Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS PERILAKU PENCEGAHAN STUNTING DENGAN

TEORI PERILAKU HEALTH BELIEF MODEL (HBM)


DI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Disusun untuk melengkapi Ujian Akhir Semester mata kuliah Ilmu Sosial dan Perilaku

Disusun Oleh:
Anastasia Indrayati Ganis
495312

MINAT PERILAKU DAN PROMOSI KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT


DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022

i
A. LATAR BELAKANG
Masalah stunting merupakan masalah kesehatan yang sampai saat ini masih
menjadi masalah global. Data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun
2021 menunjukan bahwa prevalensi balita stunting pada tahun 2020 adalah sebesar
22,0%. Data tersebut terus menurun sejak tahun 2000 dimana pada saat itu prevalensi
balita stunting sebesar 33,1%. Prevalensi balita stunting global menurun selama 20
tahun terakhir namun tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan
perhatian serius semua pihak sehingga dapat mencapai target pada tahun 2023 1.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur yang
dipublikasikan dalam berita media.com yang dirilis pada tanggal 18 Februari 2022
menunjukan bahwa pada Februari Tahun 2022 angka stunting di Kabupaten
Manggarai Timur mencapai 2767 atau 11.6% dari balita yang ada mengalami stunting.
Selain ada beberapa kondisi yang menggambarkan faktor yang menyebabkan
stunting seperti masyarakat yang mengkonsumsi air kotor, faktor kondisi ekonomi dan
kurang optimalnya pola asuh orang tua terhadap balita. Hal ini sangat mendukung
faktor penyebab terjadinya stunting menurut World Health Organization (WHO) pada
balita di tingkat rumah tangga adalah pemberian ASI, Pemberian makanan
pendamping ASI (MP ASI), penyakit infeksi, pola asuh kurang maksimal, penyakit
infeksi, kualitas makanan yang buruk dan tingkat keamanan makanan dan air minum.
Sedangkan faktor penyebab di komunitas adalah sosial budaya tingkat Pendidikan,
politik ekonomi, system agrikultur, air dan sanitasi, serta pelayanan kesehatan 2.
Health Belief Model (HBM) merupakan salah satu teori yang sering dipakai
untuk memahami sikap dan perilaku kesehatan akan penyakit. Jika dikaitkan dengan
kasus stunting, persepsi manfaat diartikan sebagai keyakinan orang tua balita terkait
manfaat yang diperoleh jika dapat mencegah stunting pada balita untuk mencegah
stunting sedangkan persepsi hambatan digambarkan sebagai ketidakmampuan orang
tua mencegah stunting pada anak karena berbagai faktor seperti kurangnya
pengetahuan orang tua tentang stunting, faktor ekonomi dan kurangnya sosialisasi
terkait stunting. Pemicu untuk bertindak (cues to action) meliputi, informasi, orang-
orang, dan/atau kejadian yang mendorong seseorang untuk mencegah stunting 3. Hal
ini juga sudah dibuktikan dalam penelitian Effect of Nutrition Education Based on
Health Belief Model on Nutritional Knowledge and Dietary Practice of Pregnant
Women in Dessie Town, Northeast Ethiopia: A Cluster Randomized Control Trial yang
menunjukan hasil bahwa rata-rata pengetahuan gizi pra dan pascaintervensi adalah
6,9 dan 13,4, dan praktik diet yang baik masing-masing adalah 56,5% dan 84,1% pada
kelompok intervensi, peningkatan pengetahuan gizi rata-rata signifikan secara
statistik (P < 0,001). Pada kelompok kontrol, pra dan pascaintervensi rata-rata

2
pengetahuan gizi adalah 7,4 dan 9,8, dan praktik diet yang baik masing-masing adalah
60,9% dan 72,5% dan terdapat perbedaan yang signifikan (P < 0,05) dalam
pengetahuan gizi rata-rata dan proporsi praktik diet yang baik antara dua kelompok
pada garis akhir, tetapi perbedaannya tidak signifikan (P > 0,05) pada baseline dan
terjadi peningkatan yang signifikan (P < 0,001) pada skor konstruk HBM pada
kelompok intervensi sehingga kesimpulannya dengan memberikan pendidikan gizi
berdasarkan Health Belief Model meningkatkan pengetahuan gizi dan praktik diet ibu
hamil4.
Berdasarkan data kesenjangan kondisi stunting di Kabupaten Manggarai Timur dan
hasil penelitian terkait stunting di atas, penulis ingin melakukan analisis sosial dan
perilaku kesehatan terkait pencegahan balita stunting di Kabupaten Manggarai Timur
dengan menggunakan Teori Perilaku Health Belief Model (HBM) (Rosenstock-
Washburn).

3
B. PEMBAHASAN
ANALISIS PERILAKU PENCEGAHAN STUNTING DENGAN TEORI PERILAKU
HEALTH BELIEF MODEL (HBM) (ROSENSTOCK-WASHBURN)

INDIVIDUAL PERCEPTION MODIFYING FACTOR LIKEHOOD OF ACTION

Variabel Sosiodemografi: Persepsi Manfaat:


lingkungan, budaya, Pendapatan
dan pendidikan • Dengan mencegah stunting
dapat meningkatkan
perkembangan kognitif,
motorik dan verbal,
Persepsi Kerentanan: balita Persepsi Terhadap • Memberikan gizi seimbang
dengan pola asuh pemberian Ancaman Stunting dapat mencegah stunting
makan yang tidak baik akan • Makanan Tambahan dapat
berisiko stunting membantu mencegah
stunting
Persepsi Keparahan: Apabila
mengalami stunting dan Isyarat Untuk bertindak:
membiarkan tidak ditangani
Akses informasi terkait
akan mengalami gangguan
pencegahan stunting Persepsi Hambatan:
perkembangan
• Merasa biasa saja dengan
Mencari Pelayanan konsumsi air dari sungai yang
Kesehatan atau ke kotor.
posyandu • Budaya yang masih
mengutamakan makan untuk
Pemberian Makanan orang tua dari pada balita
• Kondisi geografis yang
Tambahan membuat sulit akses fasilitas
kesehatan
Pemberian imunisasi • Kurang pengetahuan orang
tua tentang pola asuh
bayi/balita stunting

Tindakan:

Berperilaku mencegah
stunting pada balita
Gambar 1. Bagan Pendekatan Health Belief Model

4
1) Persepsi Kerentanan

Persepsi kerentanan dari hasil wawancara kepada masyarakat menyatakan


“Menurut saya peran orang tua adalah memberi nutrisi dan gizi seimbang untuk
mencegah terjadinya stunting karena jika pola asuh dan pola makan tidak memenuhi
gizi seimbang balita akan berisiko stunting”. Hal itu sejalan dengan penelitian tentang
Pola Asuh dan Persepsi Ibu di Pedesaan terhadap Kejadian Stunting pada Balita
dengan pendekatan Health Belief Model (HBM) yang menunjukan bahwa jika
responden /ibu yang memiliki persepsi kerentanan yang negatif bekemungkinan 1,539
kali lebih besar ibu memiliki pola asuh pemberian makan tidak baik apabila
dibandingkan dengan responden/ibu dengan persepsi kerentanan yang positif 3.
2) Persepsi Keparahan
Persepsi keparahan digambarkan melalui pernyataan hasil wawancara pada salah
satu masyarakat Kabupaten Manggarai Timur yang menyatakan bahwa “jika stunting
tidak ditangani akan menyebabkan anak mudah sakit dan mengalami gangguan
perkembangannya” mendorong mereka untuk mencegah terjadinya stunting pada
balita. Hal ini sejalan dengan Health Belief Model (HBM) mengatakan bahwa persepsi
keseriusan atau keparahan suatu penyakit menyebabkan sikap untuk melakukan
suatu upaya pengobatan 5. Kondisi ini juga didukung dengan penelitian 3
yang
menunjukan bahwa persepsi keseriusan dilihat dari apabila anak dengan kondisi
stunting tidak segera ditangani akan menghasilkan kondisi medis yang berat seperti
kesakitan dan kematian selain itu dapat mengganggu perkembangan kognitif, motorik
dan verbal yang tidak optimal. Dalam hal ini dampak terhadap kehidupan sosial anak
tersebut juga akan menjadi dampak jangka panjang dari stunting yang tidak diatasi
dan berakibat anak memiliki fisik yang pendek di antara teman-teman sebaya.

3) Sosiodemografi
Ada beberapa variabel sosiodemografi yang memiliki hubungan terhadap
perilaku orang tua dalam pencegahan stunting di Manggarai Timur, berdasarkan
hasil wawancara pada ahli kesehatan di Kabupaten Manggarai, beliau mengatakan
bahwa ‘’Kalau yang saya lihat di lapangan masyarakat masih banyak yang kurang
pengetahuan tentang stunting karena sumber daya masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan menganggap bahwa stunting tidak ada dampak
langsung. Selain itu pengaruh budaya Manggarai yang masih kental dimana untuk
makan orang tua selalu didahulukan. bahkan menu lauk pauk seperti daging harus
orang tua didahulukan terkadang anak-anak hanya mendapat sisa kuah daging saja.
Pengaruh kondisi ekonomi juga mempengaruhi perilaku enggan mencari pelayanan

5
kesehatan dan tidak bisa memenuhi nutrisi anak”. Pengaruh faktor budaya dari
6
pernyataan di atas didukung oleh penelitian yang menunjukan bahwa pengaruh
budaya memberi peluang lebih sedikit 0,276 kali dalam perilaku intervensi stunting
dibandingkan yang tidak dipengaruhi budaya. Faktor kurang pengetahuan sangat
7
sesuai dengan hasil penelitian yang menggambarkan bahwa anak-anak yang
berasal dari orang tua dengan pendidikan rendah cenderung mengalami stunting
dibandingkan anak-anak dari orang tua yang berpendidikan tinggi. Terkait faktor
8
ekonomi selaras dengan penelitian yang menunjukan bahwa anak-anak yang
dilahirkan dari ibu yang kondisi ekonominya buruk 4 kali berisiko mengalami stunting
dibandingkan yang kondisi ekonominya baik. Namun bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh 9 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
status sosial ekonomi keluarga dengan perilaku pencegahan terhadap stunting.

4) Persepsi Manfaat
Manfaat dari perilaku dapat meningkatkan motivasi untuk memiliki perilaku positif
serta sebagai penyebab tercapainya hasil dari perilaku9. Persepsi manfaat adalah
keyakinan individu mengenai manfaat yang dirasakan dari berbagai tindakan yang ada
untuk mengurangi penyakit 5. Gambaran persepsi manfaat dari kondisi stunting di
Kabupaten Manggarai Timur terlihat dari hasil wawancara dengan masyarakat yang
menyatakan bahwa “Jika anak sakit harus segera dibawah ke fasilitas kesehatan, dan
untuk mencegah stunting harus menimbang anak di posyandu setiap bulan untuk
mengetahui perkembangan anak”. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian 3 yang
menggambarkan bahwa Balita yang stunting dipengaruhi oleh persepsi manfaat ibu
terhadap ASI dan MP-ASI yang negatif. Selain itu didukung pula oleh penelitian 8 yang
menggambarkan bahwa anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang melakukan Antenatal
Care sebanyak 4 kali selama kehamilan memiliki peluang rendah mengalami stunting
jika dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang perilaku antenatal
carenya kurang. Berlawanan dengan penelitian 9 yang menunjukan bahwa tidak ada
pengaruh antara persepsi manfaat pencegahan stunting dengan kejadian stunting
pada balita karena kurangnya kesadaran akan menjaga kesehatan untuk mencegah
komplikasi stunting.

5) Persepsi Hambatan

Persepsi hambatan pada kondisi stunting di Kabupaten Manggarai Timur


tergambar dalam pernyataan yang diungkapkan salah satu masyarakat menyatakan
”Salah satu hambatannya adalah perilaku masyarakat yang kurang memanfaatkan
bantuan dengan tepat seperti telur untuk anak balita dikonsumsi juga oleh orang tua

6
dan anggota keluarga lain. Terkait bantuan bibit ternak masyarakat salah
memanfaatkan dengan tidak dikembangbiakan yang terjadi adalah masyarakat
menjual semua ternak sehingga tujuan untuk perbaikan gizi tidak tercapai “.
3
Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang hasilnya menunjukan jika responden
yang memiliki persepsi hambatan pencegahan yang negatif bekemungkinan 1,497 kali
lebih besar anak mengalami stunting apabila dibandingkan dengan responden dengan
persepsi hambatan pencegahan yang positif. Selain itu tergambar pula dalam artikel
yang dipublikasikan dalam media.com dan dirilis pada tanggal 18 Juni 2022 yang
menunjukan adanya kondisi masyarakat desa di Kabupaten Manggarai Timur yang
memiliki balita stunting dan mengkonsumsi air sungai yang kotor. Hal ini didukung
dengan pernyataan salah satu ahli kesehatan (akademisi pada Universitas Katolik St.
Paulus Ruteng Kabupaten Manggarai) yang menyatakan bahwa “Ehm…memang air
kotor merupakan salah satu penyebab stunting di Manggarai Timur karena masih
banyak desa-desa yang akses air minumnya masih sulit”. Didukung juga oleh analisis
cross‐sectional dari survei end‐line MYCNSIA yang dilakukan dalam sampel
representatif rumah tangga di tiga kabupaten di Indonesia yang menunjukan bahwa
peningkatan fasilitas sanitasi rumah tangga muncul sebagai prediktor penting stunting
pada anak-anak10. Kasus stunting kemungkinan akan mengalami penurunan jika
sumber air diolah dengan baik 8

6) Pemicu untuk bergerak


Memberikan informasi petunjuk, mempromosikan kesadaran, menggunakan sistem
pengingat yang sesuai 5. Hal yang menjadi pemicu untuk bertindak dari kasus
pencegahan stunting di Kabupaten Manggarai Timur adalah dapat dilihat dari
pernyataan yang diberikan oleh ahli kesehatan yaitu “Yah…kalau dilihat dari karakter
masyarakatnya ada kemungkinan mereka akan mencegah stunting jika pemerintah
gencar melakukan sosialisasi terkait dampak atau akibat terburuk dari stunting”.
9
Sejalan dengan penelitian menjelaskan bahwa dukungan edukasi stunting dari
tenaga kesehatan sangat penting terutama dalam pemanfaatan edukasi pentingnya
pemanfaatan fasilitas kesehatan atau posyandu dalam upaya pencegahan stunting.

C. PENYELESAIAN MASALAH
Setelah dilakukan analisis perilaku dengan teori Health Belief Model, ditemukan
beberapa persepsi hambatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan stunting di
Kabupaten Manggarai Timur. Oleh karena itu perlu adanya strategi penyelesaian untuk
mengatasi hambatan dalam pencegahan stunting.

7
1. Kunci utama dalam pencegahan stunting adalah mengoptimalkan peran orang
tua dalam upaya pencegahan stunting misalnya dengan mengkaji bagaimana
mereka mengakses informasi terkait stunting serta upaya pencegahannya untuk
memudahkan kita menentukan metode promosi seperti apa yang tepat untuk
melakukan edukasi stunting kepada orang tua.
2. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam pencegahan stunting perlu
melakukan edukasi dan sosialisasi terkait upaya pencegahan dan
penanggulangan stunting untuk membantu merubah persepsi negatif terkait
pencegahan stunting yang memungkinkan akan mempengaruhi perilaku sasaran
untuk mencegah stunting
3. Pemerintah terkait perlu melakukan koordinasi dan konvergensi dengan terus
mengoptimalkan intervensi gizi stunting spesifik dan sensitif
4. Universitas terdekat bekerjasama dengen pemerintah setempat untuk
pelaksanaan pengabdian masyarakat, membantu melakukan penelitian
terkait stunting serta menemukan solusi dalam upaya pencegahan stunting di
masyarakat.
5. Kerjasama lintas sektor untuk melakukan promosi kesehatan di masyarakat lokal
melalui pendekatan budaya seperti di Kabupaten Manggarai biasanya melalui
forum “”Lonto Leok(Musyawarah Masyarakat Desa bersama para tua adat di
Kabupaten Manggarai)” menggunakan bahasa daerah agar masyarakat mudah
menerima dan memahami topik yang dibahas yaitu pencegahan stunting.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Unicef. Unicef Data:Monitoring the situation of children and women. Published online
2021.
2. WHO. Stunted Growth and Development Genave. World Heal Organ. 2020;6(1-38).
3. Indah R. Pola Asuh dan Persepsi Ibu di Pedesaan terhadap Kejadian Stunting pada
Balita. Higeia J Public Heal Res Dev. 2020;4:671-681.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia
4. Diddana TZ, Kelkay GN, Dola AN, Sadore AA. Effect of Nutrition Education Based on
Health Belief Model on Nutritional Knowledge and Dietary Practice of Pregnant
Women in Dessie Town, Northeast Ethiopia: A Cluster Randomized Control Trial. J
Nutr Metab. 2018;2018. doi:10.1155/2018/6731815
5. Glanz K, Rimer B k., Viswanath K. Health and Health.; 2002.
6. Wiliyanarti PF, Wulandari Y, Nasrullah D. Behavior in fulfilling nutritional needs for
Indonesian children with stunting: Related culture, family support, and mother’s
knowledge. J Public health Res. 2022;11(4). doi:10.1177/22799036221139938
7. Dessie G, Tsegaye GW, Mekonnen BA, Bayih MT, Nigussie ZM. Change in stunting
and its associated factors among children aged less than 5 years in Ethiopia using
Ethiopia Demographic and Health Survey data from 2005 to 2019: a multivariate
decomposition analysis. BMJ Open. 2022;12(11):e061707. doi:10.1136/bmjopen-
2022-061707
8. Haq W, Abbas F. A Multilevel Analysis of Factors Associated With Stunting in
Children Less Than 2 years Using Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) 2017–18
of Punjab, Pakistan. SAGE Open. 2022;12(2). doi:10.1177/21582440221096127
9. Sholecha RP, Yunitasari E, Armini NKA, Arief YS. Analisis Faktor yang berhubungan
dengan Pencegahan Stunting pada Anak Usia 2-5 Tahun berdasarkan Teori Health
Promotion Model (HPM). Pediomaternal Nurs J. 2019;5(1):49.
doi:10.20473/pmnj.v5i1.12362
10. Rah JH, Sukotjo S, Badgaiyan N, Cronin AA, Torlesse H. Improved sanitation is
associated with reduced child stunting amongst Indonesian children under 3 years of
age. Matern Child Nutr. 2020;16(S2):1-8. doi:10.1111/mcn.12741

9
TRANSKRIP WAWANCARA
AHLI KESEHATAN

Narasumber : Angelina Roida Eka, M.Kep (DOSEN Ilmu Keperawatan UNIKA St.Paulus Ruteng
Kabupaten Manggarai)

Pewawancara : Anastasia Indrayati Ganis

Tanggal Wawancara : 26 Desember 2022

Pukul : 19.00 WITA

Lokasi Wawancara : Ruteng, Kabupaten Manggarai-Nusa Tenggara Timur

Pewawancara : Selamat malam ibu, terima kasih untuk waktu dan kesempatannya
kali ini sudah menyediakan waktunya untuk mengemukakan
pendapat terkait isu stunting di Kabupaten Manggarai. Sesuai
dengan kesepakatan kita sebelumnya bahwa saya akan
mewawancarai ibu selama kurang lebih 15 menit, untuk
mempersingkat waktu kita bisa langsung mulai saja ya bu,

Narasumber : Baik silahkan


Pewawancara : oh ya ibu baru-baru ini kan saya membaca sebuah artikel di
media.com terkait kasus stunting di Kabupaten Manggarai Timur,
di situ dinyatakan bahwa kasus stunting di Manggarai Timur masih
tinggi dan salah satu penyebabnya adalah karena konsumsi air
kotor.
Bagaimana pendapat ibu terkait berita tersebut?

Narasumber : Ehm…memang air kotor merupakan salah satu penyebab stunting


di Manggarai Timur karena masih banyak desadesa yang akses air
minumnya masih sulit, selain itu karena perekonomian. Disebutkan
di sana ya sanitasi lingkungan, kalau pendapat saya ya itu
kenyataan di lapangan dan bukan hanya nutrisi yang difokuskan
untuk atasi stunting tetapi sanitasi lingkungan juga perlu
diperhatikan.

Pewawancara : Menurut ibu, bagaimana perilaku masyarakat di Manggarai timur


terkait penanganan stunting pada berita tersebut?

10
Narasumber : Kalau yang saya lihat di lapangan masyarakat masih banyak yang
kurang pengetahuan tentang stunting dan

menganggap bahwa stunting tidak ada dampak langsung. Selain itu


pengaruh budaya Manggarai yang masih kental dimana untuk
makan di rumah orang tua selalu didahulukan bahkan menu lauk
pauk seperti daging harus orang tua didahulukan terkadang anak-
anak hanya mendapat sisa kuah daging saja. Pengaruh kondisi
ekonomi juga mempengaruhi perilaku enggan mencari pelayanan
kesehatan dan tidak bisa memenuhi nutrisi anak seperti yang
digambarkan pada artikel tentang kondisi stunting di Manggarai
Timur.

Pewawancara : Apakah menurut ibu dengan mengetahui risiko dan akibat buruk
terjadinya stunting, orang tua balita akan memiliki upaya untuk
mencegah stunting?

Narasumber : Yah…kalau dilihat dari karakter masyarakatnya ada kemungkinan


mereka akan mencegah stunting jika pemerintah gencar
melakukan sosialisasi terkait dampak atau akibat terburuk dari
stunting. Namun terkadang faktor ekonomi juga menjadi hambatan
dalam usaha mereka untuk mencegah stunting

Pewawancara : Menurut ibu, seperti apa peran orang tua dalam upaya pencegahan
stunting dan bagaimana upaya yang harus dilakukan orang tua jika
anak mengalami stunting?

Narasumber : Ehm…Peran orang tua sangat penting terutama ibu, karena bisa
dicegah dari ibunya remaja, bagaimana asupan nutrisi saat hamil
sampai dengan anak usia 6 bulan sumber makanan dari ibu. Orang
tua adalah peran atau faktor kunci. Mengikuti kegiatan MTBS anak
di
Puskesmas. Orang tua memperhatikan nutrisi anaknya

Pewawancara : Menurut ibu, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


stunting di Kabupaten Manggarai? Kira-kira faktor apa yang paling
mempengaruhi?

11
Narasumber : Yah..jika dilihat dari kondisi yang ada…banyak faktor ya seperti
ekonomi, pengetahuan, sanitasi lingkungan dan juga budaya
setempat. Tetapi menurut saya faktor yang paling mempengaruhi
terjadinya adalah faktor kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang dampak dari balita stunting.

Pewawancara : Apa saja yang ibu ketahui terkait upaya pemerintah setempat dalam
penanggulangan stunting?

Narasumber : Ehm..kalau di Kabupaten Manggarai penanganan stunting sudah


menjadi prioritas ya…bahkan melalui PKK setiap keluarahan wajib
mendata balita stunting. upaya pemerintah yang lain yaitu dengan
memberi bantuan makanan tambahan, melakukan pengukuran
Tinggi badan di posyandu setiap bulan.

Pewawancara : Adakah hambatan atau tantangan dalam upaya penurunan


stunting di kabupaten Manggarai? Jika ada kira-kira strategi apa
yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?

Narasumber : Hambatan paling mendasar yah kembali adalah kurang


pengetahuan masyarakat, sumber daya manusia seperti dokter
spesialis di bidang nutrisi belum ada, kemudian kondisi geografis
juga membuat masyarakat sulit akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan. Strategi yang dilakukan yah
penyuluhan gizi sasarannya tidak lagi kepada ibu tetapi dari anak
remaja di SMA. Jika perlu saat persiapan nikah di katolik ada kursus
pernikahan jadi penting untuk dimasukan materi stunting dalam
kursus tersebut.

Pewawancara : Bagaimana peran universitas setempat salam upaya penanganan


stunting?
Narasumber : Eh..kalau untuk UNIKA perannya ya dalam pengabdian ke
masyarakat dengan memberi pelatihan membuat makanan dari
bahan lokal yang mudah didapatkan bahannya di desa seperti dari
jagung, dll. Selain itu dilakukan penelitian terkait stunting.

12
Pewawancara : Baik ibu, rasanya waktu kita sudah hampir habis, sebelum kita tutup
bincang-bincang kita hari ini, mungkin ada pesan atau kesan ibu
terkait stunting di kabupaten Manggarai?

Narasumber : Kalau menurut saya ya..dengan kasus stunting yang tinggi jadi yang
diperhatikan bukan hanya soal pendek tetapi lebih ke gangguan
tumbuh dan kembang harus benar2 diperhatikan pada balita.

Pewawancara : Terima Kasih Ibu untuk waktu dan kesempatannya, semoga sukses
selalu ya bu
Narasumber : Sama-sama, sukses selalu juga buat ibu.

13
TRANSKRIP WAWANCARA
MASYARAKAT

Narasumber : Ibu Maria E Goma (WARGA MANGGARAI TIMUR)

Pewawancara : Anastasia Indrayati Ganis

Tanggal Wawancara : 26 Desember 2022

Pukul : 20.00 WITA

Lokasi Wawancara : Ruteng, Kabupaten Manggarai-Nusa Tenggara Timur

Pewawancara : Selamat malam ibu, terima kasih untuk waktu dan kesempatannya
sehingga pada malam hari ini kita bisa berbincang-bincang tentang
kasus stunting, baik ibu sesuai kesepakatan kita di awal kita akan
wawancara selama 15 menit, jadi untuk mempersingkat waktu kita
langsung mulai saja ya bu?

Narasumber : Selamat malam juga bu..


Pewawancara : Baik ibu, kalau boleh saya tau apa saja yang ibu ketahui tentang
stunting?
Narasumber : Ehm..yang saya ketahuai penyebab stunting pada balita itu adalah
gangguan perkembangan pada anak
Pewawancara : Apa saja faktor yang menyebabkan stunting?
Narasumber : Baik terima kasih, yang saya ketahui stunting terjadi karena kurang
gizi pada balita, karena infeksi penyakit karena tidak ditangani
dengan baik

Pewawancara : Apa peran orang tua untuk pencegahan stunting


Narasumber : Menurut saya peran orang tua adalah memberi nutrisi dan gizi
seimbang untuk mencegah terjadinya stunting karena jika pola
asuh dan pola makan tidak memenuhi gizi seimbang balita akan
berisiko stunting.
Jika anak sakit harus segera dibawah ke fasilitas kesehatan, dan
untuk mencegah stunting harus menimbang anak di posyandu
setiap bulan untuk mengetahui perkembangan anak.

Pewawancara : Apa saja upaya pemerintah?

14
Narasumber : Yang saya ketahui pemerintah memberikan bantuan sembako pada
yang memiliki balita stunting, gencar sosialisasi dampak stunting
dan bagaimana acara pendegahan. Pemda manggarai timur
memberikan bibit ternak untuk keluarga yang memiliki balita
stunting utk dapat meningkatkan perekonomian dan memberikan

menu daging hasil ternak, sehingga mampu menyediakan makan


gizi seimbang bagi balita
Pewawancara : Apakah upaya sudah bagus atau perlu masukan dan apa hambatan
pencegahannya?
Narasumber : Menurut saya upaya pemerintah sudah bagus hanya mungkin ke
depannya pemerintah memberi bantuan tepat sasaran. Salah satu
hambatannya adalah perilaku masyarakat yang kurang
memanfaatkan bantuan dengan tepat seperti telur untuk anak
balita dikonsumsi juga oleh orang tua dan anggota keluarga lain.
Terkait bantuan bibit ternak masyarakat salah memanfaatkan
dengan tidak dikembangbiakan yang ada masyarakat menjual
semua ternak sehingga tujuan untuk perbaikan gizi tidak tercapai

Pewawancara : Kira-kira kekuatan atau potensi yang dimiliki masyarakat yg bisa


memungkinkan merubah perilaku stunting?
Narasumber : Sosialisasi dari petugas kesehatan terkait stunting

Pewawancara : Kepada siapa mencari bantuan saat ada tanda dan gejala stunting?

Narasumber : Menurut saya hal pertama yang dilakukan saat anak sakit atau
terlihat mengalami masalah tumbuh kembang adalah pergi ke
puskesmas untuk menentukan apakah anak benar mengalami
stunting atau fasilitas kesehatan terdekat seperti pustu, poskesdes
atau ke posyandu setiap bulan.

Pewawancara : Baik ibu, ini adalah pertanyaan terakhir dalam wawancara kita kali
ini, kira-kira apa saran atau rekomendasi ibu sebagai masyarakat
untuk penanganan stunting di Manggarai Timur?

15
Narasumber : Saran saya kepada masyarakat, yang pertama agar lebih
memperhatikan makanan yang diberikan ke balita, ke-2 jangan
membiarkan anak sakit tanpa pertolongan tenaga medis dan yang
ke-3 agar lebih menerapkan pola hidup sehat
Saran ke pemerintah yaitu harus lebih gencar sosialisasi dan
edukasi oleh tenaga kesehatan terkait stunting dan lebih
memperhatikan bantuan ke masyarakat harus tepat sasaran.

Pewawancara : Baik ibu, terima kasih untuk waktu dan kesempatannya hari ini,
semoga sukses selalu ya bu.
Narasumber : Sama2…sukses selalu

16
https://mediaindonesia.com/nusantara/500277/konsumsi-air-kotor-angka-stunting-di-
manggarai-timur-tinggi

17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai