umum Indonesia:
– Mas dan Koi (Cyprinus carpio)
– Lele lokal (Clarias batrachus)
– Guramy (Oshpronemus guramy)
– Nila (Oreochromis spp.)
– Lele dumbo (Clarias gariepinus)
– Koki (Carasius auratus)
– Udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Terdistribusi luas baik di daerah tropis maupun
sub tropis
Deskripsi Penyakit
• Biasanya menampakkan hemorrhagik pada
jaringan kulit dari sirip dan bagian kepala  Red
fin disease
• Bakteri berkembang biak di intestine dan
mengakibatkan peradangan pada dinding usus
• Toksik metabolit bakteri terabsorbsi dari intestine
• Hemorhagik pembuluh darah di kulit sirip atau
kepala dan dilapisan submucosa lambung
• Degenerasi pada sel hepar dan sel epitel ginjal
Deskripsi Penyakit
• Infeksi pada karper:
– Kerusakan pada ekor dan sirip
– Hemorhagik yang tampak mata
– Ulser pada permukaan tubuh
• Terjadinya penyakit berhubungan dengan perubahan
kondisi lingkungan
• Beberapa stressor yang menyebabkan ikan sensitif
terhadap penyakit ini:
– Kepadatan tinggi
– Temperatur tinggi dan perubahan temperatur yang mendadak
– Pengangkutan dan penanganan yang tidak baik
– Kandungan oksigen yang rendah
– Kekurangan nutrient
– Infeksi parasit dan jamur
Deskripsi Penyakit
Deskripsi Penyakit

Aeromonas on flathead catfish Fin rot in channel catfish


caused-Aeromonas_infection

Hemorrhagic_liver_Aeromonas Koi ulcer from motile aeromonas


hydrophila
Deskripsi Penyakit
Deskripsi Penyakit

Syakuri, Hamdan. 2001. Uji komparatif daya tahan lima spesies ikan air tawar
terhadap infeksi Aeromonas hydrophila. Skripsi di Prodi BDP UGM.
Deskripsi Penyakit

Syakuri, Hamdan. 2001. Uji komparatif daya tahan lima spesies ikan air tawar
terhadap infeksi Aeromonas hydrophila. Skripsi di Prodi BDP UGM.
Bakteri Penyebab: Karakteristik
• Morfologi:
– batang, diameter: 0,3-1,0 µm; panjang: 1-3,5 µm
– bergerak dengan flagella monotrich polar, tanpa endospora, tanpa
kapsul
• Pewarnaan gram: negatif
• Kultur: media standar, Rimler-shott, GSP, tumbuh
baik pada 28oC
• Koloni: putih krem, cembung, tepi rata, tanpa pigmen
• Sifat biokimia: fakultatif anaerob, oksidase positif,
membentuk asam dan gas pada medium
karbohidrat, fermentatif pada media O/F
• Serologi: banyak dan kadang sulit dideteksi
Bakteri Penyebab: Karakteristik
• Toksik dan produk ekstraselluler:
– Enterotoksin
– 2 cytolytic toxins (α dan ß-haemolysin)
– Protease, gelatinasi, caseinase, staphylolysin,
– dsb
Metode diagnostik
• Mengamati gejala umum: hemorrhagik septicaemia dan
fin rot (kerusakan sirip)
• Menggunakan medium selektif:
– Rimler-Shotts agar
– Modifikasi pepton beef-extract glycogen agar
– Rippey-Cabelli agar dan mA (membran filtered method)
– Mackonkey’s agar yang diperkaya dengan trehalose
– Starch-ampicilin agar
• Catatan penggunaan medium selektif:
– Rimler-Shotts dan Rippey-Cabelli tidak cukup aman untuk
pertumbuhan Aeromonas
– mA memberikan pertumbuhan yang baik, namun selektifitasnya
rendah
Metode diagnostik
• Uji karakteristik morfologi dan biokimia
• Peggunaan metode analisis imunologis
– FAT (fluorescent antibody technique)
– ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay)
– dsb
• Analsis DNA (PCR): telah tersedia primer
PCR khusus untuk mendeteksi Aeromonas
hydrophila
Penyebaran Penyakit
• Penularan terjadi secara horisontal, namun tidak secara
vertikal
• Dapat terjadi karena pengeluaran bakteri melalui saluran
pencernaan (feses) maupun luka di permukaan tubuh
• Kerusakan permukaan tubuh akibat infeksi jamur dan parasit
 pintu masuk infeksi A. hydrophila
• Gejala klinis pada manusia: septicaemia dan peritonitis
(inflamasi pada peritoneum: membran rogga perut)
• Menyebabkan pembusukan daging(ikan), seafood, bahkan
sayuran  belum diketahui keracunan mematikan, namun
menimbulkan gangguan pencernaan
• Hubungan epidemiologis antara isolat dari ikan, manusia,
dan lingkungan masih sulit dideteksi.
Pengendalian: kemoterapi
• Aeromonas hydrophila sensitif
terhadap:Chloramphenicol, Florfenicol,
Tetrasiklin, Sulphonamid, Nitrofuran, Dsb
• Banyak laporan tentang timbulnya resistensi:
– Melibatkan aktifitas R-plasmid dan juga DNA
kromosomal
– R-plasmid tersebut dapat tertransfer antar sel dan
terdistribusi luas
• Penggunaan antibiotik semakin dibatasi
Pengendalian:
Peningkatan imunitas
• Imun spesifik dapat ditingkatkan dengan
vaksinasi  kendala: banyaknya serotipe
 vaksin polivalen
• Imun non-spesifik dapat ditingkatkan
dengan immunostimulan maupun probiotik
Penyakit Bakterial:
Furunculosis
Pendahuluan
• 1894 (Emmerich & Weibel):
– Isolasi dari ikan trout
– Trout mengalami pembengkakan seperti furuncle
– Furuncle berkembang menjadi ulser
• Disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida
• Furunculosis merupakan salah satu jenis penyakit
yang banyak dipelajari karena:
– Terdistribusi secara luas
– Mempunyai inang yang beragam
– Secara ekonomis sangat merugikan (khususnya pada
salmon)
Spesies Ikan dan Distribusi
Geografis
• Selain menginfeksi jenis-jenis salmon, juga
menginfeksi non salmon:
– Sidat (Anguilla rostrata, Anguilla anguilla)
– Karper (Cyprinus carpio)
– Koki (Carassius auratus)
– Lele (Silurus glanis)
• Terdistribusi luas di dunia, termasuk Jepang dan
Asia: air tawar dan laut
• Indonesia:Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, & Jambi
Typical Vs. Atypical
Designation Subspecies Properties
Distribution Dominant Pathology Genetic Biochemical
host profile profile
Typical Salmonicida Almost Samonids Classical Homogeneous Homogeneous
worldwide furunculosis
Atypical masoucida Japan Salmonids Other
pathologies
achromogenes Extensive Nonsalmonids Other Heterogeneous Heterogeneous
/salmonids pathologies
nova Extensive Nonsalmonids Other Heterogeneous Heterogeneous
/salmonids pathologies
smithia England Nonsalmonids Other
(mostly) pathologies
Penularan dan Pathogenesis
• Merupakan pathogen obligat, namun
tahan beberapa saat di luar inang:
– Tahan hidup dan tetap virulent selama
beberapa bulan di air steril
– Sediment: tahan hidup dan tetap virulent
selama > 6 bulan
• Penularan utamanya terjadi secara
horisontal
Penularan dan Pathogenesis
• Mekanisme keganasan (virulensi) terdiri
atas:
– Struktur permukaan sel: mempunyai A-layer
 mengikat immunoglobulin dan
autoagregasi
– Produk ekstraselluler:
• Protease
• Toksin perusak membran
• Toksin lain: H-lysin, dsb
Pengendalian
• Kemoterapi:
– Banyak digunakan baik untuk pencegahan
maupun pengobatan
– Menimbulkan resistensi
• Vaksinasi:
– Efektif dan mulai dilakukan sejak tahun 1940-
an
Edwardsiellosis
• Disebabkan oleh bakteri Edwardsiella tarda. Disebut
juga Edwardsiella septicaemia.
• Dilaporkan pertama kali tahun 1976 mewabah di
budidaya sidat (Anguilla Japonica) di Jepang dan
Taiwan.
• Media/Ikan pembawa/ rentan terinfeksi
– Sidat (Anguilla spp.)
– Nila (Oreochromis niloticus)
– Karper (Cyprinus carpio)
– Lele (Clarias spp.; Pangasius spp.)
– Gurami (Osphronemus gouramy)
– Ikan cupang (Betta spendens)
– dll
• Sebaran di Indonesia:
– DI Yogyakarta
– Kalimantan Barat
– Jawa Barat
– Jawa Tengah
– Jambi
– Bangka-Belitung
– Kalimantan Tengah
– Sulawesi Tengah
– DKI Jakarta
– Sumatera Barat
• Diagnosis cepat:
– Edwardsiella isolation media (EIM): koloni
kecil berwarna hijau dengan warna hitam di
tengah koloni
– aglutinasi antibodi
• Mempunyai R-plasmid
• Vaksin potensial dikembangkan:
– tidak ada reaksi silang dengan Edwardsiella
ictaluri
Enteric septicaemia of catfish
(ESC)
• Disebabkan oleh Edwardsiella ictaluri
• Pertama kali dilaporkan 1979 pada industri lele
di USA
• Sebaran di Indonesia: DI Yogyakarta
• Media/inang pembawa:
– Lele (Clarias batrachus; Clarias gariepinus)
– Nila (Oreochromis niloticus)
– Belanak (Mugil sp.)
– Patin (Pangasius spp.)
– Dll.
• Diagnosis:
– Edwardsiella isolation media (EIM):koloni kecil
kehijauan
– Uji serologi
• Pengendalian
– vaksin
Streptococcis
• Disebabkan oleh bakteri Streptococcus spp.
– Streptococcus agalactiae
– Streptococcus inae
• Sebaran di Indonesia:
– Jawa Barat & Jawa Tengah
– Sumatera
– Jayapura
• Media/inang pembawa:
– Nila (Oreochromis niloticus)
– Sidat (Anguilla spp.)
– Kerapu bebek (Cromileptes altivelis)
– Katak lembu (Rana sp.)

Penyakit dan Penyebab

Corneal hemorrhage
Streptococcus iniae
Erosion of the
caudal fin
and
breakdown of
muscle
tissues
Pasteurellosis
• Disebut juga sebagai Pseudo tuberculosis
• Disebabkan oleh bakteri Pasteurella piscida
(Photobacterium damselae subsp. piscida)
• Inang/media pembawa:
– Carassius auratus
– Katak lembu (Rana sp.)
– Kerapu lumpur (Epinephelus tauvina)
– Kerapu merah (E. akaara)
– Gurami (Osphronemus gouramy)
• Sebaran di Indonesia: Jawa, Sumatera Utara
Enteric red mouth disease (ERM)
• Disebabkan oleh bakteri Yersinia ruckeri
• Inang/media pembawa:
– Carassius auratus
– Karper (Cyprinus carpio)
– Tilapia
– Dll
• Sebaran di Indonesia
– Jawa
– Sumatera Barat
– Riau
– Kalimantan Selatan
– Nangro Aceh Darussalam
Red spot disease
• Disebabkan oleh bakteri Pseudomonas anguilliseptica
• Inang/ media pembawa
– Sidat
– Kerapu (Epinephelus sp.)
– Nila
– Karper
• Sebaran di Indonesia
– DI Yogyakarta
– Nabire
– Nangro Aceh Darussalam
– Kalimantan Barat
– Sumatera Selatan
Channel catfish virus disease
(CCVD)
• Disebabkan oleh Herpesvirus ictaluri
• Inang/media pembawa
– Lele dumbo dan lele lokal
– Dll
• Di Indonesia ditemukan di Gorontalo
Infectious hypodermal and
haematopoietic necrosis (IHHN)
• Disebabkan oleh infeksi Infectious hypodermal
and haematopoietic necrosis virus (parvovirus)
• Menyerang udang galah dan udang penaeid
• Sebaran di Indonesia
– Jawa
– Bali
– Sumatera Utara
– Lombok
– Lampung
– Sulawesi Tengah
Monodon baculovirus disease
(MBVD)
• Disebabkan oleh Monodon baculovirus
• Inang/ media pembawa:
– Penaeus monodon
– Litopenaeus vannamei
– Litopnaeus stylirostris
• Sebaran di Indonesia
– Jawa
– Bali
– Sumatera
– Sulawesi
Yellowhead disease (YHD)
• Disebabkan oleh yellowhead virus (Okavirus)
• Inang/media pembawa:
– Penaeus monodon
– Litopenaeus vannamei
– Litopnaeus stylirostris
– Dll
• Sebaran di Indonesia:
– Jawa
– Sumatera Utara
– NAD
– Kalimantan Barat
– Sulawesi Selatan
White spot syndrome disease
(WSSD)
• Disebabkan oleh white spot syndrome
virus
• Tersebar di Indonesia kecuali:
– Jambi
– Maluku
– Papua & Papua Barat
• Inang/ media pembawa:
– Penaeus monodon
– Kepiting bakau, dst
Red sea bream iridoviral disease
• Disebabkan oleh megalocyti virus
• Sebaran di Indonesia:
– Sumatera Utara
– Lampung
– DKI Jakarta
– Bali
• Inang/media pembawa
– Kerapu bebek
– Kakap
Viral nervous necrosis
• Disebut juga sebagai Viral encephalopathy & retinopathy
disease
• Disebabkan oleh Nervous necrosis virus (Betanodavirus)
• Inang/media pembawa:
– Kerapu
– Kakap
• Sebaran di Indonesia:
– Bali
– Lampung
– Jawa
– Bima
– Sumatera Utara
– Batam
– Gorontalo
Koi Herpesvirus Disease (KHD)
• Disebabkan oleh Koi herpesvirus (KHV)
• Inang/media pembawa
– Ikan koi dan karper (Cyprinus carpio)
– Nila, gurami, dll.
• Sebaran di Indonesia:
– Jawa
– Bali
– Sumatera
– Lombok
– Bima
– Kalimantan
– Sulawesi
Beberapa parasit
Trichodina

A C

A: AFS
B: Gurami; Kleins tech
C: Gurami; Giemsa
B
Ichtyophthirius multifiliis
Gurami

AFS;
Ich with horeshore-
shaped nucleus and
Ich young grass carp
Epystilis sp.(AFS)
Cryptocaryon
Henneguya (Gurami; basah)
Myxobolus sp.

(Gurami; Giemsa)
AFS : whirling disease
Monogenea (Gurami; basah)
Monogenea

Diplectanum sp.

Gyrodactylus sp. (AFS)


Monogenea

Fin mount goldfish


gyrodactylus
Dactylogyrus sp. (AFS)
Platyhelminth

AFS: Fathead minnow tapeworm


Acanthocephala

AFS: Acanthacephalan
Parasitic copepods

Learneae sp. (Gurami; Parasitic copepod


basah) Lernaea on bullhead
(AFS)
Parasitic copepods

Caligid Parasites
Parasitic copepods

A B

A: Achtheres
B: Ergasilus
C: Argulus
C
Pengantar Fungal Disease:
Oomycetes (Saprolegnia)
Pendahuluan
• Oomycetes umumnya menyerang ikan air
tawar
• Ordo yang berdampak signifikan
(ekonomis) adalah Saprolegniales
• Terdapat genus yang menyerang ikan air
laut : Lagenidium, Fusarium
Hubungan taksonomi
Oomycetes pada ikan
Penularan
• Sumber Penularan:
– Ikan budidaya maupun liar
– Telur
– Air pemeliharaan
– Alat transport dan pemelihara
• Spora mempunyai alat untuk menempel pada
inang, dan kemudian membentuk mycelia
• Penularan terjadi secara lansung tanpa inang
perantara
• Terdapat 3 mekanisme pertahanan:
– Meningkatkan sekresi mukus
– Menghambat pertumbuhan mycelia
– Respon selluler
Pengendalian
• Bakteri antagonis
– Pseudomonas fluorescens  menghambat S.
parasitica
– Bakteri menghasilkan antibiotik yang
menghambat fungi
• Organisme Grazing:
– Amphipoda: Gammarus pseudolimnaeus
– Isophoda: Asellus militaris
Pengendalian
• Penggunaan Chitosan
– Chitosan adalah bentuk deacylated dari chitin
(penyususun exoskeleton crustacea, dsb)
– Oomycetes membutuhkan kalsium dalam jumlah
banyak  menjaga keseimbangan membran
– Chitosan menjadi kompetitor dalam mengikat
kalsium
– 0,05-0,06% chitosan terbukti menghambat total
pertumbuhan S. parasitica dan A. piscicida
Pengendalian
• Irradiasi UV tidak efektif untuk
mengendalikan Oomycetes
• Pengembangan vaksinasi:
– Terdapat pembentukan protein serum
terkait dengan reaksi terhadap Oomycetes
– Namun vaksin untuk fungi belum tersedia
Contoh Infeksi

Catfish_saprolegnia Channel_saprolegnia
Contoh Infeksi

Catfish_saprolegnia Saprolegnia on gills


Contoh Infeksi

Wet-mounts of larval Penaeus setiferus with advanced infections by the fungus


Lagenidium callinectes. Fig. 1 shows part of the cephalothorax and Fig. 2 is of the
abdomen. Highly branched, generally non-septate hyphae, with prominent refractile
granules and oil droplets, nearly fill the bodies of the larvae. There is no apparent host
inflammatory response (i.e. hemocytic inflammation, melanization, etc.) to the
expanding mycelium. No stain. Magnifications: Fig. 1 = 70X; Fig. 2 = 450X.
Contoh Infeksi

Black, melanized lesions of the gills of a A subadult P. vannamei with a prominent


subadult Penaeus californiensis due to protruding, melanized F. solani lesion on
infection by Fusarium solani. When the the dorsal aspect of the second and third
disease was first described in P. japonicus,
abdominal segments
F. solani infections of gills was called
`black gill disease'.
Contoh Infeksi
Another subadult P.
californiensis with well
developed F. solani lesions on
its head appendages. The
antennal scales and antennular
appendages have been
severely deformed or destroyed
by the fungus, leaving
melanized lesions at the
advancing interface between
the host and invading fungus.
Similar lesions are common on
the tail fan as well.
Contoh Infeksi

Fusarium solani
Perkembangan teknologi
vaksin untuk aquakultur
Pustaka
• Ellis, AE. 1989. Fish vaccination. Aquaculture
information series.
• Ellis, AE. 1988. Current aspects of fish
vaccination. Diseases of aquatic organisms 4:
159-164
• McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief
overview. Aquatic veterinary services. Belfast.
• Sommerset, I., B. Krossoy, E. Biering, & P. Frost.
2005. Vaccines for fish I aquaculture. Expert
Rev. vaccines 4(1): 89-101
Pendahuluan
• Upaya vaksinasi ikan untuk mengatasi penyakit
yang berbahaya sudah cukup lama
dikembangkan:
– 1976: untuk pertama kalinya tersedia vaksin komersiil
bersertifikat untuk mengatasi Enteric redmouth
disease (ERM)
– Disusul kemudian vaksin untuk vibriosis
• Ikan memiliki sistem imun yang mirip
dibandingkan mamalia
– Perbedaan utamanya adalah sistem imun pada ikan
sangat terkait dengan temperatur sebagaimana
metabolismenya
Prinsip umum dalam vaksinasi
• Semua vertebrata mempunyai sistem imun yang mampu
merespon molekul asing
– Contohnya molekul yang menjadi bagian dari pathogen (virus,
bakteri, dll.)
– Molekul itu disebut sebagai antigen
– Respon imun yang muncul berupa antibodi dan sel darah putih
yang teraktifasi
– Respon imun tersebut secara spesifik bereaksi dengan antigen
untuk menghancurkannya
• Vaksin adalah sediaan antigen yang jika diberikan ke
hewan maka akan menimbulkan respon imun protektif
tanpa mengakibatkan dampak negatif
• Vaksin yang baik harus memenuhi
beberapa persyaratan:
– Aman
– Imunogenik
– Menghasilkan proteksi yang mirip seperti
halnya infeksi alami
– Harus dapat mencegah atau mengurangi
dampak buruk penyakit
Proteksi dalam vaksinasi
• Tujuan dari vaksinasi adalah menginduksi imunitas jangka panjang
dengan menstimulasi komponen memori dalam respon daya tahan
spesifik
• Dua kriteria yang harus ada dalam vaksinasi
– Memori imunitas
– Spesifisitas
• Durasi memori imunitas penting untuk diketahui karena terkait
dengan perlu tidaknya booster
– Bervariasi tergantung jenis vaksin
– Harus ditentukan untuk setiap spesies
• Memori imunitas dalam vaksinasi untuk vibriosis atau ERM pada
rainbow tout dan Atlantic salmon bertahan selama sedikitnya 1
tahun
– Rainbow trout dipelihara selama 1-1,5 tahun  tidak perlu booster
– Atlantic salmon dipasarkan setelah 3 tahun  perlu booster
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
Vaksin DNA
• Umumnya berupa DNA plasmid yang
diberi gen penyandi antigen protektif dari
suatu pathogen
• Ketika dimasukkan ke tubuh ikan maka
antigen akan terekspresi dan memicu
respon imun
Tonheim, TC., J. Bogwald, and R.A. Dalmo. 2008. What happens to DNA
vaccine in fish? A review of current knowledge. Fish & Shellfish
Immunology 25: 1-18
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
Sommerset, I., B. Krossoy, E.
Biering, & P. Frost. 2005.
Vaccines for fish In aquaculture.
Expert Rev. vaccines 4(1): 89-
101
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
McLoughlin, M. Fish vaccination- A brief overview. Aquatic veterinary services.
Belfast.
Penggunaan immunostimulan
dalam kegiatan aquakultur
Pustaka
• Bricknell, I. and R. A. Dalmo (2005). "The use of
immunostimulants in fish larval aquaculture." Fish &
Shellfish Immunology 19(5): 457-472.
• Sakai, M. (1999). "Current research status of fish
immunostimulants." Aquaculture 172(1-2): 63-92.
• Dalmo, R. A. and J. Bøgwald (2008). "ß-glucans as
conductors of immune symphonies." Fish & Shellfish
Immunology 25(4): 384-396.
• Volman, J. J., J. D. Ramakers and J. Plat (2008).
"Dietary modulation of immune function by β-glucans."
Physiology & Behavior 94(2): 276-284.
Pengantar
• Terapi kimiawi cukup efektif mengurangi kerugian akibat infeksi
pathogen, namun ternyata kemudian diketahui menimbulkan
masalah, antara lain:
– Resistensi
– Dampak negatif terhadap pemelihara, konsumen dan lingkungan
• Vaksinasi menjadi alternatif upaya pencegahan penyakit yang
bersifat spesifik
• Tidak mungkin mencegah semua jenis penyakit infeksi dengan cara
vaksinasi
• Meskipun tidak melindungi dari semua jenis penyakit,
imunostimulan memberi perlindungan yang lebih luas dibandingkan
vaksin

Sakai, M. (1999). "Current research status of fish immunostimulants." Aquaculture


172(1-2): 63-92
Pengertian dan pengelompokkan
immunostimulan
• Immunostimulan adalah bahan yang secara alamiah dapat
memodulasi sistem imun dengan meningkatkan resistensi inang
terhadap penyakit, yang umumnya disebabkan oleh pathogen
• Immunostimulan meningkatkan resistensi terhadap penyakit dengan
memodulasi sistem imun non spesifik
• Peningkatan sistem imun oleh immunostimulan umumnya bersifat
jangka pendek
• Berdasarkan sumbernya, immunostimulan dikelompokkan menjadi:
– Bahan kimiawi sintetis
– Derivat bakteri: LPS
– Derivat yeast: Glukan
– Derivat alga
– Derivat hewan
– Faktor nutrisi
– Hormon/sitokin
Lipopolysaccharida (LPS)
• LPS adalah komponen dinding sel bakteri gram negatif
• Ikan yang diberi LPS dengan cara injeksi menunjukkan
peningkatan:
– Aktifitas phagositik dan migrasi macrophage
– Produksi interleukin 1

Sakai, M. (1999). "Current research status of fish immunostimulants." Aquaculture


172(1-2): 63-92
Freund´s complete adjuvant (FCA)
• FCA adalah jenis adjuvant berupa mineral oil yang mengandung
Mycobacterium butyricum yang telah dimatikan
• FCA meningkatkan respon imun dan efikasi vaksin
• Injeksi FCA menunjukkan peningkatan resistensi jenis ikan tertentu
terhadap:
– Aeromonas salmonicida (furunculosis)
– Aeromonas hydrophila
– Vibrio ordalii dan Vibrio anguillarum
– Pseudomonas piscicida

Sakai, M. (1999). "Current research status of fish immunostimulants." Aquaculture


172(1-2): 63-92
Bakterin Vibrio
• Bakterin adalah jenis vaksin yang berupa bacterial whole
cells
• Selain meningkatkan imunitas spesifik bakteri Vibrio
anguillarum juga meningkatkan daya tahan ikan
terhadap:
– Streptococcus sp.
– Aeromonas salmonicida
• Vibrio termasuk bakteri gram negatif, apa faktor yang
mungkin menyebabkan bakterin Vibrio anguillarum dapat
berfungsi sebagai imunostimulan?

Sakai, M. (1999). "Current research status of fish immunostimulants." Aquaculture


172(1-2): 63-92
Chitin dan chitosan
• Chitin adalah polisakarida yang membentuk komponen
utama exoskeleton krustacea dan insekta, serta dinding
sel beberapa jenis fungi
• Penggunaan chitin menunjukkan
– peningkatan aktifitas macrophage dan resistensi terhadap Vibrio
anguillarum
– Proteksi terhadap Pseudomonas piscicida yang berlangsung
setidaknya 45 hari
• Chitosan adalah bentuk de-N-acetylated dari chitin
• Seperti halnya chitin, chitosan juga meningkatkan
ketahanan non spesifik saat diberikan ke ikan budidaya

Sakai, M. (1999). "Current research status of fish immunostimulants." Aquaculture


172(1-2): 63-92
Beta-Glucan sebagai
immunostimulant untuk ikan
Sumber β-Glucan
• Βeta-glucan adalah polimer glukosa yang
menjadi komponen penyusun utama
dinding sel yeast, fungi, dan bakteri
tertentu
• Beta-glucan juga terdapat pada dinding
sell endosperm sereal
Volman, J. J., J. D. Ramakers and J. Plat (2008). "Dietary modulation of immune
function by β-glucans." Physiology & Behavior 94(2): 276-284.
• Beta-glucan dari yeast merupakan jenis beta-
glucan yang paling sering diteliti dan digunakan
untuk aquakultur
• Beta-glucan dari yeast telah dipasarkan dalam
berbagai macam produk Macrogard:
– MacroGard®Immersion grade
– MacroGard®AquaSol
– MacroGard®Adjuvant
• Macrogard adalah beta-glucan dengan
kemurnian yang tinggi yang berasal dari
Saccaromyces cerevisae
Faktor-faktor penting dalam aplikasi
immunostimulan
• Metode pemberian yabg tepat:
– Injeksi
– Rendaman
– Oral/pakan
• Dosis yang tepat
• Efek pemberian jangka panjang
– Terkadang justru daya tahan ikan menurun
• Efek lain immunostimulan
– Positif: meningkatkan pertumbuhan
– Negatif, belum banyak dipelajari
Terima kasih dan selamat
belajar

Anda mungkin juga menyukai